MAKALAH RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM

RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM By. Retno, dkk. A.       PENDAHULUA N   a.         Latar Belakang Bimbingan dan konseling merupakan kegiatan yang bersumber pada kehidupanmanusia. Kenyataan menunjukkan bahwa manusia di dalam kehidupannya selalu menghadapi persoalan-persoalan yang silih berganti. Persoalan yang satu dapat diatasi, persoalan yanglain muncul, demikian seterusnya. Manusia tidak sama satu dengan yang lain, baik dalamsifat maupun kemampuannya. Ada manusia yang danggup mampu mengatasi persoalan tanpa bantuan dari pihak lain, tetapi tidak sedikit manusia yang tidak mampu mengatasi persoalan bila tidak dibanntu orang lain, maka dari inilah bimbingan konseling dibutuhkan. Bimbingan dan konseling merupakan salah satu komponen dari pendidikan.Mengingat bahwa bimbingan dan konseling adalah suatu kegiatan bantuan dan tuntunan yangdiberikan kepada individu pada umumnya, dan siswa pada khususnya di sekolah. Hal inisangat relevan jika dilihat dari perumusan bahwa pend

MAKALAH GELAR RAJA / HARAJAON DAN PEMBERIANNYA


 GELAR RAJA / HARAJAON DAN PEMBERIANNYA
By. Mahasiswa. Rizky, dkk.

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sumatera Utara merupakan salah satu pulau besar yang terletak di sebelah Barat Indonesia dan memiliki suku yang berbeda-beda serta bahasa yang beragam. Salah satu daerah yang menjadi bagian dari Sumatera Utara adalah Kabupaten Labuhan Batu, dengan mayoritas suku Mandailing. Salah satunya desa Padang Haloban kecamatan Bilah Kabupaten Labuhan Batu. “Mengatakan bahwa Mandailing merupakan bagian dari suku Batak, namun pihak lainnya berpebdapat bahwa Mandailing merupakan kelompok masyarakat yang berbeda. Hal ini terlihat dari perbedaan sistem sosial, asal usul, dan kepercayaan”. Setiap suku memiliki  upacara adat masing-masing, tidak terkecuali pada masyarakat Mandailing memiliki upacara adat tersendiri, salah satu dari upacara adat di Mandailing adalah upacara Mangalehen Goar dan dilakukan dengan Manortor. [1]
Tortor yang dilaksanakan dalam upacara adat perkawinan masyarakat Mandailing memiliki struktur atau urutan susunan panortor, dalam arti ketika Horja sedang berlangsung tidak sembarangan dalam urutan panortor dan pangayapi. Urutan tersebut telah disusun sedemikian rupa sesuai dengan sistem Kekerabatan Dalian Na Tolu. Dalian Na Tolu pada masyarakat Mandailing sudah dikenal sejak berabad-abad lalu dan terus dilestarikan hingga sekarang. Semua tata cara kehidupan  masyarakat Mandailing telah diatur sedemikian rupa dan tidak dapat dilepaskan dari sistem kekerabatan Dalian Na Tolu. Sistem kekerabatan Dalian Na Tolu begitu kental tercermin pada setiap kegiatan yang dilaksankan masyarakat Mandailing mulai dari: a) Horja Siualan (Upacara Adat Berkarya), b) Horja Siluluton (Upacara Adat Kematian), c) Hasosorang ni Daganak (Upacara Adat Kelahiran), d) HaroanBoru ( Upacara Adat Perkawinan) jadi dari keempat upacara adat tersebut tortor mangalehen goar dilaksanakan ketika Horja Siriaon pada upacara adat dan perkawinan. Struktur penyajian Tortor Mangalehen Goar mematuhi aturan dan norma yang di atur dalam sistem kekerabatan Dalian Na Tolu, yang terdiri dari Kahanggi (yaitu saudara dari pihak ayah laki-laki), Mora (yaitu pihak dari keluarga istri atau keluarga pemberi anak perempuan), dan Anak Boru (yaitu pihak keluarga yang mengambil istri atau keluarga penerima anak perempuan). Bahwa dalam setiap susunan urutan Panortor haruslah disusun dalam sistem kekerabatan Dalian Na Tolu.
Keberadaan Tortor Mangalehen Goar ini masih sering diadakan di masyarakat Mandailing Kabupaten Labuhan Batu hingga sekarang, keberadaan tortor ini dilaksanakan pada saat upacara adat. Bagi masyarakat Mandailing tortor mangalehen goar seringkali ditampilkan pada upacara perkawinan (horoan boru) upacara adat tersebut seperti menyambut menantu perempuan. Dalam setiap penyajiannya tortor mangalehen goar selalu diiringi dengan alat musik tradisional Mandailing seperti gondang, suling, tali sasayat, doal, dan ogung terlihat dari sering diadakannya dalam pesta perkawinan (haroan boru) dan tortor mangalehen goar masih sering ditampilkan pada masyarakat Mandailing hingga sekarang kini.
Sama halnya seperti suku-suku lain yang terdapat di Indonesia, suku Mandailing juga memepunyai berbagai macam kesenian yang menyertai upacara adat. Kesenian dan upacara adat yang beragam ini merupakan warisan leluhur masyarakat yang diwariskan secara turun temurun. Salah satu upacara adat suku Mandailing adalah Mangalehen Goar. Mangalehen Goar atau memeberi gelar adat adalah memberikan gelar kebangsawanan seperti sutanatau baginda kepada penganti laki-laki, karena memiliki hubungan sebagi keluarga kerajaan yang mempunyai gelar adat di Mandailing, yang pelaksanaanya dilakukan dengan manortor sehingga tortor tersebut disebut tortor mangalehen goar. Gelar yang diberikan  biasanya sesuai dengan gelar yang dimiliki oleh kakek dari pengantin laki-laki. Upacara ini memiliki beberapa syarat dan tahap-tahap dalam pelaksanannya, antara lain mangkoyok horbo yang artinya memotong kerbau, panaek gondang yang artinya menaikkan gendang, serta manortor. Demikian juga dalam Tortor Mangalehen Goar memiliki tahapan-tahapan atau urutan-urutan pelaksanaannya.[2]
Tortor dalam kehidupan masyarakat Mandailing konteks adat, di iringi oleh gondang dan onang-onang. Setiap orang yang hadir dalam upacara adat tersebut dapat manortor dn mengambil bagian di dalamnya, diartikan sebagai bentuk penghargaan dan rasa persaudaraan yang erat (solkot) para tamu kepada tuan rumah atau orang yang diberi gelar . Selain panortor ada pula yang disebut sebagai paronang-onang (penyair). Paronang-onang dalam Tortor Mangalehen Goar berfungsi untuk membacakan kisah si panortor atau orang yang manortor pada saat itu. Paronang-onang berada pada posisi di belakang atau disamping panortor.
Pada upacara perkawinan (Horaon Boru) bagi keluarga yang berasal dari keluarga raja-raja , wajib melaksanakan acara mangalehen goar yang disampaikan dengan manortor, sehingga tortor tersebut dinamakan Tortor Mangalehen Goar. Tidak semua masyarakat Mandailing yang melaksanakan perkawinan menyertakan tortor mangalehen goar menjadi bagian adat yang dijalankan. Hanya jika berasal dari keturunan raja-raja seperi sutan atau baginda, yang boleh dan wajib melaksanakan acara adat Mangalehen Goar yang disampaikan dengan manortor.
Kata moral berasal dari kata latin :mos”yang berarti kebiasaan Moral merupakan ilmu yang mencari keseleraaan perbuatan-perbuatan manusia dengan dasar-dasar yang sedalam dalamnya yang diperoleh dengan akal budi manusia. Ada yang beranggapan bahwa perilaku moral hanya memiliki nilai moral jika perilaku itu dilakukan berdasarkan pertimbangan rasional, atas dasar kemauan sendiri secara sadar sebagai implikasi dari pemahaman atas  nilai-nilai yang dipekahari sebelumnya.[3]


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1.     Letak Geografis
Pada umumnya keadaan alam suatu wilayah di tentukan oleh letak geografis wilayah tersebut di mana kondisi dan tempat sangat menentukan. Letak wilayah tersebut dapat mencerminkan budaya yang berlaku pada masyarakat setempat. Untuk dapat mengetahui ataupun mengenal budaya suatu tempat dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan. Wilayah tempat tinggal masyarakat Mandailing terletak dalam wilayah Kabupaten Labuhan Batu khususnya.
Kabupaten Labuhan Batu terletak pada 1 26’- 2 11’ Lintang Utara, 91 01-97 07 Bujur Timur dengan ketinggian 0-2.151 m diatas permukaan laut. Kabupaten Labuhan Batu mempunyai kedudukan yang cukup strategis yaitu berada pada jalir lintas timur Sumatera dan berada pada persimpangan menuju Provinsi Sumatera Barat dan Riau, yang menghubungkan pusat-pusat perkembangan wilayah di Sumatera dan Jawa serta menpunyai akses yang memeadai ke luar negeri karena berbatasan dengan Selat Malaka. Kawasan Kabupaten Labuhan Batu terdiri dari kawan perkotaan, kawasan persisir atau pantai dan kawasan perbatasan atau pedalaman. Kabupaten Labuhan Batu memiliki luas 9.223,18 km2 atau 27,7% dari laus sebelumya. Wilayah administrasi Kabupaten Labuhan Batu Induk memiliki 9 Kecamatan, yakni :
a.      Bilah Hilir
b.     Bilah Hulu
c.      Panai Hilir
d.     Panai Hulu
e.      Panai Tengah
f.      Pangkatan
g.     Rantau Selatan
h.     Bilah Barat
2.     Masyarakat Mandailing
Masyarakat Mandailing adalah salah satu bagian dari Kabupaten Labuhan Batu yang berada di Provinsi Sumatera Utara yang didiami oleh beberapa sukuyaitu: Batak Toba, Dairi, Batak Simalungun, Aceh, Padang, Jawa dan Sunda. Masyarakat Mandailing merupakan kelompok masyarakat yang memiliki ikatan yang di persatukan oleh etnis yang kuat yang di persatukan oleh bahasa, kesenian, serta adat istiadat yang ada pada masyarakat Mandailing.
a.      Sistem Kekerabatan Masyarakat Mandailing
Masyarakat Mandailing memegang teguh adat istiadatnya, yang lazim yang disebut adat Dalian Na Tolu, karena setiap pelaksanaan aktivitas yang didasarkan kepada kaidah-kaidah adat, seperti pelaksanaan berbagai upacara, yang menganut sistem kekerabatan Dalian Na Tolu, yang secara harfiah diartikan sebagai tungku yang penyangganya terdiri dari 3 (tiga) agar tungku tersebut dapat seimbang. Dan secara Etimologi berarti suatu tumpunan yang komponannya (unsur) terdiri dari 3 (tiga). Dalian Na tolu pada masyarakat Mandailing yang merupakan tumpuan. Dalam upacara-upacara adat sistem kekerabatan Dalian na Tolu ini memegang peranan keputusan-keputusan. Dalian Na Tolu terdiri dari 3 kelompok yaitu
1.     Kahanggi atau Suhut, yaitu suatu kelompok kelarga yang semarga atau yang mempunyai garis keturunan yang sama dengan satu huta (kampung) yang merupakan Bonabulu (pendiri kampong)
2.     Anak Boru, yaitu kelompok keluarga yang mengambil istri dari kelompok Suhut atau Kahanggi.
3.     Mora, yaitu tingkatan keluarga yang oleh Suhut mengambil Boru (istri) dari kelompok ini.
b.     Sistem Mata Pencaharian Masyarakat Mandailing
Tapi akhir-akhir ini di Mandailing ada tambang emas jadi orang berbondong-bondong bekerja di tambang emas yang kata mereka penghasilannya lebih banyak di bandingkan naik becak dan juga supir angkutan.
Masyarakat Mandailing sebahagian bermata pencaharian sebagai petani bercocok tanam padi di sawah dan lading, sehingga Masyarakat Mandailing lebih berorientasi dengan alam. Selain pertanian, pertenakan juga salah satu mata pencaharian masyarakat Mandailing. Hewan yang diternakan antara lain kerbau, sapi, ayam, kambing, dan bebek. Selain bercocok tanam dan bertenak, mata pencaharian mereka juga ada sebagai supir angkot dan juga tukang becak. Hal tersebut dikarenakan untuk memenuhi keperluan hidup sehari-hari.
c.      Sistem Kepercayaan Masyaraka Mandailing
Masyarakat Mandailing dahulu memeluk sistem kepercayaan lama (animisme) yang disebut Si Pelebegu, Dalam masa kepercayaan Si Pelebegu di masa lalu itu orang-orang Mandailing menyembah roh-roh dari para leluhur (nenek moyang) mereka yang disebut Begu. Menurut sistem kepercayaan animism Si Pelebegu ini, jumlah Begu tidak hanya satu tetapi banyak dan menghuni berbagai tempat. Ada yang menghuni hutan, pohon-pohon kayu besar, sungai, batu besar, dan sebagainya.Misalnya begu yang bernama Begu Tagasan dipercayai sebagai begu pelindung. Dewasa ini masyarakat Mandailing telah menganut agama islam pada abad ke-20
d.     Upacara adat
Upacara adalah suatu rangkaian khusus yang mempunyai jalan atau aturan-aturan dan tatanan yang khusus yang dilakukan oleh suatu komunitas tertentu, seperti halnya upacara adat yang ada pada masyarakat Mandailing. Upacara adat pada masyarakat merupakan upacara yang melibatkan seluruh masyarakat dalam setiap unsur misalnya dalam mempersiapkan keperluan upacara adat. Musyawarah mufakat dan persiapan yang lainnya seperti mempersiapkan makanan, tenda dan sebagainya.
Sebelum upacara dimulai, maka upacara adat perencanaan kegiatan yang namanya Horja (pekerjaan) yang berhubungan dengan hal urusan adat diperlukan kata sepakat, hasil kesepakatan atau musyawarah adat tersebut namanya domu ni tahi. Ada 3 tingkatan horja yang harus menentukan siapa-siapa yang harus hadir di paradatan tersebut, yaitu: a) Horja dengan landasannya memotong ayam, horja ini yang di undang hanya kaum kerabat terdekatnya dan undangannya cukup dengan hanya pemberitahuan saja.b) Horja dengan landasannya memotong kambing, horja ini biasanya disebut dalam paradatan yaitu pangkupangi, yang diundang selain dari Dalian Na Tolu juga ikut namora dan natoras dikampung tersebut Raja Panusunan (orang tua di kampung tersebut). c) Horja dengan landasannya memotong kerbau, horja ini dimana semua unsur-unsur (lembaga-lembaga) adat diundang, baik yang ada di huta (kampung) tersebut maupun yang ada diluar huta, seperti Raja-raja Torbing Balok, Raja-raja dari desa  na walu dan Raja Panusunan, maka pelaksanaan dalam Tortor Mangalehen Goar haruslah horja dengan landasannya memotong kerbau. Makna horja tersebut menunjukkan rasa syukur kepada Allah SWT, melaksanakan, memelihara, mengembangkan, dan melestarikan seluruh nilai-nilai leluhur yang sudah berumur ratusan tahun, rasa kebersamaan, rasa tolong-menolong. Adapun Upacara adat yang sering dilakukan masyarakat Mandailing adalah a) Horja Siulaon (Upacara Adat Berkarya), b) Horja siluluton (Upacara adat Kematian), c) Hasosorang ni Daganak (Upacara adat Kelahiran), d) Horja Siriaon (Upacara Adat Perkawinan), jadi dari keempat adat tersebut tortor mangalehen goar dilaksanakan ketika Horja Siriaon pada upacara adat dan perkawinan.
B.    Upacara Adat Mangalehen Goar
Dalam masyarakat Mandailing upacara adat mangalehen goar wajib dilaksanakan karena menyangkut dalam pertuturon yang ada didalam keluarga kerajaan, yaitu yang mempunyai gelar  adat seperti Sutan, Baginda yang ada pada masyarakat Mandailing. Setiap penggantin laki-laki akan diberi gelar sesuai dengan urutan gelar yang mengikuti gelar dari kakeknya, memberi gelar ini dilakukan oleh Raja Panusunan Bulung (orang yang tertua dikampung) atas usul nomora dan natoras dengan disaksikan oleh Harajaon (raja-raja adat), dan Dalian Na Tolu sebagaimana disebutkan bahwa gelar yang diberikan adalah gelar yang dimiliki kakeknya dan tidak boleh mengambil gelar bapaknya, yang menurut adat harus bersifat barbar tu ginjang (memengang kuat ke atas) dan arit tu toru (memperat kebawah), Upacara adat Mangalehen Goar memiliki beberapa tahapan antara lain: persiapan, manortor, dan naik nacar.
1.     Isi Cerita Tortor Mangalehen Goar
Tortor mangalehen goar adalah tarian yang berasal dari Mandailing Mangalehen artinya memberi dan Goar artinya Gelar sehingga tortor mangalehen Goar berarti memberi gelar. Sejarah asal usul tortor mangalehen goar merupakan marga Rambe pergi ke hutan untuk membuat ladang yang menebak balok (kayu) dengan alat penebang pohon yang tradisional yaitu baliung (kampak) dan tali tambang didalam hutan itu terdapat lobang besar yaitu sebuah kampong yang bernama Lubuk Simalihot Simalioton. Setelah beberapa banyak balok yang di tumbang  Baliung dan balok itu jatuh ke bawah lobang besar yaitu Lubuk Simalihot Simalihoton dan mengenai Raja Panusunan jatuh sakit dan membuat pengumuman siapa yang sanggup mengobati Raja Panusunan akan di nikahi dengan Boru ni Raja Panusunan yaitu anak perempuan raja, marga Rambe pun pergi mancari kayu do lobang besar, sesampainya dibawah dia berkata sanngup untuk mengobati Raja Panusunan dengan memakai jubah dan kerudung berwarna hitam, dan Raja Panusunan Lubuk Simalihot Simalioton sehat, maka dibuatlah rencana pernikahan.
Alat yang digunakan untuk menebang balok tadi adalah Baliung dan tali tumbang yang di pinjam dari temannya dan dia tidak mengetahui  bahwa Baliung tersebut adalah milik Raja Panusunan Lubuk Simalihot Simalioton bermaksud ingin memulangkan alat yang dipakai untuk menebang balok itu. Beliau naik ke atas dengan menggunakan tali tambang, maka temannya memberika syarat agar bisa menikahi boru ni Raja Panusunan Lubuk Simalihot Simalioton bahwa setiap marga yang meminjam Baliung tersebut tidak boleh bagian  dari raja seperti Baginda, Sutan dan Mangaraja kalau tidak mangkoyok horbo (memotong kerbau).
C.    Nilai Pendidikan Moral Dalam Tortor Mangalehen Goar
Dalam manortot mangalehen goar ada bagian-bagian ragam gerak yang menjadikan nilai dalam manortor menjadi bermakna seperti halnya teori yang dipakai yaitu bahwa niali adalah kualitas suatu hal yang menjadikan itu disukai, didiginkan, dikjar, dihargai, berguna dan dapat membuat  orang yang menghayatinya menjadi bermatabat. Adapun nilai yang terkandung dalam ragam gerak tortor mengalehen goar adalah :
1.     Disukai
2.     Diinginkan
3.     Dikejar
4.     Dihargai
Dalam manortor mangalehen goar ada banyak orang yang terlibat di dalam penyenggaraannya masing-masing dari bagian-bagian  orang ini sudah memiliki tugas dan tanggung jawab didalam tortor mangalehen goar seperti halnya tanggung jawab orang lain dan tanggung jawab terhadap diri sendiri.
1.     Tanggung Jawab Terhadap Orang Lain
a). Melindungi
b).Tolong Menolong
c). Menginsoirasi
d). Tanpa Pamrih


         2. Tanggung Jawab Terhadap Diri Sendiri
a)     Terlindungi
b)     Terinspirasi
c)     Memenuhi
d)     Mendukung





BAB III
PENUTUP
    Kesimpulan
            Mangalehen Goar atau memberi gelar adat adalah memberikan gelar kebangsawanan seperti Sutan atau Baginda kepada penggantin laki-laki, karena memilki hubungan sebagai keluarga kerajaan yang mempunyai gelar adat di Mandailing, yang pelaksanaanya dilakukan dengan Manortor sehingga Tortor tersebut disebut Tortor Mangalehen Goar.
            Struktur penyajian Tortor Mangalehen Goar mematuhi aturan-aturan panortor yang di atur dalam sistem kekerabatan Dalian Na Tolu yang terdiri dari Kahanggi, Mora, dan Anak Boru.
            Tortor Mangalehen Goar hanya bisa dilakukan apabila sudah mengadakan sidang adat semua unsur-unsur (lembaga-lembaga) adat diundang, baik yang ada di huta (kampung) tersebut maupun yang ada di luar huta, seperti Raja-raja Torbing Balok, Raja-raja dari desa na Walu dan Raja Panusunan.


DAFTAR PUSTAKA

Edi Nasution, Nilai Pendidikan Morak Dalam Tortor Mangalehen Goar pada Masyarakat            Mandailing Dikabupaten Labuhan Batu,(kabuapaten Labuhan Batu,2012
Amir Harahap,Nilai Pendidikan Moral Dalam Tortor Mangalehen Goar pada kabupaten Masyarakat Mandailing, Dikabupaten Labuhan Batu ,2016
Nugriyanto, Pendidikan Moral Dalam Tortor Mangalehen Goar Pada Masyarakat Mandailing  ,2007





[1] Edi Nasution, Nilai Pendidikan Morak Dalam Tortor Mangalehen Goar Pada Masyarakat Mandailing Di Kabupaten Labuhan Batu,(Kabupaten Labuhan Batu: 2012) , h.1.
[2] Amir Harahap, Nilai Pendidikan Moral Dalam Tortor Mangalehen Goar Pada Kabupaten Masyarakat Mandailing Di Kabupaten Labuhan Batu, Kabupaten Labuhan Batu, (Kabupaten Labuhan Batu:13 Maret 2016)
[3] Nugriyanto ( 2007: 13)

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH MODEL PEMBELAJARAN

MAKALAH LANDASAN PENDIDIKAN

MAKALAH STRATEGI KEWIRAUSAHAAN