GELAR
RAJA / HARAJAON DAN PEMBERIANNYA
By. Mahasiswa. Rizky, dkk.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Sumatera
Utara merupakan salah satu pulau besar yang terletak di sebelah Barat Indonesia
dan memiliki suku yang berbeda-beda serta bahasa yang beragam. Salah satu
daerah yang menjadi bagian dari Sumatera Utara adalah Kabupaten Labuhan Batu,
dengan mayoritas suku Mandailing. Salah satunya desa Padang Haloban kecamatan
Bilah Kabupaten Labuhan Batu. “Mengatakan bahwa Mandailing merupakan bagian
dari suku Batak, namun pihak lainnya berpebdapat bahwa Mandailing merupakan kelompok
masyarakat yang berbeda. Hal ini terlihat dari perbedaan sistem sosial, asal
usul, dan kepercayaan”. Setiap suku memiliki
upacara adat masing-masing, tidak terkecuali pada masyarakat Mandailing
memiliki upacara adat tersendiri, salah satu dari upacara adat di Mandailing
adalah upacara Mangalehen Goar dan dilakukan dengan Manortor.
Tortor yang dilaksanakan dalam upacara adat perkawinan masyarakat
Mandailing memiliki struktur atau urutan susunan panortor, dalam arti
ketika Horja sedang berlangsung tidak sembarangan dalam urutan panortor
dan pangayapi. Urutan tersebut telah disusun sedemikian rupa sesuai
dengan sistem Kekerabatan Dalian Na Tolu. Dalian Na Tolu pada
masyarakat Mandailing sudah dikenal sejak berabad-abad lalu dan terus
dilestarikan hingga sekarang. Semua tata cara kehidupan masyarakat Mandailing telah diatur sedemikian
rupa dan tidak dapat dilepaskan dari sistem kekerabatan Dalian Na Tolu.
Sistem kekerabatan Dalian Na Tolu begitu kental tercermin pada setiap
kegiatan yang dilaksankan masyarakat Mandailing mulai dari: a) Horja Siualan
(Upacara Adat Berkarya), b) Horja Siluluton (Upacara Adat Kematian), c) Hasosorang
ni Daganak (Upacara Adat Kelahiran), d) HaroanBoru ( Upacara Adat
Perkawinan) jadi dari keempat upacara adat tersebut tortor mangalehen
goar dilaksanakan ketika Horja Siriaon pada upacara adat dan perkawinan.
Struktur penyajian Tortor Mangalehen Goar mematuhi aturan dan norma yang
di atur dalam sistem kekerabatan Dalian Na Tolu, yang terdiri dari Kahanggi
(yaitu saudara dari pihak ayah laki-laki), Mora (yaitu pihak dari
keluarga istri atau keluarga pemberi anak perempuan), dan Anak Boru
(yaitu pihak keluarga yang mengambil istri atau keluarga penerima anak
perempuan). Bahwa dalam setiap susunan urutan Panortor haruslah disusun
dalam sistem kekerabatan Dalian Na Tolu.
Keberadaan
Tortor Mangalehen Goar ini masih sering diadakan di masyarakat
Mandailing Kabupaten Labuhan Batu hingga sekarang, keberadaan tortor ini
dilaksanakan pada saat upacara adat. Bagi masyarakat Mandailing tortor
mangalehen goar seringkali ditampilkan pada upacara perkawinan (horoan
boru) upacara adat tersebut seperti menyambut menantu perempuan. Dalam
setiap penyajiannya tortor mangalehen goar selalu diiringi dengan alat musik
tradisional Mandailing seperti gondang, suling, tali sasayat, doal, dan ogung
terlihat dari sering diadakannya dalam pesta perkawinan (haroan boru) dan
tortor mangalehen goar masih sering ditampilkan pada masyarakat
Mandailing hingga sekarang kini.
Sama
halnya seperti suku-suku lain yang terdapat di Indonesia, suku Mandailing juga
memepunyai berbagai macam kesenian yang menyertai upacara adat. Kesenian dan
upacara adat yang beragam ini merupakan warisan leluhur masyarakat yang
diwariskan secara turun temurun. Salah satu upacara adat suku Mandailing adalah
Mangalehen Goar. Mangalehen Goar atau memeberi gelar adat adalah
memberikan gelar kebangsawanan seperti sutanatau baginda kepada penganti
laki-laki, karena memiliki hubungan sebagi keluarga kerajaan yang mempunyai
gelar adat di Mandailing, yang pelaksanaanya dilakukan dengan manortor
sehingga tortor tersebut disebut tortor mangalehen goar. Gelar
yang diberikan biasanya sesuai dengan
gelar yang dimiliki oleh kakek dari pengantin laki-laki. Upacara ini memiliki
beberapa syarat dan tahap-tahap dalam pelaksanannya, antara lain mangkoyok
horbo yang artinya memotong kerbau, panaek gondang yang artinya
menaikkan gendang, serta manortor. Demikian juga dalam Tortor Mangalehen
Goar memiliki tahapan-tahapan atau urutan-urutan pelaksanaannya.
Tortor
dalam kehidupan masyarakat Mandailing konteks adat, di iringi oleh gondang
dan onang-onang. Setiap orang yang hadir dalam upacara adat tersebut
dapat manortor dn mengambil bagian di dalamnya, diartikan sebagai bentuk
penghargaan dan rasa persaudaraan yang erat (solkot) para tamu kepada
tuan rumah atau orang yang diberi gelar . Selain panortor ada pula yang disebut
sebagai paronang-onang (penyair). Paronang-onang dalam Tortor
Mangalehen Goar berfungsi untuk membacakan kisah si panortor atau orang
yang manortor pada saat itu. Paronang-onang berada pada posisi di
belakang atau disamping panortor.
Pada
upacara perkawinan (Horaon Boru) bagi keluarga yang berasal dari
keluarga raja-raja , wajib melaksanakan acara mangalehen goar yang
disampaikan dengan manortor, sehingga tortor tersebut dinamakan Tortor
Mangalehen Goar. Tidak semua masyarakat Mandailing yang melaksanakan
perkawinan menyertakan tortor mangalehen goar menjadi bagian adat yang
dijalankan. Hanya jika berasal dari keturunan raja-raja seperi sutan
atau baginda, yang boleh dan wajib melaksanakan acara adat Mangalehen
Goar yang disampaikan dengan manortor.
Kata
moral berasal dari kata latin :mos”yang berarti kebiasaan Moral merupakan ilmu
yang mencari keseleraaan perbuatan-perbuatan manusia dengan dasar-dasar yang
sedalam dalamnya yang diperoleh dengan akal budi manusia. Ada yang beranggapan
bahwa perilaku moral hanya memiliki nilai moral jika perilaku itu dilakukan
berdasarkan pertimbangan rasional, atas dasar kemauan sendiri secara sadar
sebagai implikasi dari pemahaman atas
nilai-nilai yang dipekahari sebelumnya.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1.
Letak Geografis
Pada
umumnya keadaan alam suatu wilayah di tentukan oleh letak geografis wilayah
tersebut di mana kondisi dan tempat sangat menentukan. Letak wilayah tersebut
dapat mencerminkan budaya yang berlaku pada masyarakat setempat. Untuk dapat
mengetahui ataupun mengenal budaya suatu tempat dapat dilakukan dengan
menggunakan pendekatan. Wilayah tempat tinggal masyarakat Mandailing terletak
dalam wilayah Kabupaten Labuhan Batu khususnya.
Kabupaten
Labuhan Batu terletak pada 1 26’- 2 11’ Lintang Utara, 91 01-97 07 Bujur Timur
dengan ketinggian 0-2.151 m diatas permukaan laut. Kabupaten Labuhan Batu
mempunyai kedudukan yang cukup strategis yaitu berada pada jalir lintas timur
Sumatera dan berada pada persimpangan menuju Provinsi Sumatera Barat dan Riau,
yang menghubungkan pusat-pusat perkembangan wilayah di Sumatera dan Jawa serta
menpunyai akses yang memeadai ke luar negeri karena berbatasan dengan Selat
Malaka. Kawasan Kabupaten Labuhan Batu terdiri dari kawan perkotaan, kawasan
persisir atau pantai dan kawasan perbatasan atau pedalaman. Kabupaten Labuhan
Batu memiliki luas 9.223,18 km2 atau 27,7% dari laus sebelumya. Wilayah
administrasi Kabupaten Labuhan Batu Induk memiliki 9 Kecamatan, yakni :
a.
Bilah Hilir
b.
Bilah Hulu
c.
Panai Hilir
d.
Panai Hulu
e.
Panai Tengah
f.
Pangkatan
g.
Rantau Selatan
h.
Bilah Barat
2.
Masyarakat Mandailing
Masyarakat
Mandailing adalah salah satu bagian dari Kabupaten Labuhan Batu yang berada di
Provinsi Sumatera Utara yang didiami oleh beberapa sukuyaitu: Batak Toba,
Dairi, Batak Simalungun, Aceh, Padang, Jawa dan Sunda. Masyarakat Mandailing
merupakan kelompok masyarakat yang memiliki ikatan yang di persatukan oleh
etnis yang kuat yang di persatukan oleh bahasa, kesenian, serta adat istiadat
yang ada pada masyarakat Mandailing.
a.
Sistem Kekerabatan Masyarakat Mandailing
Masyarakat
Mandailing memegang teguh adat istiadatnya, yang lazim yang disebut adat Dalian
Na Tolu, karena setiap pelaksanaan aktivitas yang didasarkan kepada
kaidah-kaidah adat, seperti pelaksanaan berbagai upacara, yang menganut sistem
kekerabatan Dalian Na Tolu, yang secara harfiah diartikan sebagai tungku
yang penyangganya terdiri dari 3 (tiga) agar tungku tersebut dapat seimbang.
Dan secara Etimologi berarti suatu tumpunan yang komponannya (unsur) terdiri
dari 3 (tiga). Dalian Na tolu pada masyarakat Mandailing yang merupakan
tumpuan. Dalam upacara-upacara adat sistem kekerabatan Dalian na Tolu
ini memegang peranan keputusan-keputusan. Dalian Na Tolu terdiri dari 3
kelompok yaitu
1.
Kahanggi
atau Suhut, yaitu suatu kelompok kelarga yang semarga atau yang
mempunyai garis keturunan yang sama dengan satu huta (kampung) yang merupakan
Bonabulu (pendiri kampong)
2.
Anak Boru,
yaitu kelompok keluarga yang mengambil istri dari kelompok Suhut atau Kahanggi.
3.
Mora, yaitu
tingkatan keluarga yang oleh Suhut mengambil Boru (istri) dari
kelompok ini.
b.
Sistem Mata Pencaharian Masyarakat Mandailing
Tapi
akhir-akhir ini di Mandailing ada tambang emas jadi orang berbondong-bondong
bekerja di tambang emas yang kata mereka penghasilannya lebih banyak di
bandingkan naik becak dan juga supir angkutan.
Masyarakat
Mandailing sebahagian bermata pencaharian sebagai petani bercocok tanam padi di
sawah dan lading, sehingga Masyarakat Mandailing lebih berorientasi dengan
alam. Selain pertanian, pertenakan juga salah satu mata pencaharian masyarakat
Mandailing. Hewan yang diternakan antara lain kerbau, sapi, ayam, kambing, dan
bebek. Selain bercocok tanam dan bertenak, mata pencaharian mereka juga ada
sebagai supir angkot dan juga tukang becak. Hal tersebut dikarenakan untuk
memenuhi keperluan hidup sehari-hari.
c.
Sistem Kepercayaan Masyaraka Mandailing
Masyarakat
Mandailing dahulu memeluk sistem kepercayaan lama (animisme) yang disebut Si
Pelebegu, Dalam masa kepercayaan Si Pelebegu di masa lalu itu
orang-orang Mandailing menyembah roh-roh dari para leluhur (nenek moyang)
mereka yang disebut Begu. Menurut sistem kepercayaan animism Si
Pelebegu ini, jumlah Begu tidak hanya satu tetapi banyak dan menghuni
berbagai tempat. Ada yang menghuni hutan, pohon-pohon kayu besar, sungai, batu
besar, dan sebagainya.Misalnya begu yang bernama Begu Tagasan dipercayai
sebagai begu pelindung. Dewasa ini masyarakat Mandailing telah menganut
agama islam pada abad ke-20
d.
Upacara adat
Upacara
adalah suatu rangkaian khusus yang mempunyai jalan atau aturan-aturan dan
tatanan yang khusus yang dilakukan oleh suatu komunitas tertentu, seperti
halnya upacara adat yang ada pada masyarakat Mandailing. Upacara adat pada
masyarakat merupakan upacara yang melibatkan seluruh masyarakat dalam setiap
unsur misalnya dalam mempersiapkan keperluan upacara adat. Musyawarah mufakat
dan persiapan yang lainnya seperti mempersiapkan makanan, tenda dan sebagainya.
Sebelum
upacara dimulai, maka upacara adat perencanaan kegiatan yang namanya Horja (pekerjaan)
yang berhubungan dengan hal urusan adat diperlukan kata sepakat, hasil
kesepakatan atau musyawarah adat tersebut namanya domu ni tahi. Ada 3
tingkatan horja yang harus menentukan siapa-siapa yang harus hadir di
paradatan tersebut, yaitu: a) Horja dengan landasannya memotong ayam, horja
ini yang di undang hanya kaum kerabat terdekatnya dan undangannya cukup dengan
hanya pemberitahuan saja.b) Horja dengan landasannya memotong kambing, horja
ini biasanya disebut dalam paradatan yaitu pangkupangi, yang diundang selain
dari Dalian Na Tolu juga ikut namora dan natoras dikampung
tersebut Raja Panusunan (orang tua di kampung tersebut). c) Horja
dengan landasannya memotong kerbau, horja ini dimana semua unsur-unsur (lembaga-lembaga)
adat diundang, baik yang ada di huta (kampung) tersebut maupun yang ada
diluar huta, seperti Raja-raja Torbing Balok, Raja-raja
dari desa na walu dan Raja
Panusunan, maka pelaksanaan dalam Tortor Mangalehen Goar haruslah
horja dengan landasannya memotong kerbau. Makna horja tersebut
menunjukkan rasa syukur kepada Allah SWT, melaksanakan, memelihara,
mengembangkan, dan melestarikan seluruh nilai-nilai leluhur yang sudah berumur
ratusan tahun, rasa kebersamaan, rasa tolong-menolong. Adapun Upacara adat yang
sering dilakukan masyarakat Mandailing adalah a) Horja Siulaon (Upacara
Adat Berkarya), b) Horja siluluton (Upacara adat Kematian), c) Hasosorang
ni Daganak (Upacara adat Kelahiran), d) Horja Siriaon (Upacara Adat
Perkawinan), jadi dari keempat adat tersebut tortor mangalehen goar
dilaksanakan ketika Horja Siriaon pada upacara adat dan perkawinan.
B.
Upacara Adat Mangalehen Goar
Dalam masyarakat Mandailing upacara adat mangalehen goar
wajib dilaksanakan karena menyangkut dalam pertuturon yang ada didalam
keluarga kerajaan, yaitu yang mempunyai gelar
adat seperti Sutan, Baginda yang ada pada masyarakat Mandailing. Setiap
penggantin laki-laki akan diberi gelar sesuai dengan urutan gelar
yang mengikuti gelar dari kakeknya, memberi gelar ini dilakukan
oleh Raja Panusunan Bulung (orang yang tertua dikampung) atas usul nomora
dan natoras dengan disaksikan oleh Harajaon (raja-raja adat), dan
Dalian Na Tolu sebagaimana disebutkan bahwa gelar yang diberikan
adalah gelar yang dimiliki kakeknya dan tidak boleh mengambil gelar
bapaknya, yang menurut adat harus bersifat barbar tu ginjang (memengang
kuat ke atas) dan arit tu toru (memperat kebawah), Upacara adat Mangalehen
Goar memiliki beberapa tahapan antara lain: persiapan, manortor, dan
naik nacar.
1.
Isi Cerita Tortor Mangalehen Goar
Tortor mangalehen goar
adalah tarian yang berasal dari Mandailing Mangalehen artinya memberi
dan Goar artinya Gelar sehingga tortor mangalehen Goar berarti
memberi gelar. Sejarah asal usul tortor mangalehen goar merupakan marga Rambe
pergi ke hutan untuk membuat ladang yang menebak balok (kayu) dengan
alat penebang pohon yang tradisional yaitu baliung (kampak) dan tali
tambang didalam hutan itu terdapat lobang besar yaitu sebuah kampong yang
bernama Lubuk Simalihot Simalioton. Setelah beberapa banyak balok yang
di tumbang Baliung dan balok itu
jatuh ke bawah lobang besar yaitu Lubuk Simalihot Simalihoton dan
mengenai Raja Panusunan jatuh sakit dan membuat pengumuman siapa yang
sanggup mengobati Raja Panusunan akan di nikahi dengan Boru ni
Raja Panusunan yaitu anak perempuan raja, marga Rambe pun pergi
mancari kayu do lobang besar, sesampainya dibawah dia berkata sanngup untuk
mengobati Raja Panusunan dengan memakai jubah dan kerudung berwarna
hitam, dan Raja Panusunan Lubuk Simalihot Simalioton sehat, maka
dibuatlah rencana pernikahan.
Alat yang digunakan untuk menebang balok tadi adalah Baliung
dan tali tumbang yang di pinjam dari temannya dan dia tidak
mengetahui bahwa Baliung tersebut
adalah milik Raja Panusunan Lubuk Simalihot Simalioton bermaksud ingin
memulangkan alat yang dipakai untuk menebang balok itu. Beliau naik ke atas
dengan menggunakan tali tambang, maka temannya memberika syarat agar bisa
menikahi boru ni Raja Panusunan Lubuk Simalihot Simalioton bahwa setiap
marga yang meminjam Baliung tersebut tidak boleh bagian dari raja seperti Baginda, Sutan
dan Mangaraja kalau tidak mangkoyok horbo (memotong kerbau).
C.
Nilai Pendidikan Moral Dalam Tortor Mangalehen Goar
Dalam manortot mangalehen goar ada bagian-bagian ragam gerak yang
menjadikan nilai dalam manortor menjadi bermakna seperti halnya teori yang
dipakai yaitu bahwa niali adalah kualitas suatu hal yang menjadikan itu
disukai, didiginkan, dikjar, dihargai, berguna dan dapat membuat orang yang menghayatinya menjadi bermatabat.
Adapun nilai yang terkandung dalam ragam gerak tortor mengalehen goar adalah :
1.
Disukai
2.
Diinginkan
3.
Dikejar
4.
Dihargai
Dalam
manortor mangalehen goar ada banyak orang yang terlibat di dalam
penyenggaraannya masing-masing dari bagian-bagian orang ini sudah memiliki tugas dan tanggung
jawab didalam tortor mangalehen goar seperti halnya tanggung jawab orang lain
dan tanggung jawab terhadap diri sendiri.
1.
Tanggung Jawab Terhadap Orang Lain
a). Melindungi
b).Tolong Menolong
c). Menginsoirasi
d). Tanpa Pamrih
2. Tanggung Jawab Terhadap Diri
Sendiri
a)
Terlindungi
b)
Terinspirasi
c)
Memenuhi
d)
Mendukung
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Mangalehen Goar atau memberi gelar
adat adalah memberikan gelar kebangsawanan seperti Sutan atau Baginda
kepada penggantin laki-laki, karena memilki hubungan sebagai keluarga kerajaan
yang mempunyai gelar adat di Mandailing, yang pelaksanaanya dilakukan dengan Manortor
sehingga Tortor tersebut disebut Tortor Mangalehen Goar.
Struktur penyajian Tortor
Mangalehen Goar mematuhi aturan-aturan panortor yang di atur dalam
sistem kekerabatan Dalian Na Tolu yang terdiri dari Kahanggi, Mora,
dan Anak Boru.
Tortor Mangalehen Goar hanya
bisa dilakukan apabila sudah mengadakan sidang adat semua unsur-unsur
(lembaga-lembaga) adat diundang, baik yang ada di huta (kampung)
tersebut maupun yang ada di luar huta, seperti Raja-raja Torbing Balok,
Raja-raja dari desa na Walu dan Raja Panusunan.
DAFTAR PUSTAKA
Edi Nasution, Nilai Pendidikan Morak Dalam Tortor Mangalehen Goar
pada Masyarakat Mandailing
Dikabupaten Labuhan Batu,(kabuapaten Labuhan Batu,2012
Amir Harahap,Nilai Pendidikan Moral Dalam Tortor Mangalehen Goar
pada kabupaten Masyarakat Mandailing, Dikabupaten Labuhan Batu ,2016
Nugriyanto, Pendidikan Moral Dalam Tortor Mangalehen Goar Pada
Masyarakat Mandailing ,2007
kok lain?
BalasHapus