ILMU
PENGANTAR HUKUM
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Seiring dengan berjalannya waktu dan
perkembangan zaman, kebudayaan manusia mengalami perkembangan pula. Termasuk
perkembangan hukum. Peradaban yang semakin berkembang membuat kehidupan manusia
sangat membutuhkan aturan yang dapat membatasi prilaku manusia sendiri yang
telah banyak menyimpang seiring dengan perkembangan pemikiran manusia yang
semakin maju. Aturan atau hukum tersebut mengalami perubahan dan terus
mengalami perubahan yang disesuaikan dengan kemajuan zaman. Untuk itu, suatu
negara hukum sangat perlu mengadakan pembangunan terutama di bidang hukum.
Mengenai pembangunan hukum ini tidaklah mudah dilakukan. Hal ini disebabkan
pembangunan hukum tersebut tidak boleh bertentangan dengan tertib hukum yang
lain.
Hukum memiliki keterkaitan yang erat
dengan kehidupan masyarakat. Dalam kenyataan, perkembangan kehidupan masyarakat
diikuti dengan perkembangan hukum yang berlaku di dalam masyarakat, demikian
pula sebaliknya. Pada dasarnya keduanya saling mempengaruhi.
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Hukum dan Pengantar Ilmu
Hukum?
2. Apa yang dimaksud Pelaku Hukum?
3. Bagaimana Kedudukan Hukum Pelaku
Hukum?
4. Bagaimana yang dimaksud Objek Hukum?
C.
Tujuan Masalah
1. Mengetahui
Pengertian
Hukum dan Pengantar Ilmu Hukum?
2. Mengetahui
Apa yang
dimaksud Pelaku Hukum?
3. Mengetahui Bagaimana Kedudukan Hukum
Pelaku Hukum?
4. Mengetahui Bagaimana yang dimaksud Objek
Hukum?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Hukum dan Pengantar Ilmu
Hukum
1.
Pengertian Hukum
Hukum
berasal dari bahasa Arab yang berbentuk mufrad (tunggal). Kata jamaknya diambil
alih dalam bahasa Indonesia menjadi “Hukum”. Secara bahasa hukum “mencegah”,
hukum juga berarti qadla’ yang artinya “putusan”.
Defenisi
hukum menurut para beberapa ahli :
Aristoteles, hukum adalah sesuatu yang berbeda dari pada sekedar
mengatur dan mengekspresikan bentuk dari konstitusi dan hukum berfungsi untuk
mengatur hakim dan putusannya dipengadilan untuk menjatuhkan hukuman terhadap
pelanggar.
Menurut Wiryono Kusumo, hukum adalah kesatuan peraturan
baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur tata tertib dalam suatu
masyarakat dan terhadap pelanggarnya dikenakan sanksi.
Menurut Utrech, hukum adalah himpunan peraturan
berupa perintah ataupun larangan yang mengatur tata tertib dalam suatu
masyarakat dan seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat yang bersangkutan.
Menurut Van Ken, hukum adalah keseluruhan aturan hidup yang bersifat
memaksa untuk melindungi kepentingan manusia didalam masyarakat.
Dan Menurut Paul Bohannan, hukum adalah berupa himpunan kewajiban
yang telah dikembangkan kembali dalam prata hukum.
Ilmu
hukum yang mempunyai objek hukum menelaah hukum sebagai suatu gejala atau
fenomena kehidupan manusia. Seseorang yang berkeinginan mengetahui hukum secara
mendalam sangat perlu mempelajari hukum dari lahir, tumbuh dan berkembangnya
dari masa ke masa.
Sedangkan
tujuan hukum itu sendiri mempunyai sifat universal seperti ketertiban,
ketentraman, kedamaian, kesejahteraan, dan kebahagiaan dalam tata kehidupan
masyarakat.
2.
Pengertian
Pengantar Ilmu Hukum
Pengantar
Ilmu Hukum (PIH) kerapkali oleh dunia studi hukum dinamakan “Encyclopaedia
Hukum”, yaitu mata kuliah dasar yang merupakan pengantar (introduction atau
inleiding) dalam mempelajari ilmu hukum. Dapat pula dikatakan bahwa PIH
merupakan dasar untuk pelajaran lebih lanjut dalam studi hukum yang mempelajari
pengertian-pengertian dasar, gambaran dasar tentang sendi-sendi utama ilmu
hukum.
B.
Pelaku Hukum
Saat kita mendengar kata pelaku maka yang terlintas dalam
pikiran kita adalah seseorang yang berbuat sesuatu, dan ketika mendengar kata
pelaku tindak pidana sering kali yang terpikir oleh kita adalah penjahat atau
orang yang berbuat jahat.
Untuk dapat mengetahui atau mendefinisikan siapakah pelaku
atau daader tidaklah sulit namun juga
tidak terlalu gampang. Banyak pendapat mengenai apa yang disebut pelaku. Van Hamel memberikan pengertian
mengenai pelaku tindak pidana dengan membuat suatu definisi yang mengatakan
bahwa: Pelaku suatu tindak pidana itu hanyalah dia, yang tindakannya memenuhi
semua unsur dari delik seperti yang terdapat dalam rumusan delik yang
bersangkutan, baik yang dinyatakan secara tegas maupun tidak dinyatakan secara
tegas.
Sedangkan Professor
Simons memberikan definisi mengenai apa yang disebut dengan pelaku atau
daader sebagai berikut, Pelaku tindak pidana itu adalah orang yang melakukan
tindak pidana yang bersangkutan, dalam arti orang yang dengan suatu kesengajaan
atau suatu ketidak sengajaan seperti yang disyaratkan oleh undang-undang telah
menimbulkan suatu akibat yang tidak dikehendaki oleh undang-undang atau telah
melakukan tindakan yang terlarang atau mengalpakan tindakan yang diwajibkan
oleh undang-undang, atau dengan perkataan lain ia adalah orang yang memenui
semua unsur-unsur suatu delik seperti yang telah ditentukan didalam
undang-undang, baik itu merupakan unsur-unsur subjektif maupun unsur-unsur
objektif, tanpa memandang apakah keputusan untuk melakukan tindak pidana
tersebut timbul dari dirinya sendiri ataukah timbul karena digerakan oleh pihak
ketiga.
Pengertian mengenai siapa pelaku juga dirumuskan dalam pasal
55 KUHP yang rumusanya sebagai berikut.
(1) Dipidana sebagai sipembuat suatu
tindak pidana :
a) Orang yang melakukan, menyuruh
melakukan atau yang turut melakukan perbuatan itu.
b) Orang yang dengan pemberian upah,
perjanjian, salah memakai kekuasaan atau martabat, memakai paksaan ancaman atau
tipu karena memberi kesempatan, ikhtiar atau keterangan, dengan sengaja
menghasut supaya perbuatan itu dilakukan.
(2) Adapun orang dalam sub kedua
tersebut, yang boleh dipertanggungjawabkan kepadanya hanyalah perbuatan yang
sengaja dibujuk olehnya serta akibat perbuatan itu.
Di dalam
pasal diatas yang dimaksud dengan orang yang melakukan ialah orang yang berbuat
sendiri dalam melakukan tindak pidana atau dapat diartikan bahwa ia adalah
pelaku tunggal dalam tindak pidana tersebut. Sedangkan yang dimaksud dengan
orang yang menyuruh melakukan dalam pasal 55 KUHP dalam tindak pidana ini
pelakunya paling sedikit adalah dua orang, yakni yang menyuruh dan yang
disuruh, jadi dalam hal ini pelaku bukan hanya dia yang melakukan tindak pidana
melainkan juga dia yang menyuruh melakukan tindak pidana tersebut.
Namun
demikian tidak semua orang yang disuruh dapat dikenakan pidana, misalnya orang
gila yang disuruh membunuh tidak dapat dihukum karena kepadanya tidak dapat
dipertanggung jawabkan perbuatan tersebut, dalam kasus seperti ini yang dapat
dikenai pidana hanyalah orang yang menyuruh melakukan. Begitu pula terhadap
orang yang melakukan tindak pidana karena dibawah paksaan, orang yang melakukan
tindak pidana karena perintah jabatan pun kepadanya tidak dapat dijatuhkan
pidana.
Dalam
pasal 55 KUHP diatas orang yang turut melakukan tindak pidana juga disebut
sebagai pelaku. Turut melakukan disini diartikan sebagi melakukan bersama-sama,
dalam tindak pidana ini minimal pelakunya ada dua orang yaitu yang melakukan
dan yang turut melakukan.
Dalam
pasal 55 KUHP pelaku meliputi pula mereka yang dengan pemberian upah,
perjanjian, salah memakai kekuasaan, atau martabat, memakai paksaan dan sebagainya
dengan sengaja menghasut supaya melakukan perbuatan itu.
C. Kedudukan Hukum Bagi Pelaku Hukum
Hukum
tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat (ubi socitas ibi ius), sebab
antara keduanya mempunyai hubungan timbal balik. Oleh karena hukum sifatnya universal
dan hukum mengatur semua aspek kehidupan masyarakat (Poleksosbud-hankam) dengan
tidak ada satupun segi kehidupan manusia dalam masyarakat yang luput dari
sentuhan hukum.
Keadaan
hukum suatu masyarakat akan dipengaruhi oleh perkembangan dan perubahan-perubahan
yang berlangsung secara terus-menerus dalam masyarakat, pada semua bidang
kehidupan. Soerjono Soekanto mengatakan, bahwa proses hukum berlangsung di dalam suatu jaringan atau sistem sosial yang dinamakan
masyarakat. Artinya bahwa hukum hanya dapat dimengerti dengan jalan memahami
sistem sosial terlebih dahulu dan bahwa hukum merupakan suatu proses.
Kedudukan hukum atau locus standi
adalah suatu keadaan ketika suatu pihak dianggap memenuhi syarat untuk
mengajukan permohonan penyelesaian sengketa di suatu pengadilan. Biasanya
kedudukan hukum dapat ditunjukkan dengan cara berikut:
- Suatu
pihak secara langsung dirugikan oleh undang-undang atau tindakan yang
menjadi permasalahan, dan kerugian ini akan terus berlanjut kecuali jika
pengadilan turun tangan dengan memerintahkan pemberian kompensasi,
menetapkan bahwa hukum yang dipermasalahkan tidak berlaku untuk pihak
tersebut, atau menyatakan bahwa undang-undang tersebut batal demi hukum
- Pihak
penuntut tidak dirugikan secara langsung, tetapi mereka memiliki hubungan
yang masuk akal dengan situasi yang menyebabkan kerugian tersebut, dan
jika dibiarkan kerugian dapat menimpa orang lain yang tidak dapat meminta
bantuan dari pengadilan. Di
Amerika Serikat, landasan
ini digunakan untuk meminta agar suatu undang-undang dibatalkan karena
telah melanggar Amendemen
Pertama Konstitusi Amerika Serikat
- Suatu
pihak diberi kedudukan hukum oleh suatu undang-undang. Di
Amerika Serikat, beberapa hukum lingkungan mengizinkan penuntutan terhadap
perusahaan yang mencemari perairan tanpa izin federal, bahkan jika pihak
yang menuntut tidak dirugikan oleh polusi tersebut.
D.
Objek Hukum
Objek hukum adalah segala sesuatu yang berguna
bagi subjek hukum dan yang dapat menjadi objek suatu hubungan hukum
karena hal itu dapat dikuasai oleh subjek hukum.
Dalam bahasa hukum, objek hukum dapat juga
disebut hak atau benda yang dapat dikuasai dan/atau dimiliki subyek hukum.
Misalnya, Andi meminjamkan buku kepada Budi. Di sini, yang menjadi objek hukum
dalam hubungan hukum antara Andi dan Budi adalah buku. Buku menjadi objek hukum
dari hak yang dimiliki Andi.
Yang dimaksud dengan objek hukum atau Mahkum Bih
ialah sesuatu yang dikehendaki oleh pembuat hukum untuk dilakukan atau
ditinggalkan oleh manusia; atau dibiarkan oleh pembuat hukum untuk dilakukan
atau tidak. Dalam istilah ulama ushul fiqh, yang disebut Mahkum Bih atau objek
hukum yaitu sesuatu yang berlaku padanya hukum syara’. Objek hukumnya adalah
“perbuatan” itu sendiri.
Jenis Objek Hukum
berdasarkan pasal 503-504 KUH Perdata, disebutkan “Bahwa benda dapat dibagi
menjadi 2, yakni benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen) dan benda yang
bersifat tidak kebendaan (Immateriekogoderan). Berikut ini adalah penjelasannya
:
1.
Benda yang bersifat
kebendaan (Materiekegoderen) ialah suatu benda yang sifatnya dapat dilihat,
diraba dan dirasakan dengan panca indera yang terdiri dari benda berubah/ berwujud.
Yang meliputi :
a. Benda bergerak/ tidak tetap, yang berupa benda yang dapat dihabiskan dan
benda yang tidak dapat dihabiskan, karena :
1. Sifatnya
dapat bergerak sendiri, seperti hewan (ayam, kerbau, kuda, ayam, kambing, dan
sebagainya);
2. Dapat
dipindahkan, seperti kursi, meja, sepatu, buku, dan sebagainya;
3. Benda
bergerak karena penetapan atau ketentuan undang-undang, yaitu hak atas pakai
atas tanah dan rumah, hak sero, hak bunga yang dijanjikan, dan sabagainya.
b. Benda tidak bergerak, yaitu setiap benda yang tidak dapat bergerak sendiri
atau tidak dapat dipindahkan, karena :
1. Sifatnya yang tidak bergerak, seperti gunung, kebun, dan apa yang didirikan
di atas tanah, termasuk apa yang terkandung di dalamnya;
2. Menurut
tujuannya, setiap benda yang dihubungkan dengan benda yang karena sifatnya
tidak bergerak, seperti westafel di kamar mandi, tegel (ubin), alat percetakan
yang ditempatkan di gudang, dan sebagainya;
3. Penetapan
undang-undang, yaitu hak atas benda tidak bergerak dan kapal yang
tonasenya/beratnya 20
.
2.
Benda yang bersifat
tidak kebendaan (Immateriekogoderan) ialah suatu benda yang dirasakan oleh
panca indera saja (tidak dapat dilihat) dan kemanusiaan dapat direalisasikan
menjadi suatu kenyataan. Misalnya merk perusahaan, paten dan ciptaan musik/ lagu.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pengertian hukum adalah kumpulan
peraturan-peraturan yang terdiri dari norma dan sanksi-sanksi yang bertujuan
menjaga ketertiban pergaulan manusia, sehingga keamanan dan ketertiban tetap
terpelihara. Yang dimaksud dengan sumber hukum adalah segala apa yang
menimbulkan aturan- aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa, yaitu
aturan yang kalau dilanggar akan mengakibatkan sanksi yang tegas dan nyata.
Hukum memiliki ciri-ciri,
unsur-unsur, sifat, dan tujuan hukum. Mazhab ilmu pengetahuan digunakan sebagai
dasar bagi penemuan hukum, yang memiliki pengertian yang dijelaskan oleh para
ahli hukum. Dari ciri-ciri hukum disebutkan bahwa sanksi terhadap pelanggaran
hukum adalah tegas, maka dari itu setiap orang wajib mentaati hukum, agar
senantiasa tercipta kehidupan yang aman dan damai.
B.
Saran
Dengan
adanya makalah ini semoga apa yang telah kita harapkan untuk menjadikan yang
ingin kita peroleh lebih baik dari apa yang telah diharapkan. Makalah ini
sangat membutuhkan saran dalam memperbaiki makalah ini kedepannya agar
memperoleh nilai guna yang ingin diperoleh menjadi lebih bertambah. Sehingga
memperoleh manfaat yang besar bagi kita semua.
DAFTAR PUSTAKA
Kansil,
C.S.T. 1998. Pengantar Ilmu Hukum dan
Tata Hukum Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka.
Mas,
Marwan. 2011. Pengantar Ilmu Hukum, Bogor : Ghalia Indonesia.
Marzuki, Peter Mahmud, Pengantar Ilmu Hukum, Surabaya: Kencana
Prenada Media Group.
Masriani,
Yulies Tieni. 2004. Pengantar Hukum
Indonesia, Jakarta : Sinar Grafika.
Salim.
2012. Perkembangan Teori Dalam Ilmu Hukum,
Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.
CST.
Kansil1, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum
Indonesia, (Balai Pustaka: Jakarta, 1998) hlm. 1.
Salim, Perkembangan Teori Dalam Ilmu Hukum, (PT RajaGrafindo Persada :
Jakarta, 2012) hlm. 27.
Yulies Tieni Masriani, Pengantar Hukum Indonesia, (Sinar
Grafika: Jakarta, 2004) hlm. 13.
Komentar
Posting Komentar