MAKALAH RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM

RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM By. Retno, dkk. A.       PENDAHULUA N   a.         Latar Belakang Bimbingan dan konseling merupakan kegiatan yang bersumber pada kehidupanmanusia. Kenyataan menunjukkan bahwa manusia di dalam kehidupannya selalu menghadapi persoalan-persoalan yang silih berganti. Persoalan yang satu dapat diatasi, persoalan yanglain muncul, demikian seterusnya. Manusia tidak sama satu dengan yang lain, baik dalamsifat maupun kemampuannya. Ada manusia yang danggup mampu mengatasi persoalan tanpa bantuan dari pihak lain, tetapi tidak sedikit manusia yang tidak mampu mengatasi persoalan bila tidak dibanntu orang lain, maka dari inilah bimbingan konseling dibutuhkan. Bimbingan dan konseling merupakan salah satu komponen dari pendidikan.Mengingat bahwa bimbingan dan konseling adalah suatu kegiatan bantuan dan tuntunan yangdiberikan kepada individu pada umumnya, dan siswa pada khususnya di sekolah. Hal inisangat relevan jika dilihat dari perumusan bahwa pend

MAKALAH ILMU PENGANTAR HUKUM


ILMU PENGANTAR HUKUM


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Seiring dengan berjalannya waktu dan perkembangan zaman, kebudayaan manusia mengalami perkembangan pula. Termasuk perkembangan hukum. Peradaban yang semakin berkembang membuat kehidupan manusia sangat membutuhkan aturan yang dapat membatasi prilaku manusia sendiri yang telah banyak menyimpang seiring dengan perkembangan pemikiran manusia yang semakin maju. Aturan atau hukum tersebut mengalami perubahan dan terus mengalami perubahan yang disesuaikan dengan kemajuan zaman. Untuk itu, suatu negara hukum sangat perlu mengadakan pembangunan terutama di bidang hukum. Mengenai pembangunan hukum ini tidaklah mudah dilakukan. Hal ini disebabkan pembangunan hukum tersebut tidak boleh bertentangan dengan tertib hukum yang lain.
Hukum memiliki keterkaitan yang erat dengan kehidupan masyarakat. Dalam kenyataan, perkembangan kehidupan masyarakat diikuti dengan perkembangan hukum yang berlaku di dalam masyarakat, demikian pula sebaliknya. Pada dasarnya keduanya saling mempengaruhi.

B.     Rumusan Masalah
1.      Pengertian Hukum dan Pengantar Ilmu Hukum?
2.      Apa yang dimaksud Pelaku Hukum?
3.      Bagaimana Kedudukan Hukum Pelaku Hukum?
4.      Bagaimana yang dimaksud Objek Hukum?

C.     Tujuan Masalah
1.      Mengetahui Pengertian Hukum dan Pengantar Ilmu Hukum?
2.      Mengetahui Apa yang dimaksud Pelaku Hukum?
3.      Mengetahui Bagaimana Kedudukan Hukum Pelaku Hukum?
4.      Mengetahui Bagaimana yang dimaksud Objek Hukum?




BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Hukum dan Pengantar Ilmu Hukum
1.      Pengertian Hukum
Hukum berasal dari bahasa Arab yang berbentuk mufrad (tunggal). Kata jamaknya diambil alih dalam bahasa Indonesia menjadi “Hukum”. Secara bahasa hukum “mencegah”, hukum juga berarti qadla’ yang artinya “putusan”.
Defenisi hukum menurut para beberapa ahli :
Aristoteles, hukum adalah sesuatu yang berbeda dari pada sekedar mengatur dan mengekspresikan bentuk dari konstitusi dan hukum berfungsi untuk mengatur hakim dan putusannya dipengadilan untuk menjatuhkan hukuman terhadap pelanggar.
Menurut Wiryono Kusumo, hukum adalah kesatuan peraturan baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat dan terhadap pelanggarnya dikenakan sanksi.
Menurut Utrech, hukum adalah himpunan peraturan berupa perintah ataupun larangan yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat dan seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat yang bersangkutan.
Menurut Van Ken, hukum adalah keseluruhan aturan hidup yang bersifat memaksa untuk melindungi kepentingan manusia didalam masyarakat.
Dan Menurut Paul Bohannan, hukum adalah berupa himpunan kewajiban yang telah dikembangkan kembali dalam prata hukum.
Ilmu hukum yang mempunyai objek hukum menelaah hukum sebagai suatu gejala atau fenomena kehidupan manusia. Seseorang yang berkeinginan mengetahui hukum secara mendalam sangat perlu mempelajari hukum dari lahir, tumbuh dan berkembangnya dari masa ke masa.
Sedangkan tujuan hukum itu sendiri mempunyai sifat universal seperti ketertiban, ketentraman, kedamaian, kesejahteraan, dan kebahagiaan dalam tata kehidupan masyarakat.[1]
2.       Pengertian Pengantar Ilmu Hukum
Pengantar Ilmu Hukum (PIH) kerapkali oleh dunia studi hukum dinamakan “Encyclopaedia Hukum”, yaitu mata kuliah dasar yang merupakan pengantar (introduction atau inleiding) dalam mempelajari ilmu hukum. Dapat pula dikatakan bahwa PIH merupakan dasar untuk pelajaran lebih lanjut dalam studi hukum yang mempelajari pengertian-pengertian dasar, gambaran dasar tentang sendi-sendi utama ilmu hukum.[2]
B.     Pelaku Hukum
Saat kita mendengar kata pelaku maka yang terlintas dalam pikiran kita adalah seseorang yang berbuat sesuatu, dan ketika mendengar kata pelaku tindak pidana sering kali yang terpikir oleh kita adalah penjahat atau orang yang berbuat jahat.
Untuk dapat mengetahui atau mendefinisikan siapakah pelaku atau daader tidaklah sulit namun juga tidak terlalu gampang. Banyak pendapat mengenai apa yang disebut pelaku. Van Hamel memberikan pengertian mengenai pelaku tindak pidana dengan membuat suatu definisi yang mengatakan bahwa: Pelaku suatu tindak pidana itu hanyalah dia, yang tindakannya memenuhi semua unsur dari delik seperti yang terdapat dalam rumusan delik yang bersangkutan, baik yang dinyatakan secara tegas maupun tidak dinyatakan secara tegas.
Sedangkan Professor Simons memberikan definisi mengenai apa yang disebut dengan pelaku atau daader sebagai berikut, Pelaku tindak pidana itu adalah orang yang melakukan tindak pidana yang bersangkutan, dalam arti orang yang dengan suatu kesengajaan atau suatu ketidak sengajaan seperti yang disyaratkan oleh undang-undang telah menimbulkan suatu akibat yang tidak dikehendaki oleh undang-undang atau telah melakukan tindakan yang terlarang atau mengalpakan tindakan yang diwajibkan oleh undang-undang, atau dengan perkataan lain ia adalah orang yang memenui semua unsur-unsur suatu  delik seperti yang telah ditentukan didalam undang-undang, baik itu merupakan unsur-unsur subjektif maupun unsur-unsur objektif, tanpa memandang apakah keputusan untuk melakukan tindak pidana tersebut timbul dari dirinya sendiri ataukah timbul karena digerakan oleh pihak ketiga.[3]
Pengertian mengenai siapa pelaku juga dirumuskan dalam pasal 55 KUHP yang rumusanya sebagai berikut.
(1)   Dipidana sebagai sipembuat suatu tindak pidana :
a)      Orang yang melakukan, menyuruh melakukan atau yang turut melakukan perbuatan itu.
b)      Orang yang dengan pemberian upah, perjanjian, salah memakai kekuasaan atau martabat, memakai paksaan ancaman atau tipu karena memberi kesempatan, ikhtiar atau keterangan, dengan sengaja menghasut supaya perbuatan itu dilakukan.
(2)   Adapun orang dalam sub kedua tersebut, yang boleh dipertanggungjawabkan kepadanya hanyalah perbuatan yang sengaja dibujuk olehnya serta akibat perbuatan itu. 
Di dalam pasal diatas yang dimaksud dengan orang yang melakukan ialah orang yang berbuat sendiri dalam melakukan tindak pidana atau dapat diartikan bahwa ia adalah pelaku tunggal dalam tindak pidana tersebut. Sedangkan yang dimaksud dengan orang yang menyuruh melakukan dalam pasal 55 KUHP  dalam tindak pidana ini pelakunya paling sedikit adalah dua orang, yakni yang menyuruh dan yang disuruh, jadi dalam hal ini pelaku bukan hanya dia yang melakukan tindak pidana melainkan juga dia yang menyuruh melakukan tindak pidana tersebut.
Namun demikian tidak semua orang yang disuruh dapat dikenakan pidana, misalnya orang gila yang disuruh membunuh tidak dapat dihukum karena kepadanya tidak dapat dipertanggung jawabkan perbuatan tersebut, dalam kasus seperti ini yang dapat dikenai pidana hanyalah orang yang menyuruh melakukan. Begitu pula terhadap orang yang melakukan tindak pidana karena dibawah paksaan, orang yang melakukan tindak pidana karena perintah jabatan pun kepadanya tidak dapat dijatuhkan pidana.
Dalam pasal 55 KUHP diatas orang yang turut melakukan tindak pidana juga disebut sebagai pelaku. Turut melakukan disini diartikan sebagi melakukan bersama-sama, dalam tindak pidana ini minimal pelakunya ada dua orang yaitu yang melakukan dan yang turut melakukan.
Dalam pasal 55 KUHP pelaku meliputi pula mereka yang dengan pemberian upah, perjanjian, salah memakai kekuasaan, atau martabat, memakai paksaan dan sebagainya dengan sengaja menghasut supaya melakukan perbuatan itu.[4]
C.    Kedudukan Hukum Bagi Pelaku Hukum
Hukum tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat (ubi socitas ibi ius), sebab antara keduanya mempunyai hubungan timbal balik. Oleh karena hukum sifatnya universal dan hukum mengatur semua aspek kehidupan masyarakat (Poleksosbud-hankam) dengan tidak ada satupun segi kehidupan manusia dalam masyarakat yang luput dari sentuhan hukum.
Keadaan hukum suatu masyarakat akan dipengaruhi oleh perkembangan dan perubahan-perubahan yang berlangsung secara terus-menerus dalam masyarakat, pada semua bidang kehidupan. Soerjono Soekanto mengatakan, bahwa proses hukum berlangsung di dalam suatu jaringan atau sistem sosial yang dinamakan masyarakat. Artinya bahwa hukum hanya dapat dimengerti dengan jalan memahami sistem sosial terlebih dahulu dan bahwa hukum merupakan suatu proses.
Kedudukan hukum atau locus standi adalah suatu keadaan ketika suatu pihak dianggap memenuhi syarat untuk mengajukan permohonan penyelesaian sengketa di suatu pengadilan. Biasanya kedudukan hukum dapat ditunjukkan dengan cara berikut:
  1. Suatu pihak secara langsung dirugikan oleh undang-undang atau tindakan yang menjadi permasalahan, dan kerugian ini akan terus berlanjut kecuali jika pengadilan turun tangan dengan memerintahkan pemberian kompensasi, menetapkan bahwa hukum yang dipermasalahkan tidak berlaku untuk pihak tersebut, atau menyatakan bahwa undang-undang tersebut batal demi hukum
  2. Pihak penuntut tidak dirugikan secara langsung, tetapi mereka memiliki hubungan yang masuk akal dengan situasi yang menyebabkan kerugian tersebut, dan jika dibiarkan kerugian dapat menimpa orang lain yang tidak dapat meminta bantuan dari pengadilan. Di Amerika Serikat, landasan ini digunakan untuk meminta agar suatu undang-undang dibatalkan karena telah melanggar Amendemen Pertama Konstitusi Amerika Serikat
  3. Suatu pihak diberi kedudukan hukum oleh suatu undang-undang. Di Amerika Serikat, beberapa hukum lingkungan mengizinkan penuntutan terhadap perusahaan yang mencemari perairan tanpa izin federal, bahkan jika pihak yang menuntut tidak dirugikan oleh polusi tersebut.[5]
D.    Objek Hukum
Objek hukum adalah segala sesuatu yang berguna bagi subjek hukum  dan yang dapat menjadi objek suatu hubungan hukum karena hal itu dapat dikuasai oleh subjek hukum.
Dalam bahasa hukum, objek hukum dapat juga disebut hak atau benda yang dapat dikuasai dan/atau dimiliki subyek hukum. Misalnya, Andi meminjamkan buku kepada Budi. Di sini, yang menjadi objek hukum dalam hubungan hukum antara Andi dan Budi adalah buku. Buku menjadi objek hukum dari hak yang dimiliki Andi.
Yang dimaksud dengan objek hukum atau Mahkum Bih ialah sesuatu yang dikehendaki oleh pembuat hukum untuk dilakukan atau ditinggalkan oleh manusia; atau dibiarkan oleh pembuat hukum untuk dilakukan atau tidak. Dalam istilah ulama ushul fiqh, yang disebut Mahkum Bih atau objek hukum yaitu sesuatu yang berlaku padanya hukum syara’. Objek hukumnya adalah “perbuatan” itu sendiri.
Jenis Objek Hukum berdasarkan pasal 503-504 KUH Perdata, disebutkan “Bahwa benda dapat dibagi menjadi 2, yakni benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen) dan benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriekogoderan). Berikut ini adalah penjelasannya :
1.      Benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen) ialah suatu benda yang sifatnya dapat dilihat, diraba dan dirasakan dengan panca indera yang terdiri dari benda berubah/ berwujud. Yang meliputi :
a.       Benda bergerak/ tidak tetap, yang berupa benda yang dapat dihabiskan dan benda yang tidak dapat dihabiskan, karena :
1.      Sifatnya dapat bergerak sendiri, seperti hewan (ayam, kerbau, kuda, ayam, kambing, dan sebagainya);
2.      Dapat dipindahkan, seperti kursi, meja, sepatu, buku, dan sebagainya;
3.      Benda bergerak karena penetapan atau ketentuan undang-undang, yaitu hak atas pakai atas tanah dan rumah, hak sero, hak bunga yang dijanjikan, dan sabagainya.
b.      Benda tidak bergerak, yaitu setiap benda yang tidak dapat bergerak sendiri atau tidak dapat dipindahkan, karena :
1.      Sifatnya yang tidak bergerak, seperti gunung, kebun, dan apa yang didirikan di atas tanah, termasuk apa yang terkandung di dalamnya;
2.      Menurut tujuannya, setiap benda yang dihubungkan dengan benda yang karena sifatnya tidak bergerak, seperti westafel di kamar mandi, tegel (ubin), alat percetakan yang ditempatkan di gudang, dan sebagainya;
3.      Penetapan undang-undang, yaitu hak atas benda tidak bergerak dan kapal yang tonasenya/beratnya 20 .
2.      Benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriekogoderan) ialah suatu benda yang dirasakan oleh panca indera saja (tidak dapat dilihat) dan kemanusiaan dapat direalisasikan menjadi suatu kenyataan. Misalnya merk perusahaan, paten dan ciptaan musik/ lagu.[6]






BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Pengertian hukum adalah kumpulan peraturan-peraturan yang terdiri dari norma dan sanksi-sanksi yang bertujuan menjaga ketertiban pergaulan manusia, sehingga keamanan dan ketertiban tetap terpelihara. Yang dimaksud dengan sumber hukum adalah segala apa yang menimbulkan aturan- aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa, yaitu aturan yang kalau dilanggar akan mengakibatkan sanksi yang tegas dan nyata.
Hukum memiliki ciri-ciri, unsur-unsur, sifat, dan tujuan hukum. Mazhab ilmu pengetahuan digunakan sebagai dasar bagi penemuan hukum, yang memiliki pengertian yang dijelaskan oleh para ahli hukum. Dari ciri-ciri hukum disebutkan bahwa sanksi terhadap pelanggaran hukum adalah tegas, maka dari itu setiap orang wajib mentaati hukum, agar senantiasa tercipta kehidupan yang aman dan damai.
B.     Saran
Dengan adanya makalah ini semoga apa yang telah kita harapkan untuk menjadikan yang ingin kita peroleh lebih baik dari apa yang telah diharapkan. Makalah ini sangat membutuhkan saran dalam memperbaiki makalah ini kedepannya agar memperoleh nilai guna yang ingin diperoleh menjadi lebih bertambah. Sehingga memperoleh manfaat yang besar bagi kita semua.






DAFTAR PUSTAKA

Kansil, C.S.T. 1998. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka.
Mas, Marwan. 2011.  Pengantar Ilmu Hukum, Bogor : Ghalia Indonesia.
Marzuki, Peter Mahmud, Pengantar Ilmu Hukum, Surabaya: Kencana Prenada Media Group.
Masriani, Yulies Tieni. 2004. Pengantar Hukum Indonesia, Jakarta : Sinar Grafika.
Salim. 2012. Perkembangan Teori Dalam Ilmu Hukum, Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.



[1]  Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, (Surabaya: Kencana Prenada Media Group, 2008) hlm. 1- 8.
[2]  CST. Kansil1, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Balai Pustaka: Jakarta, 1998) hlm. 1.
[3]   Salim, Perkembangan Teori Dalam Ilmu Hukum, (PT RajaGrafindo Persada : Jakarta, 2012) hlm. 27.

[4]  Ibid., hlm 29.
[5]  Yulies Tieni Masriani, Pengantar Hukum Indonesia, (Sinar Grafika: Jakarta, 2004) hlm. 13.

[6]  Ibid., hlm 27.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH MODEL PEMBELAJARAN

MAKALAH LANDASAN PENDIDIKAN

MAKALAH STRATEGI KEWIRAUSAHAAN