MAKALAH RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM

RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM By. Retno, dkk. A.       PENDAHULUA N   a.         Latar Belakang Bimbingan dan konseling merupakan kegiatan yang bersumber pada kehidupanmanusia. Kenyataan menunjukkan bahwa manusia di dalam kehidupannya selalu menghadapi persoalan-persoalan yang silih berganti. Persoalan yang satu dapat diatasi, persoalan yanglain muncul, demikian seterusnya. Manusia tidak sama satu dengan yang lain, baik dalamsifat maupun kemampuannya. Ada manusia yang danggup mampu mengatasi persoalan tanpa bantuan dari pihak lain, tetapi tidak sedikit manusia yang tidak mampu mengatasi persoalan bila tidak dibanntu orang lain, maka dari inilah bimbingan konseling dibutuhkan. Bimbingan dan konseling merupakan salah satu komponen dari pendidikan.Mengingat bahwa bimbingan dan konseling adalah suatu kegiatan bantuan dan tuntunan yangdiberikan kepada individu pada umumnya, dan siswa pada khususnya di sekolah. Hal inisangat relevan jika dilihat dari perumusan bahwa pend

Makalah Filsafat Pendidikan Matematika Realistik


Filsafat Pendidikan Matematika Realistik
By. Mahasiswa/i 


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Matematika adalah salah satu ilmu dasar yang semakin disarankan integritasnya dengan bidang-bidang ilmu lainnya seperti ekonomi dan teknologi. Salah satu karakteristik matimatika adalah mempunyai objek yang bersifat abstrak sehingga siswa sangat sulit untuk mengikuti mata pelajaran matematika. Prestasi matematika siswa baik secara nasional maupun internasional dikatakan belum dapat menggembirakan. Dalam pembelajaran matematika siswa belum bermakna, sehingga pemahaman dan pengetahuan siswa tentang konsep sangat lemah.
Pembelajaran matematika realistic pertama kali dikenalkan dan dikembangkan di Negara Belanda pada tahun 1970-an oleh Institute Frudental. Pembelajaran matematika harus dikaitkan dengan kehidupan anak.

B.    Rumusan Masalah
1.     Apa yang dimaksud dengan paradigma pendidikan?
2.     Apa itu filsafat kontruktivisme?
3.     Bagaimana pembelajaran dalam kontekstual?

C.    Tujuan Masalah
1.     Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan paradigm pendidikan.
2.     Untuk mengetahui filsafat konstruktivisme.
3.     Untuk mengetahui bagaimana pembelajaran dalam kontekstual.

D.    Manfaat
Untuk mengetahui pengetahui dan wawasan kita dalam pembelajaran matematika realistic dan membantu kita sebagai calon guru untuk mempunyai strategi dalam pembelajaran matematika.





BAB II
PEMBAHASAN
A.    Paradigma Baru Pendidikan
Persepsi publik terhadap pendidikan teknologi, terutama jalur professional, yang didesain  untuk memasuki lapangan kerja masih mendapatkan pendidikan professional (nongelar) hanya untuk siswa yang kurang cemerlang. Orang tua masih yakin bahwa pekerjaan yang baik hanya diperoleh lewat jalur pendidikan sarjana artinya pendidikan teknologi dan kejuruan  belum menduduki posisi yang berarti dalam panggung pendidikan kita. Menurut scott D. Johnson, sekurang-kurangnya tiga inisiatif yang penting diimplementasikan jika pendidikan teknologi ingin menjadi komponen yang berarti dalam panggung pendidikan secara menyeluruh.
Pertama bersekutu dengan industry, asosiasi profesi, dan instansi-instansi pemerintah yang mapan. Kedua, pendidikan teknologi harus menjadi tumpuan di dalam kurikulum  pendidikan dasar, dimana motivasi pribadi anak-anak  untuk belajar belum tercemar keterlibatan orang tua dalam sekolah anak-anaknya cenderung sangat baik. Pendidikan teknologi dapat menjadi landasan di dalam kurikulum pendidikan dasar dengan pemberian motivasi, pengalaman belajar interdisipliner yang memajukan kreativitas, pengembangan keterampilan  motorik, dan pemahaman prinsip-prinsip dasar sains melalui  penerapan teknologi. Ketiga pendidikan teknologi harus dapat melayani yang terbaik bagi semua anak, baik jalur bergelar maupun tidak.[1]
Oleh karena itu, Householder (1999) menegaskan bahwa pendidikan teknologi harus:
1.     Memperluas landasan intelektual yang melatar belakangi  desain, manu faktur, konstruksi, komunikasi, transportasi, engineering, dan aristektur yang memenuhi  ruang teknik-teknik pengendalian alam dan dunia uatan manusia.
2.     Menjelaskan secara detail praktik dan body dan technological knowledge agar mudah dikenali dan sebagai basis sumber perencanaan  pembelajaran.
3.     Menyusun strategi pengembangan kurikulum yang komprehensif dan unik untuk mengintegrasikan praktik dan pengetahuan dengan pemahaman kontemporer tentang cara-cara belajar memperoleh pengetahuan  dan keterampilan.
4.     Mengekplorasi perbedaan individual dan kelompok, sehingga program yang tepat mungkin didesain secara integrasi dengan kerangka cultural  dan individual mereka.
5.     Mengkaji kontribusi  dengan di dibidang teknologi di dalam dan di atas masyarakat  kontemporer dengan visi yang jelas dan kritis untuk mencapai kualitas hidup generasi masa depan.

B.    Filsafat Konstruktivisme
Realistic mathematics education yaitu inovasi pendekatan pembelajaran matematika sejalan dengan teori belajar konstruktivisme. Pembelajaran matematika realistik mengacu kepada belajar siswa yang aktif dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan melalui interaksi dengan lingkungan. Tahap-tahap teori belajar konstruktivisme yaitu:[2]
1.     Peserta didik menusun pengetahuan matematika dengan menggabungkan ide yang mereka miliki.
2.     Pembelajaran lebih menyenangkan karena peserta didik mengerti.
3.     Strategi peserta didik lebih bernilai.
4.     Peserta didik berdiskusi dan bertukar pengalaman dan pengetahuan dengan temannya.
Dalam mengimplementasikan teori belajar konstruktivisme, rancangan pembelajaran yaitu:
1.     Peserta didik memikirkan pengalamannya untuk melatih berpikir kreatif dan inovatif.
2.     Peserta didik mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri.
3.     Peserta didik dapat mencoba gagasan baru.
4.     Memberi pengalaman yang berhubungan dengan pengalaman peserta didik.
5.     Mendorong peserta didik untuk mengubah gagasan mereka.
6.     Menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.
Konstruktivisme adalah suatu filsafat yang beranggapan bahwa pengetahuan adalah hasil dari konstruksi manusia sendiri. Manusia membentuk pengetahuan melalui peristiwa,  objek, pengalaman dan lingkungan. Pengetahuan bisa benar apabila dapat menghadapi dan memecahkan permasalahan. Menurut paham konstruktivisme, bahwa pengetahuan tidak dapat ditransfer (diberikan) begitu saja kepada orang lain kecuali seseorang tersebut dapat menafsirkannya. Pengetahuan bukan instan tetapi membutuhkan proses yang terus-menerus berkembang.

1.     Konstruktivisme Psikologi Personal
Konsrtuktivisme psikologis ini berfokus pada bagaimana individu membangun elemen-elemen dari apparatus kognitif dan emosionalnya. Pada konstruktivisme psikologis ini lebih tertarik pada pengetahuan, keyakinan, konsep-konsep diri, atau identitas individual sehingga disebut sebagai konstruktivisme individual yang memfokuskan pada diri sendiri.

2.     Konstruktivisme Psikologi Sosial
Konstruktivisme psikologi sosial contohnya adalah Vygotsky. Vygotsky mempercayai bahwa interaksi sosial, perangkat kultural dan aktivitas lain dapat menentukan perkembangan dan pembelajaran individual. Dengan berpartisifasi dalam aktivitas yang dilakukan bersama orang lain dihasilkan produk-produk dari kerja sama yang terjalin. Salah satu  keunggulan dari pembelajaran Vygotski adalah karena ia mempertimbangkan yang bersifat psikologis dan sosial.

3.     Konstruktivisme Sosiologis
Konstruktivisme sosiologis lebih menekankan pada konstruktivisme sosial darpada konstruktivisme individual. Contohnya yaitu tentang Zona of Proximal Development (zona perkembangan proksimal) wilayah seseorang yang mencari penyelesaian masalah dengan bantuan orang dewasa atau sebaya yang mampu disebut sebagai tempat budaya dan kognisi saling tercipta.[3]
Seorang siswa harus belajar dan menalar pembelajarn yang diberikan guru kepada siswa, dimana guru menciptakan pembelajaran penalaran. Siswa harus berkonsentrasi untuk mendapatkan perkembangan dalam setiap pembelajaran, terjadi perubahan terus-menerus pada proses perkembangan belajar siswa. Pada konstruktivisme sosiologis, siswa diajak untuk mengamati, berbuat, menebak dan mencoba.

C.    Pembelajaran dalam Kontekstual
pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang mengkaitkan meteri pembelajaran dengan konteks dunia dunia nyata yang dihadapi siswa sehari-hari baik dalam lingkungan keluarga,masyarakat, alam sekitar dan dunia kerja, sehingga siswa mampu membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran yakni: kontruktivisme, bertanya, menyelidiki, masyarakat belajar pemodelan, refleksi, dan penilaian autentik.[4]
Makna dari kontruktivisme adalah siswa membangun pemahaman mereka sendiri dari pengalaman baru berdasarkan pada pengetahuan awal melalui proses proses interaksi sosial dan asimilasi-akomodasi.Implikasinya adalah pembelajaran harus dikemas menjadi proses “mengkonstruksi” bukan menerima pengetahuan. Inti dari inquiry  atau menyelidiki adalah proses perpindahan dari pengamatan menjadi pemahaman. Oleh karena itu dalam kegiatan ini siswa belajar menggunakan keterampilan berpikir kritis  Bertanya atau questioning dalam pembelajaran kontekstual dilakukan baik oleh guru maupun siswa. Guru bertanya dimaksudkan untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa. Sedangkan untuk siswa bertanya meupakan bagian penting dalam pembelajaran yang berbasis inquiry. Masyarakat belajar merupakan sekelompok orang (siswa) yang terikat dalam kegiatan belajar, tukar pengalaman, dan berbagi pengalaman.  Sesuai dengan teori kontruktivisme, melalui interaksi sosial dalam masyarakat belajar ini maka siswa akan mendapat kesempatan untuk mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, oleh karena itu bekerjasama dengan orang lain lebih baik daripada belajar sendiri. Pemodelan merupakan proses penampilan suatu contoh agar orang lain (siswa) meniru, berlatih, menerapkan pada situasi lain, dan mengembangkannya. Menurut Albert Bandura, belajar dapat dilakukan dengan cara pemodelan ini. Penilaian autentik dimaksudkan untuk mengukur dan membuat keputusan tentang pengetahuan dan keterampilan siswa yang autentik (senyatanya). Agar dapat menilai senyatanya, penilaian autentik dilakukan dengan berbagai cara misalnya penilaian penilaian produk, penilaian kinerja (performance), potofolio, tugas yang relevan dan kontekstual, penilaian diri, penilaian sejawat dan sebagainya. Refleksi pada prinsipnya adalah berpikir tentang apa yang telah dipikir atau dipelajari, dengan kata lain merupakan evaluasi dan instropeksi terhadap kegiatan belajar yang telah ia lakukan.[5]
























BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Untuk memasuki lapangan pekerjaan kita harus memiliki pendidikan minimal sarjana penyebabnya itu karena harus memiliki gelar. Untuk tammatan sekolah yang tidak sarjana atau nongelar maka sulit mendapatkan pekerjaan yang layak atau yang sesuai dengan keinginan masing-masing.
Pembelajarn konstruktivisme mengacu siswa untuk belajar kreatif, inovatif dan dapat berpikir kritis. Siswa dituntun untuk belajar dengan giat, agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Pengetahuan dapat berkembang dari suatu peristiwa, objek, pengalaman dan juga lingkungan.

B.    Saran
Semoga makalah ini bisa digunakan dan bermanfaat bagi teman-teman, bisa dibaca dan digunakan sebagai sumber belajar yang dapat menambah dan membantu proses pembelajaran.


















DAFTAR PUSTAKA

Rangkuti, Ahmad Nizar, Pendidikan Matematika Realistik: Pendekatan Alternatif dalam Pembelajaran Matematika, Bandung: Citapustaka, 2019.
Supardan, Dadang, Teori dan Praktik Pendekatan Konstruktivisme dalam Pembelajaran, Vol. 4 No. 1 Tahun 2016.
Kamdi, Waras, Paradigma Baru Pendidikan Teknologi dan Kejuruan: Kerangka Berpikir Inovasi Pembelajaran, Vol. 34 No. 1, Februari 2011.
Hadi. Sutarno , Pendidikan Matematika Realistik Teori, Pengembangan Dan Implementasinya. Jakarta: Rajawali Pers, 2017.
Aprilia. Edwi, 2003. Pembelajaran Kontekstual. Tersedia  online. Eprints.uny.ac.id.
      



[1]Waras Kamdi, Paradigma Baru Pendidikan Teknologi dan Kejuruan: Kerangka Berpikir Inovasi Pembelajaran, Vol. 34 No. 1, Februari 2011, hlm. 2-4
[2] Ahmad Nizar Rangkuti, Pendidikan Matematika Realistik: Pendekatan Alternatif dalam Pembelajaran Matematika,( Bandung: Citapustaka, 2019), hlm. 65-66

[3]Dadang Supardan, Teori dan Praktik Pendekatan Konstruktivisme dalam Pembelajaran, Vol. 4 No. 1 Tahun 2016, hlm. 4-6
[4] Sutarno Hadi. Pendidikan Matematika Realistik Teori, Pengembangan Dan Implementasinya. (Jakarta: Rajawali Pers, 2017), hlm. 22-23
[5] Edwi Aprilia. 2003. Pembelajaran Kontekstual. Tersedia  online. Eprints.uny.ac.id. hlm. 12-14

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH MODEL PEMBELAJARAN

MAKALAH LANDASAN PENDIDIKAN

MAKALAH STRATEGI KEWIRAUSAHAAN