MAKALAH RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM

RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM By. Retno, dkk. A.       PENDAHULUA N   a.         Latar Belakang Bimbingan dan konseling merupakan kegiatan yang bersumber pada kehidupanmanusia. Kenyataan menunjukkan bahwa manusia di dalam kehidupannya selalu menghadapi persoalan-persoalan yang silih berganti. Persoalan yang satu dapat diatasi, persoalan yanglain muncul, demikian seterusnya. Manusia tidak sama satu dengan yang lain, baik dalamsifat maupun kemampuannya. Ada manusia yang danggup mampu mengatasi persoalan tanpa bantuan dari pihak lain, tetapi tidak sedikit manusia yang tidak mampu mengatasi persoalan bila tidak dibanntu orang lain, maka dari inilah bimbingan konseling dibutuhkan. Bimbingan dan konseling merupakan salah satu komponen dari pendidikan.Mengingat bahwa bimbingan dan konseling adalah suatu kegiatan bantuan dan tuntunan yangdiberikan kepada individu pada umumnya, dan siswa pada khususnya di sekolah. Hal inisangat relevan jika dilihat dari perumusan bahwa pend

MAKALAH MAD’U DAN KLASIFIKASINYA

 

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang     

Dalam dakwah, mad’u merupakan unsur terpenting dimana tanpa mad’u maka dakwah tidak akan terlaksana, maka sebelum berdakwah da’i sangat penting mempelajari salah satunya  yaitu karakteristik mad’u agar dakwahnya muda dimengerti dan diterima oleh mad’u, karena mad’u memiliki pola fikir yang berbeda-beda maka  sangat penting da’i memperhatikan hal itu.

Mad’u terdapat dalam beberapa kelompok ataupun golongan berdasarkan dari keyakinan, sosial, sikap yang harus dikuasi para da’I oleh karena itu didalam makalah ini kami akan memaparkan pengertian mad’u, klasifikasi mad’u dan Prinsip dalam Berdakwah Terhadap Mad’u

B.     Tujuan Masalah

1.      Menjelaskan Pengertian Mad’u

2.      Menjelaskan Klasifikasi Mad’u

3.      Menjelaskan Prinsip dalam Berdakwah Terhadap Mad’u

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

A.    Pengertian Mad’u

Secara etimologi kata mad’u berasal dari bahasa arab, diambil dari isim maf’ul (kata yang menunjukkan obyek atau sasaran). Menurut terminologi, mad’u adalah orang atau kelompok yang lazim disebut dengan jamaah yang sedang menuntut ajaran agama dari seorang da’i, baik mad’u itu orang dekat atau jauh, muslim atau non muslim, laki-laki atau perempuan atau manusia yang menjadi saran dakwah atau manusia penerima dakwah, baik individu maupun kelompok, baik manusia yang beraga Islam. Seorang da’i akan menjadikan mad’u sebagai obyek2 bagi transformasi keilmuan yang dimilikinya. Mad’u sebagai obyek dakwah bagi seorang da’i merupakan salah satu unsur yang penting dalam sistem dakwah.[1]

Mad’u atau objek merupakan salah satu unsur dakwah yang kedua, mad’u adalah objeknya yaitu dengan kata lain manusia, Mad’u (Obyek dakwah) terdiri dari berbagai macam gologan manusia, oleh karena itu menggolongkan mad’u sama dengan menggolongkan manusia itu sendiri. Mad’u bisa dibagi-bagi berdasarkan agama, status sosial, profesi, ekonomi dan seterusnya.[2]

B.     Klasifikasi Mad’u

Yang dimakasud klasifikasi adalah pembagian sesuatu menurut kelompoknya atau golongannya, klasifikasi Mad’u bisa dibagi-bagi berdasarkan agama, status sosial, profesi, ekonomi dan seterusnya. sedangkan ojek dakwah di sini digolongkan menurut empat kategori. Pertama, sikap mad’u terhadap seruan dakwah, kedua, antusiasnya kepada dakwah, ketiga kemampuan dalam memahami dan menangkap pesan dakwah, dan keempat, kelompok mad’u berdasarkan keyakinan.

  1. Penggolongan mad’u tersebut antara lain sebegai berikut :

a.       Dari segi sosiologis, ada masyarakat terasing, pedesaan, kota besar, dan kota kecil, serta masyarakat di daerah marginal dari kota besar.

b.      Dari segi struktur kelembagaan, ada masyarakat pemerintah dan keluarga.

c.       Dari segi sosial kultur, ada golongan priyayi, abanagn dan santri, terutama pada masyarakat jawa.

d.      Dari segi tingkatan usia, ada golongan anaka-anak, remaja dan golongan orang tua.

e.       Dari segi profesi, ada golongan petani, pedagang, seniman, buruh, pegawai negeri.

f.        Dari segi tingkatan hidup sosial ekonoms, ada golongan kaya, menengah dan miskin.

g.      Dari segi jenis kelamin, ada golongan pria dan wanita.

h.      Dari segi khusus, ada masyarakat tuna susila, tuna wisma, tuna karya, narapidana dan sebagainya.

  1. Mad’u bisa juga dilihat dari segi derajat pikirannya sebagai berikut :

a.       Umat yang berfikir kritis, yaitu orang-orang yang berpendidikan, yang selalu berfikir mendalam sebelum menerima sesuatu yang dikemukakan kepadanya.

b.      Umat yang mudah dipengaruhi, yaitu masyarakt yang mudah dipengaruhi oleh faham atau (sugetible) tanpa menimbang-nimbang secara matang apa yang dikemukakan kepadanya.

c.       Umat yang bertaqlid, yaitu golongan yang fanatik buta berpegang pada tradisi dan kebiasaan tujuan turun temurun tanpa menyelidiki salah atau benarnya

  1. Sedangkan Mohammad Abduh membagi mad’u menjadi tiga golongan ( hampir sama dengan pembagian di atas)  yaitu :

a.       Golongan cerdik cendikiawan yang cinta kebeneran, dan dapat berpikir secara kritis, cepat dapat menangkap arti persoalan.

b.      Golongan awam, yaitu orang kebanyakn yang belum dapat berpikir secara kritis dan mendalam, belum dapat menangkap pengertian-pengertian yang tinggi.

c.       Golongan yang berbeda diantara kedua golongan di atas, mereka senang membahas sesuatu tapi hanya dalambatas tertentu, tidak sanggup mendalam benar.

Di samping semua golongan mad’u diatas, ada lagi penggolongan yang berdasarkan responsi mereka. Berdasarkan responsi mad’u terhadap dakwah, mereka dapat di golongkan :

  1. Golongan simpati aktif, yaitu mad’u yang menaruh simpati dan secara aktif memberi dukungan moril dan material terhadap kesuksesan dakwah. Mereka juga berusah mengatasi hal-hal yang di anggapnya merintangi jalannya dakwah bahkan mereka bersedia berkorban segalanya untuk kepentingan syi’ar Allah.
  2. Golongan pasif, yaitu mad’u yang masa bodoh terhadap dakwah, tidak memberikan dukungan dan juga tidak merintangi dakwah.
  3. Golongan antipati, yaitu mad’u yang tidak rela atau tidak suka akan terlaksananya dakwah. Mereka selalu berusaha dengan berbagai cara untuk merintangi atau menggalkan dakwah.

Ketiga tipe seperti di atas selalu ada dalam setiap zaman, mulai dari zaman Nabi Muhammad, sampai sekarang.[3].

  1. Klasifikasi Mad’u Menurut Sikapnya terhadap Dakwah.

Pakar dakwah abdul Karim Zaidan mengolompokkan manusia dalam empat kategori berdasarkan sikapnya terhadap dakwah. Empat kategori dakwah yang dimaksud secara berturut-turut adalah;

a.       al-mala (pembuka masyarakat), yaitu kelompok manusia yang memegang wewengan atas keadilan masyarakat banyak;

b.      Jumhur al-anas (mayoritas manusia), mereka itu terdiri dari kelompok alit masyarakat yang memiliki kekuasaan penuh atas orang bayak;

c.       Munafiqun (orang-orang munafik) adalah tife kelompok oportunis yang menyembunyikan kekufuran di balik keislamannya. Menurut Zaidan, mereka itu biasanya ditemukan dalam stuasi ketika kebenaran telah menjadi opini publik dan keimanan telah menjadi identitas mayoritas;

d.      Al-usat (para Pendurhaka) adalah ketegori orang-orang yang masih bimbang dalam menerima kebenaran. Oleh karena itu iman mereka tidak tipis dinilai tidak cukup kuat untuk menahannya dari perbuatan-perbuatan maksiat, sekalipun telah menyatakaan keislamannya.

  1. Pengolompkkan Mad’u Berdasarkan Antusiasnya Kepada Dakwah

Mengenai sikap mad’u terhadap seruan dakwah, al-qur’an menyebutkan tiga kelompok Mad’u yaitu;

a.       Kelompok yang bersegerah dalam menerima kebenaran (al-sabiquna bi al-khirat). Menurut pakar tafsir kenamaan Wahbah al-Zuhayli yaitu golongan mad’u yang cenderung antusias pada kebaikan dan tanggap terhadap seruan-seruan dakwah baik sunnah apa lagi yang wajib. Sebaliknya dia amat takut mengerjakan hal-hal yang diharamkan agama, di sambing berusaha sebisa mungkin menghindari yang dimakruhkan atau malah hal-hal yang masih di bolehkan (mubah).

b.      Kelompok pertengahan (muqthasid), sedangkan golongan yang kedua ini menurut Zuhayli, adalah golongan pertengahan. Mereka merupakan orang-orang yang mengerjakan kebijakan-kebijakan agama dan meninggalkan yang diharamkan dan kurang tanggap terhadap kebaikan yang dianjurkan (sunah).

c.       Kelompok yang menzalimi dirisendiri (zhalim linafsi) adalah kelompok yang sedang melampaui batasan-batasan agama, kerap melakukan larangan-laranan agama. Menurut alqa’i, kelompok ini yang justuru paling bayak ditemukan dalam masyarakat

  1. Pengelompokkan Mad’u Berdasarkan Kemampuannya Menagkap Pesan Dakwah

a.       Adapun pengelompokkan mad’u berdasarkan kemampuannya dalam menangkap pesan dakwah, dalam hal ini berdasarkan orang yang sering bersinggungan dengan kebenaran dikarenakan pengetahuannya yang mendalam. Kelompok ini terdiri dari para sarjana, pemikir dan ilmuan.

b.      kelompok manusia yang tidak mampu mengendifikasi kebenaran kecuali setelah melewati proses dialektika dan sintesis. Kelompok ini terdiri dari mereka yang memiliki pengetahuan namun tidak sampai mendasar. Dengan kata lain, mereka inilah kelompok yang sedang menelururi dan mencari hakikat kebenaran.

c.       kelompok yang hanyamampu menegendifikasi kebenaran dalam bentuk-bentuknya yang umum dasn parsial (common sense). Mereka itulah yang disebut kelompok awam (kebanyakan orang) dan merekamenempati jumlah terbesar diantara kelompok manuasia lainnya.

  1. Kategori Mad’u Menurut Keyakinannya

Dakwah diakui sebagai ajakan universal, artinya ajakan dakwah tidak dibatasi hanya kepada kelompok tertentu dan tidak yang lainnya. Terkait dengan aneka ragam keyakinan manusia di muka bumi, dakwah juga memiliki kepentingan untuk menarik orang kejalan kepentingan untuk menarik orang kejalan Tuhan. Untuk itu, tentu saja dakwah dituntut untuk menyiapkan sterategi yang berbeda ketika dihadapkan dengan para kelompok mad’u yang beragama Islam dan mad’u yang tidak beragama Islam.[4]


C.    Prinsip Dalam Berdakwah Terhadap Mad,'u

Dakwah  pada  intinya  adalah  upaya  mengajak  dan  atau mempengaruhi  orang  lain  agar  mereka  mau  mengikuti  pesan-pesan dakwah yang disampaikan sang da’i. Aktivitas dakwah akan berjalan efektif, jika seorang  da’i  (sebagai  komunikolog)  mengetahui  dan memahami prinsip-prinsip  komunikasi  efektif.

Berkenaan dengan prinsip-prinsip komunikasi dakwah, agar dakwah dapat efektif dan diterima  masyarakat . Oleh karena itu, penting  diperhatikan  apa  yang  dikemukakan Faizah dan  Effendi  (2006), Suranto  (2010) dan   Muchtar (1996),  sebagai berikut:    

  1. Prinsip Keteladanan.

Memulai  dari  diri  sendiri  (ibda'  binafsik)  dan  keluarga  merupakan  hal penting  yang  harus  dilakukan  da’i.  Al-Qur’an  menegaskan:  Qu anfusakum  wa  ahlikum  nara  (QS.  66:  6). Komunikasi  dakwah  tentu mempunyai tujuan yang ingin dicapai, seperti menyampaikan informasi ajaran agama,  bahkan  mengubah  sikap dan/atau perilaku jama’ah  agar sesuai dengan nilai-nilai Islam.

  1. Prinsip Empati pada Pikiran dan Budaya Masyarakat.

Rasulullah  menegaskan:  Khatibinnas  'ala  qadri  'uqulihim.  Pesan  dakwah harus  disampaikan  dengan  menggunakan  logika  masyarakat, kemampuan berpikir mereka, mempertimbangkan budaya mereka, dan jika  mungkin  menggunakan  bahasa  mereka.  Berkomunikasi  dengan setiap  orang/suatu  masyarakat  mensyaratkan  satu  pendekatan  yang berbeda.  Perbedaan  latar  belakang  sosial  budaya  tidak  dapat dihilangkan karena adanya perbedaan antara karakteristik sosial dan karakteristik budaya.

  1. Prinsip Mediasi.

Dalam  melakukan  kegiatan  komunikasi  dakwah  seorang  da’i  harus memposisikan  dirinya  sebagai  mediator  diantara  berbagai  golongan yang ada. Da’i harus mampu mendekatkan perbedaan  yang  muncul  antar  golongan,  mencairkan perselisihan  dan  menyatukan  yang  berserakan,  bukan  sebaliknya membawa  api  dan  mengobarkan  perpecahan  serta  menyulut permusuhan.  Dengan  prinsip  mediasi  diharapkan  umat  Islam  akan rukun dan harmonis dalam ridha dan bimbingan Allah.

  1. Prinsip Proses dan Transaksi Informasi.

Komunikasi  dakwah  adalah  suatu proses,  karena komunikasi  dakwah menunjukkan  suasana  aktif  dan  dinamis  yang  menggambarkan  suatu proses yang senantiasa berkesinambungan.  Dari proses komunikasi tersebut, yang ditransaksikan adalah pesan  atau  informasi  kebenaran dari  ajaran agama.

  1. Prinsip Kolektivitas dan Membangun Citra Positif

Dalam  prinsip  kolektif  menuntut  adanya perencanaan untuk  memungkinkan terjadinya  kerjasama yang  integral dan  terpadu  dari  profesi,  disiplin  ilmu,  dan  keahlian.  Inilah  arah dakwah  yang  dimaksudkan.  Namun  demikian,  penting  diperhatikan citra  positif  dakwah  karena  akan  berpengaruh  pada  kelancaran komunikasi  dakwah  itu  sendiri.  Citra  positif  bisa  dibangun  dengan kesungguhan  dan  konsistensi  dalam  waktu  lama,  tetapi  citra  buruk dapat  terbangun seketika  hanya  oleh satu  kesalahan fatal  dari  pelaku dakwah.

  1. Prinsip Sabar dan Tidak Berputus Asa.

Dalam menghadapi kesulitan dan tantangan, da’i harus bersabar, jangan bersedih apalagi berputus asa.  Sudah  menjadi sunnatullah bahwa setiap pembawa  kebenaran  pasti  akan  menghadapi  berbagai  tantangan. Seorang da’i  hanya  bisa mengajak,  sedangkan  yang memberi  petunjuk adalah Allah SWT.

  1. Prinsip Kesatuan Visi dan Tujuan.

Aktivitas  komunikasi  dakwah  mengandung  dimensi  risalah,  dimensi rahmah, dan  dimensi kesejarahan. Ketiga dimensi dimaksud mengarah kepada perubahan perilaku manusia baik pada tingkat individu maupun kelompok  ke  arah  perilaku  yang  makin  Islami  dan  bermoral.  Oleh karena itu, seruan ke jalan Allah dalam melakukan kegiatan komunikasi dakwah harus  mempunyai kesatuan  visi dan  tujuan  yang  integral dan terpadu.

  1. Prinsip Memperhatikan Skala Prioritas.

Da’i harus  memerhatikan  skala  prioritas  atau  tertib  urutan  pusat perhatian  dakwah,  yaitu  prioritas  pertama  berdakwah  sehubungan dengan hal-hal yang bersifat universal, yakni al khair (kebajikan), yad'una ila  al  khair  baru  kepada  amar  ma'ruf  dan  baru  kemudian  nahi  munkar (QS. 3: 104).[5]


 

BAB III

PENUTUP

 

Kesimpulan

            Mad’u atau objek merupakan salah satu unsur dakwah yang kedua, mad’u adalah objeknya yaitu dengan kata lain manusia, Mad’u (Obyek dakwah) terdiri dari berbagai macam gologan manusia, oleh karena itu menggolongkan mad’u sama dengan menggolongkan manusia itu sendiri. Mad’u bisa dibagi-bagi berdasarkan agama, status sosial, profesi, ekonomi dan seterusnya.

            Klasifikasi Mad’u bisa dibagi-bagi berdasarkan agama, status sosial, profesi, ekonomi dan seterusnya. sedangkan ojek dakwah di sini digolongkan menurut empat kategori. Pertama, sikap mad’u terhadap seruan dakwah, kedua, antusiasnya kepada dakwah, ketiga kemampuan dalam memahami dan menangkap pesan dakwah, dan keempat, kelompok mad’u berdasarkan keyakinan

            Berkenaan dengan prinsip-prinsip komunikasi dakwah, agar dakwah dapat efektif dan diterima  masyarakat yaitu, Prinsip Keteladanan, Prinsip Empati pada Pikiran dan Budaya Masyarakat, Prinsip Mediasi, Prinsip Proses dan Transaksi Informasi, Prinsip Kolektivitas dan Membangun Citra Positif, Prinsip Sabar dan Tidak Berputus Asa, Prinsip Kesatuan Visi dan Tujuan, Prinsip Memperhatikan Skala Prioritas.


 

DAFTAR PUSTAKA

 

Marwantika, Asna Istya. 2019. Potret Dan Segmentasi Mad’u Dalam Perkembangan Media Di Indonesia. Jurnal Al-Adabiyah. Vol. 14, N0. 01.

Hasan, Muhammad. 2013. Metodologi Pembangunan Ilmu Dakwah, Surabaya: Pena Salsabila.

http://naharuddin10.blogspot.com/2014/06/kelasifikasi-madu.html?m=1. diakses pada tanggal 2 september 2021, pada pukul 13:00.

Mahadi, Ujang. 2019. Membangun Efektifitas Dakwah Dengan Memahami Psikologi Mad’u. Jurnal Dakwah dan Komunikasi IAIN Curup-Bengkulu, Vol. 4, No. 2.



[1]Asna Istya Marwantika, “Potret Dan Segmentasi Mad’u Dalam Perkembangan Media Di Indonesia,” Jurnal Al-Adabiyah. Vol. 14, N0. 01, (2019): hlm. 3.

[2]Muhammad Hasan, Metodologi Pembangunan Ilmu Dakwah, (Surabaya: Pena Salsabila, 2013), hlm. 66-67

[3]Ibid., hlm. 67-69.

[4]http://naharuddin10.blogspot.com/2014/06/kelasifikasi-madu.html?m=1. diakses pada tanggal 2 september 2021, pada pukul 13:00.

[5]Ujang Mahadi, "Membangun Efektifitas Dakwah Dengan Memahami Psikologi Mad’u", Jurnal Dakwah dan Komunikasi IAIN Curup-Bengkulu, Vol. 4, No. 2, 2019, hlm.181-182.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH MODEL PEMBELAJARAN

MAKALAH LANDASAN PENDIDIKAN

MAKALAH STRATEGI KEWIRAUSAHAAN