MAKALAH MAD’U DAN KLASIFIKASINYA
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam
dakwah, mad’u merupakan unsur terpenting dimana tanpa mad’u maka dakwah tidak
akan terlaksana, maka sebelum berdakwah da’i sangat penting mempelajari salah
satunya yaitu karakteristik mad’u agar
dakwahnya muda dimengerti dan diterima oleh mad’u, karena mad’u memiliki pola
fikir yang berbeda-beda maka sangat
penting da’i memperhatikan hal itu.
Mad’u
terdapat dalam beberapa kelompok ataupun golongan berdasarkan dari keyakinan,
sosial, sikap yang harus dikuasi para da’I oleh karena itu didalam makalah ini kami
akan memaparkan pengertian mad’u, klasifikasi mad’u dan Prinsip dalam Berdakwah
Terhadap Mad’u
B.
Tujuan Masalah
1.
Menjelaskan
Pengertian Mad’u
2.
Menjelaskan
Klasifikasi Mad’u
3.
Menjelaskan Prinsip
dalam Berdakwah Terhadap Mad’u
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Mad’u
Secara
etimologi kata mad’u berasal dari bahasa arab, diambil dari isim maf’ul (kata
yang menunjukkan obyek atau sasaran). Menurut terminologi, mad’u adalah orang
atau kelompok yang lazim disebut dengan jamaah yang sedang menuntut ajaran agama
dari seorang da’i, baik mad’u itu orang dekat atau jauh, muslim atau non
muslim, laki-laki atau perempuan atau manusia yang menjadi saran dakwah atau
manusia penerima dakwah, baik individu maupun kelompok, baik manusia yang
beraga Islam. Seorang da’i akan menjadikan mad’u sebagai obyek2 bagi
transformasi keilmuan yang dimilikinya. Mad’u sebagai obyek dakwah bagi seorang
da’i merupakan salah satu unsur yang penting dalam sistem dakwah.[1]
Mad’u
atau objek merupakan salah satu unsur dakwah yang kedua, mad’u adalah objeknya
yaitu dengan kata lain manusia, Mad’u (Obyek dakwah) terdiri dari berbagai
macam gologan manusia, oleh karena itu menggolongkan mad’u sama dengan menggolongkan
manusia itu sendiri. Mad’u bisa dibagi-bagi berdasarkan agama, status sosial,
profesi, ekonomi dan seterusnya.[2]
B.
Klasifikasi Mad’u
Yang
dimakasud klasifikasi adalah pembagian sesuatu menurut kelompoknya atau
golongannya, klasifikasi Mad’u bisa dibagi-bagi berdasarkan
agama, status sosial, profesi, ekonomi dan seterusnya. sedangkan ojek
dakwah di sini digolongkan menurut empat kategori. Pertama, sikap mad’u
terhadap seruan dakwah, kedua, antusiasnya kepada dakwah, ketiga kemampuan
dalam memahami dan menangkap pesan dakwah, dan keempat, kelompok mad’u
berdasarkan keyakinan.
- Penggolongan mad’u tersebut antara lain
sebegai berikut :
a.
Dari segi sosiologis, ada
masyarakat terasing, pedesaan, kota besar, dan kota kecil, serta masyarakat di
daerah marginal dari kota besar.
b.
Dari segi struktur
kelembagaan, ada masyarakat pemerintah dan keluarga.
c.
Dari segi sosial kultur,
ada golongan priyayi, abanagn dan santri, terutama pada masyarakat jawa.
d.
Dari segi tingkatan usia,
ada golongan anaka-anak, remaja dan golongan orang tua.
e.
Dari segi profesi, ada
golongan petani, pedagang, seniman, buruh, pegawai negeri.
f.
Dari segi tingkatan hidup
sosial ekonoms, ada golongan kaya, menengah dan miskin.
g.
Dari segi jenis kelamin,
ada golongan pria dan wanita.
h.
Dari segi khusus, ada
masyarakat tuna susila, tuna wisma, tuna karya, narapidana dan sebagainya.
- Mad’u bisa juga dilihat dari segi derajat
pikirannya sebagai berikut :
a.
Umat yang berfikir kritis,
yaitu orang-orang yang berpendidikan, yang selalu berfikir mendalam sebelum
menerima sesuatu yang dikemukakan kepadanya.
b.
Umat yang mudah
dipengaruhi, yaitu masyarakt yang mudah dipengaruhi oleh faham atau (sugetible)
tanpa menimbang-nimbang secara matang apa yang dikemukakan kepadanya.
c.
Umat yang bertaqlid, yaitu
golongan yang fanatik buta berpegang pada tradisi dan kebiasaan tujuan turun
temurun tanpa menyelidiki salah atau benarnya
- Sedangkan Mohammad Abduh membagi mad’u
menjadi tiga golongan ( hampir sama dengan pembagian di atas) yaitu :
a.
Golongan cerdik cendikiawan
yang cinta kebeneran, dan dapat berpikir secara kritis, cepat dapat menangkap
arti persoalan.
b.
Golongan awam, yaitu orang
kebanyakn yang belum dapat berpikir secara kritis dan mendalam, belum dapat
menangkap pengertian-pengertian yang tinggi.
c.
Golongan yang berbeda
diantara kedua golongan di atas, mereka senang membahas sesuatu tapi hanya
dalambatas tertentu, tidak sanggup mendalam benar.
Di
samping semua golongan mad’u diatas, ada lagi penggolongan yang berdasarkan
responsi mereka. Berdasarkan responsi mad’u terhadap dakwah, mereka dapat di
golongkan :
- Golongan simpati aktif, yaitu mad’u yang
menaruh simpati dan secara aktif memberi dukungan moril dan material
terhadap kesuksesan dakwah. Mereka juga berusah mengatasi hal-hal yang di
anggapnya merintangi jalannya dakwah bahkan mereka bersedia berkorban
segalanya untuk kepentingan syi’ar Allah.
- Golongan pasif, yaitu mad’u yang masa bodoh
terhadap dakwah, tidak memberikan dukungan dan juga tidak merintangi
dakwah.
- Golongan antipati, yaitu mad’u yang tidak
rela atau tidak suka akan terlaksananya dakwah. Mereka selalu berusaha
dengan berbagai cara untuk merintangi atau menggalkan dakwah.
Ketiga tipe seperti di atas selalu ada dalam setiap
zaman, mulai dari zaman Nabi Muhammad, sampai sekarang.[3].
- Klasifikasi Mad’u Menurut Sikapnya terhadap
Dakwah.
Pakar
dakwah abdul Karim Zaidan mengolompokkan manusia dalam empat kategori
berdasarkan sikapnya terhadap dakwah. Empat kategori dakwah yang dimaksud
secara berturut-turut adalah;
a.
al-mala (pembuka
masyarakat), yaitu kelompok manusia yang memegang wewengan atas keadilan
masyarakat banyak;
b.
Jumhur al-anas (mayoritas
manusia), mereka itu terdiri dari kelompok alit masyarakat yang memiliki
kekuasaan penuh atas orang bayak;
c.
Munafiqun (orang-orang
munafik) adalah tife kelompok oportunis yang menyembunyikan kekufuran di balik
keislamannya. Menurut Zaidan, mereka itu biasanya ditemukan dalam stuasi ketika
kebenaran telah menjadi opini publik dan keimanan telah menjadi identitas
mayoritas;
d.
Al-usat (para Pendurhaka)
adalah ketegori orang-orang yang masih bimbang dalam menerima kebenaran. Oleh
karena itu iman mereka tidak tipis dinilai tidak cukup kuat untuk menahannya
dari perbuatan-perbuatan maksiat, sekalipun telah menyatakaan keislamannya.
- Pengolompkkan Mad’u Berdasarkan Antusiasnya
Kepada Dakwah
Mengenai
sikap mad’u terhadap seruan dakwah, al-qur’an menyebutkan tiga kelompok Mad’u
yaitu;
a.
Kelompok yang bersegerah
dalam menerima kebenaran (al-sabiquna bi al-khirat). Menurut pakar tafsir
kenamaan Wahbah al-Zuhayli yaitu golongan mad’u yang cenderung antusias pada
kebaikan dan tanggap terhadap seruan-seruan dakwah baik sunnah apa lagi yang
wajib. Sebaliknya dia amat takut mengerjakan hal-hal yang diharamkan agama, di
sambing berusaha sebisa mungkin menghindari yang dimakruhkan atau malah hal-hal
yang masih di bolehkan (mubah).
b.
Kelompok pertengahan
(muqthasid), sedangkan golongan yang kedua ini menurut Zuhayli, adalah golongan
pertengahan. Mereka merupakan orang-orang yang mengerjakan kebijakan-kebijakan
agama dan meninggalkan yang diharamkan dan kurang tanggap terhadap kebaikan
yang dianjurkan (sunah).
c.
Kelompok yang menzalimi
dirisendiri (zhalim linafsi) adalah kelompok yang sedang melampaui
batasan-batasan agama, kerap melakukan larangan-laranan agama. Menurut alqa’i,
kelompok ini yang justuru paling bayak ditemukan dalam masyarakat
- Pengelompokkan Mad’u Berdasarkan
Kemampuannya Menagkap Pesan Dakwah
a.
Adapun pengelompokkan mad’u
berdasarkan kemampuannya dalam menangkap pesan dakwah, dalam hal ini
berdasarkan orang yang sering bersinggungan dengan kebenaran dikarenakan
pengetahuannya yang mendalam. Kelompok ini terdiri dari para sarjana, pemikir
dan ilmuan.
b.
kelompok manusia yang tidak
mampu mengendifikasi kebenaran kecuali setelah melewati proses dialektika dan
sintesis. Kelompok ini terdiri dari mereka yang memiliki pengetahuan namun
tidak sampai mendasar. Dengan kata lain, mereka inilah kelompok yang sedang
menelururi dan mencari hakikat kebenaran.
c.
kelompok yang hanyamampu
menegendifikasi kebenaran dalam bentuk-bentuknya yang umum dasn parsial (common
sense). Mereka itulah yang disebut kelompok awam (kebanyakan orang) dan
merekamenempati jumlah terbesar diantara kelompok manuasia lainnya.
- Kategori Mad’u Menurut Keyakinannya
Dakwah
diakui sebagai ajakan universal, artinya ajakan dakwah tidak dibatasi hanya
kepada kelompok tertentu dan tidak yang lainnya. Terkait dengan aneka ragam
keyakinan manusia di muka bumi, dakwah juga memiliki kepentingan untuk menarik
orang kejalan kepentingan untuk menarik orang kejalan Tuhan. Untuk itu, tentu
saja dakwah dituntut untuk menyiapkan sterategi yang berbeda ketika dihadapkan
dengan para kelompok mad’u yang beragama Islam dan mad’u yang tidak beragama
Islam.[4]
C. Prinsip Dalam Berdakwah
Terhadap Mad,'u
Dakwah pada
intinya adalah upaya
mengajak dan atau mempengaruhi orang
lain agar mereka
mau mengikuti pesan-pesan dakwah yang disampaikan sang da’i. Aktivitas dakwah akan berjalan
efektif, jika seorang da’i (sebagai
komunikolog) mengetahui dan memahami prinsip-prinsip komunikasi
efektif.
Berkenaan
dengan prinsip-prinsip komunikasi dakwah, agar dakwah dapat efektif dan
diterima masyarakat . Oleh karena itu,
penting diperhatikan apa
yang dikemukakan Faizah dan Effendi
(2006), Suranto (2010) dan Muchtar (1996), sebagai berikut:
- Prinsip Keteladanan.
Memulai dari
diri sendiri (ibda' binafsik)
dan keluarga merupakan
hal penting yang harus
dilakukan da’i. Al-Qur’an
menegaskan: Qu anfusakum wa ahlikum
nara (QS. 66:
6). Komunikasi dakwah tentu mempunyai tujuan yang ingin dicapai,
seperti menyampaikan informasi ajaran agama,
bahkan mengubah sikap dan/atau perilaku jama’ah agar sesuai dengan nilai-nilai Islam.
- Prinsip Empati pada Pikiran dan Budaya
Masyarakat.
Rasulullah menegaskan:
Khatibinnas 'ala
qadri 'uqulihim. Pesan
dakwah harus disampaikan dengan
menggunakan logika masyarakat, kemampuan berpikir mereka,
mempertimbangkan budaya mereka, dan jika
mungkin menggunakan bahasa
mereka. Berkomunikasi dengan setiap
orang/suatu masyarakat mensyaratkan
satu pendekatan yang berbeda.
Perbedaan latar belakang
sosial budaya tidak
dapat dihilangkan karena adanya perbedaan antara karakteristik sosial
dan karakteristik budaya.
- Prinsip Mediasi.
Dalam melakukan
kegiatan komunikasi dakwah
seorang da’i harus memposisikan dirinya
sebagai mediator diantara berbagai
golongan yang ada. Da’i harus mampu mendekatkan perbedaan yang
muncul antar golongan,
mencairkan perselisihan dan menyatukan
yang berserakan, bukan
sebaliknya membawa api dan
mengobarkan perpecahan serta
menyulut permusuhan. Dengan prinsip
mediasi diharapkan umat
Islam akan rukun dan harmonis
dalam ridha dan bimbingan Allah.
- Prinsip Proses dan Transaksi Informasi.
Komunikasi dakwah
adalah suatu proses, karena komunikasi dakwah menunjukkan suasana
aktif dan dinamis
yang menggambarkan suatu proses yang senantiasa
berkesinambungan. Dari proses komunikasi
tersebut, yang ditransaksikan adalah pesan
atau informasi kebenaran dari ajaran agama.
- Prinsip Kolektivitas dan Membangun Citra
Positif
Dalam prinsip
kolektif menuntut adanya perencanaan untuk memungkinkan terjadinya kerjasama yang integral dan
terpadu dari profesi,
disiplin ilmu, dan
keahlian. Inilah arah dakwah
yang dimaksudkan. Namun
demikian, penting diperhatikan citra positif
dakwah karena akan
berpengaruh pada kelancaran komunikasi dakwah
itu sendiri. Citra
positif bisa dibangun
dengan kesungguhan dan konsistensi
dalam waktu lama,
tetapi citra buruk dapat
terbangun seketika hanya oleh satu
kesalahan fatal dari pelaku dakwah.
- Prinsip Sabar dan Tidak Berputus Asa.
Dalam
menghadapi kesulitan dan tantangan, da’i
harus bersabar, jangan bersedih apalagi berputus asa. Sudah
menjadi sunnatullah bahwa setiap pembawa
kebenaran pasti akan
menghadapi berbagai tantangan. Seorang da’i hanya bisa mengajak, sedangkan
yang memberi petunjuk adalah
Allah SWT.
- Prinsip
Kesatuan Visi dan Tujuan.
Aktivitas komunikasi
dakwah mengandung dimensi
risalah, dimensi rahmah, dan dimensi kesejarahan. Ketiga dimensi dimaksud
mengarah kepada perubahan perilaku manusia baik pada tingkat individu maupun
kelompok ke arah
perilaku yang makin
Islami dan bermoral.
Oleh karena itu, seruan ke jalan Allah dalam melakukan kegiatan
komunikasi dakwah harus mempunyai kesatuan visi dan
tujuan yang integral dan terpadu.
- Prinsip
Memperhatikan Skala Prioritas.
Da’i harus memerhatikan skala
prioritas atau tertib
urutan pusat perhatian dakwah,
yaitu prioritas pertama
berdakwah sehubungan dengan
hal-hal yang bersifat universal, yakni al
khair (kebajikan), yad'una ila al
khair baru kepada amar
ma'ruf dan baru
kemudian nahi munkar (QS. 3: 104).[5]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Mad’u
atau objek merupakan salah satu unsur dakwah yang kedua, mad’u adalah objeknya
yaitu dengan kata lain manusia, Mad’u (Obyek dakwah) terdiri dari berbagai
macam gologan manusia, oleh karena itu menggolongkan mad’u sama dengan menggolongkan
manusia itu sendiri. Mad’u bisa dibagi-bagi berdasarkan agama, status sosial,
profesi, ekonomi dan seterusnya.
Klasifikasi
Mad’u bisa dibagi-bagi berdasarkan agama, status sosial,
profesi, ekonomi dan seterusnya. sedangkan ojek dakwah di sini
digolongkan menurut empat kategori. Pertama, sikap mad’u terhadap seruan
dakwah, kedua, antusiasnya kepada dakwah, ketiga kemampuan dalam memahami dan
menangkap pesan dakwah, dan keempat, kelompok mad’u berdasarkan keyakinan
Berkenaan
dengan prinsip-prinsip komunikasi dakwah, agar dakwah dapat efektif dan
diterima masyarakat yaitu, Prinsip Keteladanan,
Prinsip Empati pada Pikiran dan Budaya Masyarakat, Prinsip Mediasi, Prinsip Proses
dan Transaksi Informasi, Prinsip Kolektivitas dan Membangun Citra Positif, Prinsip
Sabar dan Tidak Berputus Asa, Prinsip Kesatuan Visi dan Tujuan, Prinsip
Memperhatikan Skala Prioritas.
DAFTAR PUSTAKA
Marwantika, Asna
Istya. 2019. Potret Dan Segmentasi Mad’u Dalam Perkembangan Media Di Indonesia.
Jurnal Al-Adabiyah. Vol. 14, N0. 01.
Hasan, Muhammad.
2013. Metodologi Pembangunan Ilmu Dakwah,
Surabaya: Pena Salsabila.
http://naharuddin10.blogspot.com/2014/06/kelasifikasi-madu.html?m=1. diakses pada tanggal 2
september 2021, pada pukul 13:00.
Mahadi, Ujang. 2019.
Membangun Efektifitas Dakwah Dengan Memahami Psikologi Mad’u. Jurnal Dakwah dan Komunikasi IAIN
Curup-Bengkulu, Vol. 4, No. 2.
[1]Asna
Istya Marwantika, “Potret Dan Segmentasi Mad’u Dalam Perkembangan Media Di
Indonesia,” Jurnal Al-Adabiyah. Vol.
14, N0. 01, (2019): hlm. 3.
[2]Muhammad
Hasan, Metodologi Pembangunan Ilmu Dakwah,
(Surabaya: Pena Salsabila, 2013), hlm. 66-67
[3]Ibid., hlm. 67-69.
[4]http://naharuddin10.blogspot.com/2014/06/kelasifikasi-madu.html?m=1.
diakses pada tanggal 2 september 2021, pada pukul 13:00.
[5]Ujang Mahadi, "Membangun Efektifitas Dakwah
Dengan Memahami Psikologi Mad’u", Jurnal
Dakwah dan Komunikasi IAIN Curup-Bengkulu, Vol. 4, No. 2, 2019,
hlm.181-182.
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Komentar
Posting Komentar