MAKALAH BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN
By: Siti, Dkk.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Berdasarkan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku di Indonesia,setiap
pelaksanaan peralihan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah obyek pajak. Sebagaiobyek
pajak, peralihan hak atas tanah dan/atau bangunan dikenakan pajak dari kedua
sisi,yaitu dari sisi penjual dan pembeli. Bagi pihak penjual dikenakan Pajak
Penghasilan(yang selanjutnya disingkat dengan PPh) yang diperoleh dari
penjualan tanah dan/ataubangunan. Sementara itu bagi pihak pembeli dikenakan pajak
yang berupa Bea PerolehanHak Atas Tanah dan/atauBangunan (yang selanjutnya
disingkat dengan BPHTB).
Pembayaran
pajak yang menyangkut PPh dan BPHTB adalah jual beli tanah yang adahaknya.
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang –Undang (yang
dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik(kontraprestasi) yang
langsung dapat ditujukan, dan yang digunakan untukmembayar pengeluaran umum.
Fungsi pajak ada dua yaitu, fungsi budgetair(sumber keuangan negara) dan fungsi
regulerend (mengatur).[1]
B.Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai
berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan Bea Perolehan hak atas Tanah dan Bangunan ?
2. Apa saja
Objek,Subjek dan Wajib Pajak BPHTB ?
3. Apa
saja Tarif Dasar Pengenaan dan Cra Menghitung BPHTB ?
4. Bagaimana Pengenaan BPHTB Karena waris,Hibah Wasiat dan Pemberian Hak Pengelolaan?
B.
Tujuan
Adapun tujuan Pembuatan
Makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud
dengan Bea Perolehan hak atas Tanah dan
Bangunan
2. Untuk mengetahui Objek,Subjek dan Wajib Pajak BPHTB
3. Untuk mengetahui Tarif Dasar Pengenaan dan Cra Menghitung BPHTB
4. Untuk mengetahuiPengenaan BPHTB Karena waris,Hibah
BAB II PEMBAHASAN
A.
Pengertian Bea Perolehan Ha katas Tanah dan Bangunan
Bea Perolehan Ha katas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan bangunan,yang
selanjutnya disebut pajak. Perolehan ha katas tanah dan bangunan adalah
perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya ha katas
bangunan oleh orang pribadi. Ha katas tanah adalah termasuk hak
pengelolaan,beserta bangunan sebagaimana dalam undang-undang Nomor 5 tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agria, Undang-Undang Nomor 16 tentang Rumah Susun dan ketentuan peratutan
perundang-undangan yang lainnya.
Hak Atas Tanah
Pasal 16 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1960 menyebutkan bahwahak-hak atas
tanah yang dimaksud ialah :
1. hak milik
2. hak guna usaha
3. hak guna bangunan
4. hak pakai
5. hak sewa
6. hak membuka tanah
7. hak memungut hasil hutan
8. hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak
tersebut diatas yang akan
ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak yang
sifatnya sementara. Hak-hak yang sifatnya sementara tersebut, ialah hak gadai,
hak usaha bagihasil, hak menumpang dan
hak sewa tanah pertanian diatur untuk membatasi sifat-sifatnya yang bertentangan
dengan Undang-undang ini dan hak-hak tersebut diusahakan hapusnya di dalam
waktu yang singkat.
A. Objek , Subjek dan Wajib Pajak BPHTB
Objek BPHTBDalam Pasal 2 UU BPHTB, yang menjadi objek
BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Perolehan hak atas
tanah dan atau bangunan tersebut meliputi :
1. Pemindahan Hak, karena:
a.
Jual Beli
b.
Tukar Menukar
c.
Hibah
d.
Hibah Wasiat
e.
Waris
f.
Pemasukan dalam Perseroan/Badan Hukum lainnya
g.
Pemisahan Hak yang mengakibatkan peralihan
h.
Penunjukan pembeli dalam Lelang
i.
Pelaksanaan putusan Hakim yang mempunyai kekuatan Hukum Tetap
j.
Penggabungan Usaha
k.
Peleburan Usaha
l.
Pemekaran Usaha
m.
Hadiah.
2.
Pemberian Hak Baru karena
a.
Kelanjutan Pelepasan Hak
b.
Diluar Pelepasan Hak.
Sedangkan
jenis-jenis hak atas tanah yang perolehan haknya dikenakan BPHTB sebagaimana
diatur dalam Pasal 2 ayat (3) UU BPHTB meliputi :
a. Hak Milik
b.
Hak Guna Usaha
c.
Hak Guna Bangunan
d.
Hak Pakai
e.
Hak Milik atas satuan Rumah Susun
f.
Hak Pengelolaan.
Berdasarkan
ketentuan Pasal 3 ayat (1) terdapat beberapa objek pajak yang tidak dikenakan
BPHTB yaitu :
a.
Objek yang diperoleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasar azas
perlakuan timbal balik.
b.
Objek yang diperoleh negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau
untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum
c.
Objek yang diperoleh Badan/Perwakilan organisasi internasional yang
ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat tidak menjalankan
usaha/kegiatan lain diluar fungsi dan tugasnya
d.
Objek yang diperoleh orang pribadi/Badan karena KONVERSI HAK atau karena
perbuatan Hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama
e.
Objek yang diperoleh orang pribadi/Badan karena WAKAF
f.
Objek yang diperoleh orang pribadi/Badan karena kepentingan IBADAH.
Yang menjadi subjek BPHTB adalah orang pribadi atau
badan yang memperoleh hak atas Tanah dan atau Bangunan.Wajib Pajak BPHTB Subjek
pajak BPHTB sesuai dengan ketentuan tersebut diatas menjadi wajib pajak BPHTB
apabila dikenakan kewajiban membayar pajak.
B. Tarif Dasar Pengenaan dan Cara Menghitung BPHTB
Wajib Pajak BPHTBPasal 5 UU BPHTB menyatakan bahwa
tarif BPHTB merupakan tarif tunggal sebesar 5 %.Penentuan tarif tunggal ini
dimaksudkan untuk kesederhanaan dan kemudahan perhitungan.Dasar Pengenaan Yang
menjadi dasar pengenaan BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek Pajak atau disingkat
NPOP sesuai ketentuan Pasal 6 UU BPHTB.Berdasarkan jenis perolehan haknya, NPOP
tersebut adalah sebagai berikut :
1. Jual Beli = Harga Transaksi
2.
Tukar Menukar = Nilai Pasar
3.
Hibah = Nilai Pasar
4.
Hibah Wasiat = Nilai Pasar
5.
Waris = Nilai Pasar
6.
Pemasukan dalam Perseroan / Badan Hukum lainnya = Nilai Pasar
7.
Pemisahan Hak = Nilai Pasar
8.
Peralihan Hak karena Putusan Hakim = Nilai Pasar
9.
Pemberian Hak Baru = Nilai Pasar
10. Penggabungan Usaha = Nilai Pasar
11. Peleburan Usaha = Nilai Pasar
12. Pemekaran Usaha = Nilai Pasar
13. Hadiah = Nilai Pasar
14. Lelang = yang tercantum dalam Risalah Lelang
Menurut ketentuan Pasal 6 ayat (3), bila NPOP tidak
diketahui atau NPOP lebih rendah dari NJOP PBB maka yang menjadi dasar
pengenaan adalah NJOP PBB dan apabila NJOP PBB belum ditetapkan maka sesuai dengan
ketentuan Pasal 6 ayat (4) besarnya NJOP PBB ditetapkan oleh Menteri Keuangan.Selanjutnya
di dalam Pasal 7, pemerintah menentukan suatu batas nilai perolehan tidak kena
pajak yang disebut Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP).
Ketentuan Pasal 7 ini dijabarkan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah dan
yang terakhir adalah Peraturan Pemerintah (PP) No. 113 Tahun 2000 tentang Penentuan
Besarnya NPOPTKP BPHTB.
Cara
Menghitung BPHTB, Untuk menghitung besarnya Nilai Perolehan Objek Pajak Kena
Pajak (NPOPKP) adalah dengan cara mengurangkan NPOP dengan NPOPTKP. Dengan demikian untuk menghitung besarnya BPHTB
terutang adalah : BPHTB
terutang = Tarif x NPOPKP atau 5% x (NPOP – NPOPTKP) Contoh :
1. Pada tanggal 1 Pebruari 2003, Bapak
Sudirjo membeli sebidang tanah yang terletak di Kabupaten Tangerang dengan
Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) sebesar Rp50.000.000,Apabila NPOPTKP
ditetapkan untuk Kabupaten Tangerang sebesar Rp60.000.000,- maka BPHTB yang
menjadi kewajiban Bapak Sumarno tsb adalah : 5% x (50.000.000 - 60.000.000) =
Nihil atau dengan kata lain Bapak Sudirjo tidak terutang BPHTB.
2. Pada tanggal 1 Maret 2003 , Bapak Rahmat
membeli sebuah rumah seluas 200 M2 yang berada diatas sebidang tanah hak milik
seluas 500 M2 di Kota Bogor dengan harga perolehan sebesar Rp500.000.000,-
Berdasarkan data SPPT PBB atas objek tersebut ternyata NJOPnya sebesar
Rp.600.000.000,- (tanah dan bangunan). Bila NPOPTKP ditentukan sebesar Rp50.000.000,- maka kewajiban BPHTB yang
harus dipenuhi oleh Bapak Rahmat tersebut adalah : 5% x (600.000.000 -
50.000.000) = Rp27.500.000,-
C.
Pengenaan BPHTB Karena Waris, Hibah Wasiat dan
Pemberian Hak Pengelolaan
1. Pengenaan BPHTB Karena Waris dan Hibah Wasiat Sesuai
dengan bunyi Pasal 3 ayat (2) UU BPHTB, pengenaan BPHTB karena waris dan hibah
wasiat diatur dengan peraturan pemerintah, yaitu PP No. 111 Tahun 2000 tentang
Pengenaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Karena Waris dan Hibah
Wasiat, yang mengatur hal-hal sebagai berikut:
a.
BPHTB terutang karena waris dan hibah wasiat sebesar : 50 % dari yang
seharusnya terutang
b.
Saat terutang pajak adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan
peralihan haknya ke Kantor Pertanahan
c.
Dasar pengenaan (NPOP) adalah nilai pasar pada saat pendaftaran hak
d.
Apabila NPOP lebih kecil dari NJOP PBB maka yang menjadi dasar pengenaan
adalah NJOP PBB
e.
Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOTKP) terdiri dari 2
jenis :
1)
Maksimum Rp300 juta terhadap waris dan juga terhadap hibah wasiat yang
diterima oleh orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam
garis keturunan lurus satu derajat ke atas dan satu derajat ke bawah dengan
pemberi hibah wasiat termasuk suami/istri.
2)
Maksimum Rp60 juta terhadap penerima hibah wasiat selain dari yang
diatas.Contoh :
a)
Seorang anak menerima warisan dari orang tuanya sebidang tanah dan
bangunan dengan nilai pasar pada waktu pendaftaran hak sebesar Rp250 juta.
Terhadap tanah dan bangunan tersebut telah dikenakan PBB dengan NJOP sebesar
Rp425 juta. Apabila NPOPTKP karena waris untuk daerah tersebut ditentukan
sebesar Rp250 juta maka BPHTB yang terutang adalah sebesar :50% x 5% x (Rp425
juta – Rp250 juta) = Rp4.375.000,-
b)
Seorang cucu menerima hibah wasiat dari kakeknya sebidang tanah seluas
300 M2 dengan nilai pasar pada waktu pendaftaran hak sebesar Rp325 juta. Terhadap
tanah tersebut telah diterbitkan SPPT PBB pada tahun pendaftaran hak dengan
NJOP sebesar Rp250 juta. Apabila NPOPTKP pada daerah tersebut ditentukan
sebesar Rp50 juta maka BPHTB yang terutang adalah sebesar :50% x 5% x (Rp325
juta – Rp50 juta ) = Rp6.875.000,-
c)
Sebuah Yayasan Yatim Piatu “ Al-Attin” menerima hibah wasiat dari
seorang dermawan sebidang tanah seluas 1.000 M2 dengan nilai pasar pada waktu
pendaftaran hak sebesar Rp700 juta. Apabila NPOPTKP pada daerah tersebut ditentukan
sebesar Rp60 juta maka BPHTB terutang yang harus dibayar oleh Yayasan tersebut adalah sebesar : 50% x 5% x
( Rp700 juta – Rp60 juta) = Rp16.000.000,-
d)
Pengenaan BPHTB Karena Pemberian Hak Pengelolaan Sesuai dengan Pasal 3
ayat (2) UU BPHTB, pengenaan BPHTB karena pemberian hak pengelolaan diatur
dengan peraturan pemerintah, yaitu PP No. 112 Tahun 2000 tentang Pengenaan Bea
Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan karena Pemberian Hak Pengelolaan, yang
mengatur hal-hal sebagai berikut : Yang dimaksud dengan Hak Pengelolaan adalah
hak menguasai dari Negara atas tanah yang kewenangan pelaksanaannya sebagian
dilimpahkan kepada pemegang haknya untuk merencanakan peruntukan dan penggunaan
tanah, menggunakan tanah untuk keperluan tugasnya, menyerahkan bagian-bagian tanah
tersebut kepada pihak ketiga dan atau bekerjasama dengan pihak ketiga.
2. Besarnya BPHTB karena Hak Pengelolaan adalah :
a.
0% dari BPHTB yang seharusnya terutang bila penerima Hak Pengelolaan adalah
Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pemerintah Propinsi/Kabupaten/Kota,
Lembaga Pemerintah Lain dan Perum Perumnas.
b.
50% dari BPHTB yang seharusnya terutang untuk selain yang diatas
c.
Saat terutang Pajak yaitu sejak tanggal ditandatangani dan
diterbitkannya keputusan pemberian Hak Pengelolaan
d.
Dasar pengenaan ( NPOP) adalah Nilai Pasar
e.
Apabila Nilai Pasar lebih kecil dari NJOP PBB maka yang dipakai adalah
NJOPPBB.
D.
Terutang Pajak
Ketentuan Pasal 9 ayat (1) UU BPHTB memuat tentang
saat terutang pajak atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan sebagai
berikut :
1. Jual Beli : Sejak tanggal dibuat &
ditandatanganinya Akta
2. Tukar Menukar : Sejak tanggal dibuat &
ditandatanganinya Akta
3. Hibah : Sejak tanggal dibuat & ditandatanganinya
Akta
4. Waris : Sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan
peralihan haknya ke Kantor Pertanahan
5. Pemasukan dalam Perseroan : Sejak tanggal dibuat&
ditandatanganinya Akta
6. Pemisahan Hak : Sejak tanggal dibuat &
ditandatanganinya Akta
7. Lelang : Sejak tanggal penunjukan pemenang Lelang
8. Putusan Hakim : Sejak tanggal putusan Pengadilan yang
mempunyai kekuatan hukum tetap
9. Hibah Wasiat : Sejak tanggal yang bersangkutan
mendaftarkan peralihan Haknya ke Kantor Pertanahan
10. Pemberian Hak Baru : Sejak tanggal ditandatangani dan
diterbitkannya Surat Keputusan Pemberian HaK
11. Penggabungan
Usaha : Sejak tanggal dibuat & ditandatanganinya Akta
12. Peleburan Usaha
: Sejak tanggal dibuat & ditandatanganinya Akta
13. Pemekaran Usaha
: Sejak tanggal dibuat & ditandatanganinya Akta
14. Hadiah : Sejak tanggal dibuat & ditandatanganinya
Akta
Pajak
terutang harus dilunasi pada saat terjadinya perolehan hak, dengan kata lain
saat terutang pajak BPHTB adalah merupakan saat untuk wajib membayar
pajak.Tempat pajak terutang adalah di wilayah Kabupaten, Kota, atau Propinsi
yang meliputi letak tanah dan atau bangunan.Ketentuan tata cara pembayaran
BPHTB tercantum dalam Pasal 10 UU BPHTB yang dijabarkan lebih lanjut dengan
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 517/KMK.04/2000 sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168/PMK.03/2007 tentang Perubahan Atas
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 517/KMK.04/2000 tentang Penunjukan Tempat dan
Tata Cara Pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, yang kemudian
ditindak lanjuti dengan Keputusan Dirjen Pajak Nomor 269/PJ/2001 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan Dan
Bentuk Serta Fungsi Surat Setoran Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan
(SSB) dan Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor 09/PJ.6/2001 yang intinya adalah
sebagai berikut :
1. Pembayaran tidak mendasarkan kepada adanya Surat
Ketetapan Pajak
2.
Dibayar dengan menggunakan Surat Setoran Bea (SSB) ke Kas Negara melalui
Bank/Kantor Pos atau Tempat Pembayaran lain yg ditunjuk
3.
SSB juga berfungsi sebagai SPOP dan sekaligus digunakan untuk melaporkan
data perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Kewajiban Bayar adalah pada
saat :
a.
Dibuat & ditandatanganinya Akta
b.
Pendaftaran Hak untuk Waris & Hibah Wasiat
c.
Ditunjuknya pemenang Lelang
d.
Ditandatanganinya SK Pemberian Hak dalam hal pemberian Hak Baru
e.
Putusan Pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap
E. Tata Cara Penetapan Dan Penagihan
Tata cara penetapan BPHTB diatur didalam Pasal 11 dan
Pasal 12 sebagai berikut :
1. Dalam jangka waktu 5 tahun sejak pajak
terutang, berdasarkan hasil pemeriksaan terdapat kurang bayar, Direktorat
Jenderal Pajak, dalam hal ini Kepala Kantor Pelayanan PBB/KPP Pratama
menerbitkan Surat Ketetapan BPHTB Kurang Bayar (SKBKB) ditambah denda 2% per
bulan maksimum untuk jangka waktu 24 bulan ( 48% ).
2.
Setelah
terbit SKBKB, terdapat data baru lagi sehingga Pajak terutang bertambah, maka
Kepala Kantor Pelayanan PBB/KPP Pratama menerbitkan Surat Ketetapan BPHTB Kurang
Bayar Tambahan (SKBKBT) ditambah sanksi administrasi sebesar 100% dari jumlah
kenaikan, kecuali wajib pajak melapor sebelum ada pemeriksaan.Tata cara
penagihan BPHTB diatur dalam Pasal 13, Pasal 14 dan Pasal 15 UU BPHTB maka
apabila :
a.
Pajak terutang tidak/kurang bayar;
b.
Dari pemeriksaan, SSB kurang bayar; dan
c.
WP kena sanksi administrasi berupa denda/bunga,maka Direktorat Jenderal
Pajak menerbitkan Surat Tagihan BPHTB (STB) ditambah sanksi bunga 2% per bulan
maksimum 24 bulan.
F. Pembagian Hasil Penerimaan BPHTB
Pembagian hasil penerimaan BPHTB diatur dalam Pasal 23
UU BPHTB dan pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri
Keuangan No.519/KMK.04/2000 tanggal 14 Desember 2000 sebagai berikut :
1. Pemerintah Pusat mendapat bagian sebesar 20% dari
seluruh penerimaan BPHTB yang kemudian bagian Pemerintah Pusat ini dibagikan
secara merata keseluruh daerah Kabupaten/Kota dan dilaksanakan dalam tiga tahap
yaitu bulan April, bulan Agustus, dan bulan Nopember tahun anggaran berjalan
2.
Pemerintah Daerah mendapat bagian sebesar 80% yang dibagi sebagai
berikut :
a.
16% untuk Daerah Propinsi; dan
b.
64% untuk Daerah Kabupaten/Kota.
Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 04/PMK.07/2008
tanggal 28 Januari 2008tentang Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Anggaran
Transfer ke Daerah,atas transfer Dana Bagi Hasil BPHTB untuk daerah Direktur
Jenderal Perimbangan Keuangan selaku Kuasa Pengguna Anggaran melimpahkan
sebagian kewenangan perintah pemindah bukuan dari Rekening Kas Umum Negara ke Rekening
Kas Umum Daerah kepada Kuasa Bendahara Umum Negara. Pelimpahan kewenangan ini dilakukan
dengan menerbitkan Surat Perintah Menerbitkan Surat Kuasa Umum (SPMSKU).Berdasarkan
SPMSKU ini maka Kuasa Bendahara Umum Negara menerbitkan Surat Kuasa Umum (SKU)
kepada Bank Operasional III untuk melakukan pemindahbukuan Dana Bagi Hasil
BPHTB dari Rekening Kas Umum Negara ke Rekening Kas Umum Daerah.Penyaluran Dana
Bagi Hasil BPHTB ini berdasarkan realisasi penerimaan BPHTB tahun anggaran
berjalan dan dilaksanakan secara mingguan.Dalam rangka penyaluran transfer ke
daerah, setiap tahun anggaran selambat-lambatnya pada minggu pertama bulan
Desember sebelum tahun anggaran dimulai, pemerintah daerah wajib menyampaikan
nomor rekening, nama rekening dan nama bank kepada Direktur Jenderal
Perimbangan Keuangan yang dilampiri dengan:
1) aslirekening koran dari Rekening Kas Umum Daerah
2) fotokopi keputusan kepala daerah
mengenai penunjukan/penetapan pejabat Bendahara Umum Daerah/Kuasa Bendahara
Umum Daerah yang disahkan oleh kepala daerah.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1.
Bea Perolehan Ha katas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah pajak yang
dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan bangunan,yang selanjutnya disebut
pajak. Perolehan ha katas tanah dan bangunan adalah perbuatan atau peristiwa
hukum yang mengakibatkan diperolehnya ha katas bangunan oleh orang pribadi. Ha
katas tanah adalah termasuk hak pengelolaan,beserta bangunan sebagaimana dalam undang-undang
Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agria, Undang-Undang
Nomor 16 tentang Rumah Susun dan
ketentuan peratutan perundang-undangan yang lainnya.
2.
Hak Atas Tanah Pasal 16 ayat (1)
UU No. 5 Tahun 1960 menyebutkan bahwahak-hak atas tanah yang dimaksud ialah :
1. hak milik
2. hak guna usaha
3. hak guna bangunan
4. hak pakai
5. hak sewa
6. hak membuka tanah
7. hak memungut hasil hutan
8. hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak
tersebut diatas yang akan
ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak yang
sifatnya sementara. Hak hak
yang sifatnya sementara tersebut, ialah hak gadai, hak usaha bagihasil, hak menumpang dan hak sewa tanah
pertanian diatur untuk membatasi sifat-sifatnya yang bertentangan dengan
Undang-undang ini dan hak-hak tersebut diusahakan hapusnya di dalam waktu yang
singkat.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, Undang-Undang No. 21
Tahun 1997tentangBeaPerolehan Hak AtasTanah dan Bangunan.
Harsono, Boedi, 1997,Hukum
Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-undang Pokok Agraria, hi dan
Pelaksanaannya, Djambatan Jakarta..
https://www.slideshare.net/061209/makalah-bea-perolehan-tanah-dan-bangunan
Walijatun, Djoko, 2001,
Konsep Dasar Pemikiran Sumber Keuangan diDaerah,B\x\\Q\m Sandi Edisi
XV/Maret/2001,
[1]Mardiasmo, 2005, Perpajakan (edisi revisi), Andi Offset,
Yogyakarta,h.1.
Komentar
Posting Komentar