MAKALAH RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM

RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM By. Retno, dkk. A.       PENDAHULUA N   a.         Latar Belakang Bimbingan dan konseling merupakan kegiatan yang bersumber pada kehidupanmanusia. Kenyataan menunjukkan bahwa manusia di dalam kehidupannya selalu menghadapi persoalan-persoalan yang silih berganti. Persoalan yang satu dapat diatasi, persoalan yanglain muncul, demikian seterusnya. Manusia tidak sama satu dengan yang lain, baik dalamsifat maupun kemampuannya. Ada manusia yang danggup mampu mengatasi persoalan tanpa bantuan dari pihak lain, tetapi tidak sedikit manusia yang tidak mampu mengatasi persoalan bila tidak dibanntu orang lain, maka dari inilah bimbingan konseling dibutuhkan. Bimbingan dan konseling merupakan salah satu komponen dari pendidikan.Mengingat bahwa bimbingan dan konseling adalah suatu kegiatan bantuan dan tuntunan yangdiberikan kepada individu pada umumnya, dan siswa pada khususnya di sekolah. Hal inisangat relevan jika dilihat dari perumusan bahwa pend

MAKALAH BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

By: Siti, Dkk.


BAB I

PENDAHULUAN

 

A.     Latar Belakang

Berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku di Indonesia,setiap pelaksanaan peralihan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah obyek pajak. Sebagaiobyek pajak, peralihan hak atas tanah dan/atau bangunan dikenakan pajak dari kedua sisi,yaitu dari sisi penjual dan pembeli. Bagi pihak penjual dikenakan Pajak Penghasilan(yang selanjutnya disingkat dengan PPh) yang diperoleh dari penjualan tanah dan/ataubangunan. Sementara itu bagi pihak pembeli dikenakan pajak yang berupa Bea PerolehanHak Atas Tanah dan/atauBangunan (yang selanjutnya disingkat dengan BPHTB).

Pembayaran pajak yang menyangkut PPh dan BPHTB adalah jual beli tanah yang adahaknya. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang –Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik(kontraprestasi) yang langsung dapat ditujukan, dan yang digunakan untukmembayar pengeluaran umum. Fungsi pajak ada dua yaitu, fungsi budgetair(sumber keuangan negara) dan fungsi regulerend (mengatur).[1]

B.Rumusan Masalah

            Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:

1.      Apa yang dimaksud dengan Bea Perolehan hak atas Tanah dan Bangunan ?

2.      Apa saja Objek,Subjek dan Wajib Pajak BPHTB ?

3.      Apa saja Tarif Dasar Pengenaan dan Cra Menghitung BPHTB ?

4.      Bagaimana Pengenaan BPHTB Karena waris,Hibah Wasiat dan Pemberian Hak Pengelolaan?

B.     Tujuan

Adapun tujuan Pembuatan Makalah ini adalah:

1.      Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Bea Perolehan hak atas Tanah dan

Bangunan

2.      Untuk mengetahui Objek,Subjek dan Wajib Pajak BPHTB

3.      Untuk mengetahui Tarif Dasar Pengenaan dan Cra Menghitung BPHTB

4.      Untuk mengetahuiPengenaan BPHTB Karena waris,Hibah


BAB II PEMBAHASAN

A.     Pengertian Bea Perolehan Ha katas Tanah dan Bangunan

Bea Perolehan Ha katas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan bangunan,yang selanjutnya disebut pajak. Perolehan ha katas tanah dan bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya ha katas bangunan oleh orang pribadi. Ha katas tanah adalah termasuk hak pengelolaan,beserta bangunan sebagaimana dalam undang-undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agria, Undang-Undang Nomor 16  tentang Rumah Susun dan ketentuan peratutan perundang-undangan yang lainnya.

Hak Atas Tanah  Pasal 16 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1960 menyebutkan bahwahak-hak atas tanah yang dimaksud ialah :

1.      hak milik

2.      hak guna usaha

3.      hak guna bangunan

4.      hak pakai

5.      hak sewa

6.      hak membuka tanah

7.      hak memungut hasil hutan

8.      hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut diatas yang akan

ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara. Hak-hak yang sifatnya sementara tersebut, ialah hak gadai, hak usaha   bagihasil, hak menumpang dan hak sewa tanah pertanian diatur untuk membatasi sifat-sifatnya yang bertentangan dengan Undang-undang ini dan hak-hak tersebut diusahakan hapusnya di dalam waktu yang singkat.

A.     Objek , Subjek dan Wajib Pajak BPHTB

Objek BPHTBDalam Pasal 2 UU BPHTB, yang menjadi objek BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan tersebut meliputi :

1.      Pemindahan Hak, karena:

a.       Jual Beli

b.      Tukar Menukar

c.       Hibah

d.      Hibah Wasiat

e.       Waris

f.        Pemasukan dalam Perseroan/Badan Hukum lainnya

g.       Pemisahan Hak yang mengakibatkan peralihan

h.       Penunjukan pembeli dalam Lelang

i.         Pelaksanaan putusan Hakim yang mempunyai kekuatan Hukum Tetap

j.        Penggabungan Usaha

k.      Peleburan Usaha

l.         Pemekaran Usaha

m.     Hadiah.

2.      Pemberian Hak Baru karena

a.       Kelanjutan Pelepasan Hak

b.      Diluar Pelepasan Hak.

Sedangkan jenis-jenis hak atas tanah yang perolehan haknya dikenakan BPHTB sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (3) UU BPHTB meliputi :

a.       Hak Milik

b.      Hak Guna Usaha

c.       Hak Guna Bangunan

d.      Hak Pakai

e.       Hak Milik atas satuan Rumah Susun

f.        Hak Pengelolaan.

Berdasarkan ketentuan Pasal 3 ayat (1) terdapat beberapa objek pajak yang tidak dikenakan BPHTB yaitu :

a.                           Objek yang diperoleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasar azas perlakuan timbal balik.

b.                           Objek yang diperoleh negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum

c.                           Objek yang diperoleh Badan/Perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat tidak menjalankan usaha/kegiatan lain diluar fungsi dan tugasnya

d.                           Objek yang diperoleh orang pribadi/Badan karena KONVERSI HAK atau karena perbuatan Hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama

e.                           Objek yang diperoleh orang pribadi/Badan karena WAKAF

f.                             Objek yang diperoleh orang pribadi/Badan karena kepentingan IBADAH.

Yang menjadi subjek BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas Tanah dan atau Bangunan.Wajib Pajak BPHTB Subjek pajak BPHTB sesuai dengan ketentuan tersebut diatas menjadi wajib pajak BPHTB apabila dikenakan kewajiban membayar pajak.

B.     Tarif Dasar Pengenaan dan Cara Menghitung BPHTB

Wajib Pajak BPHTBPasal 5 UU BPHTB menyatakan bahwa tarif BPHTB merupakan tarif tunggal sebesar 5 %.Penentuan tarif tunggal ini dimaksudkan untuk kesederhanaan dan kemudahan perhitungan.Dasar Pengenaan Yang menjadi dasar pengenaan BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek Pajak atau disingkat NPOP sesuai ketentuan Pasal 6 UU BPHTB.Berdasarkan jenis perolehan haknya, NPOP tersebut adalah sebagai berikut :

1.      Jual Beli = Harga Transaksi

2.      Tukar Menukar = Nilai Pasar

3.      Hibah = Nilai Pasar

4.      Hibah Wasiat = Nilai Pasar

5.      Waris = Nilai Pasar

6.      Pemasukan dalam Perseroan / Badan Hukum lainnya = Nilai Pasar

7.       Pemisahan Hak = Nilai Pasar

8.      Peralihan Hak karena Putusan Hakim = Nilai Pasar

9.      Pemberian Hak Baru = Nilai Pasar

10.  Penggabungan Usaha = Nilai Pasar

11.  Peleburan Usaha = Nilai Pasar

12.  Pemekaran Usaha = Nilai Pasar

13.  Hadiah = Nilai Pasar

14.  Lelang = yang tercantum dalam Risalah Lelang

Menurut ketentuan Pasal 6 ayat (3), bila NPOP tidak diketahui atau NPOP lebih rendah dari NJOP PBB maka yang menjadi dasar pengenaan adalah NJOP PBB dan apabila NJOP PBB belum ditetapkan maka sesuai dengan ketentuan Pasal 6 ayat (4) besarnya NJOP PBB ditetapkan oleh Menteri Keuangan.Selanjutnya di dalam Pasal 7, pemerintah menentukan suatu batas nilai perolehan tidak kena pajak yang disebut Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP). Ketentuan Pasal 7 ini dijabarkan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah dan yang terakhir adalah Peraturan Pemerintah (PP) No. 113 Tahun 2000 tentang Penentuan Besarnya NPOPTKP BPHTB.

Cara Menghitung BPHTB, Untuk menghitung besarnya Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NPOPKP) adalah dengan cara mengurangkan NPOP dengan NPOPTKP. Dengan demikian untuk menghitung besarnya BPHTB terutang adalah : BPHTB terutang = Tarif x NPOPKP atau 5% x (NPOP – NPOPTKP) Contoh :

1.      Pada tanggal 1 Pebruari 2003, Bapak Sudirjo membeli sebidang tanah yang terletak di Kabupaten Tangerang dengan Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) sebesar Rp50.000.000,Apabila NPOPTKP ditetapkan untuk Kabupaten Tangerang sebesar Rp60.000.000,- maka BPHTB yang menjadi kewajiban Bapak Sumarno tsb adalah : 5% x (50.000.000 - 60.000.000) = Nihil atau dengan kata lain Bapak Sudirjo tidak terutang BPHTB.

2.      Pada tanggal 1 Maret 2003 , Bapak Rahmat membeli sebuah rumah seluas 200 M2 yang berada diatas sebidang tanah hak milik seluas 500 M2 di Kota Bogor dengan harga perolehan sebesar Rp500.000.000,- Berdasarkan data SPPT PBB atas objek tersebut ternyata NJOPnya sebesar Rp.600.000.000,- (tanah dan bangunan). Bila NPOPTKP ditentukan sebesar  Rp50.000.000,- maka kewajiban BPHTB yang harus dipenuhi oleh Bapak Rahmat tersebut adalah : 5% x (600.000.000 - 50.000.000) = Rp27.500.000,-

C.     Pengenaan BPHTB Karena Waris, Hibah Wasiat dan Pemberian Hak Pengelolaan

1.      Pengenaan BPHTB Karena Waris dan Hibah Wasiat Sesuai dengan bunyi Pasal 3 ayat (2) UU BPHTB, pengenaan BPHTB karena waris dan hibah wasiat diatur dengan peraturan pemerintah, yaitu PP No. 111 Tahun 2000 tentang Pengenaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Karena Waris dan Hibah Wasiat, yang mengatur hal-hal sebagai berikut:

a.       BPHTB terutang karena waris dan hibah wasiat sebesar : 50 % dari yang seharusnya terutang

b.      Saat terutang pajak adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya  ke Kantor Pertanahan

c.       Dasar pengenaan (NPOP) adalah nilai pasar pada saat pendaftaran hak

d.      Apabila NPOP lebih kecil dari NJOP PBB maka yang menjadi dasar pengenaan adalah NJOP PBB

e.       Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOTKP) terdiri dari 2 jenis :

1)      Maksimum Rp300 juta terhadap waris dan juga terhadap hibah wasiat yang diterima oleh orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas dan satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat termasuk suami/istri.

2)      Maksimum Rp60 juta terhadap penerima hibah wasiat selain dari yang diatas.Contoh :

a)      Seorang anak menerima warisan dari orang tuanya sebidang tanah dan bangunan dengan nilai pasar pada waktu pendaftaran hak sebesar Rp250 juta. Terhadap tanah dan bangunan tersebut telah dikenakan PBB dengan NJOP sebesar Rp425 juta. Apabila NPOPTKP karena waris untuk daerah tersebut ditentukan sebesar Rp250 juta maka BPHTB yang terutang adalah sebesar :50% x 5% x (Rp425 juta – Rp250 juta) = Rp4.375.000,-

b)      Seorang cucu menerima hibah wasiat dari kakeknya sebidang tanah seluas 300 M2 dengan nilai pasar pada waktu pendaftaran hak sebesar Rp325 juta. Terhadap tanah tersebut telah diterbitkan SPPT PBB pada tahun pendaftaran hak dengan NJOP sebesar Rp250 juta. Apabila NPOPTKP pada daerah tersebut ditentukan sebesar Rp50 juta maka BPHTB yang terutang adalah sebesar :50% x 5% x (Rp325 juta – Rp50 juta ) = Rp6.875.000,-

c)      Sebuah Yayasan Yatim Piatu “ Al-Attin” menerima hibah wasiat dari seorang dermawan sebidang tanah seluas 1.000 M2 dengan nilai pasar pada waktu pendaftaran hak sebesar Rp700 juta. Apabila NPOPTKP pada daerah tersebut ditentukan sebesar Rp60 juta maka BPHTB terutang yang harus dibayar oleh  Yayasan tersebut adalah sebesar : 50% x 5% x ( Rp700 juta – Rp60 juta) = Rp16.000.000,-

d)      Pengenaan BPHTB Karena Pemberian Hak Pengelolaan Sesuai dengan Pasal 3 ayat (2) UU BPHTB, pengenaan BPHTB karena pemberian hak pengelolaan diatur dengan peraturan pemerintah, yaitu PP No. 112 Tahun 2000 tentang Pengenaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan karena Pemberian Hak Pengelolaan, yang mengatur hal-hal sebagai berikut : Yang dimaksud dengan Hak Pengelolaan adalah hak menguasai dari Negara atas tanah yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang haknya untuk merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah, menggunakan tanah untuk keperluan tugasnya, menyerahkan bagian-bagian tanah tersebut kepada pihak ketiga dan atau bekerjasama dengan pihak ketiga.

2.      Besarnya BPHTB karena Hak Pengelolaan adalah :

a.       0% dari BPHTB yang seharusnya terutang bila penerima Hak Pengelolaan adalah Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pemerintah Propinsi/Kabupaten/Kota, Lembaga Pemerintah Lain dan Perum Perumnas.

b.      50% dari BPHTB yang seharusnya terutang untuk selain yang diatas

c.       Saat terutang Pajak yaitu sejak tanggal ditandatangani dan diterbitkannya keputusan pemberian Hak Pengelolaan

d.      Dasar pengenaan ( NPOP) adalah Nilai Pasar

e.       Apabila Nilai Pasar lebih kecil dari NJOP PBB maka yang dipakai adalah NJOPPBB.

D.    Terutang Pajak

Ketentuan Pasal 9 ayat (1) UU BPHTB memuat tentang saat terutang pajak atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan sebagai berikut :

1.      Jual Beli : Sejak tanggal dibuat & ditandatanganinya Akta

2.      Tukar Menukar : Sejak tanggal dibuat & ditandatanganinya Akta

3.      Hibah : Sejak tanggal dibuat & ditandatanganinya Akta

4.      Waris : Sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya ke Kantor Pertanahan

5.      Pemasukan dalam Perseroan : Sejak tanggal dibuat& ditandatanganinya Akta

6.      Pemisahan Hak : Sejak tanggal dibuat & ditandatanganinya Akta

7.      Lelang : Sejak tanggal penunjukan pemenang Lelang

8.      Putusan Hakim : Sejak tanggal putusan Pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap

9.      Hibah Wasiat : Sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan Haknya ke Kantor Pertanahan

10.  Pemberian Hak Baru : Sejak tanggal ditandatangani dan diterbitkannya Surat Keputusan Pemberian HaK

11.   Penggabungan Usaha : Sejak tanggal dibuat & ditandatanganinya Akta

12.   Peleburan Usaha : Sejak tanggal dibuat & ditandatanganinya Akta

13.   Pemekaran Usaha : Sejak tanggal dibuat & ditandatanganinya Akta

14.  Hadiah : Sejak tanggal dibuat & ditandatanganinya Akta

Pajak terutang harus dilunasi pada saat terjadinya perolehan hak, dengan kata lain saat terutang pajak BPHTB adalah merupakan saat untuk wajib membayar pajak.Tempat pajak terutang adalah di wilayah Kabupaten, Kota, atau Propinsi yang meliputi letak tanah dan atau bangunan.Ketentuan tata cara pembayaran BPHTB tercantum dalam Pasal 10 UU BPHTB yang dijabarkan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 517/KMK.04/2000 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168/PMK.03/2007 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 517/KMK.04/2000 tentang Penunjukan Tempat dan Tata Cara Pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, yang kemudian ditindak lanjuti dengan Keputusan Dirjen Pajak Nomor 269/PJ/2001 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan Dan Bentuk Serta Fungsi Surat Setoran Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan (SSB) dan Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor 09/PJ.6/2001 yang intinya adalah sebagai berikut :

1.      Pembayaran tidak mendasarkan kepada adanya Surat Ketetapan Pajak

2.      Dibayar dengan menggunakan Surat Setoran Bea (SSB) ke Kas Negara melalui Bank/Kantor Pos atau Tempat Pembayaran lain yg ditunjuk

3.      SSB juga berfungsi sebagai SPOP dan sekaligus digunakan untuk melaporkan data perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Kewajiban Bayar adalah pada saat :

a.       Dibuat & ditandatanganinya Akta

b.      Pendaftaran Hak untuk Waris & Hibah Wasiat

c.       Ditunjuknya pemenang Lelang

d.      Ditandatanganinya SK Pemberian Hak dalam hal pemberian Hak Baru

e.       Putusan Pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap

E.     Tata Cara Penetapan Dan Penagihan

Tata cara penetapan BPHTB diatur didalam Pasal 11 dan Pasal 12 sebagai berikut :

1.      Dalam jangka waktu 5 tahun sejak pajak terutang, berdasarkan hasil pemeriksaan terdapat kurang bayar, Direktorat Jenderal Pajak, dalam hal ini Kepala Kantor Pelayanan PBB/KPP Pratama menerbitkan Surat Ketetapan BPHTB Kurang Bayar (SKBKB) ditambah denda 2% per bulan maksimum untuk jangka waktu 24 bulan ( 48% ).

2.      Setelah terbit SKBKB, terdapat data baru lagi sehingga Pajak terutang bertambah, maka Kepala Kantor Pelayanan PBB/KPP Pratama menerbitkan Surat Ketetapan BPHTB Kurang Bayar Tambahan (SKBKBT) ditambah sanksi administrasi sebesar 100% dari jumlah kenaikan, kecuali wajib pajak melapor sebelum ada pemeriksaan.Tata cara penagihan BPHTB diatur dalam Pasal 13, Pasal 14 dan Pasal 15 UU BPHTB maka apabila :

a.       Pajak terutang tidak/kurang bayar;

b.      Dari pemeriksaan, SSB kurang bayar; dan

c.       WP kena sanksi administrasi berupa denda/bunga,maka Direktorat Jenderal Pajak menerbitkan Surat Tagihan BPHTB (STB) ditambah sanksi bunga 2% per bulan maksimum 24 bulan.

F.      Pembagian Hasil Penerimaan BPHTB

Pembagian hasil penerimaan BPHTB diatur dalam Pasal 23 UU BPHTB dan pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Keuangan No.519/KMK.04/2000 tanggal 14 Desember 2000 sebagai berikut :

1.      Pemerintah Pusat mendapat bagian sebesar 20% dari seluruh penerimaan BPHTB yang kemudian bagian Pemerintah Pusat ini dibagikan secara merata keseluruh daerah Kabupaten/Kota dan dilaksanakan dalam tiga tahap yaitu bulan April, bulan Agustus, dan bulan Nopember tahun anggaran berjalan

2.      Pemerintah Daerah mendapat bagian sebesar 80% yang dibagi sebagai berikut :

a.       16% untuk Daerah Propinsi; dan

b.      64% untuk Daerah Kabupaten/Kota.

Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 04/PMK.07/2008 tanggal 28 Januari 2008tentang Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Anggaran Transfer ke Daerah,atas transfer Dana Bagi Hasil BPHTB untuk daerah Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan selaku Kuasa Pengguna Anggaran melimpahkan sebagian kewenangan perintah pemindah bukuan dari Rekening Kas Umum Negara ke Rekening Kas Umum Daerah kepada Kuasa Bendahara Umum Negara. Pelimpahan kewenangan ini dilakukan dengan menerbitkan Surat Perintah Menerbitkan Surat Kuasa Umum (SPMSKU).Berdasarkan SPMSKU ini maka Kuasa Bendahara Umum Negara menerbitkan Surat Kuasa Umum (SKU) kepada Bank Operasional III untuk melakukan pemindahbukuan Dana Bagi Hasil BPHTB dari Rekening Kas Umum Negara ke Rekening Kas Umum Daerah.Penyaluran Dana Bagi Hasil BPHTB ini berdasarkan realisasi penerimaan BPHTB tahun anggaran berjalan dan dilaksanakan secara mingguan.Dalam rangka penyaluran transfer ke daerah, setiap tahun anggaran selambat-lambatnya pada minggu pertama bulan Desember sebelum tahun anggaran dimulai, pemerintah daerah wajib menyampaikan nomor rekening, nama rekening dan nama bank kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan yang dilampiri dengan:

1)      aslirekening koran dari Rekening Kas Umum Daerah

2)      fotokopi keputusan kepala daerah mengenai penunjukan/penetapan pejabat Bendahara Umum Daerah/Kuasa Bendahara Umum Daerah yang disahkan oleh kepala daerah.

 

 

BAB III

PENUTUP

A.     KESIMPULAN

1.      Bea Perolehan Ha katas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan bangunan,yang selanjutnya disebut pajak. Perolehan ha katas tanah dan bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya ha katas bangunan oleh orang pribadi. Ha katas tanah adalah termasuk hak pengelolaan,beserta bangunan sebagaimana dalam undang-undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agria, Undang-Undang Nomor 16  tentang Rumah Susun dan ketentuan peratutan perundang-undangan yang lainnya.

2.      Hak Atas Tanah  Pasal 16 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1960 menyebutkan bahwahak-hak atas tanah yang dimaksud ialah :

1. hak milik

2. hak guna usaha

3. hak guna bangunan

4. hak pakai

5. hak sewa

6. hak membuka tanah

7. hak memungut hasil hutan

8. hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut diatas yang akan

ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara. Hak hak yang sifatnya sementara tersebut, ialah hak gadai, hak usaha   bagihasil, hak menumpang dan hak sewa tanah pertanian diatur untuk membatasi sifat-sifatnya yang bertentangan dengan Undang-undang ini dan hak-hak tersebut diusahakan hapusnya di dalam waktu yang singkat.

 

  

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, Undang-Undang No. 21 Tahun 1997tentangBeaPerolehan Hak AtasTanah dan Bangunan.

Harsono, Boedi, 1997,Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-undang Pokok Agraria, hi dan Pelaksanaannya, Djambatan Jakarta..

https://www.slideshare.net/061209/makalah-bea-perolehan-tanah-dan-bangunan

Walijatun, Djoko, 2001, Konsep Dasar Pemikiran Sumber Keuangan diDaerah,B\x\\Q\m Sandi Edisi XV/Maret/2001,

[1]Mardiasmo, 2005, Perpajakan (edisi revisi), Andi Offset, Yogyakarta,h.1.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH MODEL PEMBELAJARAN

MAKALAH LANDASAN PENDIDIKAN

MAKALAH STRATEGI KEWIRAUSAHAAN