MAKALAH RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM

RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM By. Retno, dkk. A.       PENDAHULUA N   a.         Latar Belakang Bimbingan dan konseling merupakan kegiatan yang bersumber pada kehidupanmanusia. Kenyataan menunjukkan bahwa manusia di dalam kehidupannya selalu menghadapi persoalan-persoalan yang silih berganti. Persoalan yang satu dapat diatasi, persoalan yanglain muncul, demikian seterusnya. Manusia tidak sama satu dengan yang lain, baik dalamsifat maupun kemampuannya. Ada manusia yang danggup mampu mengatasi persoalan tanpa bantuan dari pihak lain, tetapi tidak sedikit manusia yang tidak mampu mengatasi persoalan bila tidak dibanntu orang lain, maka dari inilah bimbingan konseling dibutuhkan. Bimbingan dan konseling merupakan salah satu komponen dari pendidikan.Mengingat bahwa bimbingan dan konseling adalah suatu kegiatan bantuan dan tuntunan yangdiberikan kepada individu pada umumnya, dan siswa pada khususnya di sekolah. Hal inisangat relevan jika dilihat dari perumusan bahwa pend

MAKALAH PENYITAAN

         PENYITAAN

              By: Yuli,dkk.


BAB I PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang

Penyitaan merupakan salah satu upaya paksa dalam proses peradilan pidana yang dilakukan oleh penyidik untuk mengambil atau merampas suatu barang tertentu dari seorang tersangka, pemegang, atau penyimpan dan disimpan dibawah kekuasaannya. Pengertian penyitaan dirumuskan pada pasal 1 butir 16 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang berbunyi “Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan”.

Tujuan dari dilakukannya penyitaan adalah untuk kepentingan pembuktian, terutama ditujukan sebagai barang bukti dimuka sidang pengadilan. Didalam proses penanganan dan penyelesaian perkara pidana, upaya pembuktian merupakan upaya yang paling esensial dalam proses pembuktian didepan persidangan majelis hakim yang mengadili terdakwa, karena didalam persidangan tersebut Jaksa Penuntut Umum (JPU) berupaya mengajukan berbagai macam alat bukti yang sah disertai barang bukti guna membuktikan dan meyakinkan hakim atas kesalahan terdakwa melakukan tindak pidana sebagaimana diuraikan dalam surat dakwaan JPU[1].

Ketentuan Pasal 44 ayat (2) KUHAP perihal tanggung jawab atas benda sitaan dijabarkan lebih lanjut oleh Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1983 tentang Pelaksanaan KUHAP (PP No.27/1983). Dalam Pasal 30 peraturan pemerintah tersebut diatur mengenai pemisahan tanggung jawab antara “tanggung jawab secara yuridis” dan “tanggung jawab secara fisik” atas benda sitaan.Tanggung jawab secara yuridis atas benda sitaan diatur pada pasal 30 ayat (2) PP No.27/1983 yang berbunyi “Tanggung jawab secara yuridis atas benda sitaan tersebut, ada pada pejabat sesuai dengan tingkat pemeriksaan”.

 

B.     RUMUSAN MASALAH

1.      Apa pengertian dan tujuan penyitaan?

2.      Apa prinsip pokok sita?

3.      Apa yang dimaksud dengan sita revindikasi?

4.      Apa yang dimaksud dengan sita jaminan?

5.      Apa yang dimaksud dengan sita harta bersama?

6.      Bagaimana kriteria sita harta bersama?

 

C.     TUJUAN

1.Untuk mengetahui pengertian dan tujuan penyitaan

2.Untuk mengetahui prinsip pokok sita

3.Untuk mengetahui sita revindikasi

4.Untuk mengetahui sita jaminan

5.Untuk mengetahui sita harta bersama

6.Untuk mengetahui kriteria sita harta bersama

 

BAB II PEMBAHASAN

A.     Pengertian dan Tujuan Penyitaan

1.      Pengertian Penyitaan

Penyitaan berasal dari terminologi beslag (Belanda),[2] dan istilah Indonesia beslah tetapi istilah bakunya ialah sita atau penyitaan.

Pengertian yang terkandung di dalamnya ialah:

tindakan menempatkan harta kekayaan tergugat secara paksa berada ke dalam keadaan penjagaan (to take into custody the property of a defendant),

tindakan paksa penjagaan (custody) itu dilakukan secara resmi (official) berdasarkan perintah pengadilan atau hakim, barang yang ditempatkan dalam penjagaan tersebut, berupa barang yang disengketakan, tetapi boleh juga barang yang akan dijadikan sebagai alat pembayaran atas pelunasan utang debitur atau tergugat, dengan jalan menjual lelang (executorial verkoop) barang yang disita tersebut, penetapan dan penjagaan barang yang disita, berlangsung selama proses pemeriksaan, sampai ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, yang menyatakan sah atau tidak tindakan penyitaan itu.

2.      Tujuan Penyitaan

a.       Agar Gugatan Tidak Illusoir

Tidak dipindahkan kepada orang lain melalui jual beli atau penghibahan, dan sebagainya.

Tidak dibebani dengan sewa-menyewa atau diagunkan kepada pihak ketiga.

b.      Objek Eksekusi Sudah Pasti

Memberi jaminan kepastian bagi penggugat, objek eksekusi apabila putusan berkekuatan hukum tetap.

B.     Beberapa Prinsip Pokok Sita

1.      Sita Berdasarkan Permohonan

a.       Bentuk Lisan

Permintaan sita dapat diajukan dengan lisan. Hal itu sesuai dengan prinsip yang dianut HIR-RBG bahwa jalannya proses pemeriksaan di persidangan adalah beracara secara lisan (mondelinge procedure). Undang-undang membenarkan permohonan sita secara lisan di depan persidangan. Apabila permohonan sita diajukan dengan lisan, permintaan itu dicatat dalam berita acara sidang, dan berdasarkan permintaan itulah hakim mengeluarkan perintah sita apabila permohonan dianggap mempunyai dasar alasan yang cukup.[3]

b.       Bentuk Tertulis

Bentuk ini dianggap paling tepat karena memenuhi administrasi yustisial yang lebih baik. Itu sebabnya Pasal 227 ayat (1) HIR menghendaki agar sita diajukan dalam bentuk tertulis berupa surat permintaan:

a)      Permintaan disatukan dengan surat gugatan

Permintaan sita, dapat diajukan bersama-sama dengan surat gugatan. Dicantumkan pada bagian akhir uraian dalil dan peristiwa gugatan, sehingga penempatannya dalam gugatan dikemukakan sebelum petitum gugatan. Menyatukan permintaan   dalam gugatan, secara teoretis sangat tepat bila dikaitkan dengan fungsi sita sebagai gugatan tambahan yang bersifat asesor dengan pokok perkara pada satu sisi, maupun dari segi tujuan permintaan sita sebagai upaya menghindari gugatanmengalami illusoir pada sisi lain.

b)      Diajukan dalam surat tersendiri

Cara ini dijelaskan dalam Pasal 227 ayat (1) HIR, pengajuan sita dilakukan secara terpisah dari pokok perkara. Berarti permohonan sita, diajukan tersendiri di samping gugatan pokok pperkara yang membolehkan prinsip peradilan di Indonesia digolongkan dalam apa yang dinamakan “sistem kontinentalyang ditandai dengan adanya lembaga kasasi o1eh badan pengadilan tertinggi. Kasasi diadakan semata-mata untuk mengawasi segi penerapan hukumnya dalam setiap putusan badan pengadilan.

2.      Permohonan Berdasarkan Alasan

a.       Ada kekhawatiran atau persangkaan bahwa tergugat mencari akal untuk menggelapkan atau mengasingkan harta kekayaannya, hal itu dilakukan selama proses pemeriksaan perkara berlangsung.

b.      Kekhawatiran atau persangkaan itu harus nyata dan beralasan secara objuktif.

c.       Sedemikian rupa eratnya isi gugatan dengan penyitaan, yang apabila tidak dilakukan dan tergugat menggelapkan harta kekayaan, mengakibatkan kerugian kepada penggugat.

 

C.     Sita Revindikasi

1.      Pengertian

Sita revindikasi (revindicatoir beslag) atau revindicatie beslag, termasuk kelompok sita tetapi mempunyai kekhususan tersendiri dibanding dengan Conservatoir beslag. Kekhususan itu, terutama terletak pada objek barang sitaan dan kedudukan penggugat atas barang itu:

Hanya terbatas barang bergerak yang ada di tangan orang lain (tergugat), barang itu, berada di tangan orang lain tanpa hak, dan agar dikembalikan permintaan sita diajukan oleh pemilik barang itu sendiri kepadanya.

Oleh karena yang meminta dan mengajukan penyitaan adalah pemilik barang sendiri maka lazim disebut pula penyitaan atas permintaan pemilik[4]  owner’s claim. Dengan demikian, bentuk sita revindikasi merupakan upaya pemilik barang yang sah untuk menuntut kembali barang miliknya dari pemegang, yang menguasai barang itu tanpa hak.

Agar lebih konkret, tergugat memegang dan menguasai barang bergerak milik penggugat, tanpa alasan yang sah. Pemilik mengajukan gugatan yang diajukan terhadap pemegang dengan maksud supaya barang itu kembali kepada penggugat sebagai pemilik yang sah. Untuk menjamin barang itu tidak digelapkan atau dialihkan tergugat selama proses persidangan berlangsung, penggugat meminta agar pengadilan meletakkan sita milik (revindicatoir beslag) atas barang itu.

2.      Urgensi Sita Revindikasi

Urgensi sita revindikasi berkaitan erat dengan ketentuan Pasal 1977 KUHPerdata. Menurut ayat (1) pasal ini:

Barang siapa yang menguasai barang bergerak, dianggap sebagai pemilik yang sempurna atas barang itu. Dalam pengkajian hukum, telah diajarkan doktrin bezit geld als volkomen Titel, yang berarti penguasaan atas barang bergerak dianggap sebagai bukti pemilikan yang sempurna atas barang itu.

Berdasarkan doktrin tersebut, untuk menghindari jatuhnya barang itu kepada pihak ketiga yang berakibat barang itu dianggap miliknya, sangat urgen meletakkan sita terhadapnya.[5]

3.      Penerapan Sita Revindikasi dalam Transaksi Tertentu

Seperti yang telah diterangkan, pada prinsipnya sita revindikasi berdasarkan pasal 1977 KUH Perdata, hanya dapat diterapkan terhadap penguasaan barang tanpa hak atau secara melawan hukum (unlawful). Namun demikian, terhadap ketentuan umum tersebut, terdapat beberapa pengecualian yang membolehkan sita revindikasi terhadap barang yang ada di bawah penguasaan orang lain, meskipun penguasaan itu berdasarkan titel yang sah. Yang terpenting di antaranya:

a.       Dalam Transaksi Pinjam Barang

Pasal 1751 KUH Perdata mengatakan, jika barang itu berada di bawah penguasaan orang lain berdasarkan atas hak:

Pinjam atau meminjam, dan

Sebelum waktu perjanjian pinjaman habis, atas alasan mendesak dan sekonyong-konyong barang itu sangat diperlukan pemilik sendiri,

Pemilik dapat meminta kepada hakim untuk memaksa peminjam (pemakai) mengembalikan barang itu kepadanya.

Memperhatikan ketentuan di atas, meskipun penguasaan dan pemakaian barang berdasarkan ketentuan hukum yang sah yaitu pinjam-pakai berdasarkan pasal 1750 KUH Perdata, pemilik barang sebagai pihak yang meminjamkan dapat meminta agar diletakkan sita revindikasi di atasnya, meskipun waktu yang diperjanjikan belum habis, asal permintaan pengembalian didukung dengan alasan mendesak dan sekonyong-konyong barang itu benar-benar diperlukan pemilik (yang meminjamkan).

 

b.      Berdasarkan Hak Reklame (Reclamerecht)

Hak reklame adalah tuntutan hukum untuk meminta kembali barang (rechtsvordering reclame) yang dijual kepada pembeli atau pemegang barang apabila pembeli tidak melunasi pembayaran harga yang disepakati. Dalam kasus yang demikian, apabila penjual bermaksud hendak membatalkan jual-beli, dalam gugatan si penjual dapat meminta sita revindikasi berdasarkan hak reklame yang diberikan undang-undang kepadanya.

4.      Syarat atau Alasan Pokok Sita Revindikasi

a.       Objek sengketa adalah barang bergerak

b.      Pemohon adalah pemilik barang

c.       Barang berada di bawah penguasaan tergugat tanpa hak berdasar jual-beli maupun pinjam

d.      Menyebut dengan seksama barang yang hendak disita.[6]

5.      Tata Cara Sita Revindikasi

a.       Dilaksanakan berdasarkan penetapan pengadilan

b.      Penyitaan dilaksanakan panitera atau juru sita

c.       Memberitahukan penyitaan kepada tergugat

d.      Juru sita dibantu dua orang saksi

e.       Pelaksanaan dilakukan di tempat barang terletak

f.        Membuat berita acara sita

g.       Meletakkan barang sitaan di tempat semula

h.       Menyatakan sita sah dan berharga

D.     Sita Jaminan

Sita Jaminan (Conversatoir Beslag) dasar Hukum pasal 227 HIR perkataan conservatoir beslag adalah berasal dari perkataan conserveren yang berarti menyimpan. Makna conversatoir Beslag ialah untuk menyimpan hak-hak seorang untuk menjaga agar penggugat tidak dirugikan oleh perbuatan tergugat.

Syarat-syarat utama sita jaminan adalah :

1.       Ada sangka yang beralasan, bahwa tergugat sebelum putusan dijatuhkan atau dilaksanakan akan menggelapkan atau menghilangkan barang-barangnya;

2.      Barang yang disita itu berupa kepunyaan yang terkena sita, artinya bukan milik penggugat; 3. Permohonan diajukan kepada

3.      Ketua Pengadilan yang memeriksa perkara tersebut; Dapat dilakukan atau diletakkan baik tehadap barang bergerak atau yang tidak bergerak.

Ciri-ciri sita jaminan adalah sebagai

berikut :

Sita jaminan diletakkan atas harta yang disengketakan status kepemilikannya atau terhadap harta kekayaan tergugat dalam sengketa utang piutang atau juga dalam sengketa dan tututan ganti rugi.

Obyek sita bisa barang bergerak atau tidak bergerak, bisa berwujud atau tidak berwujud.

Pembatasan sita jaminan bisa hanya barang-barang tertentu atau seluruh harta kekayaan tergugat.

E.      Sita Harta Bersama

1.      Pengertian Sita Harta Bersama

 Sita harta bersama merupakan suatu pembagian harta bersama antara suami isteri yang akan melakukan perceraian. Selama proses perceraian itu masih berlangsung, gugatan sita marital dapat diajukan. Dalam perkawinan, terdapat 3 macam harta, yaitu harta bersama, harta bawaan, dan harta perolehan. Harta bersama adalah harta benda yang didapatkan selama perkawinan tersebut berlangsung.

2.      Pengaturan Sita Harta Bersama

Pengaturannya ditemukan dalam beberapa peraturan perundangan-undangan seperti yang dikemukakan berikut in:

a.Pasal 190 KUH Perdata yang berbunyi:

Sementara perkara berjalan, dengan izin hakim, istri boleh mengadakan tindakan-tindakan untuk menjaga agar harta kekayaan persatuan tidak habis atau diboroskan.[7]

Ketentuan tersebut dulunya berlaku bagi golongan Eropa dan Tionghoa. Tetapi KUH Perdata mengenai perkawinan dinyatakan tidak berlaku lagi. Namun demikian sejak UU No. 1 Tahun 1974 berlaku, Pasal 66 menegaskan segala ketentuan

Ketentuan Pasal 190 KUH Perdata tersebut, dapat dijadikan bahan orientasi dalam kedudukannya sebagai hukum adat tertulis.

826.                                  24 ayat (2) huruf c PP No. 9 Tahun 1975[8]

Menurut pasal ini, selama berlangsungnya gugatan perceraian atas permohonan penggugat atau tergugat atau berdasarkan pertimbangan bahaya yang mungkin timbul, pengadilan dapat mengizinkan dan menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin terpeliharanya barang-barang yang menjadi hak bersama suami-istri.

Dari segi redaksi, ketentuan ini lebih tegas dari Pasal 190 KUH Perdata, karena di dalamnya terdapat perkataan menjamin terpeliharanya harta bersama. Namun terlepas dari itu, hampir tidak ada perbedaan antara keduanya. Sama-sama bermaksud mengamankan keberadaan dan keutuhan harta bersama agar tidak jatuh kepada pihak ketiga.

826.                                  Pasal 78 huruf c UU No. 7 Tahun 1989

Berdasarkan Pasal 78 huruf c, lingkungan peradilan agama pun telah memiliki aturan hukum positif tentang lembaga sita harta bersama (sita marital). Bahkan sita tersebut dalam lingkungan peradilan agama, tidak hanya diatur dalam Pasal 78 UU No. 7 Tahun 1989, tetapi juga dalam Pasal 136 ayat (2)

Huruf b Kompilasi Hukum Islam (KHI),62 yang sama bunyi redaksinya dengan Pasal 24 ayat (2) huruf c PP No. 9 Tahun 1975 dan Pasal 78 huruf c UU No.7 Tahun 1989. Dengan demikian, landasan penerapan sita harta bersama dalam lingkungan peradilan agama telah diatur dalam berbagai bentuk peraturan perundang-undangan.

d.Pasal 823 Rv yang berbunyi:

Tindakan-tindakan yang boleh dilakukan sehubungan dengan Pasal 190 KUH Perdata adalah penyegelan, pencatatan harta kekayaan dan penilaian barang-barang, penyitaan jaminan atas barang-barang bergerak bersama atau jaminan atas barang-barang tetap bersama.....

Pasal ini merupakan salah satu di antara beberapa pasal lainnya yang mengatur sita marital. Ketentuannya mulai dari Pasal 823-830 Rv. Dapat dilihat bahwa pengaturan sita marital dalam Rv sangat luas. Sebaliknya, dalam UU No. 1 Tahun 1974 dan PP No. 9 Tahun 1975 hanya terdiri dari satu pasal. Sedang dalam HIR dan RBG sama sekali tidak disinggung.

3.      Lingkup Penerapan Sita Harta Bersama

a.       Pada perkara perceraian

b.      Pada perkara pembagian harta bersama

c.       Pada perbuatan yang membahayakan harta bersama

F.      Kriteria Sita Harta Bersama

1) Tuntutan perceraian atau pembagian harta bersama ditolak pengadilan (pasal 823e Rv).

Penolakan gugatan mesti dibarengi dengan:

1. sita harta bersama, serta

2.pencoretan, pendaftaran dan pengumumannya pada buku register (pasal

830 Rv).

2) Berdasarkan penetapan pengangkatan sita yang dikeluarkan pengadil

permohonan salah satu pihak (Pasal 823 c dan Pasal 823 h Rv),

3) Gugatan perceraian dan pembagian harta bersama dikabulkan, kembali

berdasarkan keputusan itu, telah dilaksanakan pembagian harta bersama.

 

Apabila penyitaan atas barang tidak bergerak sudah sempat didaftarkan

diumumkan sesuai dengan ketentuan Pasal 198 ayat (1) HIR maka

berakhirnya sita marital, hukum mewajibkan juru sita untuk mencoret

dan pengumuman itu dari buku register yang bersangkutan. Bahkan yang dan

lebih sempurna, apabila pencoretan itu diikuti dengan menempatkan kutipan

penolakan atau penetapan pengangkatan maupun pengabulan itu dalam sura

Atau sebaliknya, agar putusan pengabulan atas penyitaan lebih sempurna,

putusan dapat ditempatkan atau diumumkan dalam surat kabar.

 

Cara yang demikian dianggap bermanfaat melindungi pihak ketiga Schub

dengan itu dalam pembaruan hukum acara, perlu diperhatikan ketentuan Pasal

826 Rv yang mewajibkan mengumumkan putusan pengadilan mengenai pemb

harta bersama dengan cara:

menempatkan kutipan putusan tersebut dalam surat kabar,

kutipan memuat, tanggal putusan, amar putusan pengabulan gugatan,

dan tempat tinggal suami-istri,

Alasan dan dasar pertimbangan putusan, tidak boleh dimuat dalam

karena dalam perkara perceraian dan pembagian harta bersama hal tersebut

dianggap bersifat konfidensial. Masyarakat umum dianggap tidak layak atau

etis untuk mengetahuinya.


BAB III PENUTUP

A.     Kesimpulan

Penyitaan adalah tindakan menempatkan harta kekayaan tergugat secara paksa berada ke dalam keadaan penjagaan. Tujuan penyitaan adalah agar gugatan tidak illusoir, objek eksekusi sudah pasti.

Prinsip pokok sita:

a.Sita berdasarkan permohonan

b.Permohonan berdasarkan alasan

Sita revindikasi (revindicatoir beslag) atau revindicatie beslag, termasuk kelompok sita tetapi mempunyai kekhususan tersendiri dibanding dengan Conservatoir beslag. Hanya terbatas barang bergerak yang ada di tangan orang lain (tergugat), barang itu, berada di tangan orang lain tanpa hak, dan agar dikembalikan permintaan sita diajukan oleh pemilik barang itu sendiri kepadanya.

4.      Syarat atau Alasan Pokok Sita Revindikasi

 

a.       Objek sengketa adalah barang bergerak

b.      Pemohon adalah pemilik barang

c.       Barang berada di bawah penguasaan tergugat tanpa hak berdasar jual-beli maupun pinjam

d.      Menyebut dengan seksama barang yang hendak disita.

5.      Tata Cara Sita Revindikasi

 

a.       Dilaksanakan berdasarkan penetapan pengadilan

b.      Penyitaan dilaksanakan panitera atau juru sita

c.       Memberitahukan penyitaan kepada tergugat

d.      Juru sita dibantu dua orang saksi

e.       Pelaksanaan dilakukan di tempat barang terletak

f.        Membuat berita acara sita

g.       Meletakkan barang sitaan di tempat semula

h.       Menyatakan sita sah dan berharga

 

Sita harta bersama merupakan suatu pembagian harta bersama antara suami isteri yang akan melakukan perceraian. Selama proses perceraian itu masih berlangsung, gugatan sita marital dapat diajukan. Dalam perkawinan, terdapat 3 macam harta, yaitu harta bersama, harta bawaan, dan harta perolehan. Harta bersama adalah harta benda yang didapatkan selama perkawinan tersebut berlangsung.

Kriteria Sita Harta Bersama

Apabila penyitaan atas barang tidak bergerak sudah sempat didaftarkan

 

Diumumkan sesuai dengan ketentuan Pasal 198 ayat (1) HIR maka

 

Berakhirnya sita marital, hukum mewajibkan juru sita untuk mencoret

 

Dan pengumuman itu dari buku register yang bersangkutan. Bahkan yang dan

 

Lebih sempurna, apabila pencoretan itu diikuti dengan menempatkan kutipan

 

Penolakan atau penetapan pengangkatan maupun pengabulan itu dalam sura

 

Atau sebaliknya, agar putusan pengabulan atas penyitaan lebih sempurna,

 

Putusan dapat ditempatkan atau diumumkan dalam surat kabar.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

  Arif, Kamus Hukum, Edisi Lengkap, (Surabaya: Pustaka Tinta Mas) Hal. 374.

  H.M.A, Kuffal, Barang Bukti Bukan Alat Bukti yang Sah, (Malang : UMM Press, 2013) Hal. 52.

Sudikno, Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta: Liberty, 1988) Hal.63. 

 

  R.Subekti, R.Sousilo, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Bandung: Pradnya,cet 25) Hal. 60. 

  Subekti, Hukum Acara Perdata, (Jakarta: Bina Cipta, 1977) Hal.49.

  Marianne, Termorshuizen, Kamus Hukum Belanda-Indonesia, (Jakarta : Djambatan, 1999) Hal. 49.

 

PP tentang Pelaksanaan UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, diundangkan tanggal 1 April 1975, LNRI Tahun 1975, No. 12.



[1] H.M.A, Kuffal, Barang Bukti Bukan Alat Bukti yang Sah, (Malang : UMM Press, 2013) Hal. 52.

[2] Marianne, Termorshuizen, Kamus Hukum Belanda-Indonesia, (Jakarta : Djambatan, 1999) Hal. 49.

[3] Subekti, Hukum Acara Perdata, (Jakarta: Bina Cipta, 1977) Hal.49.

[4] Arif, Kamus Hukum, Edisi Lengkap, (Surabaya: Pustaka Tinta Mas) Hal. 374.

[5] Sudikno, Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta: Liberty, 1988) Hal.63.

[6] Ibid, Sudikno, Hal. 64.

[7] R.Subekti, R.Sousilo, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Bandung: Pradnya,cet 25) Hal. 60.

[8] PP tentang Pelaksanaan UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, diundangkan tanggal 1 April 1975, LNRI Tahun 1975, No. 12.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH MODEL PEMBELAJARAN

MAKALAH LANDASAN PENDIDIKAN

MAKALAH STRATEGI KEWIRAUSAHAAN