MAKALAH PERPAJAKAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 26
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
PERPAJAKAN
PAJAK PENGHASILAN
PASAL 26
PENDAHULUAN
Sebagai
negara berkembang, Indonesia membutuhkan banyak penerimaan negara untuk
membiayai pembangunan nasional. Dalam membiayai pembangunan nasionalnya,
Indonesia mengandalkan beberapa sumber penerimaan negara, seperti salah satunya
dari sektor pajak serta penerimaan negara bukan pajak dan hibah. Sudah bukan
rahasia lagi jika pajak merupakan penerimaan paling besar bagi Indonesia. Hal ini
dibuktikan oleh data yang mengatakan bahwa pemerintah menargetkan penerimaan
pajak pada tahun 2020 sebesar Rp 1.680 triliun. Jumlah ini naik Rp 123 triliun
dari tahun lalu (Bisnis Tempo, 24 November 2019).
Berdasarkan Undang-Undang nomor 16
tahun 2009 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan,pajak adalah
kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang
bersifat memaksa berdasarkan undang-undang,dengan tidak mendapatkan imbalan
secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.
Untuk
membantu pemerintah dalam merealisasikan target penerimaan pajak, peran para
Wajib Pajak sangat diperlukan, baik Wajib Pajak Orang Pribadi maupun Wajib
Pajak Badan. Karena, menurut data dari Dirjen Pajak, Pajak Penghasilan
merupakan penyumbang terbesar sektor Penerimaan Pajak. Berdasarkan data
tersebut disebutkan bahwa Pajak Penghasilan menyumbang sebesar 52% dari total
keseluruhan Penerimaan Pajak pada 2017. Penerimaan sebesar 52% itu berasal dari
1,3 juta Wajib Pajak dari 35,5 juta Wajib Pajak yang terdaftar. Tentunya pada
2020 pemerintah mengharapkan angka tersebut mengalami kenaikan. Adapun untuk
Wajib Pajak Orang Pribadi, mereka akan dikenakan Pajak Penghasilan. Ada
beberapa jenis Pajak Penghasilan (PPh) diantaranya yaitu Pajak Penghasilan yang
dikenakan terhadap warga negara Indonesia yang mendapat penghasilan dari dalam
negeri atau biasa disebut PPh 21 dan Pajak Penghasilan yang dikenakan terhadap
warga negara asing yang memperoleh penghasilan dari dalam negeri, Indonesia,
atau biasa disebut PPh 26.
Pajak penghasilan (pph) pasal 26 di
atur dalam undang-undang nomor 36 tahun 2008 pasal 26 tentang pemotongan atas
penghasilan yang bersumber dari indonesia yang diperoleh wajib pajak luar
negeri selain bentuk usaha tetap.objek pajak penghasilan pasal 26 adalah
,deviden,bunga,termasuk premium,diskonto,dan imbalan sehubungan dengan jaminan
pengembalian utang,royalti,sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan
penggunaan harta,imbalan sehubungan dengan jasa,pekerjaan,dan kegiatan,hadiah
dan penghargaan,pensiun,dan pembayaran berkala lainnya,premi swab dan transaksi
lindung lainnya,dan keuntungan karena pembebasan utang.tarif yang dikenakan
atas pph pasal 26 adalah 20% untuk setiap jenis penghasilan yang dikenakan atau
sesuai dengan persetujuan penghindaran pajak berganda (P3B) antar negara atau tax treaty.
1. Bagaimana
pengertian pajak pph pasal 26?
2. Siapakah
objek pajak pph pasal 26?
3. Berapakah
tarif pajak dan penerepannya pajak pph pasal 26?
4. Bagaimana
contoh perhitungan pemotongan pph pasal 26?
5. Bagaimana
pemotongan pajak pph 26?
1. Untuk
mengetahui bagaimana pengertian pajak pph pasal 26
2. Untuk
mengetahui siapa objek pajak pph pasal 26
3. Untuk
mengetahui berapa tarif pajak dan penerepannya pajak pph pasal 26
4. Untuk
mengetahui bagaimana contoh perhitungan pemotongan pph pasal 26
5. Untuk
mengetahu bagaimana pemotongan pajak pph 26
PEMBAHASAN
A.Pengetian Pajak PPh
Pasal 26
Pajak penghasilan (PPh)
pasal 26 adalah pph yang dikenakan atau diporong atas penghasilan yang
bersumber dari indnonesia yang diterima atau diperoleh wajib pajak (WP) luar
negeri selain bentuk usaha tetap (BUT) di indonesia.bentuk usaha tetap
merupakan subjek pajak yang perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan subjek
pajak badan.[1]
Objek pajak PPh pasal 26 adalah
wajib pajak luar negeri selain BUT.pada ketentuan ini objek (juga wajib pajak)
luar negeri selain BUT adalah orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di
indonesia,orang pribadi yang berada di indonesia lebih dari 183 hari dalam
jangka waktu 12 bulan,dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat
tinggal di indonesia,yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari
indonesia tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha
tetap di indonesia.[2]
Jadi,WP luar negeri seperti ini
mendapat penghasilan dari indonesia tanpa perlu kegiatan usaha di indonesia
melaui BUT.Misalnya warga negara singapura memiliki saham PT indosat yang
menerima penghasilan berupa deviden dari PT indosat.
Pemotongan
PPh pasal 26 dikenakan jika kita melakukan pembayaran kepada Subjek Pajak Luar
Negeri (SPLN) atas penghasilan yang diterima atau berasal dari indonesia,baik
berupa gaji,berupa honor,jasa,sewa,dan lain-lain.[3]
C.Tarif Pajak
Penghasilan Pasal 26
1.Tarif 20% x Penghasilan Bruto atau Tax Treaty
Besarnya
tarif PPh adalah sebesar 20% dari penghasilan bruto atau tax treaty perjanjian
penghindaran pajak berganda (P3B).
Adapun klasifikasinya meliputi:deviden,bunga,premium,diskonto,imbalan
jaminan pengembalian hutang,royalti,sewa,penghasilan penggunaan harta,jasa
kegiatan pekerjaan,hadiah penghargaan,pensiun pembayaran berkala yang
dibayarkan kepa WP luar negeri.
2.Tarif 20% x Penghasilan Netto Atau Tax Treaty
a).Penjualan saham terhadap WP luar
negeri dikenakan tarif 20% dari perkiraan netto,persentase perkiraan netto
adalah sebesar 25% dari harga jual,sehingga besarnya PPh pasal 26 adalah
sebesar 20% x 25% atau 5% dari harga jual,di atur dalam keputusan menteri
keuangan No.434/KMK.04/1999.
b).Penjualan atas penghasilan dari
penjualan atau pengalihan harta di indonesia,yang diperoleh WP luar
negeri.dikenakan tarif sebesar 20% dari harga jual,sehingga besarnya PPh pasal
26 adalah sebesar 20% x 25% atau 5% dari harga jual,diatur dalam keputusan menteri
keuangan No,434/KMK.04/1999.
c).Premi asuransi dan premi
reasuransi yang dibayar kepada perusahan asuransi di luar negeri.
3.BUT
Tarif 20% Dari Laba Setelah Pajak Yang Di Transfer Ke Luar Negeri
D.Contoh Perhitngan
Pajak Penghasilan Pasal 26
1.Tarif 20% x Pengasilan Bruto atau Tax Treaty
Contoh: Mr jakson warga negara jerman
memperoleh penghasilan deviden sebesar RP.20.000.000 dari PT.Inten.
Jawab:
Ø Saat
terutangnnya PPh pasal 26 diatur dal PP 138 tahun 2000,dimana terlebih dahulu
saat pembebanan atau saat pembayaran.
Ø PT.Inten
harus memungut pajak sebesar RP.4.000.000 dari Mr,jakson sebagai penerima
penghasilan.
Ø Pph
tersebut berasal dari
X
=20% x penghasilan bruto
=20% x 20.000.000
=RP.4.000.000 dan bersifat final.
2.Tarif
20% x Penghasilan Netto atau Tax Treaty
a) Penjualan
saham terhadap WP luar negeri
Contoh:
PT.Demi
Masa menjual sejumlah saham kepada Cimex Ltd.(Kanada) dengan nilai keseluruhan
RP.50.000.000,maka besarnya pph pasal 26 yang dipungut oleh PT,Demi Msa adalah
20% x 25% x RP.50.000.000 = RP.2.500.000.
b) Premi
asuransi luar negeri
Contoh:
PT.Mulia
Building mengasuransikan gedungnnya kepada perusahaan asuransi luar negeri
dengan membayar jumlah premi asuransi selama tahun 2010 sebesar RP.1.000.000.000,maka
besarnya pph pasal 26 yang dipungut oleh PT.mulia adlah 20% x 50% x
RP.1.000.000.0000 =RP.100.000.000.
3.20%
Dari Penghasilan Kena Pajak Atau Tax
Treaty
Untuk
BUT,hasil laba setelah pajak yang dialokasikan ke luar negeri,dikenakan pajak
PPh pasal 26 tetapi jika dinvestasikan kembali di indonesia tidak dikenakan
pajak pph 26 sepanjang memenuhi syarat KMK No.602/KMK.04/1994 Jo KMK
No.113/KMK,03/2002 Jo.PMK No.257/PMK.03/2008.[4]
Contoh :
Sebuah BUT laba RP.1.000.000.000.
dan telah dikenakan PPh pasal 17 sebesar 14% x RP.1.000.000.000 =
RP.14.000.000,sehingga laba setelah pajak adalah RP.86.000.000.jika sebagian
income after tax dikirim keluar negeri,maka akan dikenakan PPh pasal 26 sebesar
20% x penghasilan bruto,misal dikirim RP.50.000.000,maka PPh pasal 26 adalah
20% x RP.50.000.000.=RP.10.000.000 atau tax treaty dan sisanya jika
diinvestasikan kembali ke indonesia tidak dipotong PPh pasal 26.
E.Pemotongan Pajak
Penghasilan Pasal 26
Berdasarkan
ketentuan pasal 26 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 tahun 1983 sebagaimana telah
diubah terakhir dengan undang-undang Nomor 36 tahun 2008 (Undang-undang pajak
penghasilan 1984) pemotongan pajak penghasilan (PPh) pasal 26 ayat (1) adalah
sebagai berikut:
1. Badan
pemerintah
Yang dimaksud dengan
badan pemerintah adlah pemerintah negara rebuplik indonesia dan pemerintah
daerah di indonesia beserta instansi-intansinya.
2. Subjek
pajak badan dalam negeri
Berdasarkan pasal 2 aya
(3) huruf b Undang-undang pajak penghasilan 1984,subjek pajak badan dalam
negeri adalah badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di indonesia.
3. Penyelenggara
kegiatan
Penyelenggara kegiatan
bisa berbentuk badan,orang pribadi atau kepanitiaan yang melakukan suatu event
atau kegiatan.comtoh penyelenggara kegiatan adalah orang pribadj atau badan
yang mengorganisir suatu acara seperti pertunjukan,perlombaan,seminar dan
lain-lain.
4. Bentuk
usaha tetap (BUT)
BUT adalah bagian dari
subjek pajak luar negeri yang melakukan kegiatan di indonesia sehingga menerima
atau memeproleh penghasilan yang bersumber dari indonesia.walaupun termasuk
pajak luar negeri,pemenuhan hak dan kewajiban BUT disamakan dengan pemenuhan
hak dan kewajiban wajib pajak dalam negeri.
5. Perwakilan
perusahaan luar negeri lainnya
Perwakilan perusahaan
luar negeri lainnya selain BUT yang ada di indonesia juga merupakan pemotong
pph pasal 23.contohnya adalah representative
office (RO) dari perusahaan-perusahaan asing.
PENUTUP
Dasar
hukum PPh pasal 26 adalah Undang-undang pajak penghasilan Nomor 36 tahun
2008.Pajak penghasilan pasal 26 adalah PPh yang dikenakan atau diptong atas
penghasilan yang bersumber dari indonesia yang diterima atau diperoleh wajib
pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di indonesia.
Pemotongan PPh pasal 26 dilakukan
oleh,Badan pemerintah,subjek pajak dalam negeri,penyelenggara kegiatan,BUT,dan
perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.
Objek PPh pasal 26 adalah wajib
pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di indonesia.adapun tarif pajak
penghasilan pasal 26 adalah:
1.sebesar
20% dari jumlah bruto penghasilan
2.sebesar
20% dari perkiraan penghasilan netto
3.sebesar
20% dari laba setelah pajak.
Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna sehingga diharapkan
kedepannya penulis dapat menggunakan sumber bacaan yang lebih banyak sehingga
dapat memperluas pemahaman mengenai krisis ekonomi yang terjadi di indonesia
Setiawan,Agus,2010,Petunjuk Praktis Pemotongandan Pemungutan
PPh,Edisi Terbaru,Ghalia Indonesia,Bogor.
[1] http://ocw.ui.ac.id/mod/resource/view.php?id=1769
[2]https://www.academia.edu/39906059/MAKALAH_PPh_Pasal_26_SEMINAR_PERPAJAKAN
[3] Setiawan,Agus,2010,Petunjuk Praktis Pemotongandan Pemungutan PPh,Edisi
Terbaru,Ghalia Indonesia,Bogor.
[4] “Himpunan Peraturan Pajak Penghasilan”,Direktorat
Jenderal Pajak.
Komentar
Posting Komentar