MAKALAH RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM

RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM By. Retno, dkk. A.       PENDAHULUA N   a.         Latar Belakang Bimbingan dan konseling merupakan kegiatan yang bersumber pada kehidupanmanusia. Kenyataan menunjukkan bahwa manusia di dalam kehidupannya selalu menghadapi persoalan-persoalan yang silih berganti. Persoalan yang satu dapat diatasi, persoalan yanglain muncul, demikian seterusnya. Manusia tidak sama satu dengan yang lain, baik dalamsifat maupun kemampuannya. Ada manusia yang danggup mampu mengatasi persoalan tanpa bantuan dari pihak lain, tetapi tidak sedikit manusia yang tidak mampu mengatasi persoalan bila tidak dibanntu orang lain, maka dari inilah bimbingan konseling dibutuhkan. Bimbingan dan konseling merupakan salah satu komponen dari pendidikan.Mengingat bahwa bimbingan dan konseling adalah suatu kegiatan bantuan dan tuntunan yangdiberikan kepada individu pada umumnya, dan siswa pada khususnya di sekolah. Hal inisangat relevan jika dilihat dari perumusan bahwa pend

MAKALAH SYIRKAH (KOPERASI SYARIAH)

 SYIRKAH (KOPERASI SYARIAH)

BY: YUDI, DKK.


BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Banyaknya muslim yang belum mengetahui bagaimana seharusnya menjalankan syirkah atau perkongsian dalam memenuhi kebutuhan hidup di dunia ini yang sesuai dengan tuntunan syariat. Hal ini menyebabkan kami untuk membuat sebuah makalah yang berjudul tentang “SYIRKAH” guna untuk memberikan sebuah pemahaman kepada para pembaca. Pada zaman sekarang ini masih banyak orang-orang muslim yang menjalankan sistem syirkah atau perkongsian dengan mengikuti tata cara orang eropa atau barat yang belum tentu sesuai dengan yang diajarkan oleh syariat.

Dalam Fiqih Mu’amalah terdapat berbagi macam akad, hal ini terjadi karena berlainan objek, masyarakat atau agama sendiri telah memberikan nama-nama itu untuk membedakan yang satu dengan yang lainnya. Berbagai macam akad tersebut dibagi dalam dua kelompok yaitu Uqudun musammatun dan Uqudun musammah.

Selanjutnya mengenai macam-macam akad yang terdapat dalam Fikih Mu’amalah pemateri akan berfokus pada akad syirkah, jenis akad ini terdapat dalam uqud musammatun, dimana akad-akad yang terdapat di dalamnya merupakan akad yang diberikan namanya oleh syara’ dan ditetapkan untuknya hukum-hukum tertentu.

Islam membenarkan seorang muslim berdagang dan berusaha secara perseorangan, membenarkan juga penggabungan modal dan tenaga dalam bentuk syarikat dagang dengan berbagai bentuk. Betapa banyak proyek dan perusahaan tidak cukup ditangani oleh seorang diri, melainkan harus bergabung dan bekerja sama dengan orang lain. Pada prinsipnya setiap usaha dan pekerjaan yang menguntungkan seseorang dan masyarakat, yang dapat dikategorikan sebagai halal dan mengandung kebaikan ditekankan adanya bentuk kerjasama  dan gotong royong berdasarkan firman Allah dalam surat Al-Maidah ayat 2 yang artinya “Hendaklah kalian saling tolong-menolong dalam kebaikan.”  

 

 

B.     Rumusan Masalah

a.       Apa yang dimaksud dengan syirkah?

b.      Apa dasar hukum syirkah?

c.       Apa saja rukun dan syarat syirkah?

d.      Apa saja macam-macam syirkah?

e.       Bagaimana cara mengakhiri syirkah?

f.        Bagaimana pengaplikasian syirkah, problematika dan penyelesaiannya?

C.    Tujuan

a.       Mengetahui definisi syirkah

b.      Mengetahui dasar hukum syirkah

c.       Mengetahui rukun dan syara’ syirkah

d.      Mengetahui macam-macam syirkah

e.       Mengetahui cara mengakhiri syirkah

f.        Mengetahui pengaplikasian syirkah, problematika dan penyelesaiannya?

 

BAB II

PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN SYIRKAH

Secara bahasa, syirkah berarti campur. Kata dasarnya boleh dibaca syirkah, boleh juga dibaca syarikah. akan tetapi, menurut al-jaziri dalam al-fiqih ‘alâ almadzâhib al arba’ah, dibaca syirkah lebih fasih (afshah).  Adapun syirkah secara hukum syara’ adalah suatu akad antara dua pihak atau lebih, yang bersepakat untuk melakukan suatu usaha dengan tujuan memperoleh keuntungan.[1] Secara etimologis syirkah berarti ikhtilath (percampuran), yakni bercampurnya satu harta dengan harta yang lain, sehingga tidak bisa dibedakan antara keduanya.[2]

Ulama fikih mendefinisikan Syirkah dengan reaksi yang berbeda-beda, yang diantara:[3]

a.       Menurut Malikiyah

Shirkah adalah izin untuk mendayagunakan (melakukan dan atau tidak melakukan perbuatan hukum) bagi kedua belah pihak termasuk masing masingnya, ya'ni salah satu pihak dari dua pihak yang melakukan perserikatan mengizinkan kepada pihak yang lain untuk melakukan perbuatan hukum atau tidak melakukan perbuatan hukum terhadap harta yang dimiliki dua orang (atau lebih), serta hak untuk melakukan perbuatan hukum itu tetap melekat terhadap masing-masingnya.

Definisi yang dikemukakan ulama al-Malikiyah ini, lebih menitik beratkan pada perserikatan kepemilikan harta kekayaan (shirkaha al-amwah yang dimiliki dua orang atau lebih, dimana masing-masing pihak memiliki hak yang sama dalam hal melakukan perbuatan hukum terhadap harta tersebut atas seizin pihak yang lain.

b.      Menurut Syafi'iyah

Artinya ketetapan adanya hak pada sesuatu bagi dua belah pihak atau lebih atas dasar perserikatan tertentu. Definisi ini substansinya menegaskan bahwa shirkah itu adalah akad atau perikatan perserikatan, yang memiliki akibat hukum adanya hak yang sama kepada kedua belah pihak atau lebih, baik dalam hal perserikatan harta kekayaan maupun perserikatan pekerjaan atau kedua-duanya.

c.       Menurut Hanafiyah

Shirkah adalah perikatan antara dua pihak yang berserikat dalam pokok harta: (modal) dan keuntungan." Definisi ini juga memberikan terminologi shirkah sebagai salah satu bentuk akad (perikatan) kerjasama antara dua orang atau lebih, dalam menghimpun harta untuk suatu usaha tertentu dengan pembagian keuntungan sesuai kesepakatan.

d.      Menurut Hanabilah

Shirkah adalah perhimpunan hak-hak atau pengolahan (harta kekayaan). Menurut definisi ini, shirkah lebih berkonotasi merupakan badan usaha yang dikelola oleh banyak orang, setiap orang memiliki hak-hak tertentu sesuai peran dan fungsinya dalam mengolah dan mengelola harta yang dimiliki badan usaha itu.

Apabila diperhatikan secara seksama, definisi definisi shirkah menurut pakar pakar hukum Islam (fikih) tersebut, maka walaupun mengunakan redaksi yang berbeda, akan tetapi masing-masing memiliki titik singgung yang sama, bahwa shirkah ini adalah suatu perkongsian antara dua orang atau lebih baik dalam hal kepemilikan maupun dalam hal usaha bersama yang bertujuan untuk keuntungan bersama.

B.     DASAR-DASAR SYIRKAH

Adapun yang dijadikan dasar hukum oleh para ulama atas kebolehan syirkah, antara lain;[4]

Firman Allah SWT dalam al-Qur’an surat Shad ayat 24.

Yang Artinya:

Daud berkata: «Sesungguhnya Dia telah berbuat zalim kepadamu dengan meminta kambingmu itu guna ditambahkan kepada kambingnya. dan Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan Amat sedikitlah mereka ini». dan Daud mengetahui bahwa Kami mengujinya; Maka ia meminta ampun kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan bertaubat”. (Q.S Shad: 24)

Sabda Nabi Muhammad SAW.

Yang Artinya:

Allah berfirman: Aku ini ketiga dari dua orang yang bersyrikat, selama salah seorang tidak menghianati terhadap temannya, apabila salah seorang berhianat terhadapnya aku keluar diantara mereka. “ (H.R.Abu Daud)

C.     RUKUN DAN SYARAT-SYARAT SAHNYA SYIRKAH

Adapun yang menjadi rukun serikat menurut ketentuan Syari'at Islam adalah:5[5]

a.       Sighat (lafaz akad)

b.      Orang (pihak-pihak yang mengadakan syirkah)

c.       Pokok pekerjaan (bidang usaha yang dijalankan)

Bahwa dalam perjanjian pembentukan serikat atau perseroan ini sighat atau lafaznya, dalam praktiknya di Indonesia sering diadakan dalam bentuk tertulis, yaitu dicantumkan dalam akte pendirian seri kat itu. Yang pada hakikatnya sighat tersebut berisikan perjanjian untuk mengadakan serikat.

Adapun syarat-syarat orang (pihak-pihak) yang mengadakan perjanjian serikat/kongsi itu haruslah :

1)      Orang yang berakal

2)      Balig

3)      Dengan kehendaknya sendiri (tidak ada unsur paksaan)

Sedangkan mengenai barang modal yang disertakan dalam syirkah, hendaklah berupa:

1.      Barang modal yang dapat dihargai (lazimnya selalu disebutkan dalam bentuk uang)

2.      Modal yang disertakan oleh masing-masing pesero dijadikan satu, yaitu menjadi harta perseroan, dan tidak dipersoalkan lagi darimana asal-usul modal itu.

Menyangkut besarnya saham-saham yang dimiliki oleh masing-masing pesero tidak ada ditentukan dalam syari'at, dengan sendirinya para pesero tidak mesti memiliki modal yang sama besar, dengan kata lain para pesero boleh menyertakan modal tidak sama besar (jumlahnya) dengan pesero yang lain. Misalnya Si A sebagai anggota pesero menyertakan modalnya Rp. 100.000.000,- (seratus juta B (lima puluh juta rupiah) dan pesero C menyertakan modalnya Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah).

Sedangkan menyangkut pembagian keuntungan (dapat juga ke rugian) yang diperoleh serikat tersebut, sebagian ahli Hukum Islam berpendapat bahwa pembagian keuntungan haruslah didasarkan kepada perbandingan penyertaan modal oleh masing-masing pesero. Namun ada juga ahli Hukum Islam yang berpendapat bahwa pembagian keuntungan yang diperoleh serikat, maupun pembagian kerugian yang diderita oleh serikat tidak mesti sesuai dengan perbandingan penyertaan yang modal para pesero, dengan kata lain terbuka kemungkinan lain daripada itu (dapat berlebih kurang dari perbandingan yang di setor oleh para pemegang saham), asalkan saja pembagian tersebut terlebih dahulu diperjanjikan pada waktu pendirian perseroan/serikat.

Lazimnya, dalam praktik bahwa pembagian keuntungan dan kerugian tersebut telah diatur terlebih dahulu dalam peraturan yang dibuat oleh perseroan/serikat itu.

Menyangkut harta kekayaan perseroan/serikat masing-masing pesero (secara sendiri-sendiri) tidaklah boleh mengalihkan atau me mindah tangankannya kepada pihak lain, kecuali telah mendapat izin dari para pesero yang lainnya, atau berdasarkan ketentuan lain sesuai dengan diperjanjikan oleh para pihak.

D.    MACAM-MACAM SYIRKAH

Pada dasarnya macam-macam Syirkah diantaranya ialah:[6]

a.       Syirkah Ibahah ialah persekutuan hak seluruh orang guna dibolehkan menikmati manfaat sesuatu, misalnya menikmati manfaat air sungai, garam laut, api, padang rumput dan sebagainya yang belum ada dibawah dominasi perorangan.

b.      Syirkah milik ialah persekutuan antara dua orang atau lebih guna mempunyai suatu benda. Syirkah ini ialah syirkah yang bersifat ikhtiari dan bersifat jabari, yakni:

1)      Syirkah Kepunyaan yang bersifat ikhtiari ialah beberapa orang bersekutu membeli sebuah rumah guna tempat tinggal bersama, sebidang tanah  ditanami dan sebagainya.

2)      Syirkah kepunyaan yang bersifat jabari ialah tidak berhak mengerjakan terhadap bagian rekannya, kecuali bila mempunyai hak perwalian atas bagian itu dengan jalan wakalah (perwalian) atau washayah (wasiat).

Kecuali itu tiap-tiap syirkah tidak berhak menikmati manfaat bagian rekannya kecuali dengan izin yang berhak. Meskipun demikian, berdasarkan pendapat pendapat para ulama madzhab Hanafi, seorang anggota sekutu boleh menikmati seluruh harta syirkah berupa rumah dan tanah dengan syarat tidak merugikan seorangpun dari pada anggota syirkah lainnya; dan dalam menikmati bagian anggota syirkah yang tidak hadir itu, ia tidak dibebani pembayaran beban apapun.

c.       Syirkah Akad

Syirkah akad ialah akad persekutuan antara dua orang atau lebih dalam harta dan keuntungan. Syarat-syarat perjanjian syirkah dapat dibagi dua; Syarat-syarat umum dan syarat khasus. Syarat-syarat umum mesti terdapat dalam segala macam syirkah, dan syarat khususnya hanya diperlukan dalam macam syirkah tertentu. Syaratsyarat umum yang harus ada dalam segala macam syirkah ialah:

1)      Masing-masing pihak yang menyelenggarakan perjanjian yang bercakapan guna menjadi wakil atau mewakili.

2)      Objek akad ialah hal-hal yang bisa diwakilkan supaya memungkinkan tiap-tiap anggota syirkah mengerjakan tindakan-tindakan hukum.

3)      Keuntungan masing-masing merupakan bagian dan keseluruhan keuntungan yang ditentukan kadar potensinya, seperti separoh, seperdua dan sebagiannya”.

Berdasarkan pendapat mazhab Hanafi Syirkah uqud (akad) terbagi empat bagian yakni:

1)      Syirkah ‘Inan ialah perserikatan yang dilaksanakan oleh semua pemodal guna memberikan harta masing-masing guna dijadikan modal dagang dengan destinasi akan mendapatkan keuntungan. Syirkah ini tidak di syaratkan nilai modal, wewenang dan keuntungan dapat didasarkan kepada penyertaan prosentase modal masing-masing, tetapi dapat pula atas dasar organisasi. Hal ini diperkenakan karna adanya kemungkinan tambahan kerja atau penanggungan resiko setiap pihak”. Berdasarkan pendapat Taqiyuddin an- Nabbni, perseroan ‘inan ialah perseroan antara dua badan usaha dengan harta masing-masing dengan kata lain, dua orang mengerjakan perseroan dengan harta masing-masing guna bersamasama mengelola dengan badan mereka (tenaga kerja), kemudian keuntungan dibagi diantara mereka. Maka persoalan ini disebut perseroan ‘inan karna setiap pihak sama-sama ikut mengelola”. Selanjutnya dijelaskan perseroan ini semacam menjadi investasi ialah uang. Sebab uang ialah nilai kekayaan dengan nilai harga yang mesti dibeli. Sedangkan modal tidak diperkenalkan untung menyelenggarakan perseroan ini, kecuali kalau sudah dihitungkan nilainya pada saat mengerjakan transaksinya.

2)      Syirkah Abdan/ A’mal juga disebut pula syirkah “Shoyani” jamak dari Shoni’taqobul dan umal jama’ dari amilun yakni : perserikatan yang dilaksanakan dua orang atau lebih guna menerima suatu pekerjaan. Misalnya Kuli bangunan, bengkel dan pelayanan barang lainnya. Keuntungan dari perserikatan ini bagi sesuai dengan kesepakatan bersama. Perseroan abdan ini ialah perseroan yang dilaksanakan dua orang atau lebih dengan badan masing-masing pihak, tampa harta dari mereka. Dengan kata lain mereka mengerjakan perseroan dalam pekerjaan yang mereka lakukan dengan tenaga-tenaga mereka sendiri baik pekerjaan melewati pikiran atau fisik. Seperti pekerjaan antara Insiyur dengan tukang batu, dokter dengan pemburu sedangkan keuntungannya yang didapatkan akan dibagi diantara mereka.”

3)      Syirkah Al-Wujuh ialah serikat yang dilaksanakan dua orang atau lebih yang tidak memiliki modal sama sekali,mereka mengerjakan suatu pembelian dengan cara kredit dan menjualnya dan menjualnya dengan cara kontan, kemudian kalau dapat untung akan dibagi bersama. Syirkah ini ialah perseroan antara dua orang atau lebih dengan modal dari pihak luar dari orang (badan) tersebut”. Termasuk dalam kategori syirkah wujuh, apabila dua orang atau lebih mengerjakan perseoran dengan harta yang sama-sama menjadi pembeli, sebab adanya keyakinan pedagang kepada mereka, dan bukannya modal mereka. Syaratnya pemilikan mereka atas harta yang menjadi pembelian mereka harus sama atau dengan komparasi yang disepakati lain, bukan berdasarkan barang yang menjadi hak kepunyaan mereka.

4)      Syirkah Mufawadhah ialah, secara bahasa keserupaan dan secara istilah ialah aqad yang dilaksanakan antara dua orang atau lebih guna mengerjakan kerja sama dengan syarat adanya kesamaan baik kekayaan maupun kewenangan (tanggung jawab), dan bahkan agama.

Apabila diantara anggota persero mengerjakan tasharruf baik itu pembelajaran maupun bembelian maka yang lain ikut menanggung terhadap tidakannya, artinya bilamana mengalami kerugian maka tanggung jawab dari kerugian tersebut harus dipikul bersama dan satu sama lainnya jangan lepas tangan dari lainnya. Masing-masing persero harus sama modalnya, maka satu sama lainya atau sebaliknya.

 

E.     PENGAPLIKASIAN SYIRKAH

a.       Misal syirkah ‘inan: farrak dan milus ingin membuka warung kopi mereka sepakat menjalankan bisnis warung kopi Masing-masing dari mereka memberikan kontribusi modal sebesar Rp 50 juta dan keduanya samasama bekerja dalam syirkah tersebut. Dalam syirkah jenis ini, modalnya disyaratkan berupa uang. Sementara barang seperti Sepeda motor atau mobil yang menjadi fasilitas tidak boleh dijadikan modal, kecuali jika barang tersebut dihitung nilainya pada saat akad. mitra usaha samasama menanggung Keuntungan dan kerugian berdasarkan kesepakatan dan porsi modal. Jika masing-masing modalnya 50%, masing-masing menanggung kerugian sebesar 50%.7[7]

b.      Misal syirkah ‘abdan: farrak dan milus sama-sama pengelola besi tua dan bersepakat mencari besi tua bersama. Mereka juga sepakat apabila memperoleh besi tua akan dijual dan hasilnya akan dibagi dengan ketentuan: Keuntungan yang diperoleh dibagi berdasarkan kesepakatan, porsinya boleh sama atau tidak sama di antara syarik (mitra usaha). Seperti Farrak mendapatkan sebesar 65% dan milus sebesar 35%. Dalam syirkah ini boleh berbeda Profesi, boleh saja syirkah ‘abdan terdiri atas beberapa Pengelola besi tua dan pengelolawarung kopi.

c.       Misal syirkah mufawadhoh: Milus ialah pemodal, berkontribusi modal kepada farrak dan Iqbal. Kemudian, farrak dan Iqbal juga sepakat untuk berkontribusi modal untuk membeli barang secara kredit atas dasar kepercayaan pedagang kepada farrak dan Iqbal. Dalam hal ini, pada awalnya yang terjadi ialah syirkah ‘abdan, yakni ketika farrak dan Iqbal sepakat masing-masing bersyirkah dengan memberikan kontribusi kerja saja. Namun, ketika Milus memberikan modal kepada farrak dan Iqbal, berarti di antara mereka bertiga terwujud muḍarabah. Di sini milus sebagai pemodal, sedangkan farrak dan Iqbal sebagai pengelola. Ketika farrak dan Iqbal sepakat bahwa masing-masing memberikan kontribusi modal, di samping kontribusi kerja, berarti terwujud syirkah ‘inan di antara farrak dan Iqbal, Ketika farrak dan Iqbal membeli barang secara kredit atas dasar kepercayaan pedagang kepada keduanya, berarti terwujud syirkah wujuh antara farrak dan Iqbal. Dengan demikian, bentuk syirkah seperti ini telah menggabungkan semua jenis syirkah dan disebut syirkah mufawaḍah.

 

F.     MENGAKHIRI SYIRKAH

Menurut Ahmad Azhar Basyir terdapat enam penyebab utama berakhirnya syirkah yang telah diakadkan oleh pihak-pihak yang melakukan syirkah, yaitu:8[8]

1.      Syirkah akan berakhir apabila terjadi hal-hal dimana jika salah satu pihak membatalkannya meskipun tanpa persetujuan pihak yang lainnya. Hal ini disebabkan syirkah adalah akad yang terjadi atas dasar rela sama rela dari kedua belah pihak yang tidak ada kemestian untuk dilaksanakan apabila salah satu pihak tidak menginginkannya lagi.

2.       Salah satu pihak kehilangan kecakapan untuk bertasharruf (keahlian mengelola harta) baik karena gila ataupun karena alasan lainnya.

3.       Salah satu pihak meninggal dunia. Tetapi apabila anggota syirkah lebih dari dua orang yang batal hanyalah yang meninggal saja. Syirkah berjalan terus pada anggota-anggota yang masih hidup. Apabila ahli waris anggota yang meninggal menghendaki turut serta dalam syirkah tersebut maka dilakukan perjanjian baru bagi ahli waris yang bersangkutan.

4.      Salah satu pihak ditaruh dibawah pengampuan. Pengampuan yang dimaksud di sini baik karena boros yang terjadi pada waktu perjanjian syirkah tengah berjalan maupun sebab yang lainnya.

5.      Salah satu pihak jatuh bangkrut yang berakibat tidak berkuasa lagi atas harta yang menjadi saham syirkah. Pendapat ini dikemukakan oleh Mazhab Maliki, Syafi’i dan Hambali. Hanafi berpendapat bahwa keadaan bangkrut itu tidak membatalkan perjanjian yang dilakukan oleh yang bersangkutan.

6.       Modal para anggota syirkah lenyap sebelum dibelanjakan atas nama Syirkah. Bila modal tersebut lenyap sebelum terjadi percampuran harta hingga tidak dapat dipisah-pisahkan lagi yang menanggung resiko adalah para pemilikya sendiri. Apabila harta lenyap setelah terjadi percampuran yang tidak bisa dipisah-pisahkan lagi menjadi resiko bersama. Kerusakan yang terjadi setelah dibelanjakan menjadi resiko bersama. Apabila masih ada sisa harta Syirkah masih dapat berlangsung dengan kekayaan yang masih ada.

Selain itu berakhirnya syirkah dapat dikarenakan oleh hal-hal yang dapat membatalkannya, perkara yang membatalkan syirkah terbagi atas dua ha. Ada perkara yang membatalkan syirkah secara umum dan ada pula yang membatalkan sebagian yang lainnya.

1.      Pembatalan syirkah secara umum: Pembatalan dari salah seorang yang bersekutu,meninggalnya salah seorang syarik,salah seorang syarik murtad atau membelot ketika perang dan gila.

2.      Pembatalan secara khusus sebagian syirkah: Harta syirkah rusak dan tidak ada kesamaan modal.

 

 

BAB III

PENUTUP

A.     KESIMPULAN

Menurut bahasa Syirkah berarti al-ikhtilat yang artinya campur atau percampuran. Yakni percampuran harta antara dua orang sehingga tidak tidak mungkin lagi dapat dibedakan. Sedangkan secara istilah, dimaksud dengan syirkah adalah kerjasama antara dua orang atau lebih dalam berusaha, yang keuntungan dan kerugiannya ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan diantara yang berserikat.

Terlepas dari perbedaan pendapat diantara para ulama, secara umum ulama berpendapat bahwa syirkah terbagi menjadi empat macan yakni: syirkah inan, syirkahmufawidhah, syirkah abdan, dan syirkah wujuh.

Adapun rukun syirkah yakni pihak yang berserikat, shighat dan objek akad syirkahbaik harta maupun kerja. Sedangkan syarat syirkah  yaitu: 1) berkaitan dengan bentuk syirkah yakni benda yang yang diadakan harus dapat diterimakan sebagai perwakilan dan keuntungan harus jelas pembagiannya serta diketahui kedua pihak, 2) berkaitan dengan syirkah harta yakni objek yang dapat dijadikan akad syirkah adalah alat pembayaran dan ada ketika akad dilakukan 3) berkaitan dengan syarikat mufawadhah yakni modal harus sama, bagi yang bersyirkah ahli untuk kafalah, dan objek akad disyaratkan syirkah umum, 4) berkaitan dengan syirkah inan sama dengan syarat-syarat syirkah mufawadah.

B.     SARAN

Penulis menyadari, dalam pembuatan makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami sebagai penyusun berharap agar ada kritik dan saran dari semua pihak terutama Dosen Pengampuh. Penulis hanyalah manusia biasa. Jika ada kesalahan, itu datangnya dari penulis sendiri. Dan jika ada kebenaran, itu datangnya dari Allah swt.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Akhmad Farroh Hasan, Fiqih Muamalah Dari Klasik Hingga Kontemporer, Malang, 2018

Chairuman Pasaribu, Suhrawardi, Hukum Perjanjian Dalam Islam, Jakarta, 1994

Deni Setiawan, Kerja Sama (Syirkah) Dalam Ekonomi Islam, Jurnal Ekonomi, Vol.21 No,3

Hidayatullah, Fiqih, Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al-Banjari, 2019

Sri Sudiarti, Fiqih Muamalah Kontemporer , Febi UIN-SU, Sumatera Utara,2018

Saiful Jazil, Fiqih Muamalah,Surabaya,2014



[1] Hidayatullah, Fiqih, Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad  Al-Banjari, Banjar masin:2019, hlm.63

[2]  Sri Sudiarti, Fiqih Muamalah Kontemporer , Febi UIN-SU, Sumatera Utara,  2018, hlm.143

[3]  Saiful Jazil, Fiqih Muamalah , UIN Sunan  Ampel Surabaya, 2014, hlm.139-140

[4] Akhmad Farroh Hasan, Fiqih Muamalah Dari Klasik Hingga Kontemporer, Malang, 2018,  hlm.74

[5] Chairuman Pasaribu, Suhrawardi, Hukum Perjanjian Dalam Islam, Jakarta, 1994, hlm.76-77

[6] Akhmad Farroh, Op. Cit.,77

[7] Akhmad Farroh,Op. Cit.,85

[8]. Deni Setiawan, Kerja Sama(Syirkah) Dalam Ekonomi Islam, Jurnal Ekonomi, Vol.21 No,3, hlm.7.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH MODEL PEMBELAJARAN

MAKALAH LANDASAN PENDIDIKAN

MAKALAH STRATEGI KEWIRAUSAHAAN