MAKALAH SYIRKAH (KOPERASI SYARIAH)
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
SYIRKAH (KOPERASI SYARIAH)
BY: YUDI, DKK.
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Banyaknya
muslim yang belum mengetahui bagaimana seharusnya menjalankan syirkah atau
perkongsian dalam memenuhi kebutuhan hidup di dunia ini yang sesuai dengan
tuntunan syariat. Hal ini menyebabkan kami untuk membuat sebuah makalah yang
berjudul tentang “SYIRKAH” guna untuk memberikan sebuah pemahaman kepada para
pembaca. Pada zaman sekarang ini masih banyak orang-orang muslim yang
menjalankan sistem syirkah atau perkongsian dengan mengikuti tata cara orang
eropa atau barat yang belum tentu sesuai dengan yang diajarkan oleh syariat.
Dalam
Fiqih Mu’amalah terdapat berbagi macam akad, hal ini terjadi karena berlainan
objek, masyarakat atau agama sendiri telah memberikan nama-nama itu untuk membedakan
yang satu dengan yang lainnya. Berbagai macam akad tersebut dibagi dalam dua
kelompok yaitu Uqudun musammatun dan Uqudun musammah.
Selanjutnya
mengenai macam-macam akad yang terdapat dalam Fikih Mu’amalah pemateri akan
berfokus pada akad syirkah, jenis akad ini terdapat dalam uqud musammatun, dimana
akad-akad yang terdapat di dalamnya merupakan akad yang diberikan namanya oleh
syara’ dan ditetapkan untuknya hukum-hukum tertentu.
Islam
membenarkan seorang muslim berdagang dan berusaha secara perseorangan,
membenarkan juga penggabungan modal dan tenaga dalam bentuk syarikat dagang
dengan berbagai bentuk. Betapa banyak proyek dan perusahaan tidak cukup
ditangani oleh seorang diri, melainkan harus bergabung dan bekerja sama dengan
orang lain. Pada prinsipnya setiap usaha dan pekerjaan yang menguntungkan
seseorang dan masyarakat, yang dapat dikategorikan sebagai halal dan mengandung
kebaikan ditekankan adanya bentuk kerjasama
dan gotong royong berdasarkan firman Allah dalam surat Al-Maidah ayat 2
yang artinya “Hendaklah kalian saling tolong-menolong dalam kebaikan.”
B.
Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan syirkah?
b. Apa dasar hukum syirkah?
c. Apa saja rukun dan syarat syirkah?
d. Apa saja macam-macam syirkah?
e. Bagaimana cara mengakhiri syirkah?
f.
Bagaimana
pengaplikasian syirkah, problematika dan penyelesaiannya?
C.
Tujuan
a. Mengetahui definisi syirkah
b. Mengetahui dasar hukum syirkah
c. Mengetahui rukun dan syara’ syirkah
d. Mengetahui macam-macam syirkah
e. Mengetahui cara mengakhiri syirkah
f.
Mengetahui
pengaplikasian syirkah, problematika dan penyelesaiannya?
BAB
II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN SYIRKAH
Secara
bahasa, syirkah berarti campur. Kata dasarnya boleh dibaca syirkah, boleh juga
dibaca syarikah. akan tetapi, menurut al-jaziri dalam al-fiqih ‘alâ almadzâhib
al arba’ah, dibaca syirkah lebih fasih (afshah). Adapun syirkah secara hukum syara’ adalah
suatu akad antara dua pihak atau lebih, yang bersepakat untuk melakukan suatu
usaha dengan tujuan memperoleh keuntungan.[1]
Secara etimologis syirkah berarti ikhtilath (percampuran), yakni bercampurnya
satu harta dengan harta yang lain, sehingga tidak bisa dibedakan antara
keduanya.[2]
Ulama
fikih mendefinisikan Syirkah dengan reaksi yang berbeda-beda, yang diantara:[3]
a.
Menurut
Malikiyah
Shirkah adalah izin untuk mendayagunakan
(melakukan dan atau tidak melakukan perbuatan hukum) bagi kedua belah pihak
termasuk masing masingnya, ya'ni salah satu pihak dari dua pihak yang melakukan
perserikatan mengizinkan kepada pihak yang lain untuk melakukan perbuatan hukum
atau tidak melakukan perbuatan hukum terhadap harta yang dimiliki dua orang
(atau lebih), serta hak untuk melakukan perbuatan hukum itu tetap melekat
terhadap masing-masingnya.
Definisi yang dikemukakan ulama
al-Malikiyah ini, lebih menitik beratkan pada perserikatan kepemilikan harta
kekayaan (shirkaha al-amwah yang dimiliki dua orang atau lebih, dimana
masing-masing pihak memiliki hak yang sama dalam hal melakukan perbuatan hukum
terhadap harta tersebut atas seizin pihak yang lain.
b.
Menurut
Syafi'iyah
Artinya ketetapan adanya hak pada sesuatu bagi dua belah pihak atau lebih atas dasar perserikatan tertentu. Definisi ini substansinya menegaskan bahwa shirkah itu adalah akad atau perikatan perserikatan, yang memiliki akibat hukum adanya hak yang sama kepada kedua belah pihak atau lebih, baik dalam hal perserikatan harta kekayaan maupun perserikatan pekerjaan atau kedua-duanya.
c. Menurut Hanafiyah
Shirkah adalah perikatan antara dua pihak
yang berserikat dalam pokok harta: (modal) dan keuntungan." Definisi ini
juga memberikan terminologi shirkah sebagai salah satu bentuk akad (perikatan)
kerjasama antara dua orang atau lebih, dalam menghimpun harta untuk suatu usaha
tertentu dengan pembagian keuntungan sesuai kesepakatan.
d. Menurut Hanabilah
Shirkah adalah perhimpunan hak-hak atau
pengolahan (harta kekayaan). Menurut definisi ini, shirkah lebih berkonotasi
merupakan badan usaha yang dikelola oleh banyak orang, setiap orang memiliki
hak-hak tertentu sesuai peran dan fungsinya dalam mengolah dan mengelola harta
yang dimiliki badan usaha itu.
Apabila diperhatikan secara seksama,
definisi definisi shirkah menurut pakar pakar hukum Islam (fikih) tersebut,
maka walaupun mengunakan redaksi yang berbeda, akan tetapi masing-masing
memiliki titik singgung yang sama, bahwa shirkah ini adalah suatu perkongsian
antara dua orang atau lebih baik dalam hal kepemilikan maupun dalam hal usaha
bersama yang bertujuan untuk keuntungan bersama.
B. DASAR-DASAR SYIRKAH
Adapun yang dijadikan
dasar hukum oleh para ulama atas kebolehan syirkah, antara lain;[4]
Firman Allah SWT dalam
al-Qur’an surat Shad ayat 24.
Yang Artinya:
“Daud
berkata: «Sesungguhnya Dia telah berbuat zalim kepadamu dengan meminta
kambingmu itu guna ditambahkan kepada kambingnya. dan Sesungguhnya kebanyakan
dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada
sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal
yang saleh; dan Amat sedikitlah mereka ini». dan Daud mengetahui bahwa Kami mengujinya;
Maka ia meminta ampun kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan bertaubat”.
(Q.S Shad: 24)
Sabda Nabi Muhammad SAW.
Yang Artinya:
“Allah berfirman: Aku ini
ketiga dari dua orang yang bersyrikat, selama salah seorang tidak menghianati
terhadap temannya, apabila salah seorang berhianat terhadapnya aku keluar
diantara mereka. “ (H.R.Abu Daud)
C. RUKUN DAN SYARAT-SYARAT SAHNYA SYIRKAH
Adapun yang menjadi rukun
serikat menurut ketentuan Syari'at Islam adalah:5[5]
a.
Sighat
(lafaz akad)
b.
Orang
(pihak-pihak yang mengadakan syirkah)
c.
Pokok
pekerjaan (bidang usaha yang dijalankan)
Bahwa
dalam perjanjian pembentukan serikat atau perseroan ini sighat atau lafaznya,
dalam praktiknya di Indonesia sering diadakan dalam bentuk tertulis, yaitu
dicantumkan dalam akte pendirian seri kat itu. Yang pada hakikatnya sighat
tersebut berisikan perjanjian untuk mengadakan serikat.
Adapun syarat-syarat
orang (pihak-pihak) yang mengadakan perjanjian serikat/kongsi itu haruslah :
1)
Orang
yang berakal
2)
Balig
3)
Dengan
kehendaknya sendiri (tidak ada unsur paksaan)
Sedangkan mengenai barang
modal yang disertakan dalam syirkah, hendaklah berupa:
1.
Barang
modal yang dapat dihargai (lazimnya selalu disebutkan dalam bentuk uang)
2. Modal yang disertakan oleh masing-masing
pesero dijadikan satu, yaitu menjadi harta perseroan, dan tidak dipersoalkan
lagi darimana asal-usul modal itu.
Menyangkut
besarnya saham-saham yang dimiliki oleh masing-masing pesero tidak ada
ditentukan dalam syari'at, dengan sendirinya para pesero tidak mesti memiliki
modal yang sama besar, dengan kata lain para pesero boleh menyertakan modal
tidak sama besar (jumlahnya) dengan pesero yang lain. Misalnya Si A sebagai
anggota pesero menyertakan modalnya Rp. 100.000.000,- (seratus juta B (lima
puluh juta rupiah) dan pesero C menyertakan modalnya Rp. 25.000.000,- (dua
puluh lima juta rupiah).
Sedangkan
menyangkut pembagian keuntungan (dapat juga ke rugian) yang diperoleh serikat
tersebut, sebagian ahli Hukum Islam berpendapat bahwa pembagian keuntungan
haruslah didasarkan kepada perbandingan penyertaan modal oleh masing-masing
pesero. Namun ada juga ahli Hukum Islam yang berpendapat bahwa pembagian
keuntungan yang diperoleh serikat, maupun pembagian kerugian yang diderita oleh
serikat tidak mesti sesuai dengan perbandingan penyertaan yang modal para
pesero, dengan kata lain terbuka kemungkinan lain daripada itu (dapat berlebih
kurang dari perbandingan yang di setor oleh para pemegang saham), asalkan saja
pembagian tersebut terlebih dahulu diperjanjikan pada waktu pendirian
perseroan/serikat.
Lazimnya,
dalam praktik bahwa pembagian keuntungan dan kerugian tersebut telah diatur
terlebih dahulu dalam peraturan yang dibuat oleh perseroan/serikat itu.
Menyangkut
harta kekayaan perseroan/serikat masing-masing pesero (secara sendiri-sendiri)
tidaklah boleh mengalihkan atau me mindah tangankannya kepada pihak lain,
kecuali telah mendapat izin dari para pesero yang lainnya, atau berdasarkan
ketentuan lain sesuai dengan diperjanjikan oleh para pihak.
D. MACAM-MACAM SYIRKAH
Pada dasarnya macam-macam
Syirkah diantaranya ialah:[6]
a. Syirkah Ibahah ialah persekutuan hak
seluruh orang guna dibolehkan menikmati manfaat sesuatu, misalnya menikmati
manfaat air sungai, garam laut, api, padang rumput dan sebagainya yang belum
ada dibawah dominasi perorangan.
b. Syirkah milik ialah persekutuan antara
dua orang atau lebih guna mempunyai suatu benda. Syirkah ini ialah syirkah yang
bersifat ikhtiari dan bersifat jabari, yakni:
1) Syirkah Kepunyaan yang bersifat ikhtiari
ialah beberapa orang bersekutu membeli sebuah rumah guna tempat tinggal
bersama, sebidang tanah ditanami dan
sebagainya.
2) Syirkah kepunyaan yang bersifat jabari
ialah tidak berhak mengerjakan terhadap bagian rekannya, kecuali bila mempunyai
hak perwalian atas bagian itu dengan jalan wakalah (perwalian) atau washayah
(wasiat).
Kecuali
itu tiap-tiap syirkah tidak berhak menikmati manfaat bagian rekannya kecuali
dengan izin yang berhak. Meskipun demikian, berdasarkan pendapat pendapat para
ulama madzhab Hanafi, seorang anggota sekutu boleh menikmati seluruh harta
syirkah berupa rumah dan tanah dengan syarat tidak merugikan seorangpun dari
pada anggota syirkah lainnya; dan dalam menikmati bagian anggota syirkah yang
tidak hadir itu, ia tidak dibebani pembayaran beban apapun.
c. Syirkah Akad
Syirkah
akad ialah akad persekutuan antara dua orang atau lebih dalam harta dan
keuntungan. Syarat-syarat perjanjian syirkah dapat dibagi dua; Syarat-syarat
umum dan syarat khasus. Syarat-syarat umum mesti terdapat dalam segala macam
syirkah, dan syarat khususnya hanya diperlukan dalam macam syirkah tertentu.
Syaratsyarat umum yang harus ada dalam segala macam syirkah ialah:
1) Masing-masing pihak yang menyelenggarakan
perjanjian yang bercakapan guna menjadi wakil atau mewakili.
2) Objek akad ialah hal-hal yang bisa
diwakilkan supaya memungkinkan tiap-tiap anggota syirkah mengerjakan
tindakan-tindakan hukum.
3) Keuntungan masing-masing merupakan bagian
dan keseluruhan keuntungan yang ditentukan kadar potensinya, seperti separoh,
seperdua dan sebagiannya”.
Berdasarkan
pendapat mazhab Hanafi Syirkah uqud (akad) terbagi empat bagian yakni:
1) Syirkah ‘Inan ialah perserikatan yang
dilaksanakan oleh semua pemodal guna memberikan harta masing-masing guna
dijadikan modal dagang dengan destinasi akan mendapatkan keuntungan. Syirkah
ini tidak di syaratkan nilai modal, wewenang dan keuntungan dapat didasarkan
kepada penyertaan prosentase modal masing-masing, tetapi dapat pula atas dasar
organisasi. Hal ini diperkenakan karna adanya kemungkinan tambahan kerja atau
penanggungan resiko setiap pihak”. Berdasarkan pendapat Taqiyuddin an- Nabbni,
perseroan ‘inan ialah perseroan antara dua badan usaha dengan harta
masing-masing dengan kata lain, dua orang mengerjakan perseroan dengan harta
masing-masing guna bersamasama mengelola dengan badan mereka (tenaga kerja),
kemudian keuntungan dibagi diantara mereka. Maka persoalan ini disebut
perseroan ‘inan karna setiap pihak sama-sama ikut mengelola”. Selanjutnya dijelaskan
perseroan ini semacam menjadi investasi ialah uang. Sebab uang ialah nilai
kekayaan dengan nilai harga yang mesti dibeli. Sedangkan modal tidak
diperkenalkan untung menyelenggarakan perseroan ini, kecuali kalau sudah
dihitungkan nilainya pada saat mengerjakan transaksinya.
2) Syirkah Abdan/ A’mal juga disebut pula syirkah
“Shoyani” jamak dari Shoni’taqobul dan umal jama’ dari amilun yakni :
perserikatan yang dilaksanakan dua orang atau lebih guna menerima suatu
pekerjaan. Misalnya Kuli bangunan, bengkel dan pelayanan barang lainnya.
Keuntungan dari perserikatan ini bagi sesuai dengan kesepakatan bersama. Perseroan abdan ini ialah
perseroan yang dilaksanakan dua orang atau lebih dengan badan masing-masing
pihak, tampa harta dari mereka. Dengan
kata lain mereka mengerjakan perseroan dalam pekerjaan yang mereka lakukan
dengan tenaga-tenaga mereka sendiri baik pekerjaan melewati pikiran atau fisik.
Seperti pekerjaan antara Insiyur dengan tukang batu, dokter dengan pemburu
sedangkan keuntungannya yang didapatkan akan dibagi diantara mereka.”
3) Syirkah Al-Wujuh ialah serikat yang
dilaksanakan dua orang atau lebih yang tidak memiliki modal sama sekali,mereka
mengerjakan suatu pembelian dengan cara kredit dan menjualnya dan menjualnya
dengan cara kontan, kemudian kalau dapat untung akan dibagi bersama. Syirkah
ini ialah perseroan antara dua orang atau lebih dengan modal dari pihak luar
dari orang (badan) tersebut”. Termasuk
dalam kategori syirkah wujuh, apabila dua orang atau lebih mengerjakan
perseoran dengan harta yang sama-sama menjadi pembeli, sebab adanya keyakinan
pedagang kepada mereka, dan bukannya modal mereka. Syaratnya pemilikan mereka
atas harta yang menjadi pembelian mereka harus sama atau dengan komparasi yang
disepakati lain, bukan berdasarkan barang yang menjadi hak kepunyaan mereka.
4) Syirkah Mufawadhah ialah, secara bahasa keserupaan dan secara istilah ialah aqad yang dilaksanakan antara dua orang atau lebih guna mengerjakan kerja sama dengan syarat adanya kesamaan baik kekayaan maupun kewenangan (tanggung jawab), dan bahkan agama.
Apabila diantara anggota persero
mengerjakan tasharruf baik itu pembelajaran maupun bembelian maka yang lain
ikut menanggung terhadap tidakannya, artinya bilamana mengalami kerugian maka
tanggung jawab dari kerugian tersebut harus dipikul bersama dan satu sama
lainnya jangan lepas tangan dari lainnya. Masing-masing persero harus sama
modalnya, maka satu sama lainya atau sebaliknya.
E. PENGAPLIKASIAN SYIRKAH
a.
Misal
syirkah ‘inan: farrak dan milus ingin membuka warung kopi mereka sepakat
menjalankan bisnis warung kopi Masing-masing dari mereka memberikan kontribusi
modal sebesar Rp 50 juta dan keduanya samasama bekerja dalam syirkah tersebut.
Dalam syirkah jenis ini, modalnya disyaratkan berupa uang. Sementara barang
seperti Sepeda motor atau mobil yang menjadi fasilitas tidak boleh dijadikan
modal, kecuali jika barang tersebut dihitung nilainya pada saat akad. mitra
usaha samasama menanggung Keuntungan dan kerugian berdasarkan kesepakatan dan
porsi modal. Jika masing-masing modalnya 50%, masing-masing menanggung kerugian
sebesar 50%.7[7]
b.
Misal
syirkah ‘abdan: farrak dan milus sama-sama pengelola besi tua dan bersepakat
mencari besi tua bersama. Mereka juga sepakat apabila memperoleh besi tua akan
dijual dan hasilnya akan dibagi dengan ketentuan: Keuntungan yang diperoleh
dibagi berdasarkan kesepakatan, porsinya boleh sama atau tidak sama di antara
syarik (mitra usaha). Seperti Farrak mendapatkan sebesar 65% dan milus sebesar
35%. Dalam syirkah ini boleh berbeda Profesi, boleh saja syirkah ‘abdan terdiri
atas beberapa Pengelola besi tua dan pengelolawarung kopi.
c.
Misal
syirkah mufawadhoh: Milus ialah pemodal, berkontribusi modal kepada farrak dan
Iqbal. Kemudian, farrak dan Iqbal juga sepakat untuk berkontribusi modal untuk
membeli barang secara kredit atas dasar kepercayaan pedagang kepada farrak dan
Iqbal. Dalam hal ini, pada awalnya yang terjadi ialah syirkah ‘abdan, yakni
ketika farrak dan Iqbal sepakat masing-masing bersyirkah dengan memberikan
kontribusi kerja saja. Namun, ketika Milus memberikan modal kepada farrak dan
Iqbal, berarti di antara mereka bertiga terwujud muḍarabah. Di sini milus
sebagai pemodal, sedangkan farrak dan Iqbal sebagai pengelola. Ketika farrak
dan Iqbal sepakat bahwa masing-masing memberikan kontribusi modal, di samping
kontribusi kerja, berarti terwujud syirkah ‘inan di antara farrak dan Iqbal,
Ketika farrak dan Iqbal membeli barang secara kredit atas dasar kepercayaan
pedagang kepada keduanya, berarti terwujud syirkah wujuh antara farrak dan
Iqbal. Dengan demikian, bentuk syirkah seperti ini telah menggabungkan semua
jenis syirkah dan disebut syirkah mufawaḍah.
F. MENGAKHIRI SYIRKAH
Menurut
Ahmad Azhar Basyir terdapat enam penyebab utama berakhirnya syirkah yang telah
diakadkan oleh pihak-pihak yang melakukan syirkah, yaitu:8[8]
1. Syirkah akan berakhir apabila terjadi
hal-hal dimana jika salah satu pihak membatalkannya meskipun tanpa persetujuan
pihak yang lainnya. Hal ini disebabkan syirkah adalah akad yang terjadi atas
dasar rela sama rela dari kedua belah pihak yang tidak ada kemestian untuk
dilaksanakan apabila salah satu pihak tidak menginginkannya lagi.
2. Salah satu pihak kehilangan kecakapan untuk
bertasharruf (keahlian mengelola harta) baik karena gila ataupun karena alasan
lainnya.
3. Salah satu pihak meninggal dunia. Tetapi
apabila anggota syirkah lebih dari dua orang yang batal hanyalah yang meninggal
saja. Syirkah berjalan terus pada anggota-anggota yang masih hidup. Apabila ahli
waris anggota yang meninggal menghendaki turut serta dalam syirkah tersebut
maka dilakukan perjanjian baru bagi ahli waris yang bersangkutan.
4. Salah satu pihak ditaruh dibawah
pengampuan. Pengampuan yang dimaksud di sini baik karena boros yang terjadi pada
waktu perjanjian syirkah tengah berjalan maupun sebab yang lainnya.
5. Salah satu pihak jatuh bangkrut yang
berakibat tidak berkuasa lagi atas harta yang menjadi saham syirkah. Pendapat
ini dikemukakan oleh Mazhab Maliki, Syafi’i dan Hambali. Hanafi berpendapat
bahwa keadaan bangkrut itu tidak membatalkan perjanjian yang dilakukan oleh
yang bersangkutan.
6. Modal para anggota syirkah lenyap sebelum
dibelanjakan atas nama Syirkah. Bila modal tersebut lenyap sebelum terjadi
percampuran harta hingga tidak dapat dipisah-pisahkan lagi yang menanggung
resiko adalah para pemilikya sendiri. Apabila harta lenyap setelah terjadi
percampuran yang tidak bisa dipisah-pisahkan lagi menjadi resiko bersama.
Kerusakan yang terjadi setelah dibelanjakan menjadi resiko bersama. Apabila
masih ada sisa harta Syirkah masih dapat berlangsung dengan kekayaan yang masih
ada.
Selain
itu berakhirnya syirkah dapat dikarenakan oleh hal-hal yang dapat
membatalkannya, perkara yang membatalkan syirkah terbagi atas dua ha. Ada
perkara yang membatalkan syirkah secara umum dan ada pula yang membatalkan
sebagian yang lainnya.
1.
Pembatalan
syirkah secara umum: Pembatalan
dari salah seorang yang bersekutu,meninggalnya
salah seorang syarik,salah
seorang syarik murtad atau membelot ketika perang dan gila.
2.
Pembatalan
secara khusus sebagian syirkah: Harta
syirkah rusak dan tidak
ada kesamaan modal.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Menurut bahasa Syirkah berarti
al-ikhtilat yang artinya campur atau percampuran. Yakni percampuran harta
antara dua orang sehingga tidak tidak mungkin lagi dapat dibedakan. Sedangkan secara istilah, dimaksud
dengan syirkah adalah kerjasama antara dua orang atau lebih dalam berusaha,
yang keuntungan dan kerugiannya ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan diantara
yang berserikat.
Terlepas dari perbedaan
pendapat diantara para ulama, secara umum ulama berpendapat bahwa syirkah
terbagi menjadi empat macan yakni: syirkah inan, syirkahmufawidhah, syirkah
abdan, dan syirkah wujuh.
Adapun rukun syirkah yakni
pihak yang berserikat, shighat dan objek akad syirkahbaik harta maupun kerja.
Sedangkan syarat syirkah yaitu: 1) berkaitan dengan bentuk syirkah yakni benda yang yang
diadakan harus dapat diterimakan sebagai perwakilan dan keuntungan harus jelas
pembagiannya serta diketahui kedua pihak, 2) berkaitan dengan syirkah harta yakni objek yang
dapat dijadikan akad syirkah adalah alat pembayaran dan ada ketika akad
dilakukan 3) berkaitan dengan syarikat mufawadhah yakni modal harus sama, bagi
yang bersyirkah ahli untuk kafalah, dan objek akad disyaratkan syirkah umum, 4)
berkaitan dengan syirkah inan sama dengan syarat-syarat syirkah mufawadah.
B. SARAN
Penulis menyadari, dalam pembuatan
makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami sebagai penyusun berharap agar ada kritik
dan saran dari semua pihak terutama Dosen Pengampuh. Penulis hanyalah manusia biasa. Jika ada kesalahan, itu
datangnya dari penulis sendiri. Dan jika ada kebenaran, itu datangnya dari Allah swt.
DAFTAR
PUSTAKA
Akhmad Farroh Hasan, Fiqih Muamalah Dari Klasik Hingga Kontemporer, Malang, 2018
Chairuman Pasaribu, Suhrawardi, Hukum Perjanjian Dalam Islam, Jakarta, 1994
Deni Setiawan, Kerja Sama (Syirkah) Dalam Ekonomi Islam, Jurnal Ekonomi, Vol.21 No,3
Hidayatullah, Fiqih, Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al-Banjari, 2019
Sri Sudiarti, Fiqih Muamalah Kontemporer , Febi UIN-SU, Sumatera Utara,2018
Saiful Jazil, Fiqih
Muamalah,Surabaya,2014
[1] Hidayatullah, Fiqih, Universitas Islam Kalimantan
Muhammad Arsyad Al-Banjari, Banjar masin:2019, hlm.63
[2] Sri Sudiarti, Fiqih Muamalah Kontemporer , Febi UIN-SU, Sumatera Utara, 2018,
hlm.143
[3] Saiful Jazil, Fiqih Mu’amalah , UIN
Sunan Ampel Surabaya, 2014, hlm.139-140
[4] Akhmad Farroh Hasan, Fiqih Muamalah Dari Klasik Hingga Kontemporer, Malang, 2018, hlm.74
[5] Chairuman Pasaribu,
Suhrawardi, Hukum Perjanjian Dalam Islam, Jakarta, 1994, hlm.76-77
[6] Akhmad Farroh, Op. Cit.,77
[7] Akhmad Farroh,Op. Cit.,85
[8]. Deni Setiawan, Kerja Sama(Syirkah)
Dalam Ekonomi Islam, Jurnal
Ekonomi, Vol.21 No,3, hlm.7.
Komentar
Posting Komentar