MAKALAH RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM

RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM By. Retno, dkk. A.       PENDAHULUA N   a.         Latar Belakang Bimbingan dan konseling merupakan kegiatan yang bersumber pada kehidupanmanusia. Kenyataan menunjukkan bahwa manusia di dalam kehidupannya selalu menghadapi persoalan-persoalan yang silih berganti. Persoalan yang satu dapat diatasi, persoalan yanglain muncul, demikian seterusnya. Manusia tidak sama satu dengan yang lain, baik dalamsifat maupun kemampuannya. Ada manusia yang danggup mampu mengatasi persoalan tanpa bantuan dari pihak lain, tetapi tidak sedikit manusia yang tidak mampu mengatasi persoalan bila tidak dibanntu orang lain, maka dari inilah bimbingan konseling dibutuhkan. Bimbingan dan konseling merupakan salah satu komponen dari pendidikan.Mengingat bahwa bimbingan dan konseling adalah suatu kegiatan bantuan dan tuntunan yangdiberikan kepada individu pada umumnya, dan siswa pada khususnya di sekolah. Hal inisangat relevan jika dilihat dari perumusan bahwa pend

Makalah Jual Beli


Makalah Jual Beli
By. W. Ahmad


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Jual beli didasari atas pemenuhan sehari-hari, maka dari itu terjadilah suatu kegiatan yang kita namakan jual beli. Jual beli dapat diartikan sebagai tukar menukar barang. Atau secara bahasa jual beli diartikan sebagai  menukar sesuatu dengan sesuatu, sedangkan menurut syara’ artinya menukar harta dengan harta menurut cara tertentu. Dan perlu kita ketahui bahwa Allah Swt telah menjadikan manusia masing-masing saling membutuhkan satu sama lain, suapaya mereka tolong menolong, tukar menukar keperluan dalam segala urusan kepentingan hidup, masing-masing baik dengan jalan jual beli, sewa-menyea, bercocok tanam, atau perusahaan yang lain-lain baik dalam urusan kepentingan sendiri suapaya hak masing-masing jangan sampai tersi-sia dan juga menjaga kemaslahatan umum agar pertukaran dapat berjalan dengan lancar dan teratur.
Maka dari itu di dalam jual belipun harus ada aturannya dan berdasarkan syariat islam, yang dimana jual beli terdiri atas rukun dan pelaksanaan jual beli, landasan syara’ hukum jual beli, macam-macam jual beli dan jual beli yang dilarang dalam islam. Oleh sebab itu agama memberi aturan yang sebaik-baiknya, karena dengan teraturnya muamalat, maka penghidupan manusia jadi terjamin pula dengan sebaik-baiknya. Sehingga perbantahan dan dendam-mendendam tidak akan terjadi.
B.    Rumusan Masalah
1.     Apa yang Dimaksud dengan Defenisi, Landasan dan Rukun Jual Beli?
2.     Apa Saja Syarat Jual Beli?
3.     Apa Hukum dan Sifat Jual Beli?
4.     Apa Macam-Macam Jual Beli?
5.     Bagaimana Jual Beli yang Dilarang dalam Islam?

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Defenisi, Landasan, dan Rukun Jual Beli
1.     Pengertian Jual Beli
Arti jual beli secara bahasa adalah menukar sesuatu dengan sesuatu. Jual beli menurut syara’ adalah akad tukar menukar harta dengan harta yang lain melalui tata cara yang telah ditentukan oleh hukum islam. Yang dimaksud kata “harta” adalah terdiri dari dua macam. Pertama; harta yang berupa barang, misalnya buku, rumah, mobil dll. Kedua; harta yang berupa manfaat (jasa), misalnya pulsa telephone, pulsa listrik, dan lain-lain. Sedangkan menurut istilah, yang dimaksud jual beli adalah Menukar barang dengan barang atau barang dengan uang dengan jalan melepaskan hak milik dari yang satu kepada yang lain atas dasar saling merelakan.[1]
2.     Landasan Syara’
Jual beli disyariatkan berdasarkan Al-Qur’an, sunah,dan ijma’ yakni:[2]
a.      Berdasarkan Al-Qur’an

$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãYtB#uä Ÿw (#þqè=à2ù's? Nä3s9ºuqøBr& Mà6oY÷t/ È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ HwÎ) br& šcqä3s? ¸ot»pgÏB `tã <Ú#ts? öNä3ZÏiB 4 Ÿwur (#þqè=çFø)s? öNä3|¡àÿRr& 4 ¨bÎ) ©!$# tb%x. öNä3Î/ $VJŠÏmu ÇËÒÈ  
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu” (Q.S An-Nisa’ 29)

šúïÏ%©!$# tbqè=à2ù'tƒ (#4qt/Ìh9$# Ÿw tbqãBqà)tƒ žwÎ) $yJx. ãPqà)tƒ Ï%©!$# çmäܬ6ytFtƒ ß`»sÜø¤±9$# z`ÏB Äb§yJø9$# 4 y7Ï9ºsŒ öNßg¯Rr'Î/ (#þqä9$s% $yJ¯RÎ) ßìøt7ø9$# ã@÷WÏB (#4qt/Ìh9$# 3 ¨@ymr&ur ª!$# yìøt7ø9$# tP§ymur (#4qt/Ìh9$# 4 `yJsù ¼çnuä!%y` ×psàÏãöqtB `ÏiB ¾ÏmÎn/§ 4ygtFR$$sù ¼ã&s#sù $tB y#n=y ÿ¼çnãøBr&ur n<Î) «!$# ( ïÆtBur yŠ$tã y7Í´¯»s9'ré'sù Ü=»ysô¹r& Í$¨Z9$# ( öNèd $pkŽÏù šcrà$Î#»yz ÇËÐÎÈ  
Artinya: orang-orang yang Makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan) dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (Q.S An-Nisa 275)
$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sŒÎ) LäêZtƒ#ys? AûøïyÎ/ #n<Î) 9@y_r& wK|¡B çnqç7çFò2$$sù 4 =çGõ3uø9ur öNä3uZ÷­/ 7=Ï?$Ÿ2 ÉAôyèø9$$Î/ 4 Ÿwur z>ù'tƒ ë=Ï?%x. br& |=çFõ3tƒ $yJŸ2 çmyJ¯=tã ª!$# 4 ó=çGò6uù=sù È@Î=ôJãŠø9ur Ï%©!$# Ïmøn=tã ,ysø9$# È,­Guø9ur ©!$# ¼çm­/u Ÿwur ó§yö7tƒ çm÷ZÏB $\«øx© 4 bÎ*sù tb%x. Ï%©!$# Ïmøn=tã ,ysø9$# $·gŠÏÿy ÷rr& $¸ÿÏè|Ê ÷rr& Ÿw ßìÏÜtGó¡o br& ¨@ÏJムuqèd ö@Î=ôJãŠù=sù ¼çmÏ9ur ÉAôyèø9$$Î/ 4 (#rßÎhô±tFó$#ur ÈûøïyÍky­ `ÏB öNà6Ï9%y`Íh ( bÎ*sù öN©9 $tRqä3tƒ Èû÷ün=ã_u ×@ã_tsù Èb$s?r&zöD$#ur `£JÏB tböq|Êös? z`ÏB Ïä!#ypk9$# br& ¨@ÅÒs? $yJßg1y÷nÎ) tÅe2xçFsù $yJßg1y÷nÎ) 3t÷zW{$# 4 Ÿwur z>ù'tƒ âä!#ypk9$# #sŒÎ) $tB (#qããߊ 4 Ÿwur (#þqßJt«ó¡s? br& çnqç7çFõ3s? #·ŽÉó|¹ ÷rr& #·ŽÎ7Ÿ2 #n<Î) ¾Ï&Î#y_r& 4 öNä3Ï9ºsŒ äÝ|¡ø%r& yZÏã «!$# ãPuqø%r&ur Íoy»pk¤=Ï9 #oT÷Šr&ur žwr& (#þqç/$s?ös? ( HwÎ) br& šcqä3s? ¸ot»yfÏ? ZouŽÅÑ%tn $ygtRr㍃Ïè? öNà6oY÷t/ }§øŠn=sù ö/ä3øn=tæ îy$uZã_ žwr& $ydqç7çFõ3s? 3 (#ÿrßÎgô©r&ur #sŒÎ) óOçF÷ètƒ$t6s? 4 Ÿwur §!$ŸÒムÒ=Ï?%x. Ÿwur ÓÎgx© 4 bÎ)ur (#qè=yèøÿs? ¼çm¯RÎ*sù 8-qÝ¡èù öNà6Î/ 3 (#qà)¨?$#ur ©!$# ( ãNà6ßJÏk=yèãƒur ª!$# 3 ª!$#ur Èe@à6Î/ >äóÓx« ÒOŠÎ=tæ ÇËÑËÈ  
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, mereka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau Dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, Maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). jika tak ada dua oang lelaki, Maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa Maka yang seorang mengingatkannya. janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, Maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. jika kamu lakukan (yang demikian), Maka Sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” (Q.S An-Nisa’ 282).
b.     As-Sunah,
diantaranya:[3]
Dari hadis Nabi Muhammad saw “Sesungguhnya Nabi Muhammad SAW, pernah ditanya tentang usaha apa yang paling baik; nabi berkata: “Usaha seseorang dengan  tangannya dan jual beli yang mabrur”.(HR. Bajjar, Hakim menyahikannya dari Rifa’ah Ibn Rafi’)
Yang dimana maksud mabrur dalam hadis ini adalah jual beli yang terhindar dari usaha tipu-menipu dan merugakan orang lain.
Dan kemudian dari Hakim bin Hizam radhiallahu anhu, dia berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda “Penjual dan pembeli masih boleh memilih (untuk meneruskan transaksi atau membatalkannya) selama mereka belum berpisah. Jika keduanya jujur dan menjelaskan apa adanya, maka keduanya diberkahi dalam jual belinya. Jika keduanya menyembunyikan (cacat)  dan berdusta, maka akan dihapus berkah pada keduanya." (HR. Bukhari, no. 1973, Muslim, no. 1532)
c.      Ijma’
Secara ijma’, para ulamapun sepakat akan halalnya jual beli. Begitu pula berdasarkan qiyas. Manusia tentu amat butuh dengan jual beli. Ada ketergantungan antara manusia dan lainnya dalam hal memperoleh uang dan barang. Tidak mungkin hal itu diberi cuma-cuma melainkan dengan timbal balik. Oleh karena itu berdasarkan hikmah, jual beli itu dibolehkan untuk mencapai hal yang dimaksud. [4]
3.     Rukun dan Pelaksanaan Jual Beli
Dalam menetapkan rukun jual beli, di antara para ulama terjadi perbedaan pendapat. Menurut ulama Hanafiyah, Rukun jual beli adalah ijab dan qabul yang menunjukkan pertukaran barang secara ridah, baik dengan ucapan maupun perbuatan. Adapun rukun jual-beli menurut jumhur ulama ada empat, yaitu:[5]
a.      Bai’ (penjual)
b.     Mustari (Pembeli)
c.      Shighat (ijab dan qabul)
d.     Ma’qud ‘alaih (benda atau barang)
B.    Syarat Jual Beli
a.      Syarat penjual dan pembeli
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi bagi penjual dan pembeli, diantaranya:[6]
1)     Berakal sehat.
Orang gila atau bodoh tidak sah jual belinya, sebab ia di bawah kekuasaan walinya. Dijelaskan dalam Q.S An-Nisa: 5

Ÿwur (#qè?÷sè? uä!$ygxÿ¡9$# ãNä3s9ºuqøBr& ÓÉL©9$# Ÿ@yèy_ ª!$# ö/ä3s9 $VJ»uŠÏ% öNèdqè%ãö$#ur $pkŽÏù öNèdqÝ¡ø.$#ur (#qä9qè%ur öNçlm; Zwöqs% $]ùrâ÷ê¨B ÇÎÈ  
Artinya: “dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik.”
2)     Baligh (dewasa).
Anak kecil tidak sah jual belinya. Dalam sebuah hadist dijelaskan: “Ada tiga golongan yang terbebas dari hukum: orang yang tidur sampai ia bangun, orang gila sampai ia sembuh, dan anak-anak hingga ia dewasa.”
3)     Atas dasar kemauan sendiri.
Menjual atau membeli sesuatu atas paksaan orang lain tidak sah hukumnya. Dalam sebuah hadist dijelaskan: “jual beli itu hanya sah dengan suka sama suka.”
4)     Tidak mubazir
Karena Allah telah melarangnya dan dijelaskan dalam Q.S. Al-Isra’: 26-27  yang bunyinya:
ÏN#uäur #sŒ 4n1öà)ø9$# ¼çm¤)ym tûüÅ3ó¡ÏJø9$#ur tûøó$#ur È@Î6¡¡9$# Ÿwur öÉjt7è? #·ƒÉö7s? ÇËÏÈ   ¨bÎ) tûïÍÉjt6ßJø9$# (#þqçR%x. tbºuq÷zÎ) ÈûüÏÜ»u¤±9$# ( tb%x.ur ß`»sÜø¤±9$# ¾ÏmÎn/tÏ9 #Yqàÿx. ÇËÐÈ  
Artinya: “dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros”. Dan Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.”

b.     Syarat-syarat barang yang diperjual-belikan
Barang-barang yang diperjual belikan harus memenuhi persyaratan berikut:[7]
1)     Barang itu milik syah si penjual.
2)     Barang itu suci (Barang najis tidak sah diperjual-belikan, seperti arak, babi darah, dan benda-benda lain yang termasuk najis).
3)     Barang itu ada manfaatnya. Barang yang tidak ada manfaatnya, seperti jual beli semut, nyamuk, lalat dan sebagainya yang tidak sah.
4)     Barang itu jelas dan dapat diserahterimakan. Jual beli yang barangnya tidak jelas dan tidak dapat diserahterimakan-seperti menjual ikan di laut tidak sah. Jual beli seperti ini termasuk penipuan dan dilarang agama.
5)     Kualitas barang tersebut jelas.
d.     Syarat ijab dan qabul
Jual beli berlangsung dengan ijab dan qabul, terkecuali barang-barang kecil, cukup dengan saling member sesuai dengan adat kebiasaan yang berlaku. Menurut sebagian ulama, ada beberapa syarat yang harus diperhatikan dalam ijab dan qabul.
1)     Ucapan ijab dan qabul harus bersambung. Artinya, setelah si penjual mengucapkan ijab, si pembeli hendaklah mengucapkan qabul.
2)     Ada persesuaian antara ijab dan qabul. Jika tidak ada kesesuaian, akad jual-belinya tidak sah.
3)     Ijab dan qabul tidak disangkut-pautkan dengan yang lain. Misalnya, si penjual berkata: “jika saya jadi pergi, saya jual barang ini sekian”. Atau si pembeli berkata: “Saya beli barang ini dengan harga sekian kalau hujan turun”.
4)      Ijab dan qabul tidak boleh memakai jangka waktu. Misalnya si penjual berkata: “Saya jual barang ini kepada Anda dengan harga sekian dalam waktu seminggu atau sekian”.
Dalam suatu perbuatan jual beli, ketiga rukun ini hendaklah dipenuhi. Sebab apabila salah satu tidak terpenuhi, maka perbuatan tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai perbuatan jual beli yang sah.

C.    Hukum dan Sifat Jual Beli
Ditinjau dari hukum dan sifat jual beli, jumhur ulama membagi jual beli menjadi 2 macam:[8]
1.     Jual beli yang sah (shahih)
Jual beli yang shahih adalah jual beli yang memenuhi ketentuan syara’, baik rukun maupun syaratnya.
2.     Jual beli yang tidak sah
Jual beli yang tidak sah adalah jual beli yang tidak memenuhi salah satu syarat dan rukun sehingga jual beli menjadi rusak (fasid) atau batal. Dengan kata lain menurut jumhur ulama, rusak dan batal memiliki arti yang sama.
Adapun menurut ulama Hanafiyah membagi hukum dan sifat jual beli menjadi 3 yaitu :[9]
1.     Jual beli Shahih
Yaitu jual beli yang memenuhi ketentuan syariat. Hukumnya, sesuatu yang perjualbelikan menjadi menjadi milik yang melakukan akad.
2.     Jual Beli Batal
Yaitu jual beli yang tidak memenuhi salah satu rukun atau yang tidak sesuai dengan syariat, yakni orang yang akad bukan ahlinya, seperti jual beli yang dilakukan oleh orang gila atau anak kecil.
3.     Jual Beli Fasid (Rusak)
Yaitu jual beli yang sesuai dengan ketentuan syariat pada asalnya tetapi tidak sesuai dengan syariat pada sifatnya, seperti jual beli yang dilakukan oleh orang yang mumayyiz tetapi bodoh sehingga meninggalkan pertentangan.
Adapun dalam masalah ibadah, ulama Hanafiyah sepakat dengan jumhur ulama bahwa batal fasad adalah sama.
D.    Macam- Macam Jual Beli
Ditinjau dari pertukaran(Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islami wa adillatuhu) menjelaskan bahwa jual beli terbagi 4:[10]
1.     Jual beli salam (pesanan). Jual beli salam adalah jual beli melalui pesanan yakni jual beli dengan cara menyerahkan uang muka terlebih dahulu kemudian barang diantar belakangan.
2.     Jual beli muqayyadah (barter). Jual beli muqayyadah adalah jual beli dengan cara menukar barang dengan barang seperti menukar baju dengan sepatu.
3.     Jual beli muthlaq Jual beli muthlaq adalah jual beli barang dengan sesuatu yang telah disepakati sebagai alat tukar.
4.     Jual beli alat tukar dengan alat tukar adalah, jual beli alat tukar dengan alat tukar adalah jual beli barang yang biasa dipakai sebagai alat tukar dengan alat tukar lainnya seperti dinar dengan dirham.
Berdasarkan segi harga, jual beli dibagi pula menjadi empat bagian:[11]
1.     Jual beli yang menguntungkan (al murabahah).
2.     Jual beli yang tidak menguntungkan, yaitu menjual dengan harga aslinya (at  tauliyah).
3.     Jual beli rugi (al khasarah)
4.     Jual beli al musawah, yaitu penjual menyembunyikan harga aslinya, tetapi kedua orang yang akad saling meridai. Jual beli seperti inilah yang berkembang sekarang.

Klasifikasi Jual Beli dari Sisi Cara Standarisasi Harga:[12]
1.     Jual beli Bargainal (Tawar-menawar). Yakni jual beli di mana penjual tidak memberitahukan modal barang yang dijualnya.
2.     Jual beli amanah. Yakni jual beli di mana penjual mem-beritahukan harga modal jualannya. Dengan dasar jual beli ini, jenis jual beli tersebut terbagi lain menjadi tiga jenis lain :
a.      Jual beli murabahah. Yakni jual beli dengan modal dan ke-untungan yang diketahui.
b.     Jual beli wadhi”ah. yakni jual dengan harga di bawah modal dan jumlah kerugian yang diketahui.
c.      Jual beli tauliyah. Yakni jual beli dengan menjual barang dalam harga modal, tanpa keuntungan dan kerugian.
Sebagian ahli fiqih menambahkan lagi jenis jual beli yaitu jual beli isyrak dan mustarsal. Isyrak adalah menjual sebagian barang dengan sebagian uang bayaran. Sedang jual beli mustarsal adalah jual beli dengan harga pasar. Mustarsil adalah orang lugu yang tidak mengerti harga dan tawar menawar.
Jual beli muzayadah (lelang). Yakni jual beli dengan cara penjual menawarkan barang dagangannya, lalu para pembeli saling menawar dengan menambah jumlah pembayaran dari pembeli sebelumnya, lalu si penjual akan menjual dengan harga tertinggi dari para pembeli tersebut.
Kebalikannya disebut dengan jual beli munaqadhah (obral). Yakni si pembeli menawarkan diri untuk membeli barang dengan kriteria tertentu, lalu para penjual berlomba menawarkan dagang-annya, kemudian si pembeli akan membeli dengan harga ter-murah yang mereka tawarkan.

E.     Jual Beli yang Dilarang dalam Islam
1.     Jual beli yang dapat menjauhkan dari ibadah Maksudnya adalah ketika waktunya ibadah, pedagang malah menyibukkan diri dengan jual belinya sehingga mengakhirkan shalat berjamaah di masjid. Dia kehilangan waktu shalat atau sengaja mengakhirkannya, maka jual beli yang dilakukannya haram (dilarang). Sebagian besar orang menyangka bahwa shalat dapat menyibukkan mereka dari mencari rizki dan jual beli, padahal justru dengan shalat dan amal shalih-lah yang bisa mendatangkan barakah dan rahmat Allah Swt.
2.     Menjual barang-barang yang diharamkan Barang yang diharamkan Allah Swt maka diharamkan pula jual beli barang tersebut.
3.      Menjual sesuatu yang tidak dimiliki Misal ada seorang pembeli mendatangi seorang pedagang untuk membeli barang dagangan tertentu darinya sementara barang tersebut tidak ada pada pedagang tersebut. Kemudian keduanya melakukan akad dan memperkirakan harganya, baik dengan pembayaran tunai ataupun tempo dan barang tersebut masih belum ada pada pedagang itu. Selanjutnya pedagang itu membeli barang yang diinginkan pembeli di tempat lain lalu menyerahkannya kepada pembeli itu setelah keduanya ada kesepakatan harga dan cara pembayarannya baik secara tunai atau tempo.
4.      Jual beli ‘inah Adalah apabila seseorang menjual suatu barang dagangan kepada orang lain dengan pembayaran tempo (kredit) kemudian orang itu (si penjual) membeli kembali barang itu secara tunai dengan harga lebih rendah. Yang seharusnya kita lakukan ketika kita menjual barang secara tempo kepada seseorang adalah hendaknya kita membiarkan orang tersebut memiliki atau menjual barang itu kepada selain kita ketika dia membutuhkan uang dari hasil penjualan itu.
5.      Jual beli najasy Adalah menawar suatu barang dagangan dengan menambah harga secara terbuka, ketika datang seorang pembeli dia menawar lebih tinggi barang itu padahal dia tidak akan membelinya.
6.      Melakukan penjualan atas penjualan orang lain Misal ada seseorang mendatangi seorang pedagang untuk membeli suatu barang dengan khiyar (untuk memilih, membatalkan atau meneruskan akad) selama 2 hari, 3 hari atau lebih. Maka tidak dibolehkan kepada pedagang lain untuk mendatangi atau menawarkan kepada pembeli dengan berkata, “Tinggalkanlah barang yang sedang engkau beli dan saya akan memberikan kepadamu barang yang sama yang lebih bagus dengan harga lebih murah”.
7.      Jual beli secara gharar (penipuan) Adalah apabila seorang penjual menipu saudara semuslim dengan cara menjual kepadanya barang dagangan yang di dalamnya terdapat cacat. Penjual itu mengetahui adanya cacat tetapi tidak memberitahukannya kepada pembeli.[13]



















BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa jual beli itu diperbolehkan dalam Islam. Hal ini dikarenakan jual beli adalah sarana manusia dalam mencukupi kebutuhan mereka, dan menjalin silaturahmi antara mereka. Namun demikian, tidak semua jual beli diperbolehkan. Ada juga jual beli yang dilarang karena tidak memenuhi rukun atau syarat jual beli yang sudah disyariatkan. Rukun jual beli adalah adanya akad (ijab kabul), subjek akad dan objek akad yang kesemuanya mempunyai syarat-syarat yang harus dipenuhi, dan itu semua telah dijelaskan di atas.Walaupun banyak perbedaan pendapat dari kalangan ulama dalam menentukan rukun dan syarat jual beli, namun pada intinya terdapat kesamaan, yang berbeda hanyalah perumusannya saja, tetapi inti dari rukun dan syaratnya hampir sama.
Dalam jual beli juga dikenal istilah khiyar, yaitu hak memilih yang diberikan kepada pembeli untuk meneruskan atau membatalkannya karena suatu hal. Hal ini dilakukan untuk kemaslahatan masing-masing pihak yang melakukan transaksi, dan inipun diperbolehkan dalam Islam.








DAFTAR PUSTAKA
Hasbiah, Muhammad. Pengantar Hukum Islam Semarang: PT. Pustaka Rizki.2001.
Hafsah. Fiqih Bandung: CV. Perdana Mulya Sarana.2011.
Rasjid, Sulaiman. Fiqih Islam Bandung: PT. Sinar Baru,2006.
Sabiq, Sayid. Fiqih as-Sunnah Bandung: CV.Pustaka, 1988.
Syafe’i, Rachamat. Fikih Muamalah Bandung: CV. Puntaka Setia, 2001.



[1] Rachamat, Syafe’i. Fikih Muamalah (Bandung: CV.Puntaka Setia, 2001), hlm. 73.
[2] Ibid., hlm. 74.
[3] Ibid., hlm. 75.
[4] Ibid., hlm. 75.
[5] Ibid,.
[6] Muhammad, Hasbiah. Pengantar Hukum Islam (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2001), hlm. 209.
[7] Sulaiman, Rasjid. Fiqih Islam (Bandung: PT.Sinar Baru,2006), hlm. 278.
[8] Hafsah, Fiqih (Bandung: cv. Perdana Mulya Sarana,2011), hlm. 103.
[9] Ibid., hlm. 105.
[10] Ibid., hlm. 108.
[11] Sayid, Sabiq, Fiqih as-Sunnah (Bandung:CV.Pustaka, 1988), hlm. 48.
[12] Ibid., hlm. 50.
[13] Ibid,. Hlm. 58.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH MODEL PEMBELAJARAN

MAKALAH LANDASAN PENDIDIKAN

MAKALAH STRATEGI KEWIRAUSAHAAN