Makalah Jual Beli
By. W. Ahmad
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Jual beli didasari
atas pemenuhan sehari-hari, maka dari itu terjadilah suatu kegiatan yang kita
namakan jual beli. Jual beli dapat diartikan sebagai tukar menukar barang. Atau
secara bahasa jual beli diartikan sebagai menukar sesuatu dengan sesuatu, sedangkan
menurut syara’ artinya menukar harta dengan harta menurut cara tertentu. Dan
perlu kita ketahui bahwa Allah Swt telah menjadikan manusia masing-masing
saling membutuhkan satu sama lain, suapaya mereka tolong menolong, tukar
menukar keperluan dalam segala urusan kepentingan hidup, masing-masing baik
dengan jalan jual beli, sewa-menyea, bercocok tanam, atau perusahaan yang
lain-lain baik dalam urusan kepentingan sendiri suapaya hak masing-masing
jangan sampai tersi-sia dan juga menjaga kemaslahatan umum agar pertukaran
dapat berjalan dengan lancar dan teratur.
Maka dari itu di
dalam jual belipun harus ada aturannya dan berdasarkan syariat islam, yang
dimana jual beli terdiri atas rukun dan pelaksanaan jual beli, landasan syara’
hukum jual beli, macam-macam jual beli dan jual beli yang dilarang dalam islam.
Oleh sebab itu agama memberi aturan yang sebaik-baiknya, karena dengan
teraturnya muamalat, maka penghidupan manusia jadi terjamin pula dengan
sebaik-baiknya. Sehingga perbantahan dan dendam-mendendam tidak akan terjadi.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa yang Dimaksud dengan Defenisi, Landasan dan Rukun Jual Beli?
2.
Apa Saja Syarat Jual Beli?
3.
Apa Hukum dan Sifat Jual Beli?
4.
Apa Macam-Macam Jual Beli?
5.
Bagaimana Jual Beli yang Dilarang dalam Islam?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Defenisi, Landasan, dan Rukun Jual Beli
1.
Pengertian Jual Beli
Arti jual beli secara bahasa adalah menukar sesuatu dengan sesuatu. Jual
beli menurut syara’ adalah akad tukar menukar harta dengan harta yang lain
melalui tata cara yang telah ditentukan oleh hukum islam. Yang dimaksud kata
“harta” adalah terdiri dari dua macam. Pertama; harta yang berupa barang,
misalnya buku, rumah, mobil dll. Kedua; harta yang berupa manfaat (jasa),
misalnya pulsa telephone, pulsa listrik, dan lain-lain. Sedangkan menurut
istilah, yang dimaksud jual beli adalah Menukar barang dengan barang atau
barang dengan uang dengan jalan melepaskan hak milik dari yang satu kepada yang
lain atas dasar saling merelakan.
2.
Landasan Syara’
Jual
beli disyariatkan berdasarkan Al-Qur’an, sunah,dan ijma’ yakni:
a.
Berdasarkan Al-Qur’an
$ygr'¯»t úïÏ%©!$# (#qãYtB#uä w (#þqè=à2ù's? Nä3s9ºuqøBr& Mà6oY÷t/ È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ HwÎ) br& cqä3s? ¸ot»pgÏB `tã <Ú#ts? öNä3ZÏiB 4 wur (#þqè=çFø)s? öNä3|¡àÿRr& 4 ¨bÎ) ©!$# tb%x. öNä3Î/ $VJÏmu ÇËÒÈ
Artinya: “Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan
jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka
sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu” (Q.S An-Nisa’
29)
úïÏ%©!$# tbqè=à2ù't (#4qt/Ìh9$# w tbqãBqà)t wÎ) $yJx. ãPqà)t Ï%©!$# çmäܬ6ytFt ß`»sÜø¤±9$# z`ÏB Äb§yJø9$# 4 y7Ï9ºs öNßg¯Rr'Î/ (#þqä9$s% $yJ¯RÎ) ßìøt7ø9$# ã@÷WÏB (#4qt/Ìh9$# 3 ¨@ymr&ur ª!$# yìøt7ø9$# tP§ymur (#4qt/Ìh9$# 4 `yJsù ¼çnuä!%y` ×psàÏãöqtB `ÏiB ¾ÏmÎn/§ 4ygtFR$$sù ¼ã&s#sù $tB y#n=y ÿ¼çnãøBr&ur n<Î) «!$# ( ïÆtBur y$tã y7Í´¯»s9'ré'sù Ü=»ysô¹r& Í$¨Z9$# ( öNèd $pkÏù crà$Î#»yz ÇËÐÎÈ
Artinya: orang-orang
yang Makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya
orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka
yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya
jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba. orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari
Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang
telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan) dan urusannya (terserah)
kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah
penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (Q.S An-Nisa 275)
$ygr'¯»t úïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sÎ) LäêZt#ys? AûøïyÎ/ #n<Î) 9@y_r& wK|¡B çnqç7çFò2$$sù 4 =çGõ3uø9ur öNä3uZ÷/ 7=Ï?$2 ÉAôyèø9$$Î/ 4 wur z>ù't ë=Ï?%x. br& |=çFõ3t $yJ2 çmyJ¯=tã ª!$# 4 ó=çGò6uù=sù È@Î=ôJãø9ur Ï%©!$# Ïmøn=tã ,ysø9$# È,Guø9ur ©!$# ¼çm/u wur ó§yö7t çm÷ZÏB $\«øx© 4 bÎ*sù tb%x. Ï%©!$# Ïmøn=tã ,ysø9$# $·gÏÿy ÷rr& $¸ÿÏè|Ê ÷rr& w ßìÏÜtGó¡o br& ¨@ÏJã uqèd ö@Î=ôJãù=sù ¼çmÏ9ur ÉAôyèø9$$Î/ 4 (#rßÎhô±tFó$#ur ÈûøïyÍky `ÏB öNà6Ï9%y`Íh ( bÎ*sù öN©9 $tRqä3t Èû÷ün=ã_u ×@ã_tsù Èb$s?r&zöD$#ur `£JÏB tböq|Êös? z`ÏB Ïä!#ypk¶9$# br& ¨@ÅÒs? $yJßg1y÷nÎ) tÅe2xçFsù $yJßg1y÷nÎ) 3t÷zW{$# 4 wur z>ù't âä!#ypk¶9$# #sÎ) $tB (#qããß 4 wur (#þqßJt«ó¡s? br& çnqç7çFõ3s? #·Éó|¹ ÷rr& #·Î72 #n<Î) ¾Ï&Î#y_r& 4 öNä3Ï9ºs äÝ|¡ø%r& yZÏã «!$# ãPuqø%r&ur Íoy»pk¤¶=Ï9 #oT÷r&ur wr& (#þqç/$s?ös? ( HwÎ) br& cqä3s? ¸ot»yfÏ? ZouÅÑ%tn $ygtRrãÏè? öNà6oY÷t/ }§øn=sù ö/ä3øn=tæ îy$uZã_ wr& $ydqç7çFõ3s? 3 (#ÿrßÎgô©r&ur #sÎ) óOçF÷èt$t6s? 4 wur §!$Òã Ò=Ï?%x. wur ÓÎgx© 4 bÎ)ur (#qè=yèøÿs? ¼çm¯RÎ*sù 8-qÝ¡èù öNà6Î/ 3 (#qà)¨?$#ur ©!$# ( ãNà6ßJÏk=yèãur ª!$# 3 ª!$#ur Èe@à6Î/ >äóÓx« ÒOÎ=tæ ÇËÑËÈ
Artinya: “Hai
orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk
waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang
penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan
menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, mereka hendaklah ia menulis,
dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis
itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia
mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. jika yang berhutang itu orang yang
lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau Dia sendiri tidak mampu
mengimlakkan, Maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. dan
persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu).
jika tak ada dua oang lelaki, Maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang
perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa Maka yang
seorang mengingatkannya. janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan)
apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik
kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. yang demikian itu, lebih
adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak
(menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah
itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, Maka tidak ada dosa
bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. dan persaksikanlah apabila kamu
berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. jika
kamu lakukan (yang demikian), Maka Sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan
pada dirimu. dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha
mengetahui segala sesuatu.” (Q.S An-Nisa’ 282).
b.
As-Sunah,
Dari hadis Nabi Muhammad saw “Sesungguhnya Nabi Muhammad
SAW, pernah ditanya tentang usaha apa yang paling baik; nabi berkata: “Usaha
seseorang dengan tangannya dan jual beli
yang mabrur”.(HR. Bajjar, Hakim menyahikannya dari Rifa’ah Ibn Rafi’)
Yang dimana maksud mabrur dalam hadis ini adalah jual
beli yang terhindar dari usaha tipu-menipu dan merugakan orang lain.
Dan kemudian dari Hakim bin Hizam radhiallahu anhu, dia
berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda “Penjual dan pembeli
masih boleh memilih (untuk meneruskan transaksi atau membatalkannya) selama
mereka belum berpisah. Jika keduanya jujur dan menjelaskan apa adanya, maka
keduanya diberkahi dalam jual belinya. Jika keduanya menyembunyikan
(cacat) dan berdusta, maka akan dihapus
berkah pada keduanya." (HR. Bukhari, no. 1973, Muslim, no. 1532)
c.
Ijma’
Secara ijma’, para ulamapun sepakat akan halalnya jual
beli. Begitu pula berdasarkan qiyas. Manusia tentu amat butuh dengan jual beli.
Ada ketergantungan antara manusia dan lainnya dalam hal memperoleh uang dan
barang. Tidak mungkin hal itu diberi cuma-cuma melainkan dengan timbal balik.
Oleh karena itu berdasarkan hikmah, jual beli itu dibolehkan untuk mencapai hal
yang dimaksud.
3.
Rukun dan Pelaksanaan Jual Beli
Dalam menetapkan
rukun jual beli, di antara para ulama terjadi perbedaan pendapat. Menurut ulama
Hanafiyah, Rukun jual beli adalah ijab dan qabul yang menunjukkan pertukaran
barang secara ridah, baik dengan ucapan maupun perbuatan. Adapun rukun
jual-beli menurut jumhur ulama ada empat, yaitu:
a.
Bai’ (penjual)
b.
Mustari (Pembeli)
c.
Shighat (ijab
dan qabul)
d.
Ma’qud ‘alaih (benda
atau barang)
B.
Syarat Jual Beli
a.
Syarat penjual dan pembeli
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi bagi penjual dan
pembeli, diantaranya:
1)
Berakal sehat.
Orang gila atau bodoh tidak sah jual belinya, sebab ia di
bawah kekuasaan walinya. Dijelaskan dalam Q.S An-Nisa: 5
wur (#qè?÷sè? uä!$ygxÿ¡9$# ãNä3s9ºuqøBr& ÓÉL©9$# @yèy_ ª!$# ö/ä3s9 $VJ»uÏ% öNèdqè%ãö$#ur $pkÏù öNèdqÝ¡ø.$#ur (#qä9qè%ur öNçlm; Zwöqs% $]ùrâ÷ê¨B ÇÎÈ
Artinya: “dan
janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta
(mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok
kehidupan. berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan
ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik.”
2)
Baligh (dewasa).
Anak kecil tidak
sah jual belinya. Dalam sebuah hadist dijelaskan: “Ada tiga golongan yang
terbebas dari hukum: orang yang tidur sampai ia bangun, orang gila sampai ia
sembuh, dan anak-anak hingga ia dewasa.”
3)
Atas dasar kemauan sendiri.
Menjual atau
membeli sesuatu atas paksaan orang lain tidak sah hukumnya. Dalam sebuah hadist
dijelaskan: “jual beli itu hanya sah dengan suka sama suka.”
4)
Tidak mubazir
Karena Allah telah
melarangnya dan dijelaskan dalam Q.S. Al-Isra’: 26-27 yang bunyinya:
ÏN#uäur #s 4n1öà)ø9$# ¼çm¤)ym tûüÅ3ó¡ÏJø9$#ur tûøó$#ur È@Î6¡¡9$# wur öÉjt7è? #·Éö7s? ÇËÏÈ ¨bÎ) tûïÍÉjt6ßJø9$# (#þqçR%x. tbºuq÷zÎ) ÈûüÏÜ»u¤±9$# ( tb%x.ur ß`»sÜø¤±9$# ¾ÏmÎn/tÏ9 #Yqàÿx. ÇËÐÈ
Artinya: “dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang
dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan
janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros”. Dan Sesungguhnya
pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah
sangat ingkar kepada Tuhannya.”
b.
Syarat-syarat barang yang diperjual-belikan
Barang-barang yang diperjual
belikan harus memenuhi persyaratan berikut:
1)
Barang itu milik syah si penjual.
2)
Barang itu suci (Barang najis tidak sah diperjual-belikan, seperti arak,
babi darah, dan benda-benda lain yang termasuk najis).
3)
Barang itu ada manfaatnya. Barang yang tidak ada manfaatnya, seperti jual
beli semut, nyamuk, lalat dan sebagainya yang tidak sah.
4)
Barang itu jelas dan dapat diserahterimakan. Jual beli yang barangnya tidak
jelas dan tidak dapat diserahterimakan-seperti menjual ikan di laut tidak sah.
Jual beli seperti ini termasuk penipuan dan dilarang agama.
5)
Kualitas barang tersebut jelas.
d.
Syarat ijab dan qabul
Jual beli berlangsung dengan
ijab dan qabul, terkecuali barang-barang kecil, cukup dengan saling member
sesuai dengan adat kebiasaan yang berlaku. Menurut sebagian ulama, ada beberapa
syarat yang harus diperhatikan dalam ijab dan qabul.
1)
Ucapan ijab dan qabul harus bersambung. Artinya, setelah si penjual mengucapkan
ijab, si pembeli hendaklah mengucapkan qabul.
2)
Ada persesuaian antara ijab dan qabul. Jika tidak ada kesesuaian, akad
jual-belinya tidak sah.
3)
Ijab dan qabul tidak disangkut-pautkan dengan yang lain. Misalnya, si
penjual berkata: “jika saya jadi pergi, saya jual barang ini sekian”. Atau si
pembeli berkata: “Saya beli barang ini dengan harga sekian kalau hujan turun”.
4)
Ijab dan qabul tidak boleh memakai
jangka waktu. Misalnya si penjual berkata: “Saya jual barang ini kepada Anda
dengan harga sekian dalam waktu seminggu atau sekian”.
Dalam suatu
perbuatan jual beli, ketiga rukun ini hendaklah dipenuhi. Sebab apabila salah
satu tidak terpenuhi, maka perbuatan tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai
perbuatan jual beli yang sah.
C.
Hukum dan Sifat Jual Beli
Ditinjau dari hukum dan sifat jual beli, jumhur ulama membagi
jual beli menjadi 2 macam:
1.
Jual beli yang sah (shahih)
Jual beli yang
shahih adalah jual beli yang memenuhi ketentuan syara’, baik rukun maupun
syaratnya.
2.
Jual beli yang tidak sah
Jual beli yang tidak sah adalah jual beli yang tidak memenuhi salah satu
syarat dan rukun sehingga jual beli menjadi rusak (fasid) atau batal. Dengan
kata lain menurut jumhur ulama, rusak dan batal memiliki arti yang sama.
Adapun menurut ulama Hanafiyah membagi hukum dan sifat
jual beli menjadi 3 yaitu :
1.
Jual beli Shahih
Yaitu
jual beli yang memenuhi ketentuan syariat. Hukumnya, sesuatu yang
perjualbelikan menjadi menjadi milik yang melakukan akad.
2.
Jual Beli Batal
Yaitu
jual beli yang tidak memenuhi salah satu rukun atau yang tidak sesuai dengan
syariat, yakni orang yang akad bukan ahlinya, seperti jual beli yang dilakukan
oleh orang gila atau anak kecil.
3.
Jual Beli Fasid (Rusak)
Yaitu jual
beli yang sesuai dengan ketentuan syariat pada asalnya tetapi tidak sesuai
dengan syariat pada sifatnya, seperti jual beli yang dilakukan oleh orang yang
mumayyiz tetapi bodoh sehingga meninggalkan pertentangan.
Adapun dalam masalah ibadah, ulama Hanafiyah sepakat
dengan jumhur ulama bahwa batal fasad adalah sama.
D.
Macam- Macam Jual Beli
Ditinjau
dari pertukaran(Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islami wa adillatuhu) menjelaskan
bahwa jual beli terbagi 4:
1.
Jual beli salam (pesanan). Jual beli salam adalah jual beli melalui pesanan
yakni jual beli dengan cara menyerahkan uang muka terlebih dahulu kemudian
barang diantar belakangan.
2.
Jual beli muqayyadah (barter). Jual beli muqayyadah adalah jual beli dengan
cara menukar barang dengan barang seperti menukar baju dengan sepatu.
3.
Jual beli muthlaq Jual beli muthlaq adalah jual beli barang dengan sesuatu
yang telah disepakati sebagai alat tukar.
4.
Jual beli alat tukar dengan alat tukar adalah, jual beli alat tukar dengan
alat tukar adalah jual beli barang yang biasa dipakai sebagai alat tukar dengan
alat tukar lainnya seperti dinar dengan dirham.
Berdasarkan segi harga, jual beli dibagi pula menjadi
empat bagian:
1.
Jual beli yang menguntungkan (al murabahah).
2.
Jual beli yang tidak menguntungkan, yaitu menjual dengan harga aslinya
(at tauliyah).
3.
Jual beli rugi (al khasarah)
4.
Jual beli al musawah, yaitu penjual menyembunyikan harga aslinya, tetapi
kedua orang yang akad saling meridai. Jual beli seperti inilah yang berkembang
sekarang.
Klasifikasi
Jual Beli dari Sisi Cara Standarisasi Harga:
1.
Jual beli Bargainal (Tawar-menawar). Yakni jual beli di mana penjual tidak
memberitahukan modal barang yang dijualnya.
2.
Jual beli amanah. Yakni jual beli di mana penjual mem-beritahukan harga
modal jualannya. Dengan dasar jual beli ini, jenis jual beli tersebut terbagi
lain menjadi tiga jenis lain :
a.
Jual beli murabahah. Yakni jual beli dengan modal dan ke-untungan yang
diketahui.
b.
Jual beli wadhi”ah. yakni jual dengan harga di bawah modal dan jumlah
kerugian yang diketahui.
c.
Jual beli tauliyah. Yakni jual beli dengan menjual barang dalam harga
modal, tanpa keuntungan dan kerugian.
Sebagian ahli fiqih menambahkan lagi jenis jual beli
yaitu jual beli isyrak dan mustarsal. Isyrak adalah menjual sebagian barang
dengan sebagian uang bayaran. Sedang jual beli mustarsal adalah jual beli
dengan harga pasar. Mustarsil adalah orang lugu yang tidak mengerti harga dan
tawar menawar.
Jual
beli muzayadah (lelang). Yakni jual beli dengan cara penjual menawarkan barang
dagangannya, lalu para pembeli saling menawar dengan menambah jumlah pembayaran
dari pembeli sebelumnya, lalu si penjual akan menjual dengan harga tertinggi
dari para pembeli tersebut.
Kebalikannya disebut dengan jual beli munaqadhah (obral).
Yakni si pembeli menawarkan diri untuk membeli barang dengan kriteria tertentu,
lalu para penjual berlomba menawarkan dagang-annya, kemudian si pembeli akan
membeli dengan harga ter-murah yang mereka tawarkan.
E.
Jual Beli yang Dilarang dalam Islam
1.
Jual beli yang dapat menjauhkan dari ibadah Maksudnya adalah ketika
waktunya ibadah, pedagang malah menyibukkan diri dengan jual belinya sehingga
mengakhirkan shalat berjamaah di masjid. Dia kehilangan waktu shalat atau
sengaja mengakhirkannya, maka jual beli yang dilakukannya haram (dilarang).
Sebagian besar orang menyangka bahwa shalat dapat menyibukkan mereka dari
mencari rizki dan jual beli, padahal justru dengan shalat dan amal shalih-lah
yang bisa mendatangkan barakah dan rahmat Allah Swt.
2.
Menjual barang-barang yang diharamkan Barang yang diharamkan Allah Swt maka
diharamkan pula jual beli barang tersebut.
3.
Menjual sesuatu yang tidak dimiliki
Misal ada seorang pembeli mendatangi seorang pedagang untuk membeli barang
dagangan tertentu darinya sementara barang tersebut tidak ada pada pedagang
tersebut. Kemudian keduanya melakukan akad dan memperkirakan harganya, baik
dengan pembayaran tunai ataupun tempo dan barang tersebut masih belum ada pada
pedagang itu. Selanjutnya pedagang itu membeli barang yang diinginkan pembeli
di tempat lain lalu menyerahkannya kepada pembeli itu setelah keduanya ada
kesepakatan harga dan cara pembayarannya baik secara tunai atau tempo.
4.
Jual beli ‘inah Adalah apabila
seseorang menjual suatu barang dagangan kepada orang lain dengan pembayaran
tempo (kredit) kemudian orang itu (si penjual) membeli kembali barang itu
secara tunai dengan harga lebih rendah. Yang seharusnya kita lakukan ketika
kita menjual barang secara tempo kepada seseorang adalah hendaknya kita
membiarkan orang tersebut memiliki atau menjual barang itu kepada selain kita
ketika dia membutuhkan uang dari hasil penjualan itu.
5.
Jual beli najasy Adalah menawar
suatu barang dagangan dengan menambah harga secara terbuka, ketika datang
seorang pembeli dia menawar lebih tinggi barang itu padahal dia tidak akan
membelinya.
6.
Melakukan penjualan atas penjualan
orang lain Misal ada seseorang mendatangi seorang pedagang untuk membeli suatu
barang dengan khiyar (untuk memilih, membatalkan atau meneruskan akad) selama 2
hari, 3 hari atau lebih. Maka tidak dibolehkan kepada pedagang lain untuk
mendatangi atau menawarkan kepada pembeli dengan berkata, “Tinggalkanlah barang
yang sedang engkau beli dan saya akan memberikan kepadamu barang yang sama yang
lebih bagus dengan harga lebih murah”.
7.
Jual beli secara gharar (penipuan)
Adalah apabila seorang penjual menipu saudara semuslim dengan cara menjual
kepadanya barang dagangan yang di dalamnya terdapat cacat. Penjual itu
mengetahui adanya cacat tetapi tidak memberitahukannya kepada pembeli.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
jual beli itu diperbolehkan dalam Islam. Hal ini dikarenakan jual beli adalah
sarana manusia dalam mencukupi kebutuhan mereka, dan menjalin silaturahmi
antara mereka. Namun demikian, tidak semua jual beli diperbolehkan. Ada juga
jual beli yang dilarang karena tidak memenuhi rukun atau syarat jual beli yang
sudah disyariatkan. Rukun jual beli adalah adanya akad (ijab kabul), subjek
akad dan objek akad yang kesemuanya mempunyai syarat-syarat yang harus dipenuhi,
dan itu semua telah dijelaskan di atas.Walaupun banyak perbedaan pendapat dari
kalangan ulama dalam menentukan rukun dan syarat jual beli, namun pada intinya
terdapat kesamaan, yang berbeda hanyalah perumusannya saja, tetapi inti dari
rukun dan syaratnya hampir sama.
Dalam jual beli juga dikenal istilah khiyar, yaitu hak
memilih yang diberikan kepada pembeli untuk meneruskan atau membatalkannya
karena suatu hal. Hal ini dilakukan untuk kemaslahatan masing-masing pihak yang
melakukan transaksi, dan inipun diperbolehkan dalam Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Hasbiah, Muhammad. Pengantar
Hukum Islam Semarang: PT. Pustaka Rizki.2001.
Hafsah. Fiqih Bandung: CV. Perdana Mulya Sarana.2011.
Rasjid,
Sulaiman. Fiqih Islam Bandung: PT. Sinar
Baru,2006.
Sabiq, Sayid. Fiqih as-Sunnah Bandung: CV.Pustaka,
1988.
Syafe’i,
Rachamat. Fikih Muamalah Bandung: CV. Puntaka Setia, 2001.
Komentar
Posting Komentar