ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT ISLAM
By. Mahasiswa Khoirun, Dkk.
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Filsafat adalah studi tentang seluruh fenomena
kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis dan dijabarkan dalam konsep
mendasar. Filsafat tidak didalami dengan melakukan eksperimen-eksperimen dan
percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan masalah secara persis, mencari
solusi untuk itu, memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi
tertentu. Akhir dari proses-proses itu dimasukkan ke dalam sebuah proses
dialektika. Untuk studi falsafi, mutlak diperlukan logika berpikir dan logika
bahasa. Logika merupakan sebuah ilmu yang sama-sama dipelajari dalam matematika
dan filsafat. Hal itu membuat filasafat menjadi sebuah ilmu yang pada sisi-sisi
tertentu berciri eksak di samping nuansa khas filsafat, yaitu spekulasi,
keraguan, rasa penasaran dan ketertarikan. Filsafat juga bisa berarti
perjalanan menuju sesuatu yang paling dalam, sesuatu yang biasanya tidak
tersentuh oleh disiplin ilmu lain dengan sikap skeptis yang mempertanyakan
segala hal.
Mula-mula filsafat berarti sifat seseorang berusaha
menjadi bijak, selanjutnya filsafat mulai menyempit yaitu lebih menekankan pada
latihan berpikir untuk memenuhi kesenangan intelektual (intelectual curiosity),
juga filsafat pada masa ini ialah menjawab pertanyaan yang tinggi yaitu
pertanyaan yang tidak dapat dijawab oleh sains. Secara terminologi filsafat
banyak diartikan oleh para ahli secara berbeda, perbedaan konotasi filsafat
disebabkan oleh pengaruh lingkungan dan pandangan hidup yang berbeda serta
akibat perkembangan filsafat itu sendiri seperti; James melihat konotasi
filsafat sebagai kumpulan pertanyaan yang tidak pernah terjawab oleh sains
secara memuaskan. Russel melihat filsafat pada sifatnya ialah usaha menjawab,
objeknya ultimate question. Phytagoras menunjukkan filsafat sebagai perenungan
tentang ketuhanan. Hasbullah Bakry (1971: 11) mengatakan filsafat menyelidiki
segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta, dan manusia
sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakikatnya sejauh
yang dapat dicapai akal manusia dan bagiamana sikap manusia itu harus setelah
mencapai pengetahuan itu, dan masih banyak pendapat dari tokoh-tokoh lainnya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa
Pengertian Filsafat Islam?
2. Apa
saja Aliran-Aliran Filsafat Islam?
3.
C. Tujuan Masalah
1. Untuk
mengetahui Pengertian Filsafat Islam.
2. Untuk
mengetahui Aliran-Aliran Filsafat Islam.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Filsafat Islam
Jika
orang ditanya, apa perbedaan agama dan filsafat, maka jawaban-standarnya adalah
sebagai berikut. Filsafat mulai dari keragu-raguan, sementara agama mulai dari
keimanan. Jawaban ini, meski sepintas tampak memuaskan, tak terlalu tepat jika
dirujukkan kepada filsafat pramodern, khususnya Islam. Pertama, tak benar bahwa
agama Islam menyatakan bahwa penganutannya bermula dari iman. Dalam Islam,
dalam hal ini paham rasionalistik Islam (ta‘aqqulî), keimanan datang belakangan
setelah atau, paling cepat, bersamaan dengan akal. Menurut paham ini, agama
harus dipahami secara rasional. Bahkan, bagi sebagian orang, adalah menjadi
tugas setiap individu Muslim untuk berupaya sampai kepada kepercayaan (‘aqîdah)
yang benar tentang Islam lewat pemikirannya sendiri. Dengan demikian, sampai
batas tertentu keragu-raguan skeptisisme sehat memang dipromosikan di sini.
“Agama,” kata sang Nabi, “adalah akal. Tak ada agama bagi orang yang tidak
berakal.”
Kedua,
tak pula benar bahwa filsafat Islam sepenuhnya mulai dari keragu-raguan.
Seperti segera akan kita lihat, ciri filsafat Islam bukanlah terutama terletak
pada skeptisisme. Ciri yang membedakan filsafat Islam dari pendekatan
tradisional (ta‘abbudî) dan teologis adalah pada metode yang digunakannya.
Kalau dalam yang disebut belakangan metode yang digunakannya bersifat dialektik
(jadalî), maka dalam filsafat Islam meski sama-sama rasional-logis metode yang
diterapkan adalah demonstrasional (burhânî). Teologi berangkat dari keimanan
terhadap sifat kebenaran-mutlak bahan-bahan tekstual kewahyuan Al-Quran dan
Hadis. Para teolog membangun argumentasinya secara dialektis berdasarkan
keyakinan baik-buruk tekstual, dan dari situ ber upaya mencapai
kebenaran-kebenaran baru. Sementara, kaum filosof membangun argumen tasinya
melalui pijakan apa yang dipercayai dan Ciri yang membedakan filsafat Islam
dari pendekatan tradisional (ta‘abbudî) dan teologis adalah pada metode yang
digunakannya. Kalau dalam yang disebut belakangan metode yang digunakannya
bersifat dialektik (jadalî), maka dalam filsafat Islam meski sama-sama rasional
Logis metode yang diterapkan adalah demonstrasional (burhânî).
B. Aliran-Aliran Filsafat
Islam
Dalam
proses pertumbuhannya, filsafat sebagai hasil pemikiran para ahli filsafat atau
para filsof sepanjang waktu dengan obyek permasalahan hidup didunia, telah
melahirkan berbagai macam pandangan. Pandangan-pandangan para filsof itu, ada
kalanya satu dengan yang lain hanya bersifat saling kuat menguatkan, tetapi
tidak jarang pula yang berbeda atau berlawanan. Hal ini antara lain disebabkan terutama
oleh pendekatan yang dipakai oleh mereka berbeda, walaupun untuk obyek
permasalahannya sama. Karena perbedaan dalam sistem pendekatan itu, maka
kesimpulan-kesimpulan yang dihasilkan menjadi berbeda pula, bahkan tidak sedikt
yang saling berlawanan. Selain itu faktor zaman dan pandangan hidup yang
melatar belakangi mereka, serta tempat dimana mereka bermukim juga ikut
mewarnai pemikiran mereka.
Untuk
mengenal perkembangan pemikiran dunia filsafat pendidikan islam, dibawah ini
akan diuraikan garis-garis besar aliran-aliran filsafat dalam pendidikan islam,
yaitu:
1. Aliran
Progresivisme
Aliran progresivisme
adalah suatu aliran filsafat pendidikan islam yang sangat berpengaruh dalam
abad ke 20 ini. Pengaruh itu diseluruh dunia. Terlebih-lebih di amerika
serikat. Usaha pembaharuan didalam lapangan pendidikan islam pada umumnya terdorong
aliran progresivisme.
Biasanya aliran
proresivisme ini dihubungkan dengan liberal “the liberalroad to culture”. Yang
dimaksudkan dengan ini ialah pandangan hidup yang mempunyai sifat-sifat sebagai
berikut: fleksibel, curious, toleran dan open-minded.
Sifat-sifat umum aliran
progresivisme dapat di klasivikasikan dalam dua kelompok:
a. Sifat-sifat
negatif
Sifat itu dikatakan
negatif dalam arti bahwa, progresivisme menolak otoritarisme dan absolutisme
dalam segala bentuk seperti terdapat dalam agama, politik, etika dan
epistemologi.
b. Sifat-sifat
positif
Positif dalam arti, bahwa
progresivisme menaruh kepercayaan terhadap kekuatan alamiah dari manusia,
kekuatan-kekuatan yang diwarisi oleh
manusia dari alam sejak ia lahir.
Perkembangan
aliran progresivisme sebagai aliran pikiran baru muncul dengan jelas pada
pertengahan abad ke 19, akan tetapi garis perkembangannya dapat ditarik jauh
kebelakang sampai zaman yunani purba. Misalnya heraclitus (± 544-± 484),
socrates (469-399), protagoras (480-410), dan aristoteles mengemukakan pendapat
yang dapat dianggap sebagai unsur-unsur yang ikut menyebakan terjadinya sikap
jiwa yang disebut pragmatisme-progressivisme.
2. Aliran
Esensialisme
Essensialisme adalah pendidikan yang
didasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban
umat manusia. Essensialisme muncul pada zaman Renaisance dengan ciri-ciri utama
yang berbeda dengan progressivisme. Perbedaannya yang utama ialah dalam
memberikan dasar berpijak pada pendidikan yang penuh fleksibilitas,di mana
serta terbuka untuk perubahan,toleran dan tidak ada keterkaitan dengan doktrin
tertentu.
Idealisme dan realisme adalaah aliran filsafat yang membentuk corak
essensialisme.Dengan demikian Renaissance adalah pangkal sejarah timbulnya
konsep-konsep pikir yang disebut essensialisme,karena itu timbul pada zaman
itu,essensialisme adalah konsep meletakkan sebagai ciri alam pikir modern. Realisme modern,yang menjadi
salah satu eksponen essensialisme,titik berat tinjauannya adalah mengenai alam
dan dunia fisik,sedangkan idealisme modern sebagai eksponen yang
lain,pandangan-pandangannya bersifat spiritual.
Idealisme modern mempunyai pandangan bahwa realita adalah sama dengan
substansi gagasan-gagasan (ide-ide).Dibalik dunia fenomenal ini ada jiwa yang
tidak terbatas yaitu Tuhan,yang merupakan pencipta adanya kosmos.Manusia
sebagai makhluk yang berpikir berada dalam lingkungan kekuasaan Tuhan.
Menurut pandangan ini bahwa idealisme modern merupakan
suatu ide-ide atau gagasan-gagasan manusia sebagai makhluk yang berpikir,dan
semua ide yang dihasilkan diuji dengan sumber yang ada pada Tuhan yang
menciptakan segala sesuatu yang ada dibumi dan dilangit,setrta segala isinya.
Sifat yang menonjol dari ontologi essensialisme adalah suatu konsep bahwa
dunia ini dikuasai oleh tata yang tiada cela, yang mengatur isinya dengan tiada
cela pula.
Tujuan umum aliran essensialisme adalah membentuk pribadi bahagia didunia
dan akhirat. Maka dalam sejarah perkembangannya, kurikulum essensialisme
menerapkan berbagai pola idealisme, realisme dan sebagainya.
Ciri menganai penafsiran idealisme tentang sistem dunia tersimpul dalam
pengertian-pengertian makrokosmos dan mikro kosmos. Makro kosmos merujuk kepada
keseluruhan alam semesta dalam arti susunan dan kesatuan kosmis. Mikro kosmos
menunjuk kepada fakta tunggal pada tingkat manusia.
Teori kepribadian manusia sebagai refleksi Tuhan adalah jalan untuk mengerti
epistemologi essensialisme. Perbedaan
idealisme realisme adalah karena yang pertama menganggap bahwa rohani adalah
kunci kesadaran tentang realita.Bagi sebagian penganut realisme,pikiran itu
adalah jasmaniah sifatnya yang tunduk kepada hukum-hukum phisis.
Konsekuensinya kedua unsur rohani dan jasmani adalah realita kepribadian
manusia.Untuk mengerti manusia,baik filosofis maupun ilmiah haruslah melalui
hal tersebut dan pendekatan rangkap yang sesuai dalam pelaksanaan pendidikan.
3. Aliran
Perennialisme
Perenialisme merupakan suatu aliran dalam
pendidikan yang lahir pada abad kedua puluh. Aliran ini lahir sebagai suatu
reaksi terhadap pendidikan progresif. Perenialisme memandang situasi dunia
dewasa ini penuh kekacauan, ketidakpastian, dan ketidakteraturan, terutama
dalam kehidupan moral, intelektual dan sosio kultual. Oleh karena itu perlu ada
usaha untuk mengamankan ketidakberesan tersebut, yaitu dengan jalan menggunakan
kembali nilai-nilai atau prinsip-prinsip umum yang telah menjadi pandangan
hidup yang kukuh, kuat dan teruji.
Perenialisme berasal dari kata perennial yang
artinya abadi atau kekal dan dapat berarti pula tiada akhir. Dengan demikian,
esensi kepercayaan filsafat perenial ialah berpegang pada nilai-nilai atau
norma-norma yang bersifat abadi. Aliran ini mengambil analogi realita sosial
budaya Perenialisme berarti everlasting, tahan lama atau abadi. Dalam
sejarah peradaban manusia dikenal sejumlah gagasan besar yang tetap
menjadi rujukan sampai kapan pun juga.
Aliran ini mengikuti paham realisme yang sejalan
dengan aristoteles bahwa manusia itu rasional. Sekolah adalah lembaga yang
didisain untuk menumbuhkan kecerdasan. Siswa seyogianya diajari gagasan besar
agar mencintainya, sehingga mereka menjadi intelektual sejati. Akar filsafat
ini datang dari gagasan besar plato dan aristoteles dan kemudian dari Thomas
Aquinas.
Perenialisme lahir sebagai suatu reaksi terhadap
pendidikan progresif. Perenialisme menentang pandangan progresivisme yang
menekankan perubahan dan sesuatu yang baru. Jalan yang ditempuh oleh kaum
perenialis adalah dengan jalan mundur ke belakang, dengan menggunakan kembali
nilai-nilai atau prinsip prinsip umum yang telah menjadi pandangan hidup yang
kuat, kukuh pada zaman kuno dan abad pertengahan. Dalam pendidikan, kaum
perenialis berpandangan bahwa dalam dunia yang tidak menentu dan penuh
kekacauan serta mambahayakan tidak ada satu pun yang lebih bermanfaat daripada
kepastian tujuan pendidikan, serta kestabilan dalam perilaku pendidik.
4. Aliran
rekonstruksionalisme
Kata rekonstruksionisme berasal dari bahasa inggris Reconstruct yang
berarti menyusun kembali. Dalam konteks filsafat pendidikan, aliran
rekonstruksionisme merupakan suatu aliran yang berusaha merombak tata susunan
lama dengan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern.
Aliran rekonstruksionisme pada prinsipnya sepaham dengan aliran
perenialisme, yaitu berawal dari krisis kebudayaan modern. Menurut Muhammad
Noor Syam, kedua aliran tersebut memandang bahwa keadaan sekarang merupakan
zaman yang mempunyai kebudayaan yang terganggu oleh kehancuran, kebingungan,
dan kesimpangsiuran.
Meskipun demikian, prinsip yang dimiliki oleh aliran ini tidaklah sama
dengan prinsip yang dipegang oleh aliran perenialisme. Keduanya mempunyai visi
dan cara yang berbeda dalam pemecahan yang akan ditempuh untuk mengembalikan
kebudayaan yang serasi dalam kehidupan. Aliran perenialisme memilih cara
tersendiri, yakni dengan kembali ke alam kebudayaan lama (regressive road
culture) yang mereka anggap paling ideal. Sementara itu, aliran
rekonstruksionisme menempuhnya dengan jalan berupaya membina suatu konsensus
yang paling luas dan mengenai tujuan pokok dan tertinggi dalam kehidupan umat
manusia.
Untuk mencapai tujuan tersebut, rekonstruksionisme berupaya mencari
kesepakatan antar sesama manusia atau agar dapat mengatur tata kehidupan
manusia dalam suatu tatanan dan seluruh lingkungannya.
Maka, proses dan lembaga pendidikan dalam pandangan rekonstruksionisme
perlu merombak tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan
yang baru. Untuk tujuan tersebut diperlukan kerja sama antarumat manusia.
5. Aliran
Eksistensialisme
Eksistensialisme merupakan aliran filsafat yang memandang berbagai gejala
dengan berdasarkan pada eksistensinya, artinya bagaimana manusia berada
(bereksistensi) dalam dunia.
Eksistensialisme adalah suatu gerakan ptotes dalam filsafat modern. Istilah
eksistensialisme bukan memberikan suatu sistem filsafat secara khusus karena
ada sejumlah perbedaan-perbedaan yang besar antara bermacam-macam filsafat yang
dikelompok sebagai filsafat eksitensialisme.
Secara umum berarti, manusia dalam keberadaannya itu sadar bahwa dirinya
ada dan segala sesuatu keberadaannya itu ditentukan oleh akunya. Karena manusia
selalu terlihat disekelilingnya, sekaligus sebagai miliknya. Upaya untuk
menjadi miliknya itu manusia harus berbuat menjadikan-merencanakan yang
berdasar pada pengalaman yang konkret.
Gerakan ini juga menolak untuk mengikuti suatu aliran, keyakinan, khususnya
sistem dari filsafat sebelumnya. Bagi kaum eksistensialis, filsafat traditional
itu bersifat dangkal, bersifat akademik, jauh dari kehidupan. Tema seperti ini
harus ditinjau dan diluruskan kembali.
Gerakan eksistensialisme ingin mengembalikan persoalan pada eksistensinya.
Eksistensialisme adalah filsafat yang memandang segala gejala berpangkal pada
eksistensi. Titik sentralnya adalah manusia. Eksistensi pada manusia adalah
cara manusia berada di dunia ini. Cara berada manusia itu berbeda dengan cara
berada dari benda-benda. Benda-benda itu tidak sadar akan keberadaannya, yang
satu tidak berinteraksi dengan yang disampingnya. Lain dengan manusia, ia
bersama dengan orang lain dan bersama dengan benda-benda disekitarnya dan
benda-benda itu menjadi berarti karena manusia.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Filsafat
mulai dari keragu-raguan, sementara agama mulai dari keimanan. Jawaban ini,
meski sepintas tampak memuaskan, tak terlalu tepat jika dirujukkan kepada
filsafat pramodern, khususnya Islam. Pertama, tak benar bahwa agama Islam
menyatakan bahwa penganutannya bermula dari iman. Dalam Islam, dalam hal ini
paham rasionalistik Islam (ta‘aqqulî), keimanan datang belakangan setelah atau,
paling cepat, bersamaan dengan akal. Menurut paham ini, agama harus dipahami
secara rasional. Bahkan, bagi sebagian orang, adalah menjadi tugas setiap
individu Muslim untuk berupaya sampai kepada kepercayaan (‘aqîdah) yang benar
tentang Islam lewat pemikirannya sendiri. Dengan demikian, sampai batas
tertentu keragu-raguan skeptisisme sehat memang dipromosikan di sini. “Agama,”
kata sang Nabi, “adalah akal. Tak ada agama bagi orang yang tidak berakal.”
benar
bahwa filsafat Islam sepenuhnya mulai dari keragu-raguan. Seperti segera akan
kita lihat, ciri filsafat Islam bukanlah terutama terletak pada skeptisisme.
Adapun
aliran-aliran filsafat pendidikan islam ada lima, yaitu:
1. Aliran
proresivisme
2. Aliran
esensialisme
3. Aliran
perennialisme
4. Aliran
rekonstruksionalisme
5. Aliran
eksistensialisme.
DAFTAR
PUSTAKA
Ali Hamdani, Filsafat Pendidikan, Yogyakarta: Kembang, 1986.
Fuad
Ihsan, Filsafat Islam, Jakarta:
Rineka Cipta, 2010.
Jalaluddin,
Filsafat Pendidikan, Yogyakarta:
Ar-ruzz media, 2010.
M.
Dagun, Filsafat Eksistensialisme,
Jakarta: Bineka Cipta, 1990.
Shafar,
Buku Saku Filsafat Islam, Bandung:
Mizan, 2006.
Zuhairini,
Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta:
Bumi Aksara, 2004.
Ali Hamdani, Filsafat Pendidikan, (Yogyakarta: Kembang, 1986), hlm. 45-47.
Komentar
Posting Komentar