BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ontologi merupakan salah satu kajian filsafat. Studi tersebut membahas
keberadaan sesuatu yang
bersifat konkret. Ontologi membahas realitas atau suatu entitas dengan apa
adanya. Pembahasan mengenai ontologi berarti membahas kebenaran suatu fakta.
Untuk mendapatkan kebenaran itu, ontologi memerlukan proses bagaimana realitas
tersebut dapat diakui kebenarannya. Untuk itu proses tersebut memerlukan dasar
pola berfikir, dan pola berfikir didasarkan pada bagaimana ilmu pengetahuan
digunakan sebagai dasar pembahasan realitas.
Filsafat adalah refleksi kritis yang radikal. Refleksi
adalah upaya memperoleh pengetahuan yang mendasar atau unsur-unsur yang hakiki
atau inti. Apabila ilmu pengetahuan mengumpulkan data empiris atau data fisis
melalui observasi atau eksperimen, kemudian dianalisis agar dapat ditemukan
hukum-hukumnya yang bersifat universal. Oleh filsafat hukum-hukum yang bersifat
universal tersebut direfleksikan atau dipikir secara kritis dengan tujuan untuk
mendapatkan unsur-unsur yang hakiki, sehingga dihasilkan pemahaman yang
mendalam.
Kemudian apa perbedaan Ilmu Pengetahuan dengan Filsafat.
Apabila ilmu pengetahuan sifatnya taat fakta, objektif dan ilmiah, maka
filsafat sifatnya mempertemukan berbagai aspek kehidupan di samping membuka dan
memperdalam pengetahuan. Apabila ilmu pengetahuan objeknya dibatasi, misalnya
Psikologi objeknya dibatasi pada perilaku manusia saja, filsafat objeknya tidak
dibatasi pada satu bidang kajian saja dan objeknya dibahas secara filosofis
atau reflektif rasional, karena filsafat mencari apa yang hakikat. karena yang
dicari adalah hakekatnya, yang penting data itu dianalisis secara mendalam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Ontologi Ilmu Sains
Istilah
ontologi berasal dari kata Yunani onta yang berarti sesuatu yang
sungguh-sungguh ada, kenyataan yang seseungguhnya , dan logos yang
berarti teori atau ilmu.
Noeng Muhadjir dalam bukunya “Filsafat Ilmu” mengatakan,ontologi membahas
tentang yang ada, yang tidak terikat oleh satu perwujudan tertentu. Ontologi
juga berarti hakikat apa yang dikaji.Ontologi
membahas tentang yang ada yang universal, menampilkan pemikiran semesta universal.
Ontologi berupaya mencari inti yang termuat dalam setiap kenyataan, atau dalam
rumusan Lorens Bagus; menjelaskan yang ada yang meliputi semua realitas dalam
semua bentuknya. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dikatakan bahwa objek
formal dari ontologi adalah hakikat seluruh realitas.
Menerut
Dr. Imam Khanafie Al-Jauharie, M.Ag dalam bukunnya yang berjudul Filsafat
Islam Pendekatan Tematik Ontologi yaitu pertanyaan-pertanyaan yang
berkenaan denagn eksistensi keberadaan atau wujud segala sesuatu sampai pada
aspek hakikat, realitas yang sejati dari sesuatu. dengan kata lain ontology
merupakan sarana umtuk menjawab pertanyaan apa (what).
Sedangkan
menurut Jujun S. Suriasumantri dalam Pengantar Ilmu dalam Persepektif
mengatakan, ontologi membahas apa yang dingin kita ketahui, seberapa jauh kita
ingin tahu, atau dengan perkataan lain, suatu pengkajian mengenai teori tentang
ada.
Dalam
mengklarifikasiakan segala yang ada, Ibnu Sina menggunakan cara yang sering
dipakai oleh golongan mutakallimin, yaitu bahwa segala sesuatu yang ada
dapat dikelompokkan menjadi dua:
a)
Yang wajib
ada (Wajibul Wujud)
b)
Yang
mungkin adanya (Mumkinul Wujud)
Yang
dimaksud dengan wajib adalah sesuatu yang tidak dapat digambarkan tidak adanya.
Sedangkan yang dimaksud yang mungkin adalah yang terbayang adanya di samping
terbayang tidak adanya. Wajib itu terbagi dua lagi, yaitu wajib bi-dzhatihi
(wajib dengan zatnya), wajib bi-ghairihi (wajib dengan yang
lainnya)
Yang
dimaksud wajib dengan zatnya ialah sesuatu yang tidak bergantung kepada adanya
sebab yang lain. dan itu pula wajib bi-dzhatihi ini hanya khusus
mengenal Tuhan saja.
Yang
dimaksud wajib dengan yang lainnya ialah sesuatu yang adanya berasal dari
sesuatu benda lain dari zatnya sendiri. hal ini meliputi semua makhluk.
Misalnya bilangan empat adalah wajib bi-ghairihi, sebab ia
merupakan hasil dari bilangan 2+2, 3+1, atau 2x2. Juga kebakaran, tidak
mungkin adanya kebakaran itu tanpa api dan benda yang terbakar bersama-sama.
Wajib bi-gharihi juga disebut mumkin
bi-dhatihi (mungkin dengan zatnya) seperti diatas. Yang dimaksud dengan mungkin
bi-ghairihi adalah segala yang terbayang karena sebab yang lainnya juga.
Misalnya kelahiran seorang anak itu mungkin dengan sebab perkawinan
suami-istri. atau tumbuhnya suatu pohon mangga yang besar adalah mungkin bagi
sebutir biji mangga yang dilemparkan ditanah. Jadi kesimpulannya mujudaat ini
ada tiga macam: wajib bi-dhatihi, yaitu Allah saja, wajib
bi-ghairihi dan mungkin bi-ghairihi, keduanya adalah alam
makhluk.
Secara ontologis ilmu membatasi lingkup penelaahan keilmuannya hanya pada
daerah-daerah yang berada dalam jangkauan pengalaman manusia.
Jadi ontologi sains merupakan ilmu
yang mempelajari tentang hakikat dan struktur sains dan hakikat sains menjawab
pertanyaan apa sains itu sebenarnya dan struktur sains menjelaskan tentang
cabang-cabang sains.
B. Pengertian
Ilmu Sains
Salah
satu corak pengetahuan ialah pengetahuan yang ilmiah, yang lazim disebut ilmu
pengetahuan, atau singkatnya ilmu, yang ekwivalen artinya dengan Science dalam
bahasa Inggris. Sebagaimana juga science berasal dari kata scio, scire (bahasa
Latin) yang berarti tahu, begitu pun ilmu berasal dari kata ‘alima
(bahasa Arab) yang juga berarti tahu. jadi baik ilmu maupun Science
secara etimologis berarti pengetahuan.
Namun
secara terminologis ilmu dan Science itu semacam pengetahuan yang
mempunyai cirri-ciri, tanda-tanda dan syarat-syarat yang khas.
The Liang Gie (1987) memberikan pengertian ilmu adalah rangkaian aktifitas
penelaahan yang mencari suatu metode untuk memperoleh pemahaman secara
rasional, empiris mengenai dunia ini dalam berbegai seginya, dan keseluruhan
pengetahuan sistematis yang menjelaskan berbagai gejala yang ingin dimengerti
manusia.
C. Struktur
Ilmu Sains
Landasan
ontologis ilmu pengetahuan sangat tergantung pada cara pandang ilmuwan terhadap
realitas. manakala realitas yang dimaksud adalah materi, maka lebih terarah
pada ilmu-ilmu empiris dan cendrung pada ilmu-ilmu kealaman. Manakala realitas
yang dimaksud spirit atau roh, lebih terarah pada ilmu-ilmu humaniora.
Stuat
Chase dalam bukunya The Proper Study of Mankind membagi ilmu pengetahuan
atas tiga kelompok besar, yaitu:
a.
Ilmu
Pengetahuan Alam (Natural Sciences):
1)
Biologi
2)
Antropologi
3)
Ilmu
Kedokteran
4)
Ilmu
Farmasi
5)
Ilmu
Pertanian
6)
Ilmu Pasti
7)
Ilmu Alam
8)
Ilmu
Teknik
9)
Geologi
b. Ilmu Kemasyarakatan (Social
Science):
1)
Ilmu Hukum
2)
Ilmu
Ekonomi
3)
Ilmu Jiwa
Sosial
4)
Ilmu Bumi
Sosial
5)
Sosiologi
6)
Antropologi
Budaya dan Sosial
7)
Ilmu
Sejarah
8)
Ilmu
Politik
9)
Ilmu
Pendidikan
10) Publisitik dan Jurnalistik
c. Humaniora (Studi Humanitas,
Humanities Studies)
1)
Ilmu Agama
2)
Ilmu
Filsafat
3)
Ilmu Bahasa
4)
Ilmu Seni
Pada
pembagian ilmu pengetahuan, hakikatnya adalah dua pembagian yaitu ilmu alam dan
ilmu humniora, tetapi didalam Ilmu alam terdapat manusia yang berhubungan
dengan kemasyarakat yang terkenal dengan makhluk sosial, maka pembagian ilmu
pengetahuan atas tiga golongan dan pemasukan salah satu ilmu tertentu kedalam
salah satu penggolongan hendaknya jangan dianggap tegas demikian (seperti:
hitam dan putih).
D. Hakikat
Ilmu Sains
Pengetahuan
berkembang dari rasa ingin tahu yang merupakan cirri khas manusia karena
manusia adalah satu-satunya makhluk yang mengembangkan pengetahuan secara
sungguh-sungguh. Dalam ilmu Sains pada hakikatnya adalah sesuatu pengetahuan
yang bisa diterima akal atau dengan kata lain rasional dan dapat dibuktikan
secara empiris.
a) Rasionalisme
Inti
dari pandangan rasionalisme adalah bahwa hanya dengan menggunakan prosedur
tertentu dari akal saja kita bisa sampai pada pengetahuan yang sebenarnya,
yaitu pengetahuan yang tidak mungkin salah. Menurut kaum rasionalis, sumber
pengetahuan, bahkan sumber satu-satunya, adalah akal budi manusia. Akal budilah
yang memberi kita pengetahuan yang pasti benar tentang sesuatu.
Tokoh rasionalisme
adalah Des Cartes (1596-1660 M), Spinoza (1632-1677 M) dan Leibniz (1646-1716
M).
b) Empirisme
Aliran empirisme berpendapat bahwa
pengetahuan bersumber dari pengalaman, sehingga pengenalan indrawi merupakan
pengenalan yang paling jelas dan sempurna.
Francus Bacon (1210-1292 M)
berpendapat pengetahuan yang sebenarnya adalah penetahuan yang diterima orang
melalui persentuhan indrawi dengan dunia fakta.
Pengetahuan
sains adalah pengetahuan yang rasional dan didukung bukti empiris. mengenai
contoh itu (jeruk berbuah jeruk) adalah rasional jeruk berbuah jeruk karena
bibit jeruk berisi gen jeruk, tentu akan tumbuh menjadi jeruk dan akan berbuah
jeruk, bukti empirisnya ialah buahnya ternyata memang jeruk. Dari formula itu
daoat diketahui bahwa objek penelitian pengetahuan sains (pengetahuan ilmu)
ialah objek yang empiris.
E. Prinsip
Dasar Ilmu Sains
Di
dalam pemahaman ontologi dapat diketemukan pandangan-pandangan pokok pemikiran
sebagai berikut:
a) Monoisme
Paham
ini mengganggap bahwa hakikat yang asal dari seluruh kenyataan hanyalah satu
saja, tidak mungkin dua. Haruslah satu hakikat saja sebagai sumber yang asal,
baik yamg asal berupa materi atau pun berupa ruhani.
Paham ini kemudian terbagi kadalam dua aliran:
1)
Materialisme
Aliran ini menggangap bahwa sumber
yang asal itu adalah materi bukan ruhani.
2)
Idealisme
Aliran
ini beranggapan bahwa hakikat kenyataan yang beraneka ragam itu semua berasal
dari ruh (sukma) atau sejenis dengannya, sesuatu yang tidak berbentuk dan
menenpati ruang.
b) Dualisme
Aliran
ini berpendapat bahwa benda terdiri dari dua maca hakikat sebagai asal
sumbernya, yaitu hakikat materi dan hakikat ruhani, benda dan ruh, jasad dan
spirit.
c) Pluralisme
Paham
ini berpendapat segenap macam bentuk merupakan kenyataan. Pluralisme bertolak
dari keseluruhan dan mengakui bahwa segenap macam bentuk itu semuanya nyata.
d) Nihilisme
Sebuah doktrin yang tidak mengakui faliditas alternatif yang
positif.
e)
Agnostisisme
Paham
ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat benda. baik
hakikat materi maupun hakikat ruhani.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
1.
Dalam pendekatan ontologi, ilmu Sains terdiri dari dua unsur :
a)
Masalah Rasional
Dalam
sains , pernyataan atau hipotesis yang dibuat haruslah berdasarkan rasio
b)
Masalah Empiris
Hipotesis
yang dibuat tadi diuji ( kebenaranya ) mengikuti prosedur metode ilmiah.
Untuk menguji hipotesis ini digunakan metode eksperimen
2. Dalam
epistemologi, masalah yang terpenting adalah sumber ilmu sains yang terdiri
dari enam sumber, antaralain:
a)
Pengalaman Indra
b)
Nalar
c)
Otoritas
d) Intuisi
e)
Wahyu
f) Keyakinan
DAFTAR
PUSTAKA
Surajiyo. 2010. Ilmu Filsafat
Suatu Pengantar . Jakarta: Bumi Aksara.
Bakhtiar Amsal. 2011. Filsafat
Ilmu. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Al-Jauharie Imam Khanafie. 2010. Filsafat
Islam (Pendekatan Tematik). Pekaalongan: STAIN Pekalongan Press.
Syadali Ahmad, Mudzakir. 1997. Filsafat
Umum. Bandung: Pustaka Setia.
Anshari Endang Saifuddin, 1987. Ilmu,
Filsafat dan Agama. Surabaya: PT Bina Ilmu.
Keraf A. Sonny, Mikhael Dua. 2001. Ilmu
Pengetahuan (Sebuah Tinjauan Filosofis). Yokyakarta: Kanisius.
Tafsir Ahmad. 2014. Filsafat
Pendidikan Islam.. Bandung: Remaja Rosda Karya.
.
Komentar
Posting Komentar