MAKALAH KELUARGA BERENCANA DAN ALAT KONTRASEPSI
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
KELUARGA BERENCANA DAN ALAT KONTRASEPSI
By: Saputra, Dkk.
BAB I
PENDAHULUAN
Semakin berkembangnya
zaman semakin berkembang pula ilmu pengetahuan. Diantaranya pengetahuan
mengenai ilmu kesehatan dan kedokteran salah satunya penerapan keluarga
berencana dan alat kontrasepsi. Kb adalah singkatan dari keluarga berencana
yang merupakan gerakan untuk membentuk
keluarga yang sehat dan sejahtera dengan membatasi kelahiran yang menganjurkan
dua anak lebih baik.
Menurut World Health Organization, Keluarga Berencana (Family
Planning) dapat memungkinkan pasangan usia subur (PUS) untuk mengantisipasi
kelahiran, mengatur jumlah anak yang diinginkan, dan mengatur jarak serta waktu
kelahiran. Hal ini dapat dicapai melalui penggunaan metode kontrasepsi dan
tindakan infertilitas. Jadi, Keluarga Berencana (Family Planning) adalah suatu
usaha untuk menjarangkan atau merencanakan jumlah dan jarak kehamilan dengan kehammilan Sedangkan alat kontrasepsi adalah alat yang
umumnya digunakan untuk pencegahan yang tidak diinginkan atau tidak
memungkinkan, misalnya saat kondisi tubuh seorang wanita tidak memungkinkan untuk
mengandung atau hamil. alat kontrasepsi yang bertujuan untuk
mewujudkan keluarga kecil, bahagia sejahtera.
Sehingga pada pembahasan kali ini akan dikupas tuntas mengenai penggunaan kb dan alat kontrasepsi dalam pandangan hukum islam.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Hukum Keluarga Berencana Menurut Hukum Islam ?
2. Bagaimana Hukum Menggunakan Alat Kontrasepsi Dalam Hukum Islam?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana hukum KB dalam hukum islam.
2. Untuk mengetahui bagaimana hukum menggunakan alat kontrasepsi dalam hukum islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. KB (Keluarga Berencana)
Keluarga
berencana adalah istilah yang dipakai dinegara kita oleh lembaga Badan
Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). KB family planning berarti
pasangan suami istri yang telah mempunyai perencanaan yang kongkret mengenai
kapan anak-anaknya diharapkan lahir dan disambut dengan hati gembira dan
bersyukur.
Berdasarkan UU No 52
Tahun 2009, pengertian Keluarga Berencana adalah upaya untuk mengatur kelahiran
anak, jarak dan umur ideal melahirkan, mengatur kehamilan, melalui promosi,
perlindungan, dan bantuan sesuai dengan hak reproduksi untuk mewujudkan
keluarga yang berkualitas.
Pelayanan keluarga berencana merupakan salah satu strategi untuk
mendukung percepatan penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dengan mengatur waktu,
jarak, jumlah kehamilan, sehingga dapat mencegah atau memperkecil kemungkinan
ibu hamil mengalami komplikasi yang membahayakan jiwa atau janin.
Program keluarga berencana (KB)
adalah upaya mengatur kelahiran anak, jarak dan usia ideal melahirkan, mengatur
kehamilan, melalui promosi, perlindungan, dan bantuan sesuai dengan hak
reproduksi untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas.
Tujuan keluarga berencana di Indonesia adalah
Meningkatkan kesejahteraan ibu, anak dalam rangka mewujudkan NKKBS (Norma
Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera) yang menjadi dasar terwujudnya masyarakat
yang sejahtera dengan mengendalikan kelahiran sekaligus menjamin terkendalinya
pertambahan penduduk.
1.
Pandangan
islam terhadap KB
Dalam Al qur’an terdapat sejumlah ayat yang memberikan petunjuk yang perlu kita laksanakan dalam kaitannya dengan keluarga berencana diantaranya ialah :
a) Firman Allah dalam Qur’an surah An Nisa ayat 9
وَلْيَخْشَ الَّذِيْنَ لَوْ تَرَكُوْا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعٰفًا خَافُوْا عَلَيْهِمْۖ فَلْيَتَّقُوا اللّٰهَ وَلْيَقُوْلُوْا قَوْلًا سَدِيْدا
Artinya :
“Dan hendaklah tidak takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap kesejahteraan mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar”.
b) Firman Allah dalam Qur’an surah Al Baqarah ayat 233
وَالْوَالِدٰتُ يُرْضِعْنَ اَوْلَادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ لِمَنْ اَرَادَ اَنْ يُّتِمَّ الرَّضَاعَةَ ۗ وَعَلَى الْمَوْلُوْدِ لَهٗ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِۗ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ اِلَّا وُسْعَهَا ۚ لَا تُضَاۤرَّ وَالِدَةٌ ۢبِوَلَدِهَا وَلَا مَوْلُوْدٌ لَّهٗ بِوَلَدِهٖ وَعَلَى الْوَارِثِ مِثْلُ ذٰلِكَ ۚ فَاِنْ اَرَادَا فِصَالًا عَنْ تَرَاضٍ مِّنْهُمَا وَتَشَاوُرٍ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا ۗوَاِنْ اَرَدْتُّمْ اَنْ تَسْتَرْضِعُوْٓا اَوْلَادَكُمْ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ اِذَا سَلَّمْتُمْ مَّآ اٰتَيْتُمْ بِالْمَعْرُوْفِۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ وَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ بِمَا تَعْمَلُوْنَ بَصِيْرٌ
Artinya : “Dan ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, bagi yang ingin menyusui secara sempurna. Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut. Seseorang tidak dibebani lebih dari kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita karena anaknya dan jangan pula seorang ayah (menderita) karena anaknya. Ahli waris pun (berkewajiban) seperti itu pula. Apabila keduanya ingin menyapih dengan persetujuan dan permusyawaratan antara keduanya, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin menyusukan anakmu kepada orang lain, maka tidak ada dosa bagimu memberikan pembayaran dengan cara yang patut. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”
c) Firman Allah dalam Qur’an surah Al Ahqaf ayat 15
وَوَصَّيْنَا الْاِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ اِحْسَانًا ۗحَمَلَتْهُ اُمُّهٗ كُرْهًا وَّوَضَعَتْهُ كُرْهًا ۗوَحَمْلُهٗ وَفِصٰلُهٗ ثَلٰثُوْنَ شَهْرًا ۗحَتّٰىٓ اِذَا بَلَغَ اَشُدَّهٗ وَبَلَغَ اَرْبَعِيْنَ سَنَةًۙ قَالَ رَبِّ اَوْزِعْنِيْٓ اَنْ اَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِيْٓ اَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلٰى وَالِدَيَّ وَاَنْ اَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضٰىهُ وَاَصْلِحْ لِيْ فِيْ ذُرِّيَّتِيْۗ اِنِّيْ تُبْتُ اِلَيْكَ وَاِنِّيْ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ
Artinya : “Dan Kami perintahkan kepada manusia agar berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Masa mengandung sampai menyapihnya selama tiga puluh bulan, sehingga apabila dia (anak itu) telah dewasa dan umurnya mencapai empat puluh tahun dia berdoa, “Ya Tuhanku, berilah aku petunjuk agar aku dapat mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau limpahkan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku dan agar aku dapat berbuat kebajikan yang Engkau ridai; dan berilah aku kebaikan yang akan mengalir sampai kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertobat kepada Engkau dan sungguh, aku termasuk orang muslim.”
Dari ayat-ayat diatas, dapat disimpulkan bahwa petunjuk yang perlu dilakukan dalam KB adalah :
a) Terpeliharanya kesehatan ibu dan anak.
b) Terjaminnya keselamatan jiwa ibu karena beban jasmani dan rohani selama melahirkan.
c) Terpeliharanya kesehatan jiwa.
d) Terjaminnya keselamatan orang tua yang dibebani kewajiban mencukupkan kebutuhan kehidupan keluarga.[1]
2. Pandangan Ulama Tentang Ketentuan KB
a) Ulama Yang Memperbolehkan KB
Diantara ulama yang memperbolehkan adalah Imam al-Ghazali, Syaikh al-hariri, Syaikh Syalthul. Ulama ini membolehkan mengikuti program KB dengan ketentuan untuk menjaga kesehatan ibu menghindari kesulitan ibu dan untuk menjarakkan anak.
b) Ulama yang melarang KB
Selain ulama yang memperbolehkan ada juga ulama yang melarang penggunaan KB diantaranya Prof.Dr.Madkour,Abu A’la al-maududi. Mereka melarang mengikuti KB karna KB merupakan perbuatan membunuh keturunan seperti firman Allah Swt. Yang artinya “dan jangan lah kamu membunuh anak anak kamu karena takut kemiskinan, kami akan memberi rizki kepadamu dan kepada mereka”.
c) Cara KB Yang di Perbolehkan
Ada beberapa cara KB yang di perbolehkan oleh syara’ antara lain ;Menggunakan pil, suntikan, spiral, kondom, deafragma dan tablet vagina.
d) Cara KB yang dilarang
Cara cara yang termasuk kategori terlarang antara lain ;Vasektomi,tubektomi dan aborsi hal ini tidak di perbolehkan karena menentang tujuan pernikahan untuk menghasilkan keturunan.[2]
B. Alat Kontrasepsi
Alat Kontrasepsi adalah metode atau alat yang digunakan untuk mencegah kehamilan. Terdapat berbagai
cara kontrasepsi, antara lain kontrasepsi suntikan, kontrasepsi oral,
kontrasepsi intravaginal, kondom, dan alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) atau
intrauterine device (I.U.D), operasi tubektomi atau vasektomi) atau cara
konvensional. Kontrasepsi yang paling banyak digunakan dewasa ini ialah
kontrasepsi oral, suntikan dan kontrasepsi mantap (kontap) dengan operasi
tubektomi.[3]
Kontrasepsi adalah mencegah bertemunya sel telur yang matang dengan sel sperma saat melakukan hubungan badan dengan pasangan. kontrasepsi adalah alat yang dipergunakan sebagai salah satu cara untuk pencegahan terjadinya kehamilan dengan menghalangi pertemuan antara sel sperma denga sel telur sehingga tidak terjadi yang namanya pembuahan dalam rahim.[4]
1. Pandangan Islam terhadap Alat Kontrasepsi
a) Firman allah dalam al-qur’an suroh al-isra’ ayat : 31
وَلَا تَقْتُلُوْٓا اَوْلَادَكُمْ خَشْيَةَ اِمْلَاقٍۗ نَحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَاِيَّاكُمْۗ اِنَّ قَتْلَهُمْ كَانَ خِطْـًٔا كَبِيْرًا
Artinya: “Dan janganlah kalian membunuh anak-anakmu karena khawatir tidak bisa makan (jatuh miskin). Kamilah yang memberikan rezeki kepada mereka (anak-anakmu) dan juga kepada kalian. Sungguh membunuh mereka adalah tindakan kejahatan yang besar.”
b) Hadits tentang alat kontrasepsi
Artinya: “Dari Jabir, ia berkata: Kami pernah melakukan ‘azl (coitus interuptus) pada masa Rasulullah saw. kemudian berita itu sampai kepada Nabi saw. namun Nabi saw. tidak melarang kami”. (HR. Muslim, no. 3634)
2. Pandangan Ulama Terhadap Alat Kontresepsi
a) Mahzab Hanafi
Imam Abu Hanifah memandang hukum melakukan azl adalah sesuatu yang boleh atas dasar persetujuan istri, namun bila tanpa izin, maka hukumnya menjadi makruh.[5] Berbeda kemudian saat sang suami sedang melakukan perjalanan untuk perperangan, atau bepergian dengan jarak yang sangat jauh dan waktu yang sangat lama maka hukum „azl adalah boleh, tanpa disyaratkan harus mendapatkan persetujuan dari sang istri. Hal ini dikarekan adanya kekhawatiran saat istri melahirkan, namun suami tidak dapat menjaga dan merawat anak dan istrinya.[6] Demikianlah pandangan Imam Abu Hanifah terkait kedudukan „azl. Seiring perjalanan waktu, para murid imam Abu hanifah seperti Ibn Nujaim mengukuhkan pandangan sang imam akan kebolehan melakukan „azl atas persetujuan sang istri. Bahkan Ibn Nujaim beranggapan bahwa praktik yang terjadi pada zaman Nabi, tentang wanita yang menutup rahimnya asal mendapat persetujuan suaminya, hukumnya juga boleh atas dasar kemaslahatan.
b) Mazhab Malikiyah
Imam Malik memiliki tatacara istinbath hukum dengan menjadikan amalan penduduk madinah sebagai hujjah. Bahkan amalan penduduk madinah ini merupakan termasuk sumber hukum Islam setelah al-Qur‟an dan al-Sunnah dan untuk landasan berpijak dalam menetapkan perbuatan penduduk madinah dijadikan hujjah, Imam malik tetap mengakui hadis yang bersifat Munqathi‟ dan Mursal selama tidak bertentangan dengan amalan penduduk Madinah. Singkat kata, metode Ijtihad Imam Malik adalah apabila tidak ditemukan nash baik dari alQur‟an, maka dia akan mencarinya di dalam hadis akan suatu permasalahan tertentu. Menurut imam Malik bahwa fatwa sahabat, putusan hukum dan perbuatan penduduk madinah masih digolongkan kepada sunnah dari Rasulullah saw. baru kemudian hukum itu ditetapkan dengan Qiyas.
Adapun pandangan mazhab Malikiyah dengan hukum penggunaan alat kontrasepsi adalah boleh dengan alasan yang dapat diterima oleh syari‟at. Dalil yang digunakan adalah perbuatan sahabat terlebih imam Malik menjadikan amalan dan fatwa sahabat termasuk kategori al-Sunnah yang bisa dijadikan Hujjah.17 Imam Malik berkeyakinan apabila sahabat Nabi saw. melakukan suatu perbuatan, maka perbuatan itu memiliki konsekuensi hukum. Perkara „azl merupakan salah satu peraktik sahabat bahkan di saat wahyu masih diturunkan kepada Nabi saw. sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya. Alasan kemaslahatan dan kedharuratan masuk pada pijakan dalam penetapan hukum kebolehan azl.
c) Mazhab Syafi’iyyah
Adapun hukum menggunakan alat kontrasepsi (al-‟azl), maka mazhab Syafi‟i memandangnya boleh dengan syarat harus atas dasar rida sang istri, namun pandangan ini banyak ditentang oleh ulama lain bahwa atas dasar rida bukan merupakan syarat, sebab dalam hal hubungan intim, setiap pasangan memiliki hak yang sama walau dalam hal klimaks tertentu tidak harus sang istri mendapatkannya bila suami sudah ejakulasi lebih dahulu.
d) Mazhab Hambali
Kalangan Mazhab al-Hanabilah melihat hukum melakukan al‟azl adalah boleh apabila atas dasar keridaan istri. Corak istinbath hukum yang digunakan Imam Ahmad bin Hambal banyak dipengaruhi oleh sang guru yaitu Imam Syafi‟i, sehingga dalam permasalahan hukum „azl, Imam Ahmad bin Hambal satu pendapat dengan Imam Muhammad bin Idris al-Syafi‟i. Mazhab Hambali menambahkan sisi Maqasidus Syari‟ah dalam menilik permasalahan ini. Bahwa tujuan rumah tangga dibangun adalah untuk mendapatkan anak keturunan dan menjaga keberlangsungan hidup manusia.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
KB adalah singkatan dari keluarga
berencana. KB adalah upaya mengatur kelahiran anak, jarak
dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan, melalui promosi, perlindungan,
dan bantuan sesuai dengan hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga yang
berkualitas. Sebahagian ulama ada yang memperbolehkan KB, namun ada juga
sebahagian ulama yang melarang penggunaan KB. Tindakan tersebut bukanlah diputuskan begitu
saja, namun ada beberapa hal yang diperhatikan, baik untuk kesehatan jiwa dan
mental seorang ibu dan kesehatan jiwa dan mental bakal anak yang akan
dilahirkan.
Sedangkan alat kontrasepsi adalah metode atau alat yang digunakan untuk mencegah kehamilan. Dan untuk mencegah kehamilan terdapat berbagai cara kontrasepsi, antara lain kontrasepsi suntikan, kontrasepsi oral, kontrasepsi intravaginal, kondom, dan alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) atau intrauterine device (I.U.D), operasi tubektomi atau vasektomi) atau cara konvensional. Kontrasepsi yang paling banyak digunakan dewasa ini ialah kontrasepsi oral, suntikan dan kontrasepsi mantap (kontap) dengan operasi tubektomi. Namun, para ulama madzhab juga memperboleh kan adanya penggunaan alat kontrasepsi dengan memperhatikan untuk kesehatan jiwa dan mental seorang ibu. Di antara madzhab yang membolehkan adalah madzhab hambali, madzhab syafi’i, madzhab maliki, dan madzhab hanafi.
B. Saran
Makalah ini banyak
terdapat kekurangan, namun kami sebagai penulis mengharapkan kritik dan
sarannya demi membangun kerapian dan kebagusan dalam penyusunan makalah kami
baik dari redaksi bahasa maupun isi pembahasannya. Dan semoga makalah ini bisa
menambah wawasan bagi kita semua terutama bagi penulis.
DAFTAR PUSTAKA
As-Syaukani,
Luthfi , politik HAM dan isu isu fiqih
kontenporer, Bandung ; pustaka hidayah, 1998.
az-Zuhaili,
Wahbah, Al-Fiqhul Islam Wa adillatuhu,
(Cet ke 3; Damaskus: Dar al-fikr, 1989).
Ebrahim,
Fadl Mohsin Aborsi, Kontrasepsi dan
Mengatasi Kemandulan. Bandung: Mizan.
Mu’ayyis
Muhammad bin Mahmud al-Khawarizmi, Abu, Al-Jami‟ Masanid Al-Imam AlA‟zham,
(Bairut: Darul Kutub Ilmiah, tt) Jilid 2.
Mustafa,
Zam-zam , dkk. Hukum Penggunaan Alat Kontrasepsi Dalam Pandangan Islam. Ma’alim : Jurnal Pendidikan Islam.V0l.
2, N0. 2. 2020.
Yusuf,
Muhammad . Masail Fiqhiyah memahami
PERMASALAHAN KONTEMPORER, Jakarta Pusat : GUNADARMA ILMU, 2017.
[1]Muhammad Yusuf, Masail Fiqhiyah Memahami PERMASALAHAN KONTEMPORER, (Jakarta Pusat : GUNADARMA ILMU), Hlm. 162, 2017.
[2]Luthfi As-Syaukani , polotik HAM dan isu isu fiqih kontenporer,
(Bandung ; pustaka hidayah, 1998),Hlm .157
[3] Ebrahim,
Fadl Mohsin Aborsi, Kontrasepsi dan
Mengatasi Kemandulan,( Bandung: Mizan.
[4]Zam-zam
Mustafa, dkk. Hukum Penggunaan Alat
Kontrasepsi Dalam Pandangan Islam. Ma’alim
: Jurnal Pendidikan Islam.V0l. 2, N0. 2. 2020. Hlm. 87
[5]Abu Mu’ayyis Muhammad
bin Mahmud al-Khawarizmi, Al-Jami‟ Masanid Al-Imam AlA‟zham, (Bairut: Darul
Kutub Ilmiah, tt) Jilid 2, Hlm. 118 -119.
[6]Wahbah
az-Zuhaili, Al-Fiqhul Islam Wa
adillatuhu, (Cet ke 3; Damaskus: Dar al-fikr, 1989), Hlm.108.
Komentar
Posting Komentar