MAKALAH RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM

RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM By. Retno, dkk. A.       PENDAHULUA N   a.         Latar Belakang Bimbingan dan konseling merupakan kegiatan yang bersumber pada kehidupanmanusia. Kenyataan menunjukkan bahwa manusia di dalam kehidupannya selalu menghadapi persoalan-persoalan yang silih berganti. Persoalan yang satu dapat diatasi, persoalan yanglain muncul, demikian seterusnya. Manusia tidak sama satu dengan yang lain, baik dalamsifat maupun kemampuannya. Ada manusia yang danggup mampu mengatasi persoalan tanpa bantuan dari pihak lain, tetapi tidak sedikit manusia yang tidak mampu mengatasi persoalan bila tidak dibanntu orang lain, maka dari inilah bimbingan konseling dibutuhkan. Bimbingan dan konseling merupakan salah satu komponen dari pendidikan.Mengingat bahwa bimbingan dan konseling adalah suatu kegiatan bantuan dan tuntunan yangdiberikan kepada individu pada umumnya, dan siswa pada khususnya di sekol...

MAKALAH LANDASAN YURIDIS PENDIDIKAN


BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Dalam upaya meningkatkan mutu sumber daya manusia, mengejar ketertinggalan di segala aspek kehidupan dan menyesuaikan dengan perubahan global serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga menuntut tiap-tiap negara harus memiliki peraturan perundang-undangan sendiri, semua tindakan yang dilakukan di Negara itu didasarkan pada perundang-undangan tersebut. Negara Republik Indonesia mempunyai berbagai peraturan perundang-undangan yang bertingkat, mulai dari UUD 1945, UU, Peraturan Pemerintah, Ketetapan dan Surat Keputusan. Semuanya mengandung hukum yang harus ditaati, dimana UUD 1945 merupakan hukum yang tertinggi. Landasan hukum merupakan peraturan baku sebagai tempat berpijak atau titik tolak dalam melaksakan kegiatan tertentu, dalam hal ini kegiatan pendidikan.
Praktik pendidikan nasional diselenggarakan dengan mengacu kepada   landasan yuridis tertentu  yang telah ditetapkan,  baik berupa  undang-undang  maupun  peraturan pemerintah   mengenai   pendidikan.   Para   pendidik   dan   tenaga   kependidikan   perlu memahami berbagai   landasan   yuridis sistem pendidikan nasional tersebut dan menjadikannya sebagai titik tolak pelaksanaan peranan yang diembannya. Dengan demikian diharapkan akan tercipta tertibnya penyelenggaraan sistem pendidikan nasional yang menjadi salah satu prasyarat untuk dapat tercapainya tujuan pendidikan nasional.

B.       Rumusan Masalah
1.            Apa pengertian landasan hukum/yuridis?
2.            Bagaimana pendidikan menurut Undang-undang dasar 1945?
3.            Bagaimana penjelasan tentang Undang- Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional?
4.            Sebutkan Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 yang membahas tentang Guru dan Dosen?

C.      Tujuan Penulisan
1.      Menjelaskan pengertian landasan hukum/yuridis.
2.      Dapat mengetahui bagaimana pendidikan menurut Undang-undang dasar 1945.
3.      Memberi penjelasan tentang Undang- Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
4.      Ingin mengetahui Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 yang membahas tentang Guru dan Dosen.





BAB II
PEMBAHASAN

A.      Landasan Hukum atau Yuridis
1.    Pengertian Landasan Yuridis[1]
Kata landasan dalam hukum berarti melandasi atau mendasari atau titik tolak. Landasan hukum seseorang guru boleh mengajar misalnya, adalah surat keputusan tentang pengangkatan sebagai guru. Yang melandasai atau mendasari ia menjadi guru adalah surat keputusan itu beserta hak-haknya. Surat keputusan itu merupakan titik tolak untuk ia bias melaksanakan pekerjaan guru.
Begitu pula halnya mengapa anak-anak sekarang diwajibkan belajar paling sedikit sampai dengan tingkat SLTP, adalah dilandasi belajar atau didasari atau bertitik tolak dari peraturan pemerintah tentang pendidikan dasar dan ketentuan tentang wajib belajar. Sementara itu kata hukum dapat dipandang sebagai aturan baku yang patut ditaati. Aturan baku yang sudah disahkan oleh pemerintah ini, bila dilanggar akan mendapat sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku pula. Seorang guru yang melanggar disiplin misalnya, bias dikenai sanksi dalam bentuk kenaikan pangkatnya ditunda. Begitu pula seorang peserta didik yang kehadirannya kurang dari 75 % tidak diizinkan mengikuti ujian akhir.
Hukum atau aturan baku diatas, tidak selalu dalam bentuk tertulis. Seringkalai aturan itu. dalam bentuk lisan, tetapi diakui dan ditaati oleh masyarakat. Hukum adat misalnya, banyak yang tidak tertulis, diturunkan secara lisan turun-temurun di masyarakat. Hokum seperti ini juga dapat menjadi landasan pendidikan. Dari uraian diatas dapatlah dipahami makna kata landasan hukum dapat diartikan peraturan baku sebagai tempat berpojak atau titik tolak dalam melaksanakn kegiat, dalam hal ini kegiatan pendidikan, tetapi tidak semua kegiatan pendidikan dilandasi oleh aturan-aturan baku ini. Cukup banyak kegiatan pendidikan yang dilandasi oleh aturan lain, seperti aturan kurikulum, aturan cara mengajar, cara membuat persiapan, supervise, dsb. Apalagi bila dikaitkan dengan kiat meng ajar atau seni mendidik, sangat banyak kegiatan pendidikan yang dikembangkan sendiri oleh para pendidik.
2.    Pendidikan Menurut Undang-Undang Dasar 1945
Undang-undang dasar 1945 adalah merupakan hukum tertinggi di Indonesia. Semua peraturan perundang-undangan yang lain harus tunduk atau tidak boleh bertentangan dengan Undang-undang dasar ini. Pasal-pasal yang bertalian dengan pendidikan dalam undang-undang dasar 1945 hanya 2 pasal, yaitu, Pasal 31 dan Pasal 32, yang satu menceritak tentang pendidikan dan yang satu menceritakan tentang kebudayaan.
a.       Pasal 31 Ayat 1  berbunyi: Tiap-tiap warga Negara berhak mendapat pengajaran, Ayat 2  berbunyi:  Setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Ayat ini berkaitan dengan wajib belajar 9 tahun di SD dan SMP yang sedang dilaksanakan.  Ayat 3 berbunyi: Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu system pendidikan nasional. Ayat ini mengharuskan pemerintah mengadakan satu system pendidikan nasional, untuk memberi kesempatan kepada warga Negara mendapatkan pendidikan. Kalau karena suatu hal seseorang atau sekelompok masyarakat tidak bisa mendapatkan kesempatan belajar, maka mereka bias menuntut hak itu kepada pemerintah.
b.      Pasal 32 Ayat 1 berbunyi: Memajukan budaya nasional serta memberi kebebasan kepada masyarakat untuk mengembangkannya.
c.       Ayat 2 berbunyi: Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai bagian dari budaya nasional. Mengapa pada pasal ini juga berhubungan dengan pendidikan? Sebab pendidikan adalah bagian dari kebudayaan. Seperti kita ketahui bahwa kebudayaan adalah hasil dari budi daya manusia, kebudayaan akan berkembang bila budi daya manusia ditingkatkan. Sementara itu sebagian besar budi daya bias dikembangkan kemampuannya melalui pendidikan, jadi bila pendidikan maju, maka kebudayaanpun akan maju pula. Kebudayaan dan pendidikan adalah dua unsur yang saling mendukung satu sama lain. Sudah dikatakan diatas, bila pendidikan maju maka kebudayaan juga akan maju, begitu juga sebaliknya, karena kebudayaan yang banyak aspeknya akan mendukung program dan pelaksanaan pendidikan. Dengan demikian  upaya memajukan kebudayaan berarti juga sebagai upaya memajukan pendidikan.

B.       Undang- Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Diantara peraturan perundang-undangan RI yang paling banyak membicarakan pendidikan adalah Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003. Sebaba undang-undang ini bisa disebut sebgaai induk peraturan perundang-undangan pendidikan. Undang-undang ini mengatur pendidikan pada umumnya, artinya segala sesuatu bertalian dengan pendidikan, mulai dari prasekolah sampai dengan pendidikan tinggi ditentukan dalam undang-undang ini.[2]
a.    Pasal 1 Ayat 2 dan Ayat 5, ayat 2 berbunyi: pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan pancasila dan Undang-undang dasar 45 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia, dan tanggap terhadap tuntunan perubahan zaman. Undang-undang ini mengharuskan pendidikan berakar pada kebudayaan nasional dan nilai-nilai agama yang berdasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Ini berarti teori-teori pendidikan dan praktik-praktik pendidikan yang diterapkan di Indonesia , tidak boleh tidak haruslah berakar pada kebudayaan Indonesia dan agama. Tetapi kenyataan menunjukkan kita belum punya teori-teori pendidikan yang khas yang sesuai dengan budaya bangsa. Kita sedang mulai membangunnya teori pendidikan kita masih dalam proses pengembangan (Sanusi, 1989).
b.    Pasal 1 Ayat 5 berbunyi: tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dalam penyelenggaraan pendidikan. Menurut ayat ini yang berhak menjadi tenaga kependidikan adalah setiap anggota masyarakat yang mengabdikan dirinya dalam penyelenggaraan pendidikan. Sedang yang dalam apa dimaksud dengan tenaga kependidikan tertera dalam pasal 39 ayat 1 yang mengatakan tenaga kependidikan mencakup tenaga administrasi, pengelola/kepala lembaga pendidikan, panilik/pengawas, peneliti dan pengembangan pendidikan, pustakawan, laboran, dan teknisi sumber belajar.
c.    Pasal 5 undang-undang pendidikan kita bermakna: setiap warga Negara berhak atas kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu, baik bagi mereka yang berlainan fisik, didaerah terpencil, maupun yang cerdas atau berbakat khusus, yang bisa berlangsung sepanjang hayat.
d.   Pasal 6 mewajibkan warga Negara berusia 7 sampai 15 tahun mengikuti pendidikan dasar. Semua pihak seharusnya berusaha menyukseskan program wajib belajar ini. Pihak pemerintah berusaha dengan berbagai cara agar program ini berjalan lancer, begitu pula pihak masyarakat yang putra-putranya dikenai oleh pendidikan harus juga berusaha membantu pemerintah. Sebab kalu masyarakat berdiam diri, apalagi menentang program wajib belajar ini , berarti menelantarkan atau meniadakan peluang untuk mendapatkan kesempatan belajar tersebut.. dapat saja sikap dan tindakan itu dikatakan melalaikan hukum atau menentang hukum. Kalu hal ini terjadi jelas akan merugikan masyarakat itu sendiri, baik sebagai konsekuensi dan melalaikan atau menentang hukum maupun dan kerugian yang akan diterima oleh putra-putra mereka akibat tidak dapat kesempatan mengikuti pelajaran sebagaimana mestinya.
Penjelasan diatas meningkatkan wawasan kita dan masyarakat pada umumnya tentang bagaiamna seharusnya kita mengambil sikap dan tindakan terhadap program wajib belajar ini. Para pendidik dan masyarakat umum perlu bersikap dan bertindak positif menyukseskan program tersebut antara lain dengan cara:[3]
1)   Memberi dorongan kepada peserta diidk dan warga belajar untuk belajra terus . tidak cukup tamat SD saja dengan alas an-alasan yang amsuk akal.
2)   Mengurangi beban kerja anak-anak, manakala mereka harus membantu meringankan beban ekonomi orang tuanya.
3)   Memebantu menyiapkan lingkungan belajar dan alat-alat belajar dirumah untuk merangsang kemauan belajar anak-anak
4)   Membantu membiayai pendidikan.
5)   Mengizinkan anak pindah sekolah, bila ternyata sekolah semula sudah tidak dapat menampung.
Kesempatan belajar tersebut berlaku bagi semua anak dengan tidak membedakan jenis kelamin, agama, suku, ras, kedudukan, social, dan tingkat kemampuan ekonomi. Jadi penyediaan tempat belajar, penerimaan siswa, serta proses belajar haruslah diperlakukan secara adil. Kita tidak boleh menganakemaskan yang satu dan menganaktirikan yang lain. Semua harus dilayani secara sama.
Undang-undang pendidikan ini membedakan jalur pendidikan dengan jalur pendiidkan nonformal dan informal yang tertera pada pasal 13, dikatakan: jalur pendidikan formal merupakan pendidikan yang diselenggarakan disekolah secra berjenjang dan berkesinambungan, sedangkan jalur pendidikan nonformal dan informal merupakan pendidikan yang diselenggarakan diluar sekolah yang tidak harus berjenjang dan berkesinambungan. Sebagai konsekuensi dari peraturan ini, maka yang berhak masuk ke jalur pendidikan formal hanyalah mereka yang dalam batas-batas umur masa belajar dan studi. Sementara itu yang berhak masuk ke jalur pendidikan nonformal dan informal tidak dibatasi umurnya
Bertalian dengan keinginan belajar kembali sambil bekerja , kini ada kecendrungan para pekerja ini menyerbu perguruan tinggi untuk belajar sebagai mahasiswa. Maksud mereka untuk meningkatkan pendapatan setelah tamat kelak dengan memanfaatkan ijazahnya yang baru. Namun, tampaknya ada juga sejumlah tertentu dari mereka yang hanya bertujuan meningkatkan prestise. Pada masa ini kesempatan itu terbuka luas, mengingat banyak sekali tempat tersedia, terutama pada perguruan-perguruan tinggi swasta.
Yang menjadi pertanyaaan adalah, apakah hasil belajar pada jalur pendiidkan formal tidak mesti sama baiknya dengan hasil belajar pada jalur pendiidkan non formal. Belum ditemukan penelitian untuk menjawab pertanyaan itu, namun dari pengamatan tampaknya tidak ada perbedaan yang mencolok tentang prestasi belajar kedua kelompok ini, terutama bila dikaitkan dengan tugas belajar, izin belajar, dan belajar sambil bekerja diperguruan tinggi. Prestasi belajar itu sebagian ditentukan oleh minat, bakat, dan kemampuan mereka masing-masing, sebab itu baik jalut sekolah maupun jalur luar sekolah , bila pendiidkannya dikelola dan dilaksanakan secara professional amka akan memberikan hasil yang tidak jauh berbeda
Pasal 27 ayat 2 UU Pendidikan ini mengatakan baik pendidikan non formal dan pendidikan informal kalau kelak bisa lulus ujian kesetaraan yang sesuai dengan standar nasional , ijazahnya diakui sama dengan ijazah pendidikan formal. Jalur pendidikan formal terdiri dari pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan khusus, pendidikan keagamaan , pendidikan akademik, dan pendidikan professional (pasal 15). Pendidikan umum terdiri dari pendidikan dasar dan pendidikan menengah umum, pendidikan kejuruan adalah pendidikan menengah kejuruan, pendidikan khusus adalah pendidikan untuk anak-anak luar biasa, dan pendidikan keagamaan ialah pendidikan yang banyak diwarnai oleh keagamaan. Sementara itu pendidikan akademik dan professional/lokasi diselenggarakan diperguruan tinggi.[4]
Pendidikan kedinasan tertulis pada pasal 29 yang menyatakan untuk meningkatkan kinerja pegawai dan calon pegawai negeri yang diselenggarakan oleh departemen atau nondepartemen pemerintah. Pendidikan ini bisa dalam jalur formal bisa juga nonformal. Pendidikan anak usia dini tertuang pada pasal 28, yang dapat terjadi pada jalur formal, noformal, dan informal. Taman kanak-kanak termasuk pendidikan jalur formal.
Pasal 20 menyebutkan bahwa sekolah tinggi, institute, dan universitas menyelenggarakan pendidikan akademik dan atau professional.sementara itu akademik dan politeknik menyelenggarakan pendidikan professional. Pendidikan akademik adalah pendidikan yang berupaya melayani perkemvbangan sikap, berfikir dan prilaku ilmiah para mahasiswa sehingga mereka dapat mengembangkan ilmu, teknologi, dan seni sesuai dengan bidangnya masing-masing. Dan pendidikan professional hanya diberi sebutan profesioonal sebab makna professional berbeda dengan makna akademik . bila istilah akademik berkaitan dengan sikap, berfikir, dan perilaku ilmiah, maka istilah professional berkaitan dengan pelayanan terhadap klien atau orang yang memebutuhkan secara benar-benar. Seperti diketahui bahwa orang dikatakan professional kalau ia mampu melaksanakan sesuatu secara benar, dalam arti sesuai denmgan konsep atau teori yang bertalian dengan sesuatu yang dikerjakan.
Pasal 24 tentang kebebasan akadmeik, kebebasan mimbar akadmeik , dan otonomi keilmuan, bunyi lengkap ayat itu adalah sebgai berikut: dalam penyelenggaraan pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan pada perguruan tinggi berlaku kebebasan akademik dan kebebasan mimbar akademik serta otonom keilmuan. Ketiga ketentuan ini berlaku bagi civitas akademik , yaitu para dosen dan mahasiswa.
Kebebasan akademik adalah kebebasan yang dimiliki oleh anggota civitas akademik, yang mencakup dosen-dosen dan para mahasiwa. Mengapa hanya dua kelompok ini yang dikategorikan sebagai anggota civitas akademik, karena merekalah yang berkecimpung dalam kegiatan-kegiatan akademik, dalam hal ini tugas-tugas mereka mencakup:
1)        Mempelajari secara tekun konsep-konsep dan teori-teori
2)        Menganalisis seluk beluknya, termasuk asal usul konsep itu
3)        Mempelajari cara-cara pengembangannya.
4)        Memepelajari metodologi penelitian untuk pengembangan ilmu.
5)        Belajar berfikri analitik-sistetik atau induktif-deduktif
6)        Mengoreksi kebenaran konsep.
7)        Mengadakan replikasi
8)        Menginformasikan hasil=hasil penelitian dan konsep-konsep.
9)        Berdiskusi dan berdebat
10)    Memepertahankan konsep secara ilmiah.
11)    Menulis laporan penelitian, artikel, dan atau buku.
Semua tindakan tersebut diatas membutuhkan kebebasan. Sebab tanpa mendapat kebebasan dalam berfikir, bersikap, dan bertindak imliah seperti itu, sangat sulit untuk memperoleh kebenaran ilmiah, yang antara lain berbentuk simpulan, kosnep dan teori. Kebebasan mimbar akademik adalah kebebasan berbicara di forum ilmiah.kebebasan mimbar akademik berarti kebebasan menyampaikan buah fikiran yang sifatnya ilmiah kepada para pendengar yang pada umumnya para ilmuan dan atau para mahasiswa.



C.      Otonomi Daerah Menurut UU No 32 Tahun 2004[5]
Berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 Pasal 1 angka 5  memberikan definisi Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Mengacu pada definisi normatif dalam UU No 32 Tahun 2004, maka unsur otonomi daerah adalah : 
1.      Hak.
2.      Wewenang.
3.      Kewajiban Daerah Otonom.
Ketiga hal tersebut dimaksudkan untuk mengatur dan mengurus sendiri, urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Didalam UU NO 32 Tahun 2004 yang dimaksud hak dalam konteks otonomi daerah adalah hak-hak daerah yang dijabarkan pada  Pasal 21 Dalam menyelenggarakan otonomi, daerah mempunyai hak:
1.         Mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya.
2.         Memilih pimpinan daerah.
3.         Mengelola aparatur daerah.
4.         Mengelola kekayaan daerah.
5.         Memungut pajak daerah dan retribusi daerah.
6.         Mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya lainnya yang berada di daerah.
7.         Mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah.
8.         Mendapatkan hak lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Berkaitan dengan wewenang dalam konteks otonomi daerah, maka daerah otonom, yaitu kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat (Pasal 1 angka 6 UU No 32 Tahun 2004) berhak mengurus urusan pemerintahanya, urusan pemerintahan yang tertulis pada Pasal 12 UU No 32 Tahun 2004 memberikan panduan, yaitu: (1) Urusan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah disertai dengan sumber pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana, serta kepegawaian sesuai dengan urusan yang didesentralisasikan. (2) Urusan pemerintahan yang dilimpahkan kepada Gubernur disertai dengan pendanaan sesuai dengan urusan yang didekonsentrasikan.
Selanjutnya  urusan yang berkaitan dengan otonomi daerah di daerah otonom didasarkan pada asas desentralisasi yaitu penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. (Pasal 1 angka 7 UU No 32 Tahun 2004). Urusan Pemerintahan ini ada yang diklasifikasi menjadi urusan wajib dan dalam konstruksi UU No 32 Tahun 2004 ada urusan wajib  berskala provinsi dan berskala kabupaten, sebagaimana diatur pada Pasal 13.
1.         Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah provinsi merupakan urusan dalam skala provinsi yang meliputi: a. perencanaan dan pengendalian pembangunan. b. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang. c. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat. d. penyediaan sarana dan prasarana umum. e. penanganan bidang kesehatan. f. penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial. g. penanggulangan masalah sosial lintas kabupaten/kota. h. pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota. i. fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah termasuk lintas kabupaten/kota. j. pengendalian lingkungan hidup. k. pelayaran pertanahan termasuk lintas kabupaten/kota. l. pelayanan kependudukan, dan catatan sipil. m .pelayanan administrasi umum pemerintahan. n. pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas kabupaten/kota. o. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang belum dapat dilaksanakan oleh kabupaten/kota. p. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.
2.         Urusan pemerintahan provinsi yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.
Selanjutnya untuk urusan pemerintahan skala kabupaten Pasal 14. (1) Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota meliputi: a. perencanaan dan pengendalian pembangunan. b. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang. c. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat. d. penyediaan sarana dan prasarana umum. e. penanganan bidang kesehatan. f. penyelenggaraan pendidikan. g. penanggulangan masalah sosial. h. pelayanan bidang ketenagakerjaan. i. fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah. j. pengendalian lingkungan hidup. k. pelayanan pertanahan. l. pelayanan kependudukan, dan catatan sipil. m. pelayanan administrasi umum pemerintahan. n. pelayanan administrasi penanaman modal. o. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya. p. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan. 
Untuk melaksanakan kewenangan wajib tersebut, maka daerah otonom dalam melaksanakan otonomi daerah pada Pasal 22 yang menyatakan : Dalam menyelenggarakan otonomi, daerah mempunyai kewajiban: a. melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan nasional, serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. b. meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat. c. mengembangkan kehidupan demokrasi; d. mewujudkan keadilan dan pemerataan. e. meningkatkan pelayanan dasar pendidikan. f. menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan. g. menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak. h. mengembangkan sistem jaminan sosial. i. menyusun perencanaan dan tata ruang daerah. j. mengembangkan sumber daya produktif di daerah. k. melestarikan lingkungan hidup. l. mengelola administrasi kependudukan. m. melestarikan nilai sosial budaya. n. membentuk dan menetapkan peraturan perundang-undangan sesuai dengan kewenangannya o. kewajiban lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. 




BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Tiap-tiap Negara memilki peraturan perundang-undangan sendiri. Semua tindakan yang dilakukan di Negara itu di didasarkan pada perundang-undangan tersebut. Bila ada suatu tindakan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan itu, maka dikatakan tindakan itu melanggar hukum. Dan orang yang bersangkutan patut diadili. Oleh sebab itu, tindakan dikatakan benar bila sejalan atau sesuai dengan hukum yang berlaku di Negara bersangkutan.
Negara Republik Indonesia mempunyai berbagai peraturan perundang-undangan yang bertingkat, mulai dari Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Ketetapan, sampai dengan Surat Keputusan. Semuanya mengandung hukum yang patut ditaati, dimana Undang-Undang dasar 1945 merupakan hukum yang tertinggi. Sementara itu peraturan perundang-undangan yang lain harus tunduk kepada Undang-Undang Dasar 1945. Dan dalam landasan yuridis tersebut membahas tentang pengertian landasan yuridisis itu sendiri serta landasan hukum  pendidikan menurut Undang-Undang 1945, Undang-Undang RI No.20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, dan juga  beberapa Peraturan Pemerintah tentang Pendidikan serta  Implikasi konsep pendidikan.




                                                                                                         


DAFTAR PUSTAKA

Pidarta Made. 2014. Landasan Kependidikan (Stimulus Pendidikan Bercorak Indonesia). Jakarta: PT Rineka Cipta
Imran, M. 1989. “Dasar-Dasar Sosial Budaya Pendidikan”. Dep. P dan K, Ditjen PT, P2LPTK: Jakarta
Made Pidarta, dkk. 1991. “Usaha Menemukan Konsep-Konsep Tentang Ilmu Pendidikan di Indonesia”. (hasil penelitian). Pusat Pendidikan IKIP Surabaya, Surabaya.
Peraturan Pemerintah RI Nomor 27, 28, 29, dan 30 Tahun 1990, Tentang Pendidikan Pra Sekolah, Pendidikan Dasar, Pendidikan Menengah dan Pendidikan Tinggi.
http://agil-asshofie.blogspot.com/2011/11/otonomi-daerah-menurut-uu-no-32-tahun.html


[1] Pidarta Made. Landasan Kependidikan (Stimulus Pendidikan Bercorak Indonesia). PT Rineka Cipta Jakarta 2014
[2] Imran, M. Dasar-Dasar Sosial Budaya Pendidikan. Dep. P dan K, Ditjen PT, P2LPTK: Jakarta 1989.

[3] Made Pidarta, dkk.  Usaha Menemukan Konsep-Konsep Tentang Ilmu Pendidikan di Indonesia” (hasil penelitian). Pusat Pendidikan IKIP Surabaya 1991. 

[4] Peraturan Pemerintah RI Nomor 27, 28, 29, dan 30 Tahun 1990, Tentang Pendidikan Pra Sekolah, Pendidikan Dasar, Pendidikan Menengah dan Pendidikan Tinggi.
[5] http://agil-asshofie.blogspot.com/2011/11/otonomi-daerah-menurut-uu-no-32-tahun.html

<script data-ad-client="ca-pub-3224888017981904" async src="https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js"></script>

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH MODEL PEMBELAJARAN

MAKALAH ILMU SOSIAL DASAR

MAKALAH ILMU AL-JARH WA AT-TA’DIL