BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam upaya
meningkatkan mutu sumber daya manusia, mengejar ketertinggalan di segala aspek
kehidupan dan menyesuaikan dengan perubahan global serta perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, sehingga menuntut tiap-tiap negara harus memiliki
peraturan perundang-undangan sendiri, semua tindakan yang dilakukan di Negara
itu didasarkan pada perundang-undangan tersebut. Negara Republik Indonesia
mempunyai berbagai peraturan perundang-undangan yang bertingkat, mulai dari UUD
1945, UU, Peraturan Pemerintah, Ketetapan dan Surat Keputusan. Semuanya
mengandung hukum yang harus ditaati, dimana UUD 1945 merupakan hukum yang
tertinggi. Landasan hukum merupakan peraturan baku sebagai tempat berpijak atau
titik tolak dalam melaksakan kegiatan tertentu, dalam hal ini kegiatan
pendidikan.
Praktik
pendidikan nasional diselenggarakan dengan mengacu kepada landasan
yuridis tertentu yang telah ditetapkan, baik berupa
undang-undang maupun peraturan pemerintah
mengenai pendidikan. Para
pendidik dan tenaga kependidikan
perlu memahami berbagai landasan yuridis sistem
pendidikan nasional tersebut dan menjadikannya sebagai titik tolak pelaksanaan peranan yang diembannya. Dengan demikian diharapkan akan tercipta tertibnya penyelenggaraan sistem
pendidikan nasional yang menjadi salah satu prasyarat untuk dapat tercapainya
tujuan pendidikan nasional.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa
pengertian landasan hukum/yuridis?
2.
Bagaimana
pendidikan menurut Undang-undang dasar 1945?
3.
Bagaimana
penjelasan tentang Undang- Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional?
4.
Sebutkan
Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 yang membahas tentang Guru dan Dosen?
C. Tujuan Penulisan
1.
Menjelaskan
pengertian landasan hukum/yuridis.
2.
Dapat
mengetahui bagaimana pendidikan menurut Undang-undang dasar 1945.
3.
Memberi
penjelasan tentang Undang- Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional.
4.
Ingin
mengetahui Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 yang membahas tentang Guru dan
Dosen.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Landasan
Hukum atau Yuridis
1.
Pengertian
Landasan Yuridis
Kata
landasan dalam hukum berarti melandasi atau mendasari atau titik tolak.
Landasan hukum seseorang guru boleh mengajar misalnya, adalah surat keputusan
tentang pengangkatan sebagai guru. Yang melandasai atau mendasari ia menjadi
guru adalah surat keputusan itu beserta hak-haknya. Surat keputusan itu
merupakan titik tolak untuk ia bias melaksanakan pekerjaan guru.
Begitu pula
halnya mengapa anak-anak sekarang diwajibkan belajar paling sedikit sampai
dengan tingkat SLTP, adalah dilandasi belajar atau didasari atau bertitik tolak
dari peraturan pemerintah tentang pendidikan dasar dan ketentuan tentang wajib
belajar. Sementara itu kata hukum dapat dipandang sebagai aturan baku yang
patut ditaati. Aturan baku yang sudah disahkan oleh pemerintah ini, bila
dilanggar akan mendapat sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku pula. Seorang
guru yang melanggar disiplin misalnya, bias dikenai sanksi dalam bentuk
kenaikan pangkatnya ditunda. Begitu pula seorang peserta didik yang
kehadirannya kurang dari 75 % tidak diizinkan mengikuti ujian akhir.
Hukum atau
aturan baku diatas, tidak selalu dalam bentuk tertulis. Seringkalai aturan itu.
dalam bentuk lisan, tetapi diakui dan ditaati oleh masyarakat. Hukum adat
misalnya, banyak yang tidak tertulis, diturunkan secara lisan turun-temurun di
masyarakat. Hokum seperti ini juga dapat menjadi landasan pendidikan. Dari
uraian diatas dapatlah dipahami makna kata landasan hukum dapat diartikan
peraturan baku sebagai tempat berpojak atau titik tolak dalam melaksanakn
kegiat, dalam hal ini kegiatan pendidikan, tetapi tidak semua kegiatan
pendidikan dilandasi oleh aturan-aturan baku ini. Cukup banyak kegiatan
pendidikan yang dilandasi oleh aturan lain, seperti aturan kurikulum, aturan
cara mengajar, cara membuat persiapan, supervise, dsb. Apalagi bila dikaitkan
dengan kiat meng ajar atau seni mendidik, sangat banyak kegiatan pendidikan
yang dikembangkan sendiri oleh para pendidik.
2.
Pendidikan
Menurut Undang-Undang Dasar 1945
Undang-undang
dasar 1945 adalah merupakan hukum tertinggi di Indonesia. Semua peraturan
perundang-undangan yang lain harus tunduk atau tidak boleh bertentangan dengan
Undang-undang dasar ini. Pasal-pasal yang bertalian dengan pendidikan dalam
undang-undang dasar 1945 hanya 2 pasal, yaitu, Pasal 31 dan Pasal 32, yang satu
menceritak tentang pendidikan dan yang satu menceritakan tentang kebudayaan.
a. Pasal 31 Ayat 1 berbunyi: Tiap-tiap warga Negara berhak mendapat pengajaran,
Ayat 2 berbunyi: Setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan
dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Ayat ini berkaitan dengan wajib
belajar 9 tahun di SD dan SMP yang sedang dilaksanakan. Ayat 3 berbunyi:
Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu system pendidikan nasional.
Ayat ini mengharuskan pemerintah mengadakan satu system pendidikan nasional,
untuk memberi kesempatan kepada warga Negara mendapatkan pendidikan. Kalau
karena suatu hal seseorang atau sekelompok masyarakat tidak bisa mendapatkan
kesempatan belajar, maka mereka bias menuntut hak itu kepada pemerintah.
b. Pasal 32 Ayat 1 berbunyi: Memajukan budaya nasional serta memberi kebebasan
kepada masyarakat untuk mengembangkannya.
c. Ayat 2 berbunyi: Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai
bagian dari budaya nasional. Mengapa pada pasal ini juga berhubungan dengan
pendidikan? Sebab pendidikan adalah bagian dari kebudayaan. Seperti kita
ketahui bahwa kebudayaan adalah hasil dari budi daya manusia, kebudayaan akan berkembang
bila budi daya manusia ditingkatkan. Sementara itu sebagian besar budi daya
bias dikembangkan kemampuannya melalui pendidikan, jadi bila pendidikan maju,
maka kebudayaanpun akan maju pula. Kebudayaan dan pendidikan adalah dua unsur
yang saling mendukung satu sama lain. Sudah dikatakan diatas, bila pendidikan
maju maka kebudayaan juga akan maju, begitu juga sebaliknya, karena kebudayaan
yang banyak aspeknya akan mendukung program dan pelaksanaan pendidikan. Dengan
demikian upaya memajukan kebudayaan berarti juga sebagai upaya memajukan
pendidikan.
B.
Undang-
Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Diantara
peraturan perundang-undangan RI yang paling banyak membicarakan pendidikan
adalah Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003. Sebaba undang-undang ini bisa
disebut sebgaai induk peraturan perundang-undangan pendidikan. Undang-undang
ini mengatur pendidikan pada umumnya, artinya segala sesuatu bertalian dengan
pendidikan, mulai dari prasekolah sampai dengan pendidikan tinggi ditentukan
dalam undang-undang ini.
a. Pasal 1 Ayat 2 dan Ayat 5, ayat 2 berbunyi: pendidikan nasional adalah
pendidikan yang berdasarkan pancasila dan Undang-undang dasar 45 yang berakar
pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia, dan tanggap terhadap
tuntunan perubahan zaman. Undang-undang ini mengharuskan pendidikan berakar
pada kebudayaan nasional dan nilai-nilai agama yang berdasarkan pada Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945. Ini berarti teori-teori pendidikan dan
praktik-praktik pendidikan yang diterapkan di Indonesia , tidak boleh tidak
haruslah berakar pada kebudayaan Indonesia dan agama. Tetapi kenyataan
menunjukkan kita belum punya teori-teori pendidikan yang khas yang sesuai
dengan budaya bangsa. Kita sedang mulai membangunnya teori pendidikan kita
masih dalam proses pengembangan (Sanusi, 1989).
b. Pasal 1 Ayat 5 berbunyi: tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang
mengabdikan diri dalam penyelenggaraan pendidikan. Menurut ayat ini yang berhak
menjadi tenaga kependidikan adalah setiap anggota masyarakat yang mengabdikan
dirinya dalam penyelenggaraan pendidikan. Sedang yang dalam apa dimaksud dengan
tenaga kependidikan tertera dalam pasal 39 ayat 1 yang mengatakan tenaga
kependidikan mencakup tenaga administrasi, pengelola/kepala lembaga pendidikan,
panilik/pengawas, peneliti dan pengembangan pendidikan, pustakawan, laboran,
dan teknisi sumber belajar.
c.
Pasal 5
undang-undang pendidikan kita bermakna: setiap warga Negara berhak atas
kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu, baik bagi mereka
yang berlainan fisik, didaerah terpencil, maupun yang cerdas atau berbakat
khusus, yang bisa berlangsung sepanjang hayat.
d. Pasal 6 mewajibkan warga Negara berusia 7 sampai 15 tahun mengikuti pendidikan
dasar. Semua pihak seharusnya berusaha menyukseskan program wajib belajar ini.
Pihak pemerintah berusaha dengan berbagai cara agar program ini berjalan
lancer, begitu pula pihak masyarakat yang putra-putranya dikenai oleh
pendidikan harus juga berusaha membantu pemerintah. Sebab kalu masyarakat
berdiam diri, apalagi menentang program wajib belajar ini , berarti
menelantarkan atau meniadakan peluang untuk mendapatkan kesempatan belajar
tersebut.. dapat saja sikap dan tindakan itu dikatakan melalaikan hukum atau
menentang hukum. Kalu hal ini terjadi jelas akan merugikan masyarakat itu
sendiri, baik sebagai konsekuensi dan melalaikan atau menentang hukum maupun
dan kerugian yang akan diterima oleh putra-putra mereka akibat tidak dapat
kesempatan mengikuti pelajaran sebagaimana mestinya.
Penjelasan
diatas meningkatkan wawasan kita dan masyarakat pada umumnya tentang bagaiamna
seharusnya kita mengambil sikap dan tindakan terhadap program wajib belajar
ini. Para pendidik dan masyarakat umum perlu bersikap dan bertindak positif
menyukseskan program tersebut antara lain dengan cara:
1) Memberi dorongan kepada peserta diidk dan warga belajar untuk belajra terus
. tidak cukup tamat SD saja dengan alas an-alasan yang amsuk akal.
2) Mengurangi beban kerja anak-anak, manakala mereka harus membantu
meringankan beban ekonomi orang tuanya.
3) Memebantu menyiapkan lingkungan belajar dan alat-alat belajar dirumah untuk
merangsang kemauan belajar anak-anak
4) Membantu membiayai pendidikan.
5) Mengizinkan anak pindah sekolah, bila ternyata sekolah semula sudah tidak
dapat menampung.
Kesempatan
belajar tersebut berlaku bagi semua anak dengan tidak membedakan jenis kelamin,
agama, suku, ras, kedudukan, social, dan tingkat kemampuan ekonomi. Jadi
penyediaan tempat belajar, penerimaan siswa, serta proses belajar haruslah
diperlakukan secara adil. Kita tidak boleh menganakemaskan yang satu dan
menganaktirikan yang lain. Semua harus dilayani secara sama.
Undang-undang
pendidikan ini membedakan jalur pendidikan dengan jalur pendiidkan nonformal
dan informal yang tertera pada pasal 13, dikatakan: jalur pendidikan formal
merupakan pendidikan yang diselenggarakan disekolah secra berjenjang dan
berkesinambungan, sedangkan jalur pendidikan nonformal dan informal merupakan
pendidikan yang diselenggarakan diluar sekolah yang tidak harus berjenjang dan
berkesinambungan. Sebagai konsekuensi dari peraturan ini, maka yang berhak
masuk ke jalur pendidikan formal hanyalah mereka yang dalam batas-batas umur
masa belajar dan studi. Sementara itu yang berhak masuk ke jalur pendidikan
nonformal dan informal tidak dibatasi umurnya
Bertalian
dengan keinginan belajar kembali sambil bekerja , kini ada kecendrungan para
pekerja ini menyerbu perguruan tinggi untuk belajar sebagai mahasiswa. Maksud
mereka untuk meningkatkan pendapatan setelah tamat kelak dengan memanfaatkan
ijazahnya yang baru. Namun, tampaknya ada juga sejumlah tertentu dari mereka
yang hanya bertujuan meningkatkan prestise. Pada masa ini kesempatan itu
terbuka luas, mengingat banyak sekali tempat tersedia, terutama pada
perguruan-perguruan tinggi swasta.
Yang menjadi
pertanyaaan adalah, apakah hasil belajar pada jalur pendiidkan formal tidak
mesti sama baiknya dengan hasil belajar pada jalur pendiidkan non formal. Belum
ditemukan penelitian untuk menjawab pertanyaan itu, namun dari pengamatan
tampaknya tidak ada perbedaan yang mencolok tentang prestasi belajar kedua
kelompok ini, terutama bila dikaitkan dengan tugas belajar, izin belajar, dan
belajar sambil bekerja diperguruan tinggi. Prestasi belajar itu sebagian
ditentukan oleh minat, bakat, dan kemampuan mereka masing-masing, sebab itu
baik jalut sekolah maupun jalur luar sekolah , bila pendiidkannya dikelola dan
dilaksanakan secara professional amka akan memberikan hasil yang tidak jauh
berbeda
Pasal 27 ayat
2 UU Pendidikan ini mengatakan baik pendidikan non formal dan pendidikan
informal kalau kelak bisa lulus ujian kesetaraan yang sesuai dengan standar
nasional , ijazahnya diakui sama dengan ijazah pendidikan formal. Jalur
pendidikan formal terdiri dari pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan
khusus, pendidikan keagamaan , pendidikan akademik, dan pendidikan professional
(pasal 15). Pendidikan umum terdiri dari pendidikan dasar dan pendidikan
menengah umum, pendidikan kejuruan adalah pendidikan menengah kejuruan,
pendidikan khusus adalah pendidikan untuk anak-anak luar biasa, dan pendidikan
keagamaan ialah pendidikan yang banyak diwarnai oleh keagamaan. Sementara itu
pendidikan akademik dan professional/lokasi diselenggarakan diperguruan tinggi.
Pendidikan
kedinasan tertulis pada pasal 29 yang menyatakan untuk meningkatkan kinerja
pegawai dan calon pegawai negeri yang diselenggarakan oleh departemen atau
nondepartemen pemerintah. Pendidikan ini bisa dalam jalur formal bisa juga
nonformal. Pendidikan anak usia dini tertuang pada pasal 28, yang dapat terjadi
pada jalur formal, noformal, dan informal. Taman kanak-kanak termasuk
pendidikan jalur formal.
Pasal 20
menyebutkan bahwa sekolah tinggi, institute, dan universitas menyelenggarakan
pendidikan akademik dan atau professional.sementara itu akademik dan politeknik
menyelenggarakan pendidikan professional. Pendidikan akademik adalah pendidikan
yang berupaya melayani perkemvbangan sikap, berfikir dan prilaku ilmiah para
mahasiswa sehingga mereka dapat mengembangkan ilmu, teknologi, dan seni sesuai
dengan bidangnya masing-masing. Dan pendidikan professional hanya diberi
sebutan profesioonal sebab makna professional berbeda dengan makna akademik .
bila istilah akademik berkaitan dengan sikap, berfikir, dan perilaku ilmiah,
maka istilah professional berkaitan dengan pelayanan terhadap klien atau orang
yang memebutuhkan secara benar-benar. Seperti diketahui bahwa orang dikatakan
professional kalau ia mampu melaksanakan sesuatu secara benar, dalam arti sesuai
denmgan konsep atau teori yang bertalian dengan sesuatu yang dikerjakan.
Pasal 24
tentang kebebasan akadmeik, kebebasan mimbar akadmeik , dan otonomi keilmuan,
bunyi lengkap ayat itu adalah sebgai berikut: dalam penyelenggaraan pendidikan
dan pengembangan ilmu pengetahuan pada perguruan tinggi berlaku kebebasan
akademik dan kebebasan mimbar akademik serta otonom keilmuan. Ketiga ketentuan
ini berlaku bagi civitas akademik , yaitu para dosen dan mahasiswa.
Kebebasan
akademik adalah kebebasan yang dimiliki oleh anggota civitas akademik, yang
mencakup dosen-dosen dan para mahasiwa. Mengapa hanya dua kelompok ini yang
dikategorikan sebagai anggota civitas akademik, karena merekalah yang
berkecimpung dalam kegiatan-kegiatan akademik, dalam hal ini tugas-tugas mereka
mencakup:
1)
Mempelajari
secara tekun konsep-konsep dan teori-teori
2)
Menganalisis
seluk beluknya, termasuk asal usul konsep itu
3)
Mempelajari
cara-cara pengembangannya.
4)
Memepelajari
metodologi penelitian untuk pengembangan ilmu.
5)
Belajar
berfikri analitik-sistetik atau induktif-deduktif
6)
Mengoreksi
kebenaran konsep.
7)
Mengadakan
replikasi
8)
Menginformasikan
hasil=hasil penelitian dan konsep-konsep.
9)
Berdiskusi
dan berdebat
10) Memepertahankan konsep secara ilmiah.
11) Menulis laporan penelitian, artikel, dan atau buku.
Semua
tindakan tersebut diatas membutuhkan kebebasan. Sebab tanpa mendapat kebebasan
dalam berfikir, bersikap, dan bertindak imliah seperti itu, sangat sulit untuk
memperoleh kebenaran ilmiah, yang antara lain berbentuk simpulan, kosnep dan
teori. Kebebasan mimbar akademik adalah kebebasan berbicara di forum
ilmiah.kebebasan mimbar akademik berarti kebebasan menyampaikan buah fikiran
yang sifatnya ilmiah kepada para pendengar yang pada umumnya para ilmuan dan
atau para mahasiswa.
C.
Otonomi Daerah Menurut UU No 32 Tahun 2004
Berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 Pasal 1 angka 5 memberikan definisi
Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur
dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat
sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Mengacu pada definisi normatif
dalam UU No 32 Tahun 2004, maka unsur otonomi daerah adalah :
1. Hak.
2. Wewenang.
3. Kewajiban
Daerah Otonom.
Ketiga hal tersebut dimaksudkan untuk mengatur dan mengurus sendiri, urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Didalam UU NO 32 Tahun 2004 yang dimaksud hak dalam konteks
otonomi daerah adalah hak-hak daerah yang dijabarkan pada Pasal 21 Dalam
menyelenggarakan otonomi, daerah mempunyai hak:
1.
Mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya.
2.
Memilih pimpinan daerah.
3.
Mengelola aparatur daerah.
4.
Mengelola kekayaan daerah.
5.
Memungut pajak daerah dan retribusi daerah.
6.
Mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya
alam dan sumber daya lainnya yang berada di daerah.
7.
Mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah.
8.
Mendapatkan hak lainnya yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan.
Berkaitan dengan wewenang dalam konteks otonomi daerah, maka daerah otonom,
yaitu kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang
berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat (Pasal 1
angka 6 UU No 32 Tahun 2004) berhak mengurus urusan pemerintahanya, urusan
pemerintahan yang tertulis pada Pasal 12 UU No 32 Tahun 2004 memberikan
panduan, yaitu: (1) Urusan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah disertai
dengan sumber pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana, serta kepegawaian
sesuai dengan urusan yang didesentralisasikan. (2) Urusan pemerintahan yang
dilimpahkan kepada Gubernur disertai dengan pendanaan sesuai dengan urusan yang
didekonsentrasikan.
Selanjutnya urusan yang berkaitan dengan otonomi daerah di daerah
otonom didasarkan pada asas desentralisasi yaitu penyerahan wewenang
pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. (Pasal 1
angka 7 UU No 32 Tahun 2004). Urusan Pemerintahan ini ada yang diklasifikasi
menjadi urusan wajib dan dalam konstruksi UU No 32 Tahun 2004 ada urusan
wajib berskala provinsi dan berskala kabupaten, sebagaimana diatur pada
Pasal 13.
1.
Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan
daerah provinsi merupakan urusan dalam skala provinsi yang meliputi: a.
perencanaan dan pengendalian pembangunan. b. perencanaan, pemanfaatan, dan
pengawasan tata ruang. c. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman
masyarakat. d. penyediaan sarana dan prasarana umum. e. penanganan bidang
kesehatan. f. penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia
potensial. g. penanggulangan masalah sosial lintas kabupaten/kota. h. pelayanan
bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota. i. fasilitasi pengembangan
koperasi, usaha kecil, dan menengah termasuk lintas kabupaten/kota. j.
pengendalian lingkungan hidup. k. pelayaran pertanahan termasuk lintas
kabupaten/kota. l. pelayanan kependudukan, dan catatan sipil. m .pelayanan
administrasi umum pemerintahan. n. pelayanan administrasi penanaman modal
termasuk lintas kabupaten/kota. o. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang
belum dapat dilaksanakan oleh kabupaten/kota. p. urusan wajib lainnya yang diamanatkan
oleh peraturan perundang-undangan.
2.
Urusan pemerintahan provinsi yang bersifat pilihan
meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan
potensi unggulan daerah yang bersangkutan.
Selanjutnya untuk urusan pemerintahan skala kabupaten Pasal 14. (1) Urusan
wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota
merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota meliputi: a. perencanaan dan
pengendalian pembangunan. b. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata
ruang. c. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat. d.
penyediaan sarana dan prasarana umum. e. penanganan bidang kesehatan. f.
penyelenggaraan pendidikan. g. penanggulangan masalah sosial. h. pelayanan
bidang ketenagakerjaan. i. fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan
menengah. j. pengendalian lingkungan hidup. k. pelayanan pertanahan. l.
pelayanan kependudukan, dan catatan sipil. m. pelayanan administrasi umum pemerintahan.
n. pelayanan administrasi penanaman modal. o. penyelenggaraan pelayanan dasar
lainnya. p. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan
perundang-undangan.
Untuk melaksanakan kewenangan wajib tersebut, maka daerah otonom dalam
melaksanakan otonomi daerah pada Pasal 22 yang menyatakan : Dalam
menyelenggarakan otonomi, daerah mempunyai kewajiban: a. melindungi masyarakat,
menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan nasional, serta keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia. b. meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat. c.
mengembangkan kehidupan demokrasi; d. mewujudkan keadilan dan pemerataan. e.
meningkatkan pelayanan dasar pendidikan. f. menyediakan fasilitas pelayanan
kesehatan. g. menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak. h.
mengembangkan sistem jaminan sosial. i. menyusun perencanaan dan tata ruang
daerah. j. mengembangkan sumber daya produktif di daerah. k. melestarikan
lingkungan hidup. l. mengelola administrasi kependudukan. m. melestarikan nilai
sosial budaya. n. membentuk dan menetapkan peraturan perundang-undangan sesuai
dengan kewenangannya o. kewajiban lain yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Tiap-tiap
Negara memilki peraturan perundang-undangan sendiri. Semua tindakan yang
dilakukan di Negara itu di didasarkan pada perundang-undangan tersebut. Bila
ada suatu tindakan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan itu,
maka dikatakan tindakan itu melanggar hukum. Dan orang yang bersangkutan patut
diadili. Oleh sebab itu, tindakan dikatakan benar bila sejalan atau sesuai
dengan hukum yang berlaku di Negara bersangkutan.
Negara
Republik Indonesia mempunyai berbagai peraturan perundang-undangan yang
bertingkat, mulai dari Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Ketetapan, sampai
dengan Surat Keputusan. Semuanya mengandung hukum yang patut ditaati, dimana
Undang-Undang dasar 1945 merupakan hukum yang tertinggi. Sementara itu
peraturan perundang-undangan yang lain harus tunduk kepada Undang-Undang Dasar
1945. Dan dalam landasan yuridis tersebut membahas tentang pengertian landasan
yuridisis itu sendiri serta landasan hukum pendidikan menurut
Undang-Undang 1945, Undang-Undang RI No.20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan
nasional, dan juga beberapa Peraturan Pemerintah tentang Pendidikan serta
Implikasi konsep pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Pidarta
Made. 2014. Landasan Kependidikan
(Stimulus Pendidikan Bercorak Indonesia). Jakarta: PT Rineka Cipta
Imran, M. 1989. “Dasar-Dasar Sosial Budaya Pendidikan”. Dep. P dan K,
Ditjen PT, P2LPTK: Jakarta
Made Pidarta, dkk. 1991. “Usaha Menemukan Konsep-Konsep Tentang Ilmu
Pendidikan di Indonesia”. (hasil penelitian). Pusat Pendidikan IKIP Surabaya,
Surabaya.
Peraturan Pemerintah RI Nomor 27, 28, 29, dan 30 Tahun 1990, Tentang
Pendidikan Pra Sekolah, Pendidikan Dasar, Pendidikan Menengah
dan Pendidikan Tinggi.
http://agil-asshofie.blogspot.com/2011/11/otonomi-daerah-menurut-uu-no-32-tahun.html
Pidarta Made. Landasan
Kependidikan (Stimulus Pendidikan Bercorak Indonesia). PT Rineka Cipta Jakarta 2014
Imran, M. Dasar-Dasar Sosial Budaya
Pendidikan. Dep. P dan K, Ditjen PT, P2LPTK: Jakarta 1989.
Made Pidarta, dkk. “Usaha
Menemukan Konsep-Konsep Tentang Ilmu Pendidikan di Indonesia” (hasil
penelitian). Pusat Pendidikan IKIP Surabaya 1991.
Peraturan Pemerintah RI Nomor 27, 28, 29, dan 30
Tahun 1990, Tentang Pendidikan Pra Sekolah, Pendidikan Dasar, Pendidikan Menengah dan
Pendidikan Tinggi.
<script data-ad-client="ca-pub-3224888017981904" async src="https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js"></script>
Komentar
Posting Komentar