MAKALAH RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM

RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM By. Retno, dkk. A.       PENDAHULUA N   a.         Latar Belakang Bimbingan dan konseling merupakan kegiatan yang bersumber pada kehidupanmanusia. Kenyataan menunjukkan bahwa manusia di dalam kehidupannya selalu menghadapi persoalan-persoalan yang silih berganti. Persoalan yang satu dapat diatasi, persoalan yanglain muncul, demikian seterusnya. Manusia tidak sama satu dengan yang lain, baik dalamsifat maupun kemampuannya. Ada manusia yang danggup mampu mengatasi persoalan tanpa bantuan dari pihak lain, tetapi tidak sedikit manusia yang tidak mampu mengatasi persoalan bila tidak dibanntu orang lain, maka dari inilah bimbingan konseling dibutuhkan. Bimbingan dan konseling merupakan salah satu komponen dari pendidikan.Mengingat bahwa bimbingan dan konseling adalah suatu kegiatan bantuan dan tuntunan yangdiberikan kepada individu pada umumnya, dan siswa pada khususnya di sekolah. Hal inisangat relevan jika dilihat dari perumusan bahwa pend

MAKALAH ISLAM DI INDONESIA PASCA KEMERDEKAAN


BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Revolusi Nasional meletus pada tanggal 17 Agustus 1945 dalam bentuk proklamasi kemerdekaan. Dengan ini tercapailah kemerdekaan yang diidam-idamkan oleh rakyat Indonesia. Proklamasi mematahkan belenggu penjajahan dan menciptakan hidup baru di berbagai bidang. Terutama di bidang pendidikan sebagai desaigner karakter bangsa dirasa perlu mengubah sistem pendidikan yang sesuai dengan suasana baru. Pada bulan Oktober 1945 para ulama di Jawa memproklamasikan perang jihad fisabilillah terhadap Belanda / sekutu. Hal ini berarti memberikan fakta kepastian hukum terhadap perjuangan umat Islam.
Setelah kemerdekaan Islam di Indonesia memiliki catatan sejarah peradaban Islam yang panjang dari kepemimpinan presiden pertama Ir. Soekarno dan sampai sekarang oleh Ir. Jokowi. Dalam makalah ini pemakalah akan berusaha mencoba memberikan sedikit gambaran akan perkembangan peradaban Islam yang terjadi khususnya di Negara Republik Indonesia.

B.       Rumusan Masalah
1.    Bagaimana perkembangan Islam dimasa Revolusi?
2.    Bagaimana Exsitensi Islam dalam demokrasi Parlementer?
1.    Bagaimana islam dalam demokarasi terpimpin?
2.    Bagaimana kondisi  umat islam?

C.      Tujuan
1.    Untuk mengetahui perkembangan Islam dimasa Revolusi
2.    Untuk mengetahui Exsitensi Islam dalam demokrasi Parlementer
3.    Untuk mengetahui perkembangan Islam dimasa Reformasi
4.    Untuk mengetahui Bentuk Peradaban Islam masa kemerdekaan- sekarang
  

BAB II
PEMBAHASAN
A.      Islam Indonesia Dalam Masa Revolusi
Pada masa revolusi, Islam politik melupakan sejenak perjuangan menegakkan negara Islam.Pada masa ini, semua kekuatan rakyat Indonesia bersatu untuk melawan kembalinya Belanda. Namun demikian, umat Islam juga tidak melupakan penegakan kehidupan bernegara yang baik.Untuk itu, umat Islam membentuk partai politik guna mendukung sistem pemerintahan demokratis di Indonesia dan guna memudahkan umat Islam dalam menyampaikan aspirasinya serta memudahkan penyatuan umat Islam dalam mendukung perjuangan kemerdekaan Indonesia. Untuk merealisasikan tujuan-tujuan di atas dibentuklah partai politik Masjumi.Masjumi dibentuk dalam Muktamar Islam Indonesia di Gedung Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah, Yogyakarta, tanggal 7-8 November 1945.[1]
Dalam muktamar tersebut diputuskan bahwa Masjumi adalah satu-satunya partai politik Islam di Indonesia, dan Masjumi lah yang akan memperjuangkan nasib politik umat Islam Indonesia. Dengan keputusan ini, keberadaan partai politik Islam yang lain tidak diakui.169 Dengan adanya satu partai politik Islam diharapkan cita-cita Islam menjadi mudah untuk direalisasikan. Partai ini mendapat dukungan yang luar biasa dari para ulama, modernis dan tradisionalis, di samping dari pemimpin-pemimpin umat non-ulama Jawa- Madura.Pemimpin-pemimpin umat dari luar Jawa juga berdiri sepenuhnya di belakang partai baru ini, sekalipun mereka tidak dapat menghadiri Kongres di Yogyakarta karena sulitnya transportasi antarpulau pada waktu itu.Masjumi mewakili kepentingan-kepentingan politik umat Islam. Dalam Anggaran Dasar Masjumi ditegaskan bahwa “tujuan partai ialah terlaksananya ajaran dan hukum Islam di dalam kehidupan orang seorang, masyarakat, dan negara Republik Indonesia, menuju keridhaan Illahi.

1.    Departemen Agama
Setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya, para pemimpin rakyat Indonesia sepakat untuk menerapkan bentuk republik dalam pemerintahan Indonesia (proses akhirnya). Dan pemerintahannya di dasarkan atas asas pancasila dan UUD 1945.
Sila-sila dalam pancasila itu sendiri, jika dikaitkan dengan ajaran syariat islam akan ditemukan kesamaannya dalam al-Qur’an sebagai sumber utama umat islam telah mengemukakan dengan jelas yang kaitannya dengan pancasila.
Dalam struktur pemerintahan Republik Indonesia dibentuk Departemen Agama (dulu namanya Kementrian Agama). Yang pertama kalinya didirikan pada masa kabinet Syahrir sampai sekarang menteri agamanya masih dipegang oleh seorang muslim. Kepala Negara dan menterinya mayoritas dari kaum muslimin.
  1. Pendidikan
Setelah Indonesia merdeka, terutama setelah berdirinya Departemen Agama, persoalan pendidikan agama islam mulai mendapat perhatian lebih serius. Badan Pekerja Komite Nasional Pusat dalam bulan Desember 1945 menganjurkan agar pendidikan madrasah diteruskan.Badan ini juga mendesak pemerintah agar memberikan bantuan kepada madrasah. Departemen Agama dengan segera membentuk seksi khusus yang bertugas menyusun pelajaran dan pendidikan agama Islam dan Kristen, mengawasi pengangkatan guru-guru agama,dan mengawasi pendidikan agama. Pada tahun 1946, Departemen Agama mengadakan latihan 90 guru agama, 45 orang di antaranya kemudian diangkat sebagai guru agama. Pada tahun 1948, didirikanlah sekolah guru dan hakim di Solo.
Haji Mahmud Yunus, seorang lulusan Kairo yang di zaman Belanda memimpin Sekolah Normal Islam di Padang, menyusun rencana pembangunan pendidikan Islam. Ketika itu mengepalai seksi Islam dari Kantor Agama Propinsi.Dalam rencananya, ibtidaiyah selama 6 tahun, tsanawiyah pertama 4 tahun dan tsanawiyah atas 4 tahun.Gagasannya ini dilaksakan di Lampung (waktu itu karesidenan) tahun 1948.Sementara itu, Aceh menyelenggarakan rencananya sendiri.Banyak sekolah-sekolah swasta di daerah ini dijadikan negeri, sekurang-kurangnya memperoleh subsidi dari pemerintahan.Mahmud Yunus juga menyarankan agar pelajaran agama diberikan di sekolah-sekolah “umum” yang disetujui oleh konperensi pendidikan se-Sumatera di Padang Panjang, 2-10 Maret 1947.
  1. Hukum Islam
Lembaga Islam yang penting yang ditangani oleh Departemen Agama adalah hukum atau syariat.Pengadilan Islam di Indonesia membatasi dirinya pada soal-soal hukum muamalat yang bersifat pribadi.Hukum muamalat pun terbatas pada masalah nikah, cerai dan rujuk (faraidh), wakaf, hibah, dan sangat baitul mal.
Keberadaan lembaga peradilan agama di masa Indonesia merdeka adalah kelanjutan dari masa kolonial Belanda.
Kemantapan posisi hukum Islam dalam sistem hukum nasional semakin meningkat setelah Undang-Undang Peradialan Agama ditetapkan tahun 1989.Undang-Undang Peradilan Agama ini merupakan kelengkapan dari UU No. 14/1970 tentang ketentuan-ketentuan pokok kekuasaan kehakiman. Dalam pasal 10 ayat (1) UU No. 14/1970 disebutkan: “kekuasaan kehakiman dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan: (a) Peradilan Umum, (b) Peradilan Agama, (c) Peradilan Militer, (d) Peradilan Tata Usaha Negara. Sebagai suatu undang-undang lain untuk mengatur empat lingkungan peradilan yang diundangkan dalam UU itu, antara lain UU tentang Peradilan Agama.
  1. Haji
Indonesia termasuk negeri yang banyak mengirim jamaah haji.Di masa penjajahan tahun kemuncak ialah tahun 1926/1927 ketika sekitar 52.000 orang pergi ke Mekah.Tetapi umumnya dalam keadaan biasa jumlah jamaah meningkat cepat karena memang keinginan menunaikan ibadah haji semakin kuat. Angka tertinggi sampai tahun 1992, yaitu sekitar 107.000 orang jamaah haji Indonesia diberangkatkan.
Sejak awal tahun 1970-an, banyak para pejabat tinggi pemerintah, termasuk menteri, yang tidak ketinggalan berangkat ke tanah suci.Bahkan dari kalangan merekalah amir al-hajj (pemimpin jamaah haji) Indonesia ditunjuk.
Semenjak zaman penjajahan Belanda, umat islam Indonesia ingin mempunyai kapal laut untuk dipergunakan dalam penyelenggraan perjalanan haji. Iuran dikumpulkan, saham diedarkan, tetapi selama zaman jajahan keinginan ini tidak terwujud.Setelah Indonesia merdeka, usaha ini dilanjutkan.Pada tahun 1950 sebuah yayasan, yaitu Yayasan Perjalanan Haji Indonesia, didirikan di Jakarta.Pemerintah memberikan kuasa kepada Yayasan itu untuk menyelenggarakan perjalanan haji. Sebuah bank, Bank Haji Indonesia, dan sebuah perusahan kapal, Perlayaran Muslimin Indonesia (MUSI) didirikan. Tetapi sepuluh tahun kemudian perusahaan MUSI ini masih saja bertindak sebagai agen dalam mencarter kapal dari perusahaan asing; MUSI tidak mempunyai kapal sendiri. Cara ini ditempuh sampai tahun 1962, ketika MUSI dibekukan oleh pemerintah, mungkin sekali karena pertimbangan politik.Setahun sebelumnya, pada tahun 1961, Petugas Haji Indonesia (PHI) yang bertugas memberikan kemudahan-kemudahan naik haji, juga dibubarkan karena banyak anggota PHI adalah anggota masyumi, partai yang telah dibubarkan.
  1. Majelis Ulama Indonesia
Disamping Departemen Agama, cara lain pemerintah Indonesia dalam menyelenggarakan administrasi Islam ialah mendirikan Majelis Ulama. Suatu program pemerintah, apalagi yang berkenaan dengan agama hanya bisa berhasil dengan baik bila disokong oleh ulama.Karena itu kerjasama antara pemerintah dan ulama perlu terjalin dengan baik.Pertama kali majelis ulama didirikan pada masa pemerintahan SMajelis ini pertama-tama berdiri di daerah-daerah karena diperlukan untoekarno.uk menjamin keamanan. Di jawa barat berdiri pada tanggal 12 Juli 1958, diketuai oleh seorang panglima militer. Setelah keamanan sudah pulih dari pemberontakan DI-TII tahun 1961,Majelis Ulama ini bergerak dalam kegiatan-kegiatan di luar persoalan keamanan, seperti dakwah dan pendidikan.
Dalam Pedoman Dasar Majelis Ulama Indonesia yang disah kan dalam kongres tersebut, disebutkan bahwa Majelis Ulama Indonesia berfungsi:
1.         Memberi fatwa dan nasihat mengenai masalah keagamaan dan kepadapemerintah dan umat Islam umumnya sebagai amar ma’ruf nahi mungkar, dalam usaha meningkatkan ketahanan nasional.
2.         Mempererat ukhuwah islamiyah dan memelihara serta meningkatkan suasana kerukunan antar umat beragama dalam mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa.
3.         Mewakili islam dalam konsultasi antar umat beragama.
4.         Penghubung antra ulama dan umara (pemerintah) serta menjadi penerjemah timbal balik antara pemerintah dan umat guna menyukseskan pembangunan nasional.3
Masa seteleh diproklamirkannya kemerdekaan Indonesia, bisa kita sebut sebagai Rezim Orde lama , dimana Soekarno bertindak sebagai kepala negara. Pemerintahan Soekarno yang berlangsung sejak tahun 1945 nyatanya bisa dikategorikan kedalam dua kelompok besar, yakni masa Demokrasi Liberal (1945-1958) dan Demokrasi Terpimpin (1959-1966).[2]
Pada awal kemerdekannya, Indonesia menghadapi sebuah pertanyaan besar , apakah pemerintahan akan dijalankan berlandaskan ajaran agama Islam ataukah secara sekuler? Hal ini dipicu oleh tindakan dimentahkannya kembali Piagam Jakarta. Kedudukan golongan Islam merosot dan dianggap tidak bisa mewakili jumlah keseluruhan umat Islam yang merupakan  mayoritas.
Misalnya saja, dalam KNIP dari 137 anggotanya, umat islam hanya diwakili oleh 20 orang, di BPKNIP yang beranggotakan 15 orang hanya 2 orang tokoh Islam yang dilibatkan. Belum lagi dalam kabinet, hanya Menteri Pekerjaan umun dan Menteri Negara yang dipercayakan kepada tokoh Islam, padahal Umat Islam mencapai 90% di Indonesia. Dalam usaha untuk menyelesaikan masalah perdebatan ideologi diambillah beberapa keputusan , salah satunya adalah dengan mendirikan Kementrian Agama.

B.       Eksistensi Islam Dalam Demokrasi Parlementer
Pembentukan Kementrian Agama ini tidak lepas dari keputusan Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dalam sidangnya pada tanggal 25-26 Agustus 1945 yang membahas agar dalam Indonesia yang merdeka ini soal-soal keagamaan digarap oleh suatu kementrian tersendiri, tidak lagi bagian tanggung jawab kementrian Pendidikan. Kementrian Agama resmi berdiri 3 Januari 1946 dengan Menteri Agama pertama M. Rasyidi yang diangkat pada 12 Maret 1946.[3]
Awalnya kementrian ini terdiri dari tiga seksi ,kemudian menjadi empat seksi masing-masing untuk kaum Muslimin, Potestan, Katolik Roma, dan Hindu-Budha. Kini strukturnya pun berkembang, terdiri dari lima Direktorat Jenderal ( Ditjen Bimbingan Masyarakat Islam dan Bimbingan Haji, Ditjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Bimbingan masyarakat Katolik, Ditjen Bimbingan Protestan dan Ditjen Bimbingan Hindu-Budha) juga dibantu oleh Inspektorat Jenderal, Sekertariat Jenderal, Badan Penelitian dan Pembangunan (Balitbang) Agama serta Pusat pendidikan dan Latihan (Pusdiklat ) Pegawai.
Tujuan dan Fungsi Kementrian Agama (dirumuskan pada 1967) :
1.         Mengurus serta mengatur pendidikan agama di sekolah-sekolah serta membimbing  perguruan-perguruan agama.
2.         Mengikuti dan memperhatikan hal yang bersangkutan dengan Agama dan keagamaan.
3.         Memberi penerangan dan penyuluhan agama.
4.         Mengurus dan mengatur peradilan agama serta menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan hukum agama.
5.         Mengurus dan mengembangkan IAIN, perguruan tinggi agama swasta dan pesantren luhur, serta mengurus dan mengawasi pendidikan agama pada perguruan-perguruan tinggi.
6.         Mengatur,  mengurus dan  mengawasi penyelenggaraan ibadah haji.
Meskipun Departemen Agama dibentuk, namun tidak meredakan konflik ideologi pada masa sesudahnya.
Setelah Wakil Presiden mengeluarkan maklumat No.X pada 3 November 1945 tentang diperbolehkannya pendirian partai-partai politik, tiga kekuatan yang sebelumnya bertikai muncul kembali , Masyumi (majlis Syuro Muslimin Indonesia), Partai Sosialis (dengan falsafah hidup Marxis ) dan PNI (Partai Nasionalis Indonesia) yang Nasionalis Sekuler. Setelah pemilu tahun 1955, banyak terjadi dialog ideologi secara terbuka dan memunculkan tiga alternatif dasar negara, yaitu : Islam, Pancasila dan Sosial Ekonomi.
Pada kurun waktu ini , umat Islam begitu kompak , buktinya dengan ditandatanganinya Kongres Umat Islam Indonesia pada tanggal 7-8 November di Yogyakarta. Selain itu , dalam menghadapi pasukan Belanda yang kembali setelah diboncengi NICA, para Kiyai dan Tokoh Islam mengeluarkan fatwa bahwa mempertahankan kemerdekaan merupakan fardhu a’in, sehingga munculah barisan Sabilillah dan Hizbullah. Hasil terpenting dari kongres ini adalah terbentuknya suatu wadah perjuangan politik Indonesia.[4]
Disisi lain, Syahrir yang merupakan pimpinan KNIP mendesak untuk dilakukannya rekonstruksi KNIP melalui petisi 50 negara KNIP, tujuannya agar kabinet tak didominasi oleh kolaborator (jepang dan Belanda). Desakan ini kemudian dikabulkan oleh Presiden, dengan demikian KNIP mendapatkan Hak legislatif untuk mengontrol jalannya pemerintahan. Selain itu, Syahrir dan kelompoknya juga mendesak untuk dilakukannya perubahan mendasar dalam sistem pemerintahan Republik, kabinet bukan bertanggung jawab kepada Presiden, tapi kepada KNIP, dengan begitu sistem pemerintahan bukan lagi presidentil, tetapi Parlementer.
Masyumi kurang sejalan dengan usulan Syahrir karena pada kenyatannya Syahrir sangat erat berhubungan dengan Jepang dan ekspensor Belanda. Presiden pada waktu itu setuju dengan usulan Syahrir, bahkan kemudian Syahrir diangkat menjadi Perdana Menteri pada 14 November 1945. Hasilnya, dari 14 anggota parlemen, hanya satu orang yang dapat dianggap mewakili tokoh Umat Islam, yaitu H. Rasyidi yang kemudian bertamabah pada 3 Januari 1946 dengan diangkatnya M. Natsir sebagai Menteri Penerangan. Sejak saat itu, Masyumi menjadi oposisi dan baru pada Kabinet Amir Syarfudin Masyumi masuk sebagai partai koalisi.
Selanjutnya dalam kabinet Hatta, ada empat masalah krusial yang harus dselesaikan , yaitu gerakan Darul Islam, konsekuensi Perjanjian Renville, penyerahan kedaulatan melalui KMB dan penanganan pemberontakan PKI pada 1948 di Madiun. Dalam kurun waktu 1950-1955 peranan parpol Islam mengalami pasang surut .
Setelah pemilu 1955 dimana terpilihnya Kabinet Ali Sostroamidjoyo II yang merupakan koalisi PNI, Masyumi dan NU. Kabinet ini kemudian jatuh pada 1957 karena ingin ikut serta dalam kekuasaan pemerintahan, selain itu Perti dan Masyumi pun keluar dari kabinet karena kurang setuju dengan kebijakan dalam menangani krisis di beberapa daerah. Pemerintahan pun diambil alih oleh Presiden. Pada 1959, dikeluarkanlah Dekrit Presiden tentang pembubaran konstituante dan sekaligus pemberlakuan kembali Undang-undang Dasar tahun 1945 dan usaha-usaha partai Islam untuk menegakan sIslam sebagai ideologi negara dalam konstituante pun mengalami jalan buntu.
Dekrit ini sebenarnya ingin mengambil jalan tengah untuk menyatakan bahwa Piagam Jakarta terkandung dalam UUD 1945, namun tampaknya kemudian menjadi awal bergantinya sistem demokrasi Liberal berganti menjadi demokrasi terpimpin.

C.        Islam Pada Masa Demokrasi Terpimpin
Setelah dikeluarkannya Dekrit Presiden Pada 1959, berakhirlah masa Demokrasi liberal, berubah menjadi Demokrasi terpimpin Soekarno. Timbulnya pemusatan kekuasaan mencuatkan konsekuensi yang variatif terhadap partai-partai islam.[5]
Dengan beberapa Keppres, sejumlah Parpol dikebiri karena dianggap menciptakan pemerintahan yang tidak efektif. Beberapa tindakan seperti kristalisasi NU dan PSII, ( namun Perti yang dianggap wakil kelompok NASAKOM dibiarkan tetap ada), sedangkan yang terjadi pada Masyumi, beberapa pemimpinnya yang dianggap pendukung sejati negara Islam dan oposisi yang tak berkesudahan dipenjarakan dan Masyumi di bubarkan pada 1960.
Partai islam yang tersisa (NU, Perti dll) melakukan penyesuaian diri dengan keinginan Soekarno yang didukung oleh ABRI dan PKI. Beberapa bentuk penyesuaiannya seperti pemberian gelar Waly Al-Amr al-Dahruri bi al-Syaukahkepada Soekarno oleh NU, dan Doktor Honoris Causa dari IAIN dengan promotor K.H. Saifudin Zuhri (salah satu pimpinan NU). NU mendukung beberapa manipol Usdek Soekarno, sehingga pasca dibubarkannya Masyumi, NU menjadi Partai Islam terbesar pada waktu itu. Beberapa pihak menganggap NU sebagai partai oportunis karena sikap proaktifnya. Anggapan ini kemudian dibantah oleh petinggi-petinggi Nu, merka beralasan hal ini sebagai bentuk pengimbangan terhadap kekuatan PKI. Namun tetap saja secara keseluruhan peranan partai Islam mengalami Kemerosotan. Tak ada jabatan menteri penting yang dipercayakan kepada tokoh Islam dalam masa Demokrasi Terpimpin ini. Satu-satunya kepentingan Islam yang diluruskan adalah keputusan MPRS tahun 1960 yangmemberlakukan pengajaran agama di Universitas dan perguruan tinggi. Legislasi Islam sebagai ideologi negara dianggap mepmberi pengaruh negatif terhadap pemerintahan.
Di masa Demokrasi terpimpin ini, Soekarno kembali menyuarakan ide lamanya NASAKOM (Nasionalis, Agamis,dan Komunis), suatu pemikiran yang ingin menyatukan Nasionalis “sekular”, Islam dan Komunis. Gagasan ini adalah upaya untuk meredam gejolak politik antara kelompok-kelompok tersebut. Dengan menampung ketiganya dalam satu payung, Soekarno mencoba mengendalikan tiga unsur politik ini. Namun, dengan adanya upaya ini maka implikasinya, peranan partai mengalami erosi karena , kecuali PKI yang memainkan peranan penting.
Keadaan ini menimbulkan ketegangan antara Islam dan komunisme dan munculnya ketidakpuasan dari pihak Nasionalis Sekuler dan angkatan bersenjata. Kemudian muncul semacam anggapan adanya pengkhianatan Soekarno terhadap Pancasila. Soekarno dianggap berselingkuh. Pancasila ditafsirkan sesuai dengan caranya sendiri. Meskipun dalam Pancasila sendiri, unsur-unsur NASAKOM ini nampak jelas ada di dalamnya. Tetapi dengan mengangkatnya dari sebuah substansi yang ada di dalam menjadi sebuah ideologi yang setara, maka penduaan ini tidak terelakkan. Indonesia harus mengangkat Pancasila sekaligus menjunjung NASAKOM-isme. Slogan-slogan, kemakmuran, kesejahteraan, nasionalisme yang agamis berusaha diserukannya , mungkin untuk mengangkat citranya.
Akhirnya masa kejatuhan kekuasaannya pun tiba. Kondisi negara berkebalikan dengan slogan-slogan Soekarno yang pada waktu itu ia gembar-gemborkan. Dengan inflasi keuangan negara sebesar 600 persen, maka era Soekarno pun berakhir, dengan gagalnya Geakan 30 September PKI tahun 1965, dimana umat Islam bersama ABRI dan golongan  lain bekerjasama menumpasnya.



D.      Bentuk Hasil Peradaban Islam Di Indonesia Setelah Kemerdekaan Sampai Sekarang[6]
1.         Departemen Agama
Pada masa kemerdekaan masalah-masalah agama secara resmi diurus satu lembaga yaitu Departemen Agama. Keberadaan Departemen Agama dalam struktur pemerintah Republik Indonesia melalui proses panjang. Sebagai bagian dari pemerintah negara Republik Indonesia; Kementerian Agama didirikan pada 3 Januari 1946 tepatnya pada masa pemerintahan Soekarno. Dasar hukum pendirian ini adalah Penetapan Pemerintah tahun 1946 Nomor I/SD tertanggal 3 Januari 1946.
2.         Bidang Lembaga Pendidikan
Setelah Indonesia merdeka dan mempunyai Departemen Agama, maka secara instantional Departemen Agama diserahi kewajiban dan bertanggung jawab terhadap pembinaan dan pengembangan pendidikan agama dalam lembaga-lembaga tersebut. Lembaga pendidikan agama Islam ada yang berstatus negeri dan ada yang berstatus swasta.
 Pendidikan Islam setahap demi setahap dimajukan. Istilah pesantren yang dulu hanya mengajar agama di surau dan menolak modernitas pada zaman kolonial, sudah mulai beradaptasi dengan tuntutan zaman. Sekolah agama, termasuk madrasah ditetapkan sebagai model dan sumber pendidikan Nasional yang berdasarkan Undang-undang Dasar 1945.
Pada tahun 1958 pemerintah terdorong untuk mendirikan Madrasah Negeri dengan ketentuan kurikulum 30% pelajaran agama dan 70% pelajaran umum. Sistem penyelenggaraannya sama dengan sekolah-sekolah umum dengan perjenjangan; Madrasah Ibtida`iyyah Negeri (MIN) setingkat SD dengan lama belajar 6 tahun, Madrasah Tsanawiyyah Negeri (MTsN) setingkat SMP lama belajar 3 tahun, dan Madrasah ‘Aliyah Negeri (MAN) setingkat SMA lama belajar 3 tahun.
Selain itu tuntutan untuk mendirikan perguruan tinggi juga meningkat. Sebelum kemerdekaan sebenarnya sudah berdiri perguruan tinggi pertama, yaitu Sekolah Tinggi Islam didirikan oleh Persatuan Guru-guru Agama Islam (PGAI) di Padang. Di Jakarta didirikan STI (Sekolah Tinggi Islam) pada Juli 1945 oleh beberapa pemimpin Islam, yaitu Hatta dan M. Natsir. Karena pergolakan kemerdekaan, STI dipindah ke Yogyakarta dan pada 22 Maret 1945 STI berubah menjadi UII (Universitas Islam Indonesia). Setelah kemerdekaan di Yogya juga dibuka UGM (Universitas Gadjah Mada). Pemerintah kemudian menawarkan untuk menegerikan UII dan UGM. UII menerima dengan syarat di bawah naungan Departemen Agama. Akhirnya hanya satu fakultas yang dinegerikan, yaitu Fakultas Agama.  Kemudian Fakultas Agama UII berubah menjadi PTAIN (Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri). Di Jakarta dibuka ADIA ( Akademi Dinas Ilmu Agama), yang pada Mei 1960 digabungkan dengan PTAIN oleh Departemen Agama menjadilah IAIN yang berkedudukan di Yogya dan bercabang di Jakarta. Setelah beberapa tahun Departemen Agama memisahkan IAIN menjadi dua yang masing-masing berdiri sendiri, yaitu IAIN Yogya dan IAIN Jakarta.
            Sejalan dengan perkembangannya, IAIN bertambah pesat dan melahirkan cabang-cabangnya di pelbagai wilayah. Selain itu, perguruan tinggi swasta juga bermunculan di antaranya UNJ, UM, UNISBA, dan UNISMA. Pada tahun 2002, IAIN Syarif Hidayatullah berubah menjadi UIN (Universitas Islam Negeri) Syarif Hidayatullah yang di dalamnya menyelenggarakan pendidikan selain fakultas-fakultas agama -seperti Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Fakultas Adab, dan Ilmu Humaniora, Fakultas Ushuluddin dan Falsafah, Fakultas Syari’ah dan Hukum, Fakultas Dakwah dan Komunikasi- juga membuka Fakultas Psikologi, Fakultas Ekonomi dan Sosal, Fakultas Sain dan Tekhnologi, dan program pascasarjana. Juga sedang dirancang pendirian Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan.
3.         Bidang Ilmu Pengetahuan
Indonesia memiliki banyak para ilmuwan-ilmuwan, namun penghargaan terhadap para ilmuwan tersebut di Negara sendiri masih kurang diperhatikan, banyak para ilmuwan Indonesia malah berkarir di Negara luar dikarenakan mereka lebih di hargai dan di hormati, dengan latar belakang tersebut maka para ilmuwan di Indonesia melakukan suatu konferensi yang menghasilkan Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia ( ICMI)
4.         Bidang Ekonomi
Dalam permasalahan ekonomi pemerintah membuat Bazis (badan amil zakat infaq shodaqoh) kemudian dibentuk juga koperasi-koperasi umat dan bank perkreditan rakyat, seperti NU mendirikan bank Nusuma dan Muhammadiyah mendirikan bank Matahari. Selanjutnya berdiri lah bank islam pertama tanpa bunga, yakni bank Muamalat.
Sejarah bank syariah di Indonesia, pertama kali dipelopori oleh Bank Muamalat Indonesia yang berdiri pada tahun 1991. Bank ini pada awal berdirinya diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah serta mendapat dukungan dari Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha muslim. Pada saat krisis moneter yang terjadi pada akhir tahun 1990, bank ini mengalami kesulitan sehingga ekuitasnya hanya tersisa sepertiga dari modal awal. IDB kemudian memberikan suntikan dana kepada bank ini dan pada periode 1999-sekarang.
5.         Bidang Politik dan Sosial
Organisasi islam setelah kemerdekaan semakin berkembang terlihat dengan bermunculannya organisasi kemasyarakatan baik yang ruang lingkupnya mikro maupun makro. Dengan bermunculannya Ormas-Ormas Islam tersebut, Negara Indonesia zhahirnya telah menampakkan kemayoritasan agama yang mayoritas agama yang dipeluk oleh warga Indonesia adalah agama Islam. Banyak Ormas Islam yang tersebar di wilayah Indonesia, diantaranya:
a)      Muhammadiyah
b)      NU
c)      Persis
d)     PKS
e)      MUI
f)       PUI
g)      Dll
Flash back terhadap banyaknya bermunculan organisasi politik maupun non politik berawal dari jatuhnya pemerintahan Orde Baru yang otoriter dan korup sehingga membawa harapan munculnya pemerintahan pasca orde baru yang demokratis. Hal itu tercermin dari kebebasan mendirikan partai politik. Tercatat ada 48 partai baru yang mengikuti pemilu 1999. Termasuk di dalamnya partai Islam. Keadaan ini juga mempengaruhi ulama untuk kembali aktif di dunia politik dengan terjun langsung untuk memenangkan partai tertentu sesuai dengan posisinya. Seperti kampanye pemilu 1999  ada  beberapa Ulama  NU  yang membela partai PKB.
Selain Ulama-Ulama NU , ulama yang berasal dari Muhammadiyah dan generasi muda Masyumi yang turut andil dalam pembentukan partai. Mereka ada yang bergabung dengan PAN dan PBB. Pendukung PAN lebih banyak berasal dari Muhammadiyah,sedangkan PBB ingin membangkitkan kembali perjuangan Masyumi. Para mahasiswa dan halqah kampus turut mendirikan partai Islam , yaitu Partai Keadilan (belakangan PKS) yang menarik sebagian ulama yang merupakan alumnus Timur Tengah.
Belakangan, dua partai , PKB dan PAN menyatakan diri sebagai partai yang berasaskan Pancasila dan bersifat nasionalis, tetapi basisnya adalah massa Islam. Kehadiran ulama dalam politik seharusnya berdampak positif, dalam pengertian memberikan sumbangan bagi terciptanya bangunan struktur politik yang bermoral, karena ulama adalah simbol moral. Namun ketika Ulama sudah terpolarisasi sedemikian rupa, sehingga sering antara seorang ulama dengan ulama lain saling berhadapan dan membela partainya masing masing. Kondisi ini akan menimbulkan perpecahan dan dampaknya membingungkan rakyat, sehingga akan  memperlemah kekuatan umat Islam sendiri yang akhirnya sering di manfaatkan oleh golongan partai lain.
6.         Bangunan sejarah bercorak Islam
Setelah kemerdekaan sampai sekarang banyak peninggalan-peninggalan bercorak Islam yang masih dapat kita jumpai sampai saat ini diantarnya:
a)        Mesjid Istiqlal
Pada tahun 1953 beberapa ulama mencetuskan ide untuk mendirikan masjid megah yang akan menjadi kebanggaan warga Jakarta sebagai ibukota dan juga rakyat Indonesia secara keseluruhan. Mereka adalah KH. Wahid Hasyim, Menteri Agama RI pertama, yang melontarkan ide pembangunan masjid itu bersama-sama dengan H. Agus Salim, Anwar Tjokroaminoto dan Ir. Sofwan beserta sekitar 200-an orang tokoh Islam pimpinan KH. Taufiqorrahman. Ide itu kemudian diwujudkan dengan membentuk Yayasan Masjid Istiqlal.
Pada tanggal 7 Desember 1954 didirikan yayasan Masjid Istiqlal yang diketuai oleh H. Tjokroaminoto untuk mewujudkan ide pembangunan masjid nasional tersebut. Gedung Deca Park di Lapangan Merdeka (kini Jalan Medan Merdeka Utara di Taman Museum Nasional), menjadi saksi bisu atas dibentuknya Yayasan Masjid Istiqlal. Nama Istiqlal diambil dari bahasa Arab yang berarti Merdeka sebagai simbol dari rasa syukur bangsa Indonesia atas kemerdekaan yang diberikan oleh Allah SAW. Presiden pertama RI Soekarno menyambut baik ide tersebut dan mendukung berdirinya yayasan masjid Istiqlal dan kemudian membentuk Panitia Pembangunan Masjid Istiqlal (PPMI).[7]
Masjid Istiqlal adalah masjid negara Republik Indonesia yang terletak di pusat ibukota Jakarta. Masjid Istiqlal merupakan masjid terbesar di Asia Tenggara.[2]Pembangunan masjid ini diprakarsai oleh Presiden Republik Indonesia saat itu, Ir. Soekarno di mana pemancangan batu pertama, sebagai tanda dimulainya pembangunan Masjid Istiqlal dilakukan oleh Ir. Soekarno pada tanggal 24 Agustus 1951Arsitek Masjid Istiqlal adalah Frederich Silaban, seorang Kristen Protestan.[9]
Masih banyak peninggalan sejarah bercorak Islam yang tidak bias pemakalah sebutkan satu persatu, mungkin satu contoh diatas yang hanya bisa pemakalah paparkan.



  


BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Organisasi-organisasi sosial keagamaan Islam danorganisasi-organisasi yang didirikan kaum terpelajar baru, menandakan tumbuhnya benih- benih nasionalisme dalam pengertian modern.Peradaban-peradaban Islam sebelum kemerdekaan adalah birokrasi keagamaan, ulamadan ilmu-ilmu pengetahuan, dan arsitek bangunan. Sedangkan peradaban Islam setelahkemerdekaan adalah Departemen Agama, Pendidikan, hukum Islam, haji, dan Majelis UlamaIndonesia (MUI)

B.       Saran
Alhamdulillah akhirnya makalah ini berhasil kami susun. Kami sadar dalam proses penyusunan hingga tersusunnya makalah ini terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami akan sangat menghargai kritik dan saran dari rekan-rekan semua, agar dalam penyusunan makalah selanjutnya dapat lebih baik lagi. Semoga dengan adanya makalah ini dapat memberikan ,manfaat bagi kita semua. Terimakasih.




DAFTAR PUSTAKA

Syukur, Fatah. 2009. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Pustaka Rizki Putra.
Sunanto Musyrifah, Sejarah peradaban Islam Indonesia,  Jakarta : P.T. Raja Grafindo, 2005
Mansyur, Ahmad Suryanegara, Api Sejarah 2, Bandung: Salamadani, 2010
http://wokalcharles.blogspot.com/2012/06/perkembangan islam setelah kemerdekaan diunduh pada hari senin tanggal 10 November 2014 jam 10 pagi



[1] Syukur, Fatah,Sejarah Peradaban Islam. Pustaka Rizki Putra Jakarta 2009. Halm. 105
[2] Ibid. Hlm. 106
[3] Ahmad Mansyur Suryanegara, Api Sejarah 2, Salamadani Bandung 2010. Hlm. 529
[4] Ibid. Hlm. 530
[5] Sunanto Musyrifah, Sejarah peradaban Islam Indonesia. P.T. Raja Grafindo,  Jakarta  2005
[6] http://wokalcharles.blogspot.com/2012/06/perkembangan islam setelah kemerdekaan diunduh pada hari senin tanggal 10 November 2014 jam 10 pagi
[7] Ibid.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH MODEL PEMBELAJARAN

MAKALAH LANDASAN PENDIDIKAN

MAKALAH STRATEGI KEWIRAUSAHAAN