MAKALAH RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM

RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM By. Retno, dkk. A.       PENDAHULUA N   a.         Latar Belakang Bimbingan dan konseling merupakan kegiatan yang bersumber pada kehidupanmanusia. Kenyataan menunjukkan bahwa manusia di dalam kehidupannya selalu menghadapi persoalan-persoalan yang silih berganti. Persoalan yang satu dapat diatasi, persoalan yanglain muncul, demikian seterusnya. Manusia tidak sama satu dengan yang lain, baik dalamsifat maupun kemampuannya. Ada manusia yang danggup mampu mengatasi persoalan tanpa bantuan dari pihak lain, tetapi tidak sedikit manusia yang tidak mampu mengatasi persoalan bila tidak dibanntu orang lain, maka dari inilah bimbingan konseling dibutuhkan. Bimbingan dan konseling merupakan salah satu komponen dari pendidikan.Mengingat bahwa bimbingan dan konseling adalah suatu kegiatan bantuan dan tuntunan yangdiberikan kepada individu pada umumnya, dan siswa pada khususnya di sekolah. Hal inisangat relevan jika dilihat dari perumusan bahwa pend

MAKALAH GURU SEBAGAI PENDIDIK


BAB I

PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.[1] Seseorang dikatakan sebagai guru atau pendidik tidak cukup “tahu” akan materi yang diajarkan, tetapi pertama kali ia harus memiliki “ kepribadian guru” dengan segala ciri tingkat kedewasaannya. Kepribadian adalah unsur yang menentukan keakraban hubungan guru dengan anak didik. Kepribadian guru akan tercermin dalam sikap dan perbuatannya dalam membina dan membimbing anak didik. Kepribadian  sesungguhnya adalah suatu masalah yang abstrak, sukar dilihat atau diketahui secara nyata, yang dapat diketahui adalah penampilan atau bekasnya dalam segala segi dan aspek kehidupan. Misalnya dalam tindakannya, ucapan, cara bergaul, berpakaian, dan dalam  menghadapi setiap persoalan atau masalah, baik yang ringan maupun yang berat.[2] Oleh karena itu masalah kepribadian adalah suatu hal yang sangat menentukan tinggi rendahnya kewibawaan seorang guru dalam pandangan anak didik atau  masyarakat. Dengan kata lain, baik tidaknya citra sesorang ditentukan oleh kepribadian.
Seorang guru menjadi pendidik berarti sekaligus menjadi pembimbing. Sebagai contoh guru yang berfungsi sebagai “pendidik” dan “pengajar” seringkali akan melakukan pekerjaan bimbingan, misalnya bimbingan belajar, bimbingan tentang sesuatu keterampilan dan sebagainya. Jadi jelas dalam proses pendidikan kegiatan “mendidik”, “mengajar”, dan “membimbing” itu tidak dapat dipisahkan lagi. Sebagai pendidik, guru harus berlaku membimbing, dalam arti menentukan sesuai dengan kaidah yang baik dan mengarahkan perkembangan anak didik sesuai dengan dengan tujuan yang dicita-citakan, termasuk dalam hal ini, ikut memecahkan persoalan-persoalan atau kesulitan yang dihadapi anak didik. Dengan demikian diharapkan dapat menciptakan perkembangan yang lebih baik pada diri siswa, baik perkembangan fisik maupun mental.


B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana yang dikatakan dengan guru?
2.      Apa yang dikatakan dengan tugas dan tanggung jawab guru?
3.      Apa yang disebut dengan hak dan kewajiban guru?
4.      Apa yang dimaksud dengan kompetensi guru?

C.    Tujuan Penulisan
1.      Mampu memahami apa yang dikatakan dengan guru
2.      Mampu memahami tugas dan tanggung jawab guru
3.      Mampu memahami hak dan kewajiban guru
4.      Mampu memahami kompetensi guru






[1] Sayyid Quthub, Undang-undang Guru dan Dosen (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm,3
[2] Prof. Dr. Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), hlm, 6

BAB II
PEMBAHASAN
1.     Pengertian Guru
Guru adalah orang yang pekerjaan, mata pencaharian, atau profesinya mengajar.[1] Dalam pengertian yang sederhana, guru adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik. Kemudian guru dalam pandangan masyarakat adalah orang yang melaksanakan pendidikan di tempat-tempat tertentu, tidak harus di lembaga pendidikan formal, tetapi bisa juga di masjid, di surau atau mushola, di rumah dan sebagainya.[2] Guru  memang menempati  kedudukan yang terhormat di masyarakat. Kewibawaanlah yang menyebabkan guru dihormati, sehingga masyarakat tidak meragukan figure guru. Masyarakat yakin bahwa gurulah yang dapat mendidik anak didik mereka agar menjadi orang yang berkepribadian yang mulia. Masyarakat menempatkan guru pada tempat yang lebih terhormat, karena dari seorang guru diharapkan masyarakat dapat memperoleh ilmu pengetahuan.
Dalam arti khusus dapat dikatakan bahwa pada setiap diri guru itu terletak tanggung jawab untuk membawa para siswanya pada suatu kedewasaan atau  taraf kematangan tertentu. Dalam rangka ini guru tidak semata-mata sebagai “pengajar” yang transfer of knowledge, tetapi juga sebagai “pendidik” yang transfer of values dan sekaligus sebagai “ pembimbing” yang memberikan pengarahan dan  menuntun  siswa dalam belajar.[3] Berkaitan dengan ini guru memiliki peranan yang unik dan sangat kompleks  di dalam proses belajar-mengajar, dalam usahanya untuk mengantarkan siswa atau anak didik ketaraf yang dicita-citakan. Jadi  setiap rencana kegiatan guru harus dapat didudukkan dan dibenarkan semata-mata demi kepentingan anak didik, sesuai dengan profesi dan tanggung jawabnya. Dan tanggung jawab guru tidak hanya sebatas dinding sekolah, tetapi juga diluar sekolah. Pembinaan yang harus guru berikan pun tidak hanya secara kelompok (klasikal), tetapi juga secara individual. Hal ini menuntut guru agar selalu memperhatikan sikap, tingkah laku, dan perbuatan anak didiknya. Karena guru merupakan orang yang bertanggung jawab terhadap pendidikan murid-muridnya, baik secara individual maupun klasikal, baik disekolah maupun diluar sekolah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa guru adalah orang yang berwewenang dan bertanggung jawab untuk membimbing dan membina anak didik, baik secara individual maupun klasikal, baik disekolah maupun diluar sekolah.

2.     Tugas dan Tanggung jawab Guru
Seseorang dapat disebut sebagai manusia yang bertanggung jawab apabila ia mampu membuat pilihan dan membuat keputusan atas dasar nilai-nilai dan norma-norma tertentu, baik yang bersumber dari dalam dirinya maupun yang bersumber dari lingkungan sosialnya.[4] Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa manusia bertanggung jawab apabila ia mampu bertindak atas dasar keputusan moral. Setiap guru profesional harus memenuhi persyaratan sebagai manusia yang bertanggung jawab dalam bidang pendidikan dan dalam waktu yang sama dia juga mengemban sejumlah tanggung jawab dalam bidang pendidikan. Guru sebagai pendidik bertanggung jawab mewariskan nilai-nilai dan norma-norma kepada generasi muda sehingga terjadi proses pelestarian dan penerusan nilai.
Kehadiran guru dalam proses pembelajaran sebagai sarana mewariskan nilai-nilai dan norma-norma masih memegang peran yang sangat penting. Peranan guru dalam pembelajaran tidak bisa digantikan oleh hasil teknologi modern seperti computer dan lainnya. Masih terlalu banyak unsur manusiawi, sikap, sistem nilai, perasaan, motivasi, kebiasaan dan lain-lain yang harus dimiliki dan dilakukan guru. Seorang guru akan sukses melaksanakan tugas apabila ia profesional dalam bidang keguruannya. Selain itu, tugas seorang guru mulia dan mendapat derajat yang tinggi yang diberikan Allah Swt, disebabkan mereka mengajarkan ilmu kepada orang lain.
Salah satu faktor yang paling menentukan dalam proses pembelajaran dikelas adaah guru. Tugas guru yang paling utama adalah mengajar dan mendidik. Sebagai pengajar, guru berperan aktif (medium) antara peserta didik dengan ilmu pengetahuan.[5] Secara umum dapat dikatakan bahwa tugas dan tanggung jawab yang harus dilaksankan oleh guru adalah mengajak orang lain berbuat baik. Orang lain disini dalam konteks anak didik.
Guru seperti itulah yang diharapkan untuk mengabdikan diri di lembaga pendidikan. Bukan guru yang hanya menuangkan ilmu pengetahuan ka dalam otaj anak didik. Sementara jiwa, dan wataknya tidak dibina. Memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik adalah suatu perbuatan yang mudah, tetapi untuk membentuk jiwa dan watak anak didik itulah yang sukar, sebab anak didik yang dihadapi adalah makhluk hidup yang memiliki otak dan potensi yang perlu dipengaruhi dengan sejumlah norma hidup sesuai ideology falsafah dan bahkan agama.
Menjadi tanggung jawab guru untuk memberikan sejumlah norma kepada anak didik agar tahu mana perbuatan susila dan asusila, mana perbuatan bermoral dan amoral. Semua norma itu taidak mesti harus guru berikan ketika dikelas, diluar kelas pun sebaiknya guru contohkan melalui sikap, tingkah laku, dan perbuatan. Pendidikan dilakukan tidak semata-mata dengan perkataan, tetapi dengan sikap, tingkah laku, dan perbuatan.
Anak didik lebih banyak menilai apa yang guru tampilkan dalam pergaulan di sekolah dan di masyarakat dari pada apa yang guru katakana, tetapi baik perkataan maupun apa yang guru tampilkan, keduanya menjadi penilaian anak didik. Jadi, apa yang guru katakan harus guru praktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, guru memerintahkan kepada anak didik agar hadir tepat waktu. Bagaimana anak didik mematuhinya sementara guru sendiri tidak disiplin dengan apa yang pernah dikatakan. Perbuatan guru yang demikian mendapat protes dari anak didik. Guru tidak bertanggung jawab atas perkataannya. Anak didik akhirnya tidak percaya lagi kepada guru dan anak didik cenderung menentang perintahnya. Inilah sikap dan perbuatan yang ditunjukkan oleh anak didik.
Guru yang bertanggung jawab memiliki beberapa sifat:[6]
·         Menerima dan mematuhi norma, nilai-nilai kemanusiaan
·         Memikul tugas mendidik dengan bebas, berani, gembira (tugas bukan menjadi beban baginya)
·         Sadar akan nilai-nilai yang berkaitan dengan perbuatannya serta akibat-akibat yang timbul
·         Menghargai orang lain, termasuk anak didik
·         Bijaksana dan hati-hati (tidak nekat, tidak sembrono, tidak singkat akal), dan
Takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Jadi, guru harus bertanggung jawab atas segala sikap, tingkah laku, dan perbuatannya dalam rangka membina jiwa dan watak anak didik. Dengan demikian, tanggung jawab guru adalah untuk membentuk anak didik agar menjadi orang yang cakap, berguna bagi agama, nusa, dan bangsa di masa yang akan datang.
Adapun tugas guru adalah figur seorang pemimpin. Serta sosok arsitektur yang dapat membentuk jiwa dan watak anak didik. Guru mempunyai kekuasaan untuk membentuk dan membangun kepribadian anak didik menjadi seorang yang berguna bagi agama, nusa, dan bangsa. Guru bertugas mempersiapkan manusia susila yang cakap yang dapat diharapkan membengun dirinya dan membangun bangsa dan Negara.
Jabatan guru memiliki banyak tugas, baik yang terikat oleh dinas maupun diluar dinas dalam bentuk pengabdian. Tugas guru tidak hanya sebagai suatu profesi, tetapi juga sebagai suatu tugas kemanusiaan dan kemasyarakatan.
Tugas guru sebagai suatu profesi menuntut kepada guru untuk mengembangkan profesionalitas diri sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Mendidik, mengajar, dan melatih anak didik adalah tugas guru sebagai suatu profesi. Tugas guru sebagai pendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup kepada anak didik. Tugas guru sebagai pengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada anak didik. Tugas guru sebagai pelatih berarti mengembangkan keterampilan dan menerapkannya dalam kehidupan demi masa depan anak didik.
Tugas kemanusiaan salah satu segi dari tugas guru. Sisi ini tidak bisa guru abaikan, karena guru harus terlibat dengan kehidupan di masyarakat dengan interaksi sosial. Guru harus menanamkan nilai-nilai kemanusiaan kepada anak didik. Dengan begitu anak didik di didik agar mempunyai sifat kesetiakawanan sosial.
Guru harus dapat menempatkan diri sebagai orangtua kedua, dengan mengemban tugas yang dipercayakan orangtua atau wali dan anak didik dalam jangka waktu tertentu. Untuk itu pemahaman terhadap jiwa dan watak anak didik diperlukan agar dapat dengan mudah memahami jiwa dan watak anak didik. Begitula tugas guru sebagai orangtua kedua, setelah orangtua anak didik di dalam keluarga di rumah.
Di bidang kemasyarakatan merupakan tugas guru yang juga tidak kalah pentingnya. Pada bidang ini guru mempunyai tugas mendidik dan mengajar masyarakat untuk menjadi warga Negara Indonesia yang bermoral pancasila. Memang tidak dapat dipungkiri bila guru mendidik anak didik sama halnya guru mencerdaskan bangsa Indonesia.
Apabila dilihat dari rincian tugas dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan :
·         Guru harus menaruh rasa kasih sayang terhadap murid dan memberlakukan mereka seperti perlakuan anak sendiri.
·         Tidak mengharapkan balas jasa ataupun ucapan terimakasih, tetapi bermaksud dengan mengajar itu mencari keridhoan Allah SWT dan mendekatkan diri kepada Tuhan.
·         Memberikan nasehat kepada murid pada tiap kesempatan, bahkan menggunkan setiap kesempatan itu untuk menasehati dan menunjukinya.
·         Mencegah murid dari akhlak yang tidak baik dengan jalan sindiran jika mungkin dan dengan jalan terus terang
·         Seorang guru harus menjalankan ilmunya dan jangan berlainan kata dengan perbuatannya

3.     Kepribadian Guru
setiap guru mempunyai kelebihan masing-masing sesuai ciri-ciri pribadiyang mereka miliki sendiri.ciri-ciri inilah yang membedakan dengan guru lainnya. Kepribadian sebenarnya adalah suatu masalah yang abstrak,hanya dapat dilihat lewat dari penampilan, tindakan, ucapan, cara berpakaiaan, dan dalam menghadapi setiap persoalan.
Guru adalah mitra anak didik dalam kebaikan. Guru yang baik, anak didik pun menjadi baik. Tidak ada seorang guru yang ingin atau yang bermaksud menjerumuskan anak didiknya kelembah kenistaan. Karna kemuliaan guru, berbagai gelarpun disandangnya. Guru adalah pahlawan tanpa pamrih,pahlawan tanpa tanda jasa, pahlawan ilmu, pahlawan kebaikan, pahlaawan pendidikan, makhluk serba bisa, atau dengan julukan lain seperti interpreter, artis, kawan, warga Negara yang baik, pembangunan manusia, pembawa kultur, pioner, reformer, dan terpercaya. Seluruh aspek kehidupan adalah “uswatun hasanah”. Pribadi guru adalah uswatun hasanah, kendati tidak sesempurna seperti rasul. Ingat, hanya “hampir” mendekati, buakan seluruh pribadi guru sama dengan pribadi rasul, kekasih allah dan penghulu dari seluruh nabi dan rasul. betapa tingginya derajat seorang guru, sehingga wajarlah seorang guru diberi berbagai julukan yang tidak akan pernah ditemukan pada profesi lain. Semua julukan itu perlu dilestarikan dengan pengabdian yang tulus ikhlas, dengan motivasi kerja untuk membina jiwa dan watak anak didik, bukan segalanya demi uang.
Guru adalah spiritual father atau bapak rohani bagi seorang anak didik. Ialah yang memberikan santapan jiwa dengan ilmu, pendidikan akhlak, an membenarkannya, maka menghormati guru berarti menghormati anak didik kita, dengan guru itulah mereka hidup dan  berkembang, sekiranya setiap guru menunaikan tugasnya dengan sebaik-baiknya.
Guru yang ideal selalu ingin bersama dengan anak didiknya didalam dan diluar sekolah. Bila melihat anak didiknya menunjukan sikap seperti sedih, murung, malas belajar, sakit, dan sebagainya. Guru merasa prihatin dan tidak jarang pada waktu tertentu guru harus menghabiskan waktunya untuk memikirkan bagaimana pekembangan pribadi anak didiknya. jadi, kemuliaan seorang guru tercermin dalam kehidupan sehari-hari, bukan hanya sekedar symbol atau semboyan yang terpampang dikantor dewan guru.
Guru dengan kemuliaannya, dalam menjalankan tugas, tidak mengenal lelah. Hujan dan panas bukan rintangan bagi guru yang penuh dedikasi dan loyalitas untuk turun ke sekolah agar dapat bersatu jiwa dalam perpisahan raga dengan anak didik. Guru dan anak didik adalah “Dwi tunggal”. Oleh karna itu, dalam benak guru hanya ada satu kiat bagaimana dengan mendidik anak didik agar menjadi dewasa, yang cakap dan berguna bagi agama, nusa, dan bangsa dimasa depan.
Posisi seorang guru dan anak didik boleh berbeda, tetapi keduanya tetap seiring dan satu tujuan, bukan seiringan tapi tidak satu tujuan. Seiring dalam arti kesamaan langkah dalam mencapai tujuan bersama. Anak didik berusaha mencapai cita-citanya dan guru dengan ikhlas mengantarkan dan membimbing anak didiknya kepintu gerbang cita-citanya. Itulah barangkali sikap guru yang tepat sebagai sosok pribadi yang mulia.
Beberapa peranan guru dalam kegiatan belajar-mengajar,
a.       Informator
Guru harus dapat memberikan informasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, selain sejumlah bahan pelajaran untuk setiap mata pelajaran yang telah diprogramkan dalam kurikulum. Informasi yang baik dan efektif di perlukan dari guru. Kesalahan informasi adalah racun bagi anak didik. Untuk menjadi informator yang baik dan efektif. Penguasaan bahasalah sebagai kuncinya, dan disertai dengan penguasaan bahan yang akan di berikan kepada anak didik. Informator yang baik adalah guru yang mengerti apa kebutuhan anak didik dan mengabdi untuk anak didik.
b.      Motivator
Sebagai motivator, guru hendaknya dapat mendorong anak didik agar bergairah dan aktif belajar. Dalam upaya memberikan motivasi, guru dapat menganalisis motif-motif yang melatarbelakangi anak didik malas belajar dan menurun prestasinya disekolah. Setiap saat guru harus bertindak sebagai motivator, karna dalam interaksi edukatif tidak mustahil ada diantara anak didik yang malas belajar dan sebagainya.
c.       Fasilitator
Setidaknya guru hendak dapat menyediakan fasilitas yang memungkinkan kemudahan kegiatan belajar. Lingkungan belajar yang tidak menyenangkan, suasana ruang kelas yang pengap, meja dan kursi yang berantakan, fasilitas belajar yang kurang tersedia, menyebabkan anak didik malas belajar. Oleh karna itu menjadi tugas guru bagaimana menyediakan fasilitas, sehingga akan tercipta lingkungan belajar yang menyenangkan anak didik.
d.      Pembimbing
Peran guru yang tidak kalah pentingnya dari semua peran yang telah disebutkan diatas adalah sebagai pembimbing. Peranan ini harus lebih dipentingkan, karena kehadiran guru disekolah adalah untuk membimbing anak didik yang cakap, tanggap, dan cermat. Tanpa bimbingan, anak didik akan mengalami kesulitan dalam menghadapi perkembangan dirinya. Kekurangmampuan anak didik menyebabkan lebih banyak bergantung pada bantuan guru.
e.       Pengelola kelas
Sebagai pengelola kelas, guru hendaknya dapat mengelola kelas dengan baik, karena kelas adalah tempat berhimpun semua anak didik dan guru dalam rangka menerima bahan pelajaran dari guru. Kelas yang dikelola dengan baik akan menunjang jalannya interaksi edukatif. Sebaliknya, kelas yang dikelola dengan baik akan menghambat kegiatan pengajaran. Kelas yang telalu padat dengan anak didik, pertukaran udara kurang, penuh dengan kegaduhan, lebih banyak tidak menguntungkan bagi terlaksananya interaksi edukatif yang optimal. Hal ini tidak sejalan dengan tujuan umum dari pengelolaan kelas, yaitu menyediakan dan menggunakan fasilitas kelas bagi bermacam-macam kegiatan belajar mengajar agar mencapai tujuan atau hasil yang optimal.

4.     Kompetensi Guru
Di dalam kamus besar bahasa Indonesia, disebutkan bahwa kompetensi berarti kewenangan (kekuasaan) untuk menentukan sesuatu.[7] Kompetensi adalah suatu tugas yang memadai atau pemilikan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang dituntut oleh jabatan sesorang. Dari pengertian tersebut dipahami bahwa suatu pekerjaan yang bersifat profesional memerlukan beberapa bidang ilmu yang secara sengaja harus dipelajari dan kemudian diaplikasikan bagi kepentingan umum. Pekerjaan profesional memerlukan kemampuan dan keahlian khusus dalam melaksanakan profesinya.
Guru sebagai pekerjaan profesional juga memerlukan kemampuan dan keahlian khusus dalam menjalankan tugasnya yang biasa disebut kompetensi guru. Kompetensi guru berupa seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh seorang guru agar ia dapat melaksanakan tugas-tugas keprofesionalannya. Dengan penguasaan kompetensi-kompetensi itu, diharapkan dapat tercapai tujuan pendidikan nasional.
Di dalam UU R.I. No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen disebutkan bahwa kompetensi meliputi kompetensi pedagogic, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Selanjutnya di dalam penjelasan undang-undang tersebut dijelaskan bahwa kompetensi pedagogis adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik, kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan bagi peserta didik. Lebih lanjut dikemukakan bahwa kompetensi profesional guru adalah kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam, sedangkan kompetensi sosial berarti kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efesien dengan peserta didik, sesame guru, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.
Keempat kompetensi tersebut secara teoritis dapat dipisah-pisahkan satu sama lain. Namun, secara praktis keempat kompetensi itu tidak mungkin dipisah-pisahkan. Keempatnya saling menjalin secara terpadu dalam diri seorang guru.

·         Kompetensi Pedagogis
Kompetensi pedagogis adalah seperangkat kemampuan dan keterampilan (skill) yang berkaitan dengan interaksi pembelajaran antara guru dan peserta didik dalam kelas. Kompetensi pedagogis ini meliputi kemampuan guru dalam menjelaskan materi, melaksanakan metode pembeljara, memberikan pernyataan, menjawab pertanyaan, mengelola kelas, dan melaksanakan evaluasi.
·         Kompetensi Kepribadian
Kompetensi kepribadian adalah seperangkat kemampuan dan karakteristik personal yang mencerminkan realitas sikap dan perilaku guru dalam ,elaksanakan tugas-tugasnya dalam kehidupan sehari-hari. Kompetensi kepribadian ini melairkan ciri-ciri guru yaitu, sabar, tenag, bertanggung jawab, demokratis, ikhlas, cerdas, menghormati orang lain, stabil, ramah, tegas, berani, kreatif, dan inisiatif.
·         Kompetensi Sosial
Kompetensi sosial adalah seperangkat kemampuan dan keterampilan yang terkait dengan hubungan atau interaksi dengan orang lain. Artinya, guru harus dituntut memiliki keterampilan brinteraksi dengan masyarakat, khususnya dalam mengidentifikiasi, dan menyelesaikan problem masyarakat. Dalam realitas masyarakat,  guru masih menjadi sosok elit masyarakat yang dianggap memiliki otoritas moral cukup besar. Salah satu konsekuensi agar peran itu tetap melekat dalam diri guru adalah guru harus memiliki kemampuan berhubungan dan berkomunikasi dengan orang lain.
·         Kompetensi Profesional
Kompetensi profesional adalah seperangkat kemampuan dan keterampilan terhadap penguasaan materi pelajaran secara mendalam, utuh, dan komprehensif.[8] Guru yang memiliki kompetensi profesional tidak cukup hanya memiliki penguasaan materi secara formal, tetapijuga harus memiliki kemampuan terhadap materi ilmu lain yang memiliki keterkaitan dengan pokok bahasan mata pelajaran tertentu.



5.     Kode Etik Guru
Sudah jelas dijelaskan di atas bahwa guru adalah tenaga profesional di bidang kependidikan yang memiliki tugas “mengajar”, “mendidik”, dan “membimbing” anak didik agar menjadi manusia yang berpribadi. Dengan demikian guru memiliki kedudukan yang sangat penting dang tanggung jawab yang sangat besar dalam menangani berhasil atau tidaknya program pendidikan. Kalau boleh dikatakan sedikit secara ideal, baik atau buruknya suatu bangsa di masa mendatang banyak terletak di tangan guru.
Sehubung dengan itu maka guru sebagai tenaga profesional memerlukan pedoman atau kode etik agar terhindar dari segala bentuk penyimpangan. Kode etik menjadi pedoman baginya untuk tetap profesional. Setiap guru yang memegang keprofesionalannya sebagai pendidik akan selalu berpegang pada kode etik guru. Sebab kode etik guru ini sebagai salah satu ciri yang harus ada pada profesi itu sendiri.        
Kode etik yang mempedomi setiap tingkah laku guru senantiasa sangat diperlukan. Karena dengan itu penampilan guru akan terarah dengan baik, bahkan akan terus bertambah baik. Ia akan terus-menerus memperhatikan dan mengembangkan profesi keguruannya. Kalau kode etik yang merupakan pedoman atau pegangan itu tidak dihiraukan berarti akan kehilangan pola umum sebagai guru.
Kode etik berarti sumber etik. Etik artinya tata-susila (etika) atau hal-hal yang berhubungan dengan kesusilaan dalam mengerjakan suatu pekerjaan. Jadi “kode etik guru” diartikan: aturan tata susilakeguruan. Maksudnya aturan-aturan tentang keguruan (yang menyangkut pekerjaan-pekerjaan guru) dilihat dari segi susila. Dalam hal ini kesusilaan diartikan sebagai kesopanan, sopan, santun, dan keadaban. Adapun rumusan kode etik yang merupakan kerangka pedoman guru dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya:
a.      Guru berbakti membimbing anak didik seutuhnya untuk membentuk manusia pembangunan yang ber-pancasila.
Maksud dari rumusan ini, guru harus mengabdikan dirinya secara ikhlas untuk menuntun dan mengantarkan anak didik seutuhnya, baik jasmani amupun rohani, baik fisik maupun mental agar menjadi insan pembangunan yang menghayati dan mengamalkan serta melaksanakan berbagai aktivitasnya dengan mendasarkan pada sila-sila dalam pancasila. Guru harus membimbing anak didiknya kea rah hidup yang selaras, serasi dan seimbang.
b.      Guru memiliki kejujuran profesional dalam menerapkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan anak didik masing-masing
Berkaitan dengan ini, maka guru harus mendesain program pengajaran sesuai dengan keadaan dan kebutuhan setiap diri anak didik. Yang lebih penting lagi guru harus menerapkan kurikulum secara benar, sesuai dengan kebutuhan anak didik.
c.       Guru mengadakan komunikasi, terutama dalam memperoleh informasi tentang anak didik, tetapi menghindarkan diri dari segala bentuk penyalahgunaan.
Dalam kaitan belajar-mengajar, guru perlu mengadakan komunikasi dan hubungan baik dengan anak didik. Hal ini terutama agar guru mendapatkan informasi secara lengkap mengenai diri anak didik. Dengan mengetahui keadaan dan karakteristik anak didik ini, maka akan sangat membantu bagi guru dan siswa dalam upaya menciptakan proses belajar-mengajar yang optimal.
d.      Guru menciptakan suasana kehidupan sekolah dan memelihara hubungan dengan orang tua murid dengan sebaik-baiknya bagi kepentingan anak didik
Guru menciptakan suasana keidupan sekolah, maksudnya bagaimana guru itu dapat menciptakan kondisi-kondisi optimal, sehingga anak itu merasa perlu belajar, harus belajar, perlu dididik, dan perlu bimbingan. Usaha menciptakan suasana keidupan sekolah sebagaimana dimaksud di atas, akan menyangkut dua hal:
Pertama, yang berkaitan dengan proses belajar-mengajar di kelas secara langsung:
Ø  Pengaturan tata ruang kelas yang lebih kondusif untuk kepentingan pengajaran.
Ø  Menciptakan iklim atau suasana belajar-mengajar yang lebih serasi dan menyenangkan, misalnya pembinaan situasi keakraban di dalam kelas.
Ø  Memberi penghargaan dan pemeliharaan semangat kerja.
Kedua, menciptakan kehidupan sekolah dalam arti luas, yakni meliputi sekolah secara keseluruhan. Dalam hubungan ini dituntut adanya hubungan baik dan interaksi antara guru dengan guru, guru dengan anak didik, guru dengan pegawai, pegawai dengan anak didik. Dengan demikian memang dituntut adanya ketarlibatan semua pihak di dalam lembaga kependidikan, sehingga dapat menunjang berhasilnya proses belajar-mengajar.
e.       Guru memelihara hubungan baik dengan masyarakat di sekitar sekolah maupun masyarakat yang lebih luas untuk kepentingan pendidikan
Masyarakat juga bertanggung jawab atas pelaksanaan pendidikan. Oleh karena itu guru harus juga membina hubungan baik dengan masyarakat, agar dapat menjalankan tugasnya sebagai pelaksana proses belajar-mengajar. Dalam hal ini mengandung dua dimensi penglihatan, yakni masyarakat di sekitar sekolah dan masyarakat yang lebih luas. Dilihat dari segi masyarakat di sekitar sekolah, bagi guru sangat penting selalu memelihara hubungan baik, karena guru akan mendapat masukan, pengalaman serta memahami berbagai kejadian atau perkembangan masyarakat itu. Hal ini dapat dimanfaatkan sebagai usaha pengembangan sumber belajar yang lebih mengena demi kelancaran proses belajar-mengajar. Sebagai contoh guru yang sedang menerangkan sesuatu pelajaran, kemudian untuk memperjelas dapat diberikan ilustrasi dengan beberapa perkembangan yang terjadi di masyarakat sekitar. Di samping itu kalau sekolah mengadakan berbagai kegiatan, sangat memerlukan kemudahan dari masyarakat sekitar.
Selanjutnya kalau dilihat dari masyrakat luas, maka keterkaitan dan hubungan baik guru dengan masyarakat luas itu akan mengembangkan pengetahuan guru tentang persepsi kemasyarakatan yang lebih luas. Misalnya tentang budaya masyarakat dan bagaimana masyrakat sebagai pemakai lulusan.


















        BAB III
PENUTUP
§  KESIMPULAN
Guru adalah pendidik profesional dengan tugas untuk mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik. Guru seharusnya mampu memikul dan melaksanakan tanggung jawab sebagai guru kepada peserta didik, orang tua, masyarakat, bangsa, Negara, dan agama.
Guru sebagai pendidik karena menyampaikan ilmu pengetahuan, juga menanamkan nilai-nilai dan sikap mental serta melatih berbagai keterampilan dalam upaya mengantarkan anak didik ke arah kedewasaannya. Oleh karena itu guru harus seorang yang berpribadi baik, dapat sebagai anutan, sehingga nantinya dapat memanusiakan manusia. Untuk itu maka guru harus juga melakukan kegiatan bimbingan, yakni menuntun anak didik dan memberikan lingkungan yang sesuai dengan arah dan tujuan yang di cita-citakan.











DAFTAR PUSTAKA
Mujtahid, Pengembangan Profesi Guru. Malang: UIN Maliki Press. 2011.
Djamarah, Bahri, Syaiful, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif: Suatu Pendekatan Teoritis  Psikologis. Jakarta. Rineka Cipta. 2010
Sardiman, A.M, Interaksi dan Motivasi Belajar-mengajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2003
Hamalik, Oemar,  Pendidikan Guru Bedasarkan Pendekatan Kompetensi. cet. V. Jakarta: Bumi Aksara. 2008.
Muhaimin, dkk, Strategi Belajar Mengajar: Penerapan dalam Pendidikan Agama. .Surabaya: Citra Media. 1996.
tanlain, Wens, dkk, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan: Buku Panduan Mahasiswa. Jakarta: Gramedia. 1989.
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga. Cet. III. Jakarta: Balai Pustaka. 2005
Saekhan Muchith, Pembelajaran Kontekstual, cet. I. Semarang: Rasail Media Group. 2008.
M. shabir U. 2015. kedudukan Guru Sebagai Pendidik, Journal, di https://www.journal.uin-alauddin.ac.id




[1] Mujtahid, Pengembangan Profesi Guru, (Malang: UIN Maliki Press, 2011), hal. 33.
[2] Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif: Suatu Pendekatan Teoritis Psikologis, (Jakarta, Rineka Cipta, 2010), hal. 31.
[3] Sardiman, A.M, Interaksi dan Motivasi Belajar-mengajar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), hal. 125.
[4] Oemar Hamalik, Pendidikan Guru Bedasarkan Pendekatan Kompetensi, cet. V, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hal. 39.
[5] Muhaimin, dkk, Strategi Belajar Mengajar: Penerapan dalam Pendidikan Agama, (Surabaya: Citra Media, 1996), hal. 54.
[6] Wens tanlain, dkk, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan: Buku Panduan Mahasiswa, (Jakarta: Gramedia, 1989),hal.31.
[7] Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, Cet. III, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hal. 759.
[8] Saekhan Muchith, Pembelajaran Kontekstual, cet. I, (Semarang: Rasail Media Group, 2008), hal. 148-149.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH MODEL PEMBELAJARAN

MAKALAH LANDASAN PENDIDIKAN

MAKALAH STRATEGI KEWIRAUSAHAAN