MAKALAH PERSPEKTIF FIQIH SIYASAH DALAM SISTEM POLITIK PEMERINTAHAN di INDONESIA
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
PERSPEKTIF FIQIH SIYASAH DALAM
SISTEM POLITIK PEMERINTAHAN di INDONESIA
BY: Sari,ddk.
BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Belakang Indonesia adalah Negara dengan
keragaman budaya dan agama, terbentang luas dari Sabang sampai Merauke, yang
dihuni oleh beragam suku bangsa dengan adat kebiasaan yang sangat beragam.
Konstruksi Indonesia modern juga tidak bisa dilepaskan dari keragaman itu,
niai-nilai kemanusiaan yang termaktub dalam UUD 1945 serta peraturan
perundangan yang berlaku merupakan hasil akomodasi dan integrasi dengan
nilai-nilai lokal yang beragam tersebut. Kontribusi kebudayaan yang beragam
dalam pembentukan identitas Indonesia merupakan manifestasi dari negosiasi berbagai kepentingan
yang saling bersaing, khususnya antara kekuatan kebangsaan dan kekuatan Islam. Setiap kelompok kepentingan
mengusung pandangan dasar mereka mengenai struktur sosial dan sistem politik
yang sesuai dengan nilai-nilai, pandangan-pandangan dan kepentingan
ideologisnya, karena itulah yang dianggap sebagai sesuatu yang mendorong pada
kemajuan bagi masa depan Indonesia. [1]
Dan dalam perspektif
Fikih Siyasah, tujuan Islam terpenting adalah mewujudkan keadilan sosial yang
terformulasi dengan tindakan “menyeru kepada kebaikan dan mencegah kejahatan”
(al-amr bi alma`rûf wa al-nahy `an al-munkar). Namun, siapa saja yang
menghendaki suatu tujuan, konsekuensinya harus mau melaksanakan cara-cara untuk
mencapai tujuan tersebut. Dalam hal ini, Ibnu Taimiyah (661 H/1263 M-728 H/1328
M) menegaskan: “Allah mewajibkan manusia untuk melakukan perintah berlaku
ma’ruf dan nahi munkar, keadilan, melaksanakan haji, melaksanakan shalatshalat
jemaah, dan memerangi orang-orang yang zalim. Semuanya itu tidak akan
terlaksana.[2]
B. RUMUSAN
MASALAH
1.Bagaimana defenisi sistem pemerintahan dan siyasah
syar’iyah secara umum?
2.Bagaiamanasistem pemerintahan Indonesia dalam persfektif
siyasah syar’iyah?
C. TUJUAN
MASALAH
1. Untuk
mengetahui apa itu defenisi
sistem pemerintahan dan siyasah syar’iyah secara umum
2. Untuk
mengetahui apa itu pemerintahan
Indonesia dalam persfektif siyasah syar’iyah
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Fiqih Siyasah
Kata”siyasah” yang berasal dari kata sasa, berarti mengatur mengurus dan
memerintah atau pemerintahan, politik dan pembuatan kebijaksanaan, pengertian kebahasaan
ini mengisyaratkan bahwa tujuan siyasah adalah mengatur, mengurus dan membuat
kebijaksanaan atas suatu yang bersifat politis untuk mencakup sesuatu.
Secara
terminologis, Abdul Wahab Khalifah mendefenisikan bahwa siyasah adalah
“pengaturan perundangan yang di ciptakan untuk memelihara ketertiban dan kemaslahatan
serta mengatur keadaan ”
sementara Louis Ma’luf memberikan
batasan siyasah adalah“ membuat
kemaslahatan manusia dengan membimbing mereka kejalan yang keselamatan”.
Dua
defenisi yang di kemukakan oleh para ahli di atas masih bersifat umum dan tidak
melihat, mempertimbangkan
nilai – nilai syariat, meskipun tujuannya sama – sama ingin mencapai
kemaslahatan.[3]
B. Defenisi Sistem Pemerintahandan Siyasah Syar’iyah
system pemerintahan berasal dari
gabungan dua kata sistem dan pemerintahan.Kata sistem merupakan terjemahan dari
kata system (bahasa Inggris) yang berarti susunan, tatanan, jaringan, atau
cara. Sedangkan Pemerintahan berasal dari kata pemerintah, dan yang berasal dari
kata perintah. Dan dalam Kamus Bahasa Indonesia, kata-kata itu berarti:
1.Perintah adalah perkataan yang
bermakna menyuruh melakukan sesuatau.
2.Pemerintah adalah kekuasaan yang memerintah suatu
wilayah,daerah, atau, Negara.
3.Pemerintahan adalah perbuatan, cara, hal, urusan dalam memerintah.
Maka dalam arti yang luas,
pemerintahan adalah perbuatan memerintah yang dilakukan oleh badan-badan
legislatif, eksekutif, dan yudikatif di suatu Negara dalam rangka mencapai
tujuan penyelenggaraan negara.Dalam arti yang sempit, pemerintahan adalah
perbuatan memerintah yang dilakukan oleh badan eksekutif beserta jajarannya
dalam rangka mencapai tujuan penyelenggaraan negara.Sistem pemerintaha
diartikan sebagai suatu tatanan utuh yang terdiri atas berbagai komponen pemerintahan
yang bekerja saling bergantungan dan memengaruhi dalam mencapaian tujuan dan
fungsi pemerintahan.Sistem pemerintahan dapat didefinisikan dalam dua kategori
:
1. Definisi Sistem Pemerintahan Secara
Luas
Secara luas sistem pemerintahan
berarti menjaga kestabilan masyarakat, menjaga tingkah laku kaum mayoritas maupun minoritas,
menjaga fondasi pemerintahan, menjaga kekuatan politik, pertahanan, ekonomi,
keamanan sehingga menjadi sistem pemerintahan yang kontiniyu, dan demokrasi
dimana seharusnya masyarakat bisa ikut turut andil dalam pembangunan sistem
pemerintahan tersebut.
2. Definisi Sistem Pemerintahan Secara
SempitSecara sempit
sistem pemerintahan hanya sebagai
sarana kelompok untuk menjalankan roda pemerintahan guna menjaga kestabilan
negara dalam waktu relatif lama dan mencegah adanya perilaku reaksioner maupun
radikal dari rakyatnya itu sendiri.Kata as-siyasaahmerupakan kata saduran dari
bahasa arab asli.
Adapun maknanya antara lain adalah pengaturan, bimbingan,
pengarahan, dan perbaikan. Sedangkan
istillah as-siyasah asy-syar’iyyah (politik syar’yah) termasuk istilah uniterm
(terpakai dalam istilah, dan tidak hanya dalam satu istilah saja) bahkan banyak
mengandung signifikasi.
Oleh karena itu, lafazh
“as-siyaasah” telah digunakan pada lebih dari sau makna. Asalnya makna siyasah (politik) tersebut diterapkan pada
pengurusan dan pelatihan gembalaan. Lalu, kata tersebut digunakan dalam pengaturan urusan-urusan
manusia dan pelaku pengurus urusan-urusan manusiatersebut dinamai politikus (siyasiyun). Dalam realitas bahasa Arab dikatakan
bahwa ulil amri mengurus (yasusu) rakyatnya saat mengurusi urusan rakyatnyadan
menjaganya. Dengan demikian politik merupakan
pemeliharaan (syari’yah), perbaikan (ishlah), pelurusan (taqwim), pemberian
arah petunjuk (irsyad), dan pendidikan (ta`dib). Berarti secara singkat as-siyasah asy-syar’iyyah (Politik Islam) adalah pengurusan
atas segala urusan seluruh umat Islam.
Jika siyasah syar’iyah dipandang
sebagai sebuah proses yang tidak pernah selesai. Maka ia senantiasa terlibat
dalam pergulatan sosial dan pergumulan budaya. Nyatanya fakta seperti itu
telah, sedang dan akan berjalan dalam perjalanan sejarah umat Islam. Sejalan
dengan pandangan demikian, pemecahan atas berbagai masalah yang terkait dengan
ihwal siyasah syari’yahlebih bersifat kontekstual, sehingga dengan demikian
gejala siyasah syari’yahmenampakkan diri dalam sosok yang beragam sesuai dengan
perbedaan waktu dan tempat. Meskipun demikian, nilai siyasah syar’iyahtidak
serta merta menjadi nisbi (relative) karena ia memiliki kemutlakan paling
tidak, ia tekait kemestian untuk selalu mewujudkan keadilan, rahmat,
kemaslahatan dan hikmah.[4]
C.
Tinjauan Umum Sistem Pemerintahan
Indonesia dalam Persfektif Siyasah Syar’iyah
Indonesia sebagai suatu negara yang independen memiliki suatu sistem yang digunakan untuk mengelola negaranya, sistem ini dikenal dengan sistem pemerintahan Indonesia.Dalam pertumbuhan dan perkembangan sejarah ketata negaraan, Indonesia telah mengalami beberapa perubahan dalam sistem pemerintahan sesuai dengan situasi dan kondisi zaman.Perkembangan sistem pemerintahan Indonesia dari tahun 1945 hingga sekarang adalah sebagai berikut:
1. Sistem Pemerintahan Periode
1945-1949
Bentuk Negara Indonesia pada periode awal adalah Kesatuan, dengan bentuk pemerintahan republic dibawah sistem pemerintahan presidensial yang berlandaskan pada konstitusi UUD 1945. Namun, seiring pembagian kekuasaan dalam dua badan, yaitu kekuasaan legislatif dijalankan oleh Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dan kekuasaan-kekuasaan lainnya masih tetap dipegang oleh presiden sampai tanggal 14 November 1945. Berdasarkan Maklumat Pemerintah 14 November 1945 ini, kekuasaan eksekutif yang semula dijalankan oleh presiden beralih ke tangan menteri sebagai konsekuensi dari dibentuknya sistem pemerintahan parlementer.
2. Sistem Pemerintahan Periode
1949-1950
Adanya Konferensi Meja Bundar (KMB) antara Indonesia dengan delegasi Belanda menghasilkan keputusan pokok bahwa kerajaan Balanda mengakui kedaulatan Indonesia sepenuhnya tanpa syarat dan tidak dapat dicabut kembali kepada RIS selambat-lambatnya pada tanggal 30 Desember 1949. Dengan diteteapkannya konstitusi RIS, sistem pemerintahan yang digunakan adalah parlementer.Namun karena tidak seluruhnya diterapkan maka Sistem Pemerintahan saat itu disebut Parlementer semu.
3. Sistem Pemerintahan Periode
1950-1959
Bentuk Negara Indonesia pada periode ini adalah kesatuan dengan bentuk pemerintahan republic dibawah system pemerintahan parlementer yang berlandaskan pada konstitusi UUDS 1950. “UUDS 1950 adalah konstitusi yang berlaku di negara Republik Indonesia sejak 17 Agustus 1950 hingga dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959”.Pemilihan Umum 1955 berhasil memilih Konstituante secara demokratis, namun Konstituante gagal membentuk konstitusi baru hingga berlarut-larut. Pada 5 Juli 1959 pukul 17.00, Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit yang diumumkan dalam upacara resmi di Istana Merdeka.
4. Sistem Pemerintahan Priode
(1959-1965)
Pada priode ini Indonesia menganut system demokrasi terpinpin.pandangan A. Syafi’I Ma’arifi, demokrasi terpinpin sebenarnya ingin menempatkan Soekarno sebagai “Ayah” dalam Fmily besar yang bernama Indonesia dengan kekuasaan terpusat berada di tangannya.
5. Sistem Pemerintahan Masa Orde Baru
(1968-1998)
Pada Tahun 1968 MPR resmi melantik
Soeharto sebagai Presiden kedua Negara Indonesia dengan masa jabatan 5 tahun
dimana Soeharto menggantikan posisi Presiden Soekarno.Pada prakteknya Presiden
Soeharto dipilih berturut-turut dari tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, 1998. pemilihan presiden pada masa itu
tampak sekali tidak demokratis karena yang terpilih ualang adalah presiden
Soeharto dan presiden Soeharto berhasil menduduki jabatan sebagai presiden
Indonesia selama 23 tahun.[5]
D. Sketsa
Pemikiran Politik Islam di Indonesia
Munculnya berbagai mazhab fikih, juga dalam teologi, dan
filsafat Islam menunjukkan bahwa ajaran-ajaran Islam itu multiinterpretatif. Watak multiinterpretatif ini telah
berperan sebagai dasar dari kelenturan Islam dalam sejarah. Selebihnya, hal
yang demikian itu juga mengisyaratkan keharusan pluralisme dalam tradisi Islam.
Karena itu, sebagaimana dikatakan oleh banyak pihak, Islam tidak bisa dan tidak
seharusnya dilihat secara monolitik. Politik Islam tidak bisa dilepaskan dari
sejarah Islam yang multiinterpretatif semacam ini. Pada sisi lain, hampir
setiap orang Islam percaya akan pentingnya prinsip - prinsip Islam dalam
kehidupan politik.
Pada
saat yang sama, karena sifat Islam yang multiinterpretatif itu, tidak pernah
ada pandangan tunggal mengenai bagaimana seharusnya Islam dan politik dikaitkan
secara pas. Bahkan, sejauh anggapan yang dapat ditangkap dari perjalanan
diskursus intelektual dan historisitas pemikiran dan praktik politik Islam, ada
banyak pendapat yang berbeda mengenai hubungan Islam dan politik. ada beberapa
spektrum pemikiran politik Islam yang berbeda. Sementara sama-sama mengakui
pentingnya prinsip-prinsip Islam dalam setiap aspek kehidupan, keduanya
mempunyai penafsiran yang jauh berbeda atas ajaran-ajaran Islam dan
kesesuaiannya dengan kehidupan modern dan aplikasinya dalam kehidupan nyata.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Secara spesifik Islam memang tidak meletakkan suatu
pola baku tentang teori negara atau sistem politik yang harus dijalankan oleh
umatnya. Bahkan istilah negara (dawlah) pun tidak dapat ditemukan dalam
Alquran. Meskipun “terdapat berbagai ungkapan dalam Alquran yang merujuk atau
seolah-olah merujuk kepada kekuasaan politik dan otoritas, akan tetapi
ungkapanungkapan ini hanya bersifat insidental dan tidak ada pengaruhnya bagi
teori politik”. Meski demikian, harus diakui bahwa Alquran mengandung
nilai-nilai dan ajaran-ajaran yang bersifat etis mengenai aktifitas sosial dan
politik umat manusia. Mabâdi al-Siyâsi termaktub dalam nilai-nilai substansial
Islam.
Ajaran-ajaran ini mencakup prinsip-prinsip tentang
“keadilan, kesamaan, persaudaraan, dan kebebasan.” Kulturalisasi Islam harus
ditransformasikan ke dalam politisasi, yang dibarengi kesesuaian dengan
bentuk-bentuk lembaga dan ide-ide modern. Orientasi politik dalam perspektif
Fikih Siyasah secara progresif menekankan tuntutan manifestasi substansial
nilai-nilai Islam dalam aktifitas politik, bukan sekedar manifestasinya yang
formal, baik dalam ide-ide maupun kelembagaannya. Yang lebih penting adalah
eksistensi intrinsik ajaran-ajaran Islam dalam arena politik Indonesia, dan
untuk mendorong Islamisasi perlu dilakukan kulturalisasi, yaitu penyiapan
landasan budaya, menuju terwujudnya masyarakat Indonesia modern.
DAFTAR PUSTAKA
Fahmi, 2014. fiqh siyasah Jakarta : Kencana.
Heriyanti, 2017 Pemerintahan Indonesia Dalam Persfektif Siyasah Syar’iyah, UIN Alauddin Makassar Syarifuddin, 2009 Kekuasaan Politik Indonesia, Jakarta : Kencana.
[1]Heriyanti Pemerintahan Indonesia Dalam Persfektif Siyasah Syar’iyah, (UIN Alauddin Makassar 2017), hlm. 2.
[3] Fahmi, fiqh siyasah (Jakarta : Kencana 2014). hlm. 3.
[4] Heriyanti Pemerintahan Indonesia Dalam Persfektif Siyasah Syar’iyah, (UIN Alauddin Makassar 2017), hlm. 2.
[5] Syarifuddin Kekuasaan Politik
Indonesia, (Jakarta :Pt Refika Aditama 2009). hlm. 124.
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Komentar
Posting Komentar