MAKALAH RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM

RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM By. Retno, dkk. A.       PENDAHULUA N   a.         Latar Belakang Bimbingan dan konseling merupakan kegiatan yang bersumber pada kehidupanmanusia. Kenyataan menunjukkan bahwa manusia di dalam kehidupannya selalu menghadapi persoalan-persoalan yang silih berganti. Persoalan yang satu dapat diatasi, persoalan yanglain muncul, demikian seterusnya. Manusia tidak sama satu dengan yang lain, baik dalamsifat maupun kemampuannya. Ada manusia yang danggup mampu mengatasi persoalan tanpa bantuan dari pihak lain, tetapi tidak sedikit manusia yang tidak mampu mengatasi persoalan bila tidak dibanntu orang lain, maka dari inilah bimbingan konseling dibutuhkan. Bimbingan dan konseling merupakan salah satu komponen dari pendidikan.Mengingat bahwa bimbingan dan konseling adalah suatu kegiatan bantuan dan tuntunan yangdiberikan kepada individu pada umumnya, dan siswa pada khususnya di sekolah. Hal inisangat relevan jika dilihat dari perumusan bahwa pend

MAKALAH PERSPEKTIF FIQIH SIYASAH DALAM SISTEM POLITIK PEMERINTAHAN di INDONESIA

 PERSPEKTIF FIQIH SIYASAH DALAM 

SISTEM POLITIK PEMERINTAHAN di INDONESIA

BY: Sari,ddk.

BAB I

PENDAHULUAN

A.     LATAR BELAKANG

Belakang Indonesia adalah Negara dengan keragaman budaya dan agama, terbentang luas dari Sabang sampai Merauke, yang dihuni oleh beragam suku bangsa dengan adat kebiasaan yang sangat beragam. Konstruksi Indonesia modern juga tidak bisa dilepaskan dari keragaman itu, niai-nilai kemanusiaan yang termaktub dalam UUD 1945 serta peraturan perundangan yang berlaku merupakan hasil akomodasi dan integrasi dengan nilai-nilai lokal yang beragam tersebut. Kontribusi kebudayaan yang beragam dalam pembentukan identitas Indonesia merupakan manifestasi dari negosiasi berbagai kepentingan yang saling bersaing, khususnya antara kekuatan kebangsaan dan kekuatan Islam. Setiap kelompok kepentingan mengusung pandangan dasar mereka mengenai struktur sosial dan sistem politik yang sesuai dengan nilai-nilai, pandangan-pandangan dan kepentingan ideologisnya, karena itulah yang dianggap sebagai sesuatu yang mendorong pada kemajuan bagi masa depan Indonesia. [1]

Dan dalam perspektif Fikih Siyasah, tujuan Islam terpenting adalah mewujudkan keadilan sosial yang terformulasi dengan tindakan “menyeru kepada kebaikan dan mencegah kejahatan” (al-amr bi alma`rûf wa al-nahy `an al-munkar). Namun, siapa saja yang menghendaki suatu tujuan, konsekuensinya harus mau melaksanakan cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut. Dalam hal ini, Ibnu Taimiyah (661 H/1263 M-728 H/1328 M) menegaskan: “Allah mewajibkan manusia untuk melakukan perintah berlaku ma’ruf dan nahi munkar, keadilan, melaksanakan haji, melaksanakan shalatshalat jemaah, dan memerangi orang-orang yang zalim. Semuanya itu tidak akan terlaksana.[2]


B.     RUMUSAN MASALAH

1.Bagaimana defenisi sistem pemerintahan dan siyasah syar’iyah secara umum?

2.Bagaiamanasistem pemerintahan Indonesia dalam persfektif siyasah syar’iyah?

 

C.     TUJUAN MASALAH

1.      Untuk mengetahui apa itu defenisi sistem pemerintahan dan siyasah syar’iyah secara umum

2.      Untuk mengetahui apa itu pemerintahan Indonesia dalam persfektif siyasah syar’iyah

 

BAB II

PEMBAHASAN

A.     Pengertian Fiqih Siyasah

Kata”siyasah” yang berasal dari kata sasa, berarti mengatur mengurus dan memerintah atau pemerintahan, politik dan pembuatan kebijaksanaan, pengertian kebahasaan ini mengisyaratkan bahwa tujuan siyasah adalah mengatur, mengurus dan membuat kebijaksanaan atas suatu yang bersifat politis untuk mencakup sesuatu.

Secara terminologis, Abdul Wahab Khalifah mendefenisikan bahwa siyasah adalah “pengaturan perundangan yang di ciptakan untuk memelihara ketertiban dan kemaslahatan serta mengatur keadaan ” sementara Louis  Ma’luf memberikan batasan siyasah adalah“ membuat kemaslahatan manusia dengan membimbing mereka kejalan yang keselamatan”.

Dua defenisi yang di kemukakan oleh para ahli di atas masih bersifat umum dan tidak melihat, mempertimbangkan nilai – nilai syariat, meskipun tujuannya sama – sama ingin mencapai kemaslahatan.[3]

 

B.     Defenisi Sistem Pemerintahandan Siyasah Syar’iyah

system pemerintahan berasal dari gabungan dua kata sistem dan pemerintahan.Kata sistem merupakan terjemahan dari kata system (bahasa Inggris) yang berarti susunan, tatanan, jaringan, atau cara. Sedangkan Pemerintahan berasal dari kata pemerintah, dan yang berasal dari kata perintah. Dan dalam Kamus Bahasa Indonesia, kata-kata itu berarti:

1.Perintah adalah perkataan yang bermakna menyuruh melakukan sesuatau.

2.Pemerintah adalah kekuasaan yang memerintah suatu wilayah,daerah, atau, Negara.

3.Pemerintahan adalah perbuatan, cara, hal, urusan dalam memerintah.

Maka dalam arti yang luas, pemerintahan adalah perbuatan memerintah yang dilakukan oleh badan-badan legislatif, eksekutif, dan yudikatif di suatu Negara dalam rangka mencapai tujuan penyelenggaraan negara.Dalam arti yang sempit, pemerintahan adalah perbuatan memerintah yang dilakukan oleh badan eksekutif beserta jajarannya dalam rangka mencapai tujuan penyelenggaraan negara.Sistem pemerintaha diartikan sebagai suatu tatanan utuh yang terdiri atas berbagai komponen pemerintahan yang bekerja saling bergantungan dan memengaruhi dalam mencapaian tujuan dan fungsi pemerintahan.Sistem pemerintahan dapat didefinisikan dalam dua kategori :

1.      Definisi Sistem Pemerintahan Secara Luas

Secara luas sistem pemerintahan berarti menjaga kestabilan masyarakat, menjaga tingkah laku kaum mayoritas maupun minoritas, menjaga fondasi pemerintahan, menjaga kekuatan politik, pertahanan, ekonomi, keamanan sehingga menjadi sistem pemerintahan yang kontiniyu, dan demokrasi dimana seharusnya masyarakat bisa ikut turut andil dalam pembangunan sistem pemerintahan tersebut.

2.      Definisi Sistem Pemerintahan Secara SempitSecara sempit

sistem pemerintahan hanya sebagai sarana kelompok untuk menjalankan roda pemerintahan guna menjaga kestabilan negara dalam waktu relatif lama dan mencegah adanya perilaku reaksioner maupun radikal dari rakyatnya itu sendiri.Kata as-siyasaahmerupakan kata saduran dari bahasa arab asli.

Adapun maknanya antara lain adalah pengaturan, bimbingan, pengarahan, dan perbaikan. Sedangkan istillah as-siyasah asy-syar’iyyah (politik syar’yah) termasuk istilah uniterm (terpakai dalam istilah, dan tidak hanya dalam satu istilah saja) bahkan banyak mengandung signifikasi.

Oleh karena itu, lafazh “as-siyaasah” telah digunakan pada lebih dari sau makna. Asalnya makna siyasah (politik) tersebut diterapkan pada pengurusan dan pelatihan gembalaan. Lalu, kata tersebut digunakan dalam pengaturan urusan-urusan manusia dan pelaku pengurus urusan-urusan manusiatersebut dinamai politikus (siyasiyun). Dalam realitas bahasa Arab dikatakan bahwa ulil amri mengurus (yasusu) rakyatnya saat mengurusi urusan rakyatnyadan menjaganya. Dengan demikian politik merupakan pemeliharaan (syari’yah), perbaikan (ishlah), pelurusan (taqwim), pemberian arah petunjuk (irsyad), dan pendidikan (ta`dib). Berarti secara singkat as-siyasah asy-syar’iyyah (Politik Islam) adalah pengurusan atas segala urusan seluruh umat Islam.

Jika siyasah syar’iyah dipandang sebagai sebuah proses yang tidak pernah selesai. Maka ia senantiasa terlibat dalam pergulatan sosial dan pergumulan budaya. Nyatanya fakta seperti itu telah, sedang dan akan berjalan dalam perjalanan sejarah umat Islam. Sejalan dengan pandangan demikian, pemecahan atas berbagai masalah yang terkait dengan ihwal siyasah syari’yahlebih bersifat kontekstual, sehingga dengan demikian gejala siyasah syari’yahmenampakkan diri dalam sosok yang beragam sesuai dengan perbedaan waktu dan tempat. Meskipun demikian, nilai siyasah syar’iyahtidak serta merta menjadi nisbi (relative) karena ia memiliki kemutlakan paling tidak, ia tekait kemestian untuk selalu mewujudkan keadilan, rahmat, kemaslahatan dan hikmah.[4]

 

C.   Tinjauan Umum Sistem Pemerintahan Indonesia dalam Persfektif Siyasah Syar’iyah

Indonesia sebagai suatu negara yang independen memiliki suatu sistem yang digunakan untuk mengelola negaranya, sistem ini dikenal dengan sistem pemerintahan Indonesia.Dalam pertumbuhan dan perkembangan sejarah ketata negaraan, Indonesia telah mengalami beberapa perubahan dalam sistem pemerintahan sesuai dengan situasi dan kondisi zaman.Perkembangan sistem pemerintahan Indonesia dari tahun 1945 hingga sekarang adalah sebagai berikut:

1.      Sistem Pemerintahan Periode 1945-1949

Bentuk Negara Indonesia pada periode awal adalah Kesatuan, dengan bentuk pemerintahan republic dibawah sistem pemerintahan presidensial yang berlandaskan pada konstitusi UUD 1945. Namun, seiring pembagian kekuasaan dalam dua badan, yaitu kekuasaan legislatif dijalankan oleh Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dan kekuasaan-kekuasaan lainnya masih tetap dipegang oleh presiden sampai tanggal 14 November 1945. Berdasarkan Maklumat Pemerintah 14 November 1945 ini, kekuasaan eksekutif yang semula dijalankan oleh presiden beralih ke tangan menteri sebagai konsekuensi dari dibentuknya sistem pemerintahan parlementer.                   

2.      Sistem Pemerintahan Periode 1949-1950

Adanya Konferensi Meja Bundar (KMB) antara Indonesia dengan delegasi Belanda menghasilkan keputusan pokok bahwa kerajaan Balanda mengakui kedaulatan Indonesia sepenuhnya tanpa syarat dan tidak dapat dicabut kembali kepada RIS selambat-lambatnya pada tanggal 30 Desember 1949. Dengan diteteapkannya konstitusi RIS, sistem pemerintahan yang digunakan adalah parlementer.Namun karena tidak seluruhnya diterapkan maka Sistem Pemerintahan saat itu disebut Parlementer semu.

3.      Sistem Pemerintahan Periode 1950-1959

Bentuk Negara Indonesia pada periode ini adalah kesatuan dengan bentuk pemerintahan republic dibawah system pemerintahan parlementer yang berlandaskan pada konstitusi UUDS 1950. “UUDS 1950 adalah konstitusi yang berlaku di negara Republik Indonesia sejak 17 Agustus 1950 hingga dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959”.Pemilihan Umum 1955 berhasil memilih Konstituante secara demokratis, namun Konstituante gagal membentuk konstitusi baru hingga berlarut-larut. Pada 5 Juli 1959 pukul 17.00, Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit yang diumumkan dalam upacara resmi di Istana Merdeka.

4.      Sistem Pemerintahan Priode (1959-1965)

Pada priode ini Indonesia menganut system demokrasi terpinpin.pandangan A. Syafi’I Ma’arifi, demokrasi terpinpin sebenarnya ingin menempatkan Soekarno sebagai “Ayah” dalam Fmily besar yang bernama Indonesia dengan kekuasaan terpusat berada di tangannya.

5.      Sistem Pemerintahan Masa Orde Baru (1968-1998)

Pada Tahun 1968 MPR resmi melantik Soeharto sebagai Presiden kedua Negara Indonesia dengan masa jabatan 5 tahun dimana Soeharto menggantikan posisi Presiden Soekarno.Pada prakteknya Presiden Soeharto dipilih berturut-turut dari tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, 1998. pemilihan presiden pada masa itu tampak sekali tidak demokratis karena yang terpilih ualang adalah presiden Soeharto dan presiden Soeharto berhasil menduduki jabatan sebagai presiden Indonesia selama 23 tahun.[5]

           

D.     Sketsa Pemikiran Politik Islam di Indonesia

      Munculnya berbagai mazhab fikih, juga dalam teologi, dan filsafat Islam menunjukkan bahwa ajaran-ajaran Islam itu multiinterpretatif. Watak multiinterpretatif ini telah berperan sebagai dasar dari kelenturan Islam dalam sejarah. Selebihnya, hal yang demikian itu juga mengisyaratkan keharusan pluralisme dalam tradisi Islam. Karena itu, sebagaimana dikatakan oleh banyak pihak, Islam tidak bisa dan tidak seharusnya dilihat secara monolitik. Politik Islam tidak bisa dilepaskan dari sejarah Islam yang multiinterpretatif semacam ini. Pada sisi lain, hampir setiap orang Islam percaya akan pentingnya prinsip - prinsip Islam dalam kehidupan politik.

Pada saat yang sama, karena sifat Islam yang multiinterpretatif itu, tidak pernah ada pandangan tunggal mengenai bagaimana seharusnya Islam dan politik dikaitkan secara pas. Bahkan, sejauh anggapan yang dapat ditangkap dari perjalanan diskursus intelektual dan historisitas pemikiran dan praktik politik Islam, ada banyak pendapat yang berbeda mengenai hubungan Islam dan politik. ada beberapa spektrum pemikiran politik Islam yang berbeda. Sementara sama-sama mengakui pentingnya prinsip-prinsip Islam dalam setiap aspek kehidupan, keduanya mempunyai penafsiran yang jauh berbeda atas ajaran-ajaran Islam dan kesesuaiannya dengan kehidupan modern dan aplikasinya dalam kehidupan nyata.

BAB III

                      PENUTUP

A.     Kesimpulan

Secara spesifik Islam memang tidak meletakkan suatu pola baku tentang teori negara atau sistem politik yang harus dijalankan oleh umatnya. Bahkan istilah negara (dawlah) pun tidak dapat ditemukan dalam Alquran. Meskipun “terdapat berbagai ungkapan dalam Alquran yang merujuk atau seolah-olah merujuk kepada kekuasaan politik dan otoritas, akan tetapi ungkapanungkapan ini hanya bersifat insidental dan tidak ada pengaruhnya bagi teori politik”. Meski demikian, harus diakui bahwa Alquran mengandung nilai-nilai dan ajaran-ajaran yang bersifat etis mengenai aktifitas sosial dan politik umat manusia. Mabâdi al-Siyâsi termaktub dalam nilai-nilai substansial Islam.

Ajaran-ajaran ini mencakup prinsip-prinsip tentang “keadilan, kesamaan, persaudaraan, dan kebebasan.” Kulturalisasi Islam harus ditransformasikan ke dalam politisasi, yang dibarengi kesesuaian dengan bentuk-bentuk lembaga dan ide-ide modern. Orientasi politik dalam perspektif Fikih Siyasah secara progresif menekankan tuntutan manifestasi substansial nilai-nilai Islam dalam aktifitas politik, bukan sekedar manifestasinya yang formal, baik dalam ide-ide maupun kelembagaannya. Yang lebih penting adalah eksistensi intrinsik ajaran-ajaran Islam dalam arena politik Indonesia, dan untuk mendorong Islamisasi perlu dilakukan kulturalisasi, yaitu penyiapan landasan budaya, menuju terwujudnya masyarakat Indonesia modern.

  

DAFTAR PUSTAKA

Fahmi, 2014. fiqh siyasah Jakarta : Kencana.

Heriyanti, 2017 Pemerintahan Indonesia Dalam Persfektif Siyasah Syar’iyah, UIN Alauddin Makassar      Syarifuddin, 2009 Kekuasaan Politik Indonesia, Jakarta : Kencana.



[1]Heriyanti Pemerintahan Indonesia Dalam Persfektif Siyasah Syar’iyah, (UIN Alauddin Makassar 2017), hlm. 2.

[3] Fahmi, fiqh siyasah (Jakarta : Kencana  2014). hlm. 3.

[4] Heriyanti Pemerintahan Indonesia Dalam Persfektif Siyasah Syar’iyah, (UIN Alauddin Makassar 2017), hlm. 2.

[5] Syarifuddin Kekuasaan Politik Indonesia, (Jakarta :Pt Refika Aditama 2009). hlm. 124.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH MODEL PEMBELAJARAN

MAKALAH LANDASAN PENDIDIKAN

MAKALAH STRATEGI KEWIRAUSAHAAN