MAKALAH RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM

RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM By. Retno, dkk. A.       PENDAHULUA N   a.         Latar Belakang Bimbingan dan konseling merupakan kegiatan yang bersumber pada kehidupanmanusia. Kenyataan menunjukkan bahwa manusia di dalam kehidupannya selalu menghadapi persoalan-persoalan yang silih berganti. Persoalan yang satu dapat diatasi, persoalan yanglain muncul, demikian seterusnya. Manusia tidak sama satu dengan yang lain, baik dalamsifat maupun kemampuannya. Ada manusia yang danggup mampu mengatasi persoalan tanpa bantuan dari pihak lain, tetapi tidak sedikit manusia yang tidak mampu mengatasi persoalan bila tidak dibanntu orang lain, maka dari inilah bimbingan konseling dibutuhkan. Bimbingan dan konseling merupakan salah satu komponen dari pendidikan.Mengingat bahwa bimbingan dan konseling adalah suatu kegiatan bantuan dan tuntunan yangdiberikan kepada individu pada umumnya, dan siswa pada khususnya di sekolah. Hal inisangat relevan jika dilihat dari perumusan bahwa pend

MAKALAH RIBA DAN BUNGA BANK

 RIBA DAN BUNGA BANK

By: Yuli, Dkk.


BAB I

PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang

Melakukan kegiatan ekonomi merupakan tabiat manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan kegiatan itu ia memperoleh rizki, dan dengan rizki itu ia dapat melangsungkan kehidupannya. Bagi orang islam, Al-Qur’an adalah petunjuk untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang berkebenaran absolut. Sebagaimana yang dinyatakan bahwasanya sistem ekonomi islam adalah sebuah sistem berdasarkan hukum yang di bangun di atas prinsip penjagaan hak milik dan kesakralan akad.  Akan tetapi tidak setiap kegiatan ekonomi di benarkan oleh Al-Qur’an. Apabila kegiatan itu punya watak yang merugikan banyak orang dan menguntungkan sebagian kecil orang, seperti monopoli dagang, calo, perjudian, riba dan bunga bank.

Para ulama fiqh membicarakan riba dalam fiqh muamalah yang di mana pada hakikatnya riba merupakan pekerjaan berdosa yang harus ditinggalkan. Dalam kegiatan ekonomi dari masa ke masa mengalami perkembangan. Yang dulu tidak ada, kini ada, atau sebaliknya. Persoalan baru dalam fiqh muamalah muncul ketika pengertian riba jika dikaitkan dengan persoalan bank. Di satu pihak, bunga  bank terperangkap dalam kriteria riba, tetapi di sisi lain, bank mempunyai fungsi sosial yang besar bahkan, dapat di katakan tanpa bank suatu negara akan hancur.

Bank banyak menimbulkan kontroversi tentang status hukumnya bila dikaitkan dengan bunga dan riba khususnya umat islam sering menghadapi dilema tersebut, apakah bunga bank itu haram, halal, atau subhat. Khususnya masyarakat indonesia, sekarang ini sudah menjadi terbiasa hidup dengan sistem bunga dan kadar ketergantungan mereka terhadap jasa-jasa bank karena keterpaksaan atau keadaan darurat.

Didukung oleh pernyataan di atas, maka penulis menghadirkan makalah yang membahas tentang riba dan bunga bank, dengan tujuan menjelaskan tentang permasalahan riba dan bunga bank dari segi hukum islam.

B.     Rumusan Masalah

1.      Apa yang dimaksud dengan riba dan bunga bank ?

2.      Apa saja macam-macam riba dan bunga bank ?

3.      Apa saja dasar hukum dilarangnya riba dan bunga bank dalam Al- Qur’an dan Hadis ?

4.      Apa saja perbedaan dan persamaan riba dan bunga bank ?

5.      Bagaimana pendapat para ulama tentang riba dan bunga bank ?

C.     Tujuan Penulisan

1.      Untuk mengetahui pengertian riba dan bunga bank.

2.      Untuk mengetahui apa saja macam-macam riba dan bunga bank.

3.       Untuk mengetahui dasar hukum riba dan bunga bank dalam Al- Qur’an dan Hadis.

4.      Untuk mengetahui perbedaan dan persamaan riba dan bunga bank.

5.      Untuk mengetahui pendapat ulama tentang riba dan bunga bank.

  

BAB II

PEMBAHASAN

A.     Pengertian Riba dan Bunga Bank

1.      Pengertian Riba

Riba secara bahasa bermakna ziyadah (tambahan, tumbuh, subur dan membesar). Adapun menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara batil. Secara umum riba berarti pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam meminjam secara batil atau bertentangan dengan prinsip muamalah dalam islam yang tidak di benarkan dalam syara’. Jadi riba adalah tindakan atau praktek peminjaman uang dengan tingkat suku bunga yang berlebihan dan tidak sesuai dengan hukum.

Mengenai hal ini, Allah SWT mengingatkan dalam firmannya pada QS. An Nisa: 29

﴿ يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ ۗ ....﴾ ( النساۤء/4: 29)

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil...” (an-nisa : 29)

Dengan memfokuskan riba dalam transaksi keuangan, maka menurut konteks syariah, secara teknis riba merujuk kepada “premi” yang harus di bayarkan oleh peminjam kepada yang memberikan pinjaman bersama dengan jumlah pokok utang sebagai syarat pinjaman atau untuk perpanjangan waktu pinjaman. Paling tidak ada empat karakteristik yang menentukan pelarangan tingkat suku bunga:

1.      Hal tersebut merupakan perkiraan positif dan baku.

2.      Tingkat suku bunga berkaitan dengan waktu dan jumlah pinjaman.

3.      Pembayarannya dijamin terlepas dari hasil atau tujuan peminjaman jumlah pokok.

4.      Negara menyediakan sanksi dan penegakan pemungutannya.[1]

 

2.      Pengertian bunga bank

Bunga adalah biaya untuk pinjaman keuangan, biasanya persentase dari jumlah yang di pinjamkan. Menurut kamus ekonomi bunga adalah modal untuk pembayaran dana-dana. Diterangkan dengan macam-macam cara, misalnya:

a.       Balas jasa untuk pengorbanan konsumsi atas pendapatan yang di capai pada waktu sekarang

b.      Pendapatan-pendapatan orang yang berbeda mengenai preferensi likuiditasyang menyesuaikan harga

c.       Harga yang mengatasi terhadap masa sekarang atas masa yang akan datang (teori preferensi waktu)

d.      Pengukuran produktivitas macam-macam investasi (efisiensi marginal modal)

e.       Harga yang menyesuaikan permintaan dan penawaran akan dan-dana yang dipinjamkan (teori dana yang dipinjamkan).[2]

Jadi bungan (interest) adalah sejumlah uang yang di bayar atau penggunaan modal. Jumlah tersebut, misalnya dinyatakan dengan satu tingkat atau persentase modal yang bersangkutan dengan itu yang dinamakan suku bunga modal.[3]

B.     Macam-macam Riba dan Bunga Bank

Diantara para ahli hukum islam (fuqaha) terdapat perbedaan pendapat tentang pembagian riba. Namun pada umumnya, praktek riba dapat terjadi dlam akad hutang piutang maupun jual beli. Termasuk kategori riba utang piutang seperti riba seperti riba qardhdan riba jahiliyyah, sedangkan termasuk riba jual beli seperti riba fadhl dan riba nasi’ah.[4]

1.      Riba Qardh

Suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang berutang (muqtaridh). Dasar hukum larangan riba ini sama dengan riba jahiliyyah, perbedaanya bahwa pengembalian dengan tingkat kelebihan tertentu pada riba qardh bersifat pasti.

2.      Riba Jahiliyyah

Pengembalian hutang melebihi pokoknya karena si peminjam tidak mampu membayar utangnya pada waktu yang telah ditentukan. Dari segi penundaan waktu pembayaran, riba ini masuk kedalam kategori riba nasi’ahnamun dari segi kesamaan objek yang dipertukarkan, termasuk riba fadhl.

3.      Riba Fadhl

Yaitu riba yang timbul akibat pertukaran barang ribawi yang sejenis, namun dengan kadar dan takaran yang berbeda baik ditinjau dari segi kualitas (mitslan bimistlin), kuantitas (sawaan bi sawain), dan penyerahan yang tidak dilakukan secara tunai (yadan bi yadin).

4.      Riba Nasi’ah

Yaitu riba yang terjadi karena adanya kompensasi atas penundaan pembayaran. Riba nasi’ah muncul karena adanya perbedaan, perubahan, maupun tambahan antara yang diserahkan saat ini dengan yang akan diserahkan kemudian. Penambahan itu dilakukan hanya berdasarkan perubahan waktu tanpa memperhatikan kriteria untung muncul bersama risiko (al ghunmu bil ghurmi) dan hasil usaha yang muncul bersama biaya (al kharaj bi dhaman).[5]

C.     Dasar Hukum Larangan Riba Dalam Al-Qur’an dan Hadis

Umat Islam dilarang mengambil riba apapun jenisnya. Larangan supaya umat islam tidak melibatkan diri dengan riba bersumber dari berbagai surah dalam Al-Qur’an dan hadis Rasulullah Saw.

1.      Larangan riba dalam Al-Qur’an

Larangan riba yang terdapat di dalam Al-Qur’an tidak diturunkan sekaligus melainkan diturunkan dalam empat tahap.

·        Tahap pertama, menolak anggapan bahwa pinjaman riba pada zahirnya seolah-olah menolong mereka yang memerlukan sebagai suatu perbuatan mendekati atau taqarrub kepada Allah SWT.

﴿ وَمَآ اٰتَيْتُمْ مِّنْ رِّبًا لِّيَرْبُوَا۟ فِيْٓ اَمْوَالِ النَّاسِ فَلَا يَرْبُوْا عِنْدَ اللّٰهِ ۚوَمَآ اٰتَيْتُمْ مِّنْ   زَكٰوةٍ تُرِيْدُوْنَ وَجْهَ اللّٰهِ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُضْعِفُوْنَ ٣٩ ﴾ ( الرّوم/30: 39)

39. “Riba yang kamu berikan agar berkembang pada harta orang lain, tidaklah berkembang dalam pandangan Allah. Adapun zakat yang kamu berikan dengan maksud memperoleh keridaan Allah, (berarti) merekalah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya)”. (Ar-Rum/30:39)

·        Tahap kedua, riba digambarkan sebagai suatu yang buruk. Allah Swt mengancam akan memberi balasan yang keras kepada orang Yahudi yang memakan riba.

﴿ فَبِظُلْمٍ مِّنَ الَّذِيْنَ هَادُوْا حَرَّمْنَا عَلَيْهِمْ طَيِّبٰتٍ اُحِلَّتْ لَهُمْ وَبِصَدِّهِمْ عَنْ سَبِيْلِ

اللّٰهِ كَثِيْرًاۙ ١٦٠ وَّاَخْذِهِمُ الرِّبٰوا وَقَدْ نُهُوْا عَنْهُ وَاَكْلِهِمْ اَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ ۗ

وَاَعْتَدْنَا لِلْكٰفِرِيْنَ مِنْهُمْ عَذَابًا اَلِيْمًا ١٦١ ﴾ ( النساۤء/4: 160-161)

160. “Karena kezaliman orang-orang Yahudi, Kami mengharamkan atas mereka (makanan-makanan) yang baik yang (dahulu) pernah dihalalkan bagi mereka; juga karena mereka sering menghalangi (orang lain) dari jalan Allah”

161. “Melakukan riba, padahal sungguh mereka telah dilarang darinya; dan memakan harta orang dengan cara tidak sah (batil). Kami sediakan untuk orang-orang kafir di antara mereka azab yang sangat pedih”.  (An-Nisa'/4:160-161)

·        Tahap ketiga riba diharamkan dengan dikaitkan kepada suatu tambahan yang berlipat ganda. Para ahli tafsir berpendapat bahwa pengambilan bunga dengan tingkat yang cukup tinggi merupakan fenomena yang banyak dipraktikkan pada masa tersebut. Allah berfirman:

﴿ يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَأْكُلُوا الرِّبٰوٓا اَضْعَافًا مُّضٰعَفَةً ۖوَّاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَۚ ١٣٠ ﴾

( اٰل عمران/3: 130)

130. “ Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda118) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung”. (Ali Imran: 130).

Ayat ini turun pada tahun ke-3 Hijriah. Secara umum, ayat ini harus dipahami bahwa kriteria berlipat ganda bukanlah merupakan syarat dari terjadinya riba (jikalau bunga berlipat ganda maka riba, tetapi jikalau kecil bukan riba), tetapi ini merupakan sifat umum dari praktik pembungaan uang pada saat itu.

·        Tahap keempat, Allah Swt dengan jelas dan tegas mengharamkan apa pun jenis tambahan yang di ambil dari pinjaman. Ini adalah ayat terakhir yang diturunkan menyangkut riba.

﴿ يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَذَرُوْا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبٰوٓا اِنْ كُنْتُمْ مُّؤْمِنِيْنَ ٢٧٨ فَاِنْ لَّمْ تَفْعَلُوْا فَأْذَنُوْا بِحَرْبٍ مِّنَ اللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖۚ وَاِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوْسُ اَمْوَالِكُمْۚ لَا تَظْلِمُوْنَ وَلَا تُظْلَمُوْنَ ٢٧٩ ﴾ ( البقرة/2: 278-279)                                            

278.  Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang mukmin.

279.  Jika kamu tidak melaksanakannya, ketahuilah akan terjadi perang (dahsyat) dari Allah dan Rasul-Nya. Akan tetapi, jika kamu bertobat, kamu berhak atas pokok hartamu. Kamu tidak berbuat zalim (merugikan) dan tidak dizalimi (dirugikan).(Al-Baqarah/2:278-279)

2. Larangan Riba dalam Hadis

Pelarangan riba dalam Islam tidak hanya merujuk pada Al-Qur’an, melainkan juga al-Hadis. Hal ini sebagaimana posisi umum hadis yang berfungsi untuk menjelaskan lebih lanjut aturan yang telah di gariskan melalui Al-Qur’an, pelarangan riba dalam hadis lebih terinci.

الرِبَا ثَلاَثَةٌ وَسَبْعُوْنَ بَابًا أيْسَرُهَا مِثْلُ أَنْ يَنْكِحَ الرُّجُلُ أُمَّهُ وَإِنْ أَرْبَى الرِّبَا عِرْضُ الرَّجُلِ الْمُسْلِمِ

Artinya: “Riba itu ada 73 pintu (dosa). Yang paling ringan adalah semisal dosa seseorang yang menzinai ibu kandungnya sendiri. Sedangkan riba yang paling besar adalah apabila seseorang melanggar kehormatan saudaranya.” (HR. Al Hakim dan Al Baihaqi).

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُعَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا هُنَّ قَالَ الشِّرْكُ بِاللَّهِ وَالسِّحْرُ وَقَتْلُ النَّفْسِالَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَأَكْلُ الرِّبَا وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ الْغَافِلَاتِ

Artinya: "Dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Jauhilah tujuh perkara yang membinasakan”. Para sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah itu? Beliau bersabda: “Syirik kepada Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah kecuali dengan haq, memakan riba, makan harta anak yatim, kabur dari medan peperangan dan menuduh seorang wanita mu’min yang suci berbuat zina." (Bukhari, Bab Ramyul Muhsanat, No. 6351).

D.    Perbedaan dan Persamaan Riba dan Bunga Bank

1.      Persamaan dan Perbedaan Riba dan Bunga Bank

Dalam Al-Quran, hukum bunga bank melakukan riba sudah jelas dilarang Allah SWT. Begitupun dengan bunga bank, dalam praktiknya sistem pemberian bunga di perbankan konvensional cenderung menyerupai riba, yaitu melipatgandakan pembayaran. Padahal dalam islam hukum hutang-piutang haruslah sama antara uang dipinjamkan dengan dibayarkan. Walaupun Al – Qur’an dan hadits sudah sangat jelas bahwa bunga itu riba dan riba hukumnya adalah haram. Ketika bunga simpanan tinggi, maka secara otomatis bunga pinjaman ikut naik dan demikian pula sebaliknya. Bank bunga termasuk riba, sehingga bunga bank juga diharamkan dalam ajaran islam.

Persamaan antara bunga bank dengan riba keduanya sama-sama bermakna tambahan uang (harga), umumnya dalam persentase (suku bunga sekian Persen).  Juga dari pengertian riba dan bunga bank, tentunya keduanya ada perbedaan. Kalau riba sistemnya menggandakan uang tetapi cenderung untuk keperluan pribadi dan tidak sah menurut hukum, seperti rintenir (memperkaya diri sendiri). Sedangkan bunga bank sistemnya untuk membantu masyarakat (tolong-menolong) kemudian keuntungan tersebut dibagi hasil (bagi hasil kerjasama/musyarakah) oleh anggotanya (nasabah) dan sah menurut hukum (legal), seperti bunga BNI, BRI, BCA dan sebagainya.[6]

Menurut Imam Nawawi, salah satu bentuk riba yang dilarang dalam Al Qur’an dan Sunnah adalah penambahan harta pokok karena tidak ada waktu. Dalam perbankkan konvensional hal ini disebut dengan bunga kredit sesuai dengan lama waktu kredit. Prof. Dr. Yusuf Qardhawi menyatakan bahwa sebanyak 300 ulama dan pakar ekonomi dunia telah ijma’ tentang keharaman bunga bank. Mereka terdiri dari ahli fiqih, ahli ekonomi, dan ahli keuangan dunia.Tidak ada seorang pun ulama yang telah ijma’ tersebut membantah tentang keharaman bunga bank.[7]

Bank bunga termasuk riba, sehingga bunga bank juga diharamkan dalam ajaran islam.

Jadi berikut ini beberapa persamaan antara bunga bank dengan riba :

·        Pertama, bunga bank dan riba sama-sama merupakan imbalan atau keuntungan atau tambahan yang terdapat dalam akad pinjam meminjam.

·        Kedua, bunga bank dan riba sama-sama disepakati di awal akad oleh kedua belah pihak dalam bentuk persentase atau jumlah nominal tertentu.

·        Ketiga, bunga bank dan riba sama-sama memberatkan bagi pihak yang menerima pinjaman.

·        Kempat, bunga bank dan riba sama-sama dilarang dalam ajaran agama Islam karena bertolak belakang dengan prinsip akad pinjam meminjam yang pada dasarnya adalah prinsip ta’awun (tolong menolong) antara yang kaya dengan yang kurang mampu.

Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa bunga bank sama dengan riba.[8]

E.     Pendapat Ulama Tentang Riba dan Bunga Bank

Hampir semua majelis fatwa dari kalangan organisasi warga masyarakat islam yang berpengaruh di indonesia, seperti Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, dan lainnya telah membahas masalah riba, bahwa status hukum riba adalah haram berdasarkan Al-Qur’an dan Al- Hadis. Oleh karena itu bank yang menggunakan sistem riba hukumnya haram dan bank tanpa riba hukumnya halal. Bunga yang di berikan oleh bank-bank milik negara kepada para nasabahnya atau sebaliknya yang selama ini berlaku, termasuk perkara musytabihat.Ijma’ ulama juga menetapkan tentang keharaman bunga bank, dapat dikatakan bahwa suatu kekeliruan besar jika ada orang yang mengatakan bahwa ulama saat ini berbeda pendapat tentang status hukum bunga bank. Demikian juga sangat keliru pendapat yang mengatakan bahwa bunga berbeda dengan riba.

Penelitian ilmiah yang dilakukan oleh seluruh pakar ekonomi islam di dunia telah menyimpulkan bahwa bunga dan riba benar-benar sama/identik. Bahkan bunga bank yang dipraktikkan saat ini jauh lebih zalim dari riba jahiliyyah. Dan di Indonesia, Fatwa ulama tentang bank dan bunga bank ditetapkan dalam sidang Lajnah TarjihMuhammadiyah tahun 1968 di Sidoarjo yang menyarankan kepada PP Muhammadiyah untuk mengusahakan terwujudnya konsepsi sistem perekonomian khususnya lembaga perbankan yang sesuai dengan kaidah Islam, contohnya dengan berdirinya bank Islam dengan sistem tanpa bunga.

Sekalipun ayat-ayat Al-Qur.an, Hadis dan pendapat para Ulama sudah tertera jelas bahwa riba dan bunga bank hukumnya haram, masih saja ada cendikiawan yang mencoba untuk memberikan pembenaran atas pengambilan bunga uang. Diantaranya karena alasan berikut:

1.      Dalam keadaan darurat, bunga halal hukumnya.

2.      Hanya bunga yang berlipat ganda saja dilarang, sedangkan susku bunga yang wajar dan tidak menzalimi, diperkenankan.

3.      Bank sebagai lembaga tidak masuk dalam kategori mukallaf. Dengan demikian, tidak terkena khitab ayat-ayat dan hadis riba.[9]

 

BAB III

PENUTUP

A.     KESIMPULAN

Riba berarti pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam meminjam secara batil atau bertentangan dengan prinsip muamalah dalam islam yang tidak di benarkan dalam syara’. Sedangkan bunga adalah biaya untuk pinjaman keuangan, biasanya persentase dari jumlah yang di pinjamkan.Dalam Al-Quran, hukum bunga bank yang melakukan riba sudah jelas dilarang Allah SWT, bahkan ulama juga sepakat bahwa hukum riba dan bunga bank haram hukumnya.

Tetapi para cendikiawan mengatakan bahwa persoalan riba dan bunga bank sampai saat ini masih menjadi sesuatu yang masih diperdebatkan. Perdebatan ini melahirkan dua pandangan, yaitu pandangan pragmatis dan pandangan konservatif. Dalam pandangan pragmatis riba berbeda dengan bunga bank. Karena di dalamnya bunga bank tidak ada unsur penambahan keuntungan yang berlipat ganda atau melampaui batas. Selama keuntungan dari hasil pinjaman dengan menggunakan transaksi perbankan tidak ada unsur tersebut, maka hal itu tidak dapat dikatakan dengan riba. Pandangan paragmatis sangat berbeda dengan pandangan konservatif, dalam pandangan ini riba sama seperti bunga bank. Karena di dalamnya terdapat unsur penambahan. Setiap kegiatan transaksi perbankan yang di dalamnya terdapat unsur tersebut, maka dapat dikatakan sebagai riba, baik penambahan itu sedikit maupun banyak.

B.     SARAN

Kita semua tahu bahwa manusia tidak terlepas dari sikap dan lupa. Maka untuk itu, penulis meminta maaf jika di dalam penulisan makalah ini terdapat kata atau pun kalimat yang salah atau pernyataan penulis dalam mengemukakan ide dan gagasan terkesan berbeda dengan pembaca karena penulis mengakui sumber yang penulis kutip jumlahnya terbatas dan waktu penulisan makalah ini pun juga terbatas. Dengan demikian, penulis tetap berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

 

DAFTAR PUSTAKA

Perwataatmadja Karnaen, SE., MPA., FIIS. dan Yeni Salma Barlinti, SH., MH. dkk, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2005

Madanisyariah, Apakah sama bunga bank dan riba, https://bmtelbummi373.com/apakah-sama-bunga-bank-dengan-riba

Muhammad Syfi’i Antonio, Bank Syariah, Jakarta: Gema Insani Press, 2001

Nurhadi, Bunga Bank Antara Halal dan Haram https://media.neliti.com/media/publications/226418-bunga-bank-antara-halal-dan-haram-dd98af56.pdf

Prof. Dr. H. Ali Zainuddin, M.A. Hukum Perbankan Syariah, Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2008

Siregar Subroto, Problematika Bunga Bank Sama atau Beda dengan Riba, https://www.iain-padangsidimpuan.ac.id/problematika-bunga-bank-sama-atau-beda-dengan-riba/4/

Zulkifli Sunarto, Perbankan Syariah, Jakarta Timur, 2003

Wirdyaningsih, SH., MH., Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2005

 



[1]Wirdyaningsih, SH., MH., Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2005, hal. 21

[2]Karnaen Perwataatmadja, SE., MPA., FIIS. dan Yeni Salma Barlinti, SH., MH. dkk, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2005, hal. 18-21

[3] Sunarto Zulkifli, Perbankan Syariah, Jakarta Timur, 2003, hal. 2

[4] Muhammad Syfi’i Antonio, Bank Syariah, Jakarta: Gema Insani Press, 2001, hal. 37-41

[5] Prof. Dr. H. Zainuddin Ali, M.A. Hukum Perbankan Syariah, Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2008, hal. 92-94

[7]Madanisyariah, Apakah sama bunga bank dan riba, https://bmtelbummi373.com/apakah-sama-bunga-bank-dengan-riba

[8] Subroto Siregar, Problematika Bunga Bank Sama atau Beda dengan Riba, https://www.iain-padangsidimpuan.ac.id/problematika-bunga-bank-sama-atau-beda-dengan-riba/4/

[9] Wirdyaningsih, SH., MH., op. hal. 33

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH MODEL PEMBELAJARAN

MAKALAH LANDASAN PENDIDIKAN

MAKALAH STRATEGI KEWIRAUSAHAAN