MAKALAH RIBA DAN BUNGA BANK
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
RIBA DAN BUNGA BANK
By: Yuli, Dkk.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Melakukan
kegiatan ekonomi merupakan tabiat manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Dengan kegiatan itu ia memperoleh rizki, dan dengan rizki itu ia dapat
melangsungkan kehidupannya. Bagi orang islam, Al-Qur’an adalah petunjuk untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya yang berkebenaran absolut. Sebagaimana yang
dinyatakan bahwasanya sistem ekonomi islam adalah sebuah sistem berdasarkan
hukum yang di bangun di atas prinsip penjagaan hak milik dan kesakralan
akad. Akan tetapi tidak setiap kegiatan
ekonomi di benarkan oleh Al-Qur’an. Apabila kegiatan itu punya watak yang
merugikan banyak orang dan menguntungkan sebagian kecil orang, seperti monopoli
dagang, calo, perjudian, riba dan bunga bank.
Para
ulama fiqh membicarakan riba dalam fiqh muamalah yang di mana pada hakikatnya
riba merupakan pekerjaan berdosa yang harus ditinggalkan. Dalam kegiatan ekonomi
dari masa ke masa mengalami perkembangan. Yang dulu tidak ada, kini ada, atau
sebaliknya. Persoalan baru dalam fiqh muamalah muncul ketika pengertian riba
jika dikaitkan dengan persoalan bank. Di satu pihak, bunga bank terperangkap dalam kriteria riba, tetapi
di sisi lain, bank mempunyai fungsi sosial yang besar bahkan, dapat di katakan
tanpa bank suatu negara akan hancur.
Bank
banyak menimbulkan kontroversi tentang status hukumnya bila dikaitkan dengan
bunga dan riba khususnya umat islam sering menghadapi dilema tersebut, apakah
bunga bank itu haram, halal, atau subhat. Khususnya masyarakat indonesia,
sekarang ini sudah menjadi terbiasa hidup dengan sistem bunga dan kadar
ketergantungan mereka terhadap jasa-jasa bank karena keterpaksaan atau keadaan
darurat.
Didukung
oleh pernyataan di atas, maka penulis menghadirkan makalah yang membahas
tentang riba dan bunga bank, dengan tujuan menjelaskan tentang permasalahan
riba dan bunga bank dari segi hukum islam.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan riba dan bunga bank ?
2.
Apa saja macam-macam riba dan bunga bank ?
3.
Apa saja dasar hukum dilarangnya riba dan bunga bank dalam Al-
Qur’an dan Hadis ?
4.
Apa saja perbedaan dan persamaan riba dan bunga bank ?
5.
Bagaimana pendapat para ulama tentang riba dan bunga bank ?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Untuk mengetahui pengertian riba dan bunga bank.
2.
Untuk mengetahui apa saja macam-macam riba dan bunga bank.
3.
Untuk mengetahui dasar hukum
riba dan bunga bank dalam Al- Qur’an dan Hadis.
4.
Untuk mengetahui perbedaan dan persamaan riba dan bunga bank.
5.
Untuk mengetahui pendapat ulama tentang riba dan bunga bank.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Riba dan Bunga Bank
1.
Pengertian Riba
Riba secara bahasa bermakna ziyadah (tambahan, tumbuh, subur
dan membesar). Adapun menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan
dari harta pokok atau modal secara batil. Secara umum riba berarti pengambilan
tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam meminjam secara batil
atau bertentangan dengan prinsip muamalah dalam islam yang tidak di benarkan
dalam syara’. Jadi riba adalah tindakan atau praktek peminjaman uang dengan
tingkat suku bunga yang berlebihan dan tidak sesuai dengan hukum.
Mengenai hal ini, Allah SWT mengingatkan dalam firmannya pada QS.
An Nisa: 29
﴿
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ
بِالْبَاطِلِ ۗ ....﴾ (
النساۤء/4: 29)
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil...” (an-nisa : 29)
Dengan memfokuskan riba dalam transaksi keuangan, maka menurut
konteks syariah, secara teknis riba merujuk kepada “premi” yang harus di
bayarkan oleh peminjam kepada yang memberikan pinjaman bersama dengan jumlah
pokok utang sebagai syarat pinjaman atau untuk perpanjangan waktu pinjaman.
Paling tidak ada empat karakteristik yang menentukan pelarangan tingkat suku
bunga:
1.
Hal tersebut merupakan perkiraan positif dan baku.
2.
Tingkat suku bunga berkaitan dengan waktu dan jumlah pinjaman.
3.
Pembayarannya dijamin terlepas dari hasil atau tujuan peminjaman
jumlah pokok.
4.
Negara menyediakan sanksi dan penegakan pemungutannya.[1]
2.
Pengertian bunga bank
Bunga adalah
biaya untuk pinjaman keuangan, biasanya persentase dari jumlah yang di
pinjamkan. Menurut kamus ekonomi bunga adalah modal untuk pembayaran dana-dana.
Diterangkan dengan macam-macam cara, misalnya:
a.
Balas jasa untuk pengorbanan konsumsi atas pendapatan yang di capai
pada waktu sekarang
b.
Pendapatan-pendapatan orang yang berbeda mengenai preferensi
likuiditasyang menyesuaikan harga
c.
Harga yang mengatasi terhadap masa sekarang atas masa yang akan
datang (teori preferensi waktu)
d.
Pengukuran produktivitas macam-macam investasi (efisiensi
marginal modal)
e.
Harga yang menyesuaikan permintaan dan penawaran akan dan-dana yang
dipinjamkan (teori dana yang dipinjamkan).[2]
Jadi bungan (interest) adalah sejumlah uang yang di bayar atau
penggunaan modal. Jumlah tersebut, misalnya dinyatakan dengan satu tingkat atau
persentase modal yang bersangkutan dengan itu yang dinamakan suku bunga modal.[3]
B.
Macam-macam Riba dan Bunga Bank
Diantara para ahli hukum islam (fuqaha) terdapat perbedaan
pendapat tentang pembagian riba. Namun pada umumnya, praktek riba dapat terjadi
dlam akad hutang piutang maupun jual beli. Termasuk kategori riba utang piutang
seperti riba seperti riba qardhdan riba jahiliyyah, sedangkan
termasuk riba jual beli seperti riba fadhl dan riba nasi’ah.[4]
1.
Riba Qardh
Suatu manfaat
atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang berutang (muqtaridh).
Dasar hukum larangan riba ini sama dengan riba jahiliyyah, perbedaanya
bahwa pengembalian dengan tingkat kelebihan tertentu pada riba qardh
bersifat pasti.
2.
Riba Jahiliyyah
Pengembalian
hutang melebihi pokoknya karena si peminjam tidak mampu membayar utangnya pada
waktu yang telah ditentukan. Dari segi penundaan waktu pembayaran, riba ini
masuk kedalam kategori riba nasi’ahnamun dari segi kesamaan objek yang
dipertukarkan, termasuk riba fadhl.
3.
Riba Fadhl
Yaitu riba yang
timbul akibat pertukaran barang ribawi yang sejenis, namun dengan kadar dan
takaran yang berbeda baik ditinjau dari segi kualitas (mitslan bimistlin),
kuantitas (sawaan bi sawain), dan penyerahan yang tidak dilakukan secara
tunai (yadan bi yadin).
4.
Riba Nasi’ah
Yaitu riba yang
terjadi karena adanya kompensasi atas penundaan pembayaran. Riba nasi’ah
muncul karena adanya perbedaan, perubahan, maupun tambahan antara yang
diserahkan saat ini dengan yang akan diserahkan kemudian. Penambahan itu
dilakukan hanya berdasarkan perubahan waktu tanpa memperhatikan kriteria untung
muncul bersama risiko (al ghunmu bil ghurmi) dan hasil usaha yang muncul
bersama biaya (al kharaj bi dhaman).[5]
C.
Dasar Hukum Larangan Riba Dalam Al-Qur’an dan Hadis
Umat Islam dilarang mengambil riba apapun jenisnya. Larangan supaya
umat islam tidak melibatkan diri dengan riba bersumber dari berbagai surah
dalam Al-Qur’an dan hadis Rasulullah Saw.
1.
Larangan riba dalam Al-Qur’an
Larangan riba
yang terdapat di dalam Al-Qur’an tidak diturunkan sekaligus melainkan
diturunkan dalam empat tahap.
·
Tahap pertama, menolak anggapan bahwa pinjaman riba pada zahirnya
seolah-olah menolong mereka yang memerlukan sebagai suatu perbuatan mendekati
atau taqarrub kepada Allah SWT.
﴿
وَمَآ اٰتَيْتُمْ مِّنْ رِّبًا لِّيَرْبُوَا۟ فِيْٓ اَمْوَالِ النَّاسِ فَلَا
يَرْبُوْا عِنْدَ اللّٰهِ ۚوَمَآ اٰتَيْتُمْ مِّنْ زَكٰوةٍ تُرِيْدُوْنَ وَجْهَ اللّٰهِ
فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُضْعِفُوْنَ ٣٩ ﴾ ( الرّوم/30: 39)
39. “Riba yang kamu berikan agar berkembang pada harta orang
lain, tidaklah berkembang dalam pandangan Allah. Adapun zakat yang kamu berikan
dengan maksud memperoleh keridaan Allah, (berarti) merekalah orang-orang yang
melipat gandakan (pahalanya)”.
(Ar-Rum/30:39)
·
Tahap kedua, riba digambarkan sebagai suatu yang
buruk. Allah Swt mengancam akan memberi balasan yang keras kepada orang Yahudi
yang memakan riba.
﴿ فَبِظُلْمٍ مِّنَ الَّذِيْنَ هَادُوْا حَرَّمْنَا عَلَيْهِمْ
طَيِّبٰتٍ اُحِلَّتْ لَهُمْ وَبِصَدِّهِمْ عَنْ سَبِيْلِ
اللّٰهِ كَثِيْرًاۙ ١٦٠ وَّاَخْذِهِمُ الرِّبٰوا وَقَدْ
نُهُوْا عَنْهُ وَاَكْلِهِمْ اَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ ۗ
وَاَعْتَدْنَا لِلْكٰفِرِيْنَ مِنْهُمْ عَذَابًا اَلِيْمًا ١٦١
﴾ ( النساۤء/4: 160-161)
160. “Karena kezaliman orang-orang Yahudi, Kami mengharamkan
atas mereka (makanan-makanan) yang baik yang (dahulu) pernah dihalalkan bagi
mereka; juga karena mereka sering menghalangi (orang lain) dari jalan Allah”
161. “Melakukan riba, padahal sungguh mereka telah
dilarang darinya; dan memakan harta orang dengan cara tidak sah (batil). Kami
sediakan untuk orang-orang kafir di antara mereka azab yang sangat pedih”.
(An-Nisa'/4:160-161)
·
Tahap ketiga riba diharamkan dengan dikaitkan kepada
suatu tambahan yang berlipat ganda. Para ahli tafsir berpendapat bahwa
pengambilan bunga dengan tingkat yang cukup tinggi merupakan fenomena yang
banyak dipraktikkan pada masa tersebut. Allah berfirman:
﴿ يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَأْكُلُوا الرِّبٰوٓا
اَضْعَافًا مُّضٰعَفَةً ۖوَّاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَۚ ١٣٠ ﴾
( اٰل عمران/3: 130)
130. “ Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan
riba dengan berlipat ganda118) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu
beruntung”. (Ali Imran:
130).
Ayat ini turun pada tahun ke-3 Hijriah. Secara umum,
ayat ini harus dipahami bahwa kriteria berlipat ganda bukanlah merupakan syarat
dari terjadinya riba (jikalau bunga berlipat ganda maka riba, tetapi jikalau
kecil bukan riba), tetapi ini merupakan sifat umum dari praktik pembungaan uang
pada saat itu.
·
Tahap keempat, Allah Swt dengan jelas dan tegas
mengharamkan apa pun jenis tambahan yang di ambil dari pinjaman. Ini adalah
ayat terakhir yang diturunkan menyangkut riba.
﴿ يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَذَرُوْا مَا
بَقِيَ مِنَ الرِّبٰوٓا اِنْ كُنْتُمْ مُّؤْمِنِيْنَ ٢٧٨ فَاِنْ لَّمْ تَفْعَلُوْا
فَأْذَنُوْا بِحَرْبٍ مِّنَ اللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖۚ وَاِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ
رُءُوْسُ اَمْوَالِكُمْۚ لَا تَظْلِمُوْنَ وَلَا تُظْلَمُوْنَ ٢٧٩ ﴾ ( البقرة/2:
278-279)
278. Wahai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba
(yang belum dipungut) jika kamu orang-orang mukmin.
279. Jika
kamu tidak melaksanakannya, ketahuilah akan terjadi perang (dahsyat) dari Allah
dan Rasul-Nya. Akan tetapi, jika kamu bertobat, kamu berhak atas pokok hartamu.
Kamu tidak berbuat zalim (merugikan) dan tidak dizalimi (dirugikan).(Al-Baqarah/2:278-279)
2. Larangan Riba
dalam Hadis
Pelarangan
riba dalam Islam tidak hanya merujuk pada Al-Qur’an, melainkan juga al-Hadis.
Hal ini sebagaimana posisi umum hadis yang berfungsi untuk menjelaskan lebih
lanjut aturan yang telah di gariskan melalui Al-Qur’an, pelarangan riba dalam
hadis lebih terinci.
الرِبَا ثَلاَثَةٌ وَسَبْعُوْنَ بَابًا
أيْسَرُهَا مِثْلُ أَنْ يَنْكِحَ الرُّجُلُ أُمَّهُ وَإِنْ أَرْبَى الرِّبَا
عِرْضُ الرَّجُلِ الْمُسْلِمِ
Artinya: “Riba itu ada 73 pintu
(dosa). Yang paling ringan adalah semisal dosa seseorang yang menzinai ibu
kandungnya sendiri. Sedangkan riba yang paling besar adalah apabila seseorang
melanggar kehormatan saudaranya.” (HR. Al Hakim dan Al Baihaqi).
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُعَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اجْتَنِبُوا
السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا هُنَّ قَالَ الشِّرْكُ
بِاللَّهِ وَالسِّحْرُ وَقَتْلُ النَّفْسِالَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا
بِالْحَقِّ وَأَكْلُ الرِّبَا وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ وَالتَّوَلِّي يَوْمَ
الزَّحْفِ وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ الْغَافِلَاتِ
Artinya:
"Dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda: “Jauhilah tujuh perkara yang membinasakan”. Para sahabat
bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah itu? Beliau bersabda: “Syirik kepada Allah,
sihir, membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah kecuali dengan haq, memakan
riba, makan harta anak yatim, kabur dari medan peperangan dan menuduh seorang
wanita mu’min yang suci berbuat zina." (Bukhari, Bab Ramyul Muhsanat, No.
6351).
D.
Perbedaan dan Persamaan Riba dan Bunga Bank
1. Persamaan dan Perbedaan Riba dan Bunga
Bank
Dalam Al-Quran, hukum bunga bank
melakukan riba sudah jelas dilarang Allah SWT. Begitupun dengan bunga bank,
dalam praktiknya sistem pemberian bunga di perbankan konvensional cenderung
menyerupai riba, yaitu melipatgandakan pembayaran. Padahal dalam islam hukum
hutang-piutang haruslah sama antara uang dipinjamkan dengan dibayarkan.
Walaupun Al – Qur’an dan hadits sudah sangat jelas bahwa bunga itu riba dan
riba hukumnya adalah haram. Ketika bunga simpanan tinggi, maka secara otomatis
bunga pinjaman ikut naik dan demikian pula sebaliknya. Bank bunga termasuk
riba, sehingga bunga bank juga diharamkan dalam ajaran islam.
Persamaan antara bunga bank dengan
riba keduanya sama-sama bermakna tambahan uang (harga), umumnya dalam
persentase (suku bunga sekian Persen).
Juga dari pengertian riba dan bunga bank, tentunya keduanya ada
perbedaan. Kalau riba sistemnya menggandakan uang tetapi cenderung untuk
keperluan pribadi dan tidak sah menurut hukum, seperti rintenir (memperkaya
diri sendiri). Sedangkan bunga bank sistemnya untuk membantu masyarakat
(tolong-menolong) kemudian keuntungan tersebut dibagi hasil (bagi hasil
kerjasama/musyarakah) oleh anggotanya (nasabah) dan sah menurut hukum (legal),
seperti bunga BNI, BRI, BCA dan sebagainya.[6]
Menurut Imam
Nawawi, salah satu bentuk riba yang dilarang dalam Al Qur’an dan Sunnah adalah
penambahan harta pokok karena tidak ada waktu. Dalam perbankkan konvensional
hal ini disebut dengan bunga kredit sesuai dengan lama waktu kredit. Prof. Dr.
Yusuf Qardhawi menyatakan bahwa sebanyak 300 ulama dan pakar ekonomi dunia
telah ijma’ tentang keharaman bunga bank. Mereka terdiri dari ahli fiqih, ahli
ekonomi, dan ahli keuangan dunia.Tidak ada seorang pun ulama yang telah ijma’
tersebut membantah tentang keharaman bunga bank.[7]
Bank bunga termasuk riba, sehingga bunga bank juga diharamkan dalam
ajaran islam.
Jadi
berikut ini beberapa persamaan antara bunga bank dengan riba :
·
Pertama, bunga bank dan riba sama-sama merupakan imbalan atau
keuntungan atau tambahan yang terdapat dalam akad pinjam meminjam.
·
Kedua, bunga bank dan riba sama-sama disepakati di awal akad oleh
kedua belah pihak dalam bentuk persentase atau jumlah nominal tertentu.
·
Ketiga, bunga bank dan riba sama-sama memberatkan bagi pihak yang
menerima pinjaman.
·
Kempat, bunga bank dan riba sama-sama dilarang dalam ajaran agama
Islam karena bertolak belakang dengan prinsip akad pinjam meminjam yang pada
dasarnya adalah prinsip ta’awun (tolong menolong) antara yang kaya dengan yang
kurang mampu.
Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa bunga bank sama dengan riba.[8]
E.
Pendapat
Ulama Tentang Riba dan Bunga Bank
Hampir semua
majelis fatwa dari kalangan organisasi warga masyarakat islam yang berpengaruh
di indonesia, seperti Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, dan lainnya telah membahas
masalah riba, bahwa status hukum riba adalah haram berdasarkan Al-Qur’an dan
Al- Hadis. Oleh karena itu bank yang menggunakan sistem riba hukumnya haram dan
bank tanpa riba hukumnya halal. Bunga yang di berikan oleh bank-bank milik
negara kepada para nasabahnya atau sebaliknya yang selama ini berlaku, termasuk
perkara musytabihat.Ijma’ ulama juga menetapkan tentang keharaman bunga
bank, dapat dikatakan bahwa suatu kekeliruan besar jika ada orang yang
mengatakan bahwa ulama saat ini berbeda pendapat tentang status hukum bunga
bank. Demikian juga sangat keliru pendapat yang mengatakan bahwa bunga berbeda
dengan riba.
Penelitian
ilmiah yang dilakukan oleh seluruh pakar ekonomi islam di dunia telah
menyimpulkan bahwa bunga dan riba benar-benar sama/identik. Bahkan bunga bank
yang dipraktikkan saat ini jauh lebih zalim dari riba jahiliyyah. Dan di
Indonesia, Fatwa ulama tentang bank dan bunga bank ditetapkan dalam sidang Lajnah
TarjihMuhammadiyah tahun 1968 di Sidoarjo yang menyarankan kepada PP
Muhammadiyah untuk mengusahakan terwujudnya konsepsi sistem perekonomian
khususnya lembaga perbankan yang sesuai dengan kaidah Islam, contohnya dengan
berdirinya bank Islam dengan sistem tanpa bunga.
Sekalipun
ayat-ayat Al-Qur.an, Hadis dan pendapat para Ulama sudah tertera jelas bahwa
riba dan bunga bank hukumnya haram, masih saja ada cendikiawan yang mencoba
untuk memberikan pembenaran atas pengambilan bunga uang. Diantaranya karena
alasan berikut:
1. Dalam keadaan darurat, bunga halal
hukumnya.
2. Hanya bunga yang berlipat ganda saja
dilarang, sedangkan susku bunga yang wajar dan tidak menzalimi, diperkenankan.
3. Bank sebagai lembaga tidak masuk dalam
kategori mukallaf. Dengan demikian, tidak terkena khitab
ayat-ayat dan hadis riba.[9]
BAB
III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Riba berarti
pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam meminjam
secara batil atau bertentangan dengan prinsip muamalah dalam islam yang tidak
di benarkan dalam syara’. Sedangkan bunga adalah biaya untuk pinjaman keuangan,
biasanya persentase dari jumlah yang di pinjamkan.Dalam
Al-Quran, hukum bunga bank yang melakukan riba sudah jelas dilarang Allah SWT,
bahkan ulama juga sepakat bahwa hukum riba dan bunga bank haram hukumnya.
Tetapi
para cendikiawan mengatakan bahwa persoalan riba dan bunga bank sampai saat ini
masih menjadi sesuatu yang masih diperdebatkan. Perdebatan ini melahirkan dua
pandangan, yaitu pandangan pragmatis dan pandangan konservatif. Dalam pandangan
pragmatis riba berbeda dengan bunga bank. Karena di dalamnya bunga bank tidak
ada unsur penambahan keuntungan yang berlipat ganda atau melampaui batas.
Selama keuntungan dari hasil pinjaman dengan menggunakan transaksi perbankan
tidak ada unsur tersebut, maka hal itu tidak dapat dikatakan dengan riba.
Pandangan paragmatis sangat berbeda dengan pandangan konservatif, dalam
pandangan ini riba sama seperti bunga bank. Karena di dalamnya terdapat unsur
penambahan. Setiap kegiatan transaksi perbankan yang di dalamnya terdapat unsur
tersebut, maka dapat dikatakan sebagai riba, baik penambahan itu sedikit maupun
banyak.
B.
SARAN
Kita semua tahu
bahwa manusia tidak terlepas dari sikap dan lupa. Maka untuk itu, penulis
meminta maaf jika di dalam penulisan makalah ini terdapat kata atau pun kalimat
yang salah atau pernyataan penulis dalam mengemukakan ide dan gagasan terkesan
berbeda dengan pembaca karena penulis mengakui sumber yang penulis kutip
jumlahnya terbatas dan waktu penulisan makalah ini pun juga terbatas. Dengan demikian,
penulis tetap berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR PUSTAKA
Perwataatmadja Karnaen, SE., MPA., FIIS. dan Yeni Salma Barlinti,
SH., MH. dkk, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana,
2005
Madanisyariah, Apakah
sama bunga bank dan riba, https://bmtelbummi373.com/apakah-sama-bunga-bank-dengan-riba
Muhammad Syfi’i Antonio, Bank Syariah, Jakarta: Gema Insani
Press, 2001
Nurhadi,
Bunga Bank Antara Halal dan Haram https://media.neliti.com/media/publications/226418-bunga-bank-antara-halal-dan-haram-dd98af56.pdf
Prof. Dr. H. Ali Zainuddin, M.A. Hukum Perbankan Syariah,
Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2008
Siregar Subroto, Problematika Bunga Bank Sama atau Beda dengan
Riba, https://www.iain-padangsidimpuan.ac.id/problematika-bunga-bank-sama-atau-beda-dengan-riba/4/
Zulkifli Sunarto, Perbankan Syariah, Jakarta Timur, 2003
Wirdyaningsih, SH., MH., Bank dan Asuransi Islam di Indonesia,
Jakarta: Kencana, 2005
[1]Wirdyaningsih,
SH., MH., Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2005, hal. 21
[2]Karnaen
Perwataatmadja, SE., MPA., FIIS. dan Yeni Salma Barlinti, SH., MH. dkk, Bank
dan Asuransi Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2005, hal. 18-21
[3] Sunarto Zulkifli, Perbankan Syariah, Jakarta Timur, 2003,
hal. 2
[4] Muhammad Syfi’i Antonio, Bank Syariah, Jakarta: Gema Insani
Press, 2001, hal. 37-41
[5] Prof. Dr. H.
Zainuddin Ali, M.A. Hukum Perbankan Syariah, Jakarta: Sinar Grafika
Offset, 2008, hal. 92-94
[6]Nurhadi, Bunga
Bank Antara Halal dan Haram https://media.neliti.com/media/publications/226418-bunga-bank-antara-halal-dan-haram-dd98af56.pdf
[7]Madanisyariah, Apakah
sama bunga bank dan riba, https://bmtelbummi373.com/apakah-sama-bunga-bank-dengan-riba
[8] Subroto
Siregar, Problematika Bunga Bank Sama atau Beda dengan Riba, https://www.iain-padangsidimpuan.ac.id/problematika-bunga-bank-sama-atau-beda-dengan-riba/4/
[9] Wirdyaningsih, SH., MH., op. hal. 33
Komentar
Posting Komentar