MAKALAH DAKWAH FARDIYAH
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
DAKWAH FARDIYAH
FUNGSI DAN TUJUAN DAKWAH FARDIYAH
By: Ade, Dkk.
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Kajian dakwah islam
yang cenderung normative tampaknya kuran memberikan wawasan dan ruang yang
terbuka untuk mendalami berbagai aktifitas kedakwahan yang ada di masyarakat.
Dakwah islam seakan akan telah menjadi sebuah ritus yang sunyi dari perubahan.
Padahal, masyarakat yang menjadi sasaran Dakwah Islam senantiasa mengalami
perubhan yang terus menerus. Untuk mengatasi kesenjangan tersebut, dakwah islam
dapat dianalisis dalam berbagai perspektif keilmuan, seperti komunikasi,
sosiologi, sejarah, antropologi, dan filsafat. Karena dakwah islam bukan hanya
membahas penyampaian ajaran ajaran islam, tetapi berhubungan juga dengan
perubahan pola pikir, sikap dan perilaku masyarakat. Oleh karena itu, makalah
ilmu dakwah yang komprensip ini akan mengungkap berbagai persoalan tersebut di
atas, yang sangat berguna untuk para mahasiswa Fakultas Dakwah, para da’i dan
calon da’i.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa
saja dasar hukum dakwah?
2. Apa
saja tujuan dakwah?
3. Apa
saja fungsi dakwah?
C.
Tujuan Penulisan
1. Untuk
mengetahui dasar hukum dari dakwah
2. Untuk
mengetahui tujuan dari dakwah
3. Untuk
mengetahui fungsi dari dakwah
BAB II
PEMBAHASAN
A. DASAR HUKUM DAKWAH
Menurut A. Karim Zaidan,
dakwah pada mulanya adalah tugas para rasul. Masing-masing mereka ditugaskan
untuk mengajak manusia menyembah Allah swt semata sesuai dengan syarian yang
ditentukan. Ada yang terbatas pada kaum tertentu dan pada waktu tertentu pula,
namun ada juga yang ditugasi untuk mengajak kepada seluruh umat manusia di
dunia tanpa mengenal batas waktu seperti Nabi Muhammad Saw. Jadi, para rasul
itu semuanya adalah da’i yang mempunyai misi suci mengajak orang kejalan Tuhan.
Setiap seorang rasul wafat, maka diutuslah rasul berikutanya untuk meneruskan
dakwah mengajak manusia kepada tauhid dan tugas itu berkesinambungan antar para
rasul hingga di utusnya Nabi Muhammad penutup para rasul.[1]
Sebagaimana di temukan dalam nas-nas agama yang qath’iy, Rasulullah adalah Nabi terakhir tiada lagi nabi sesudahnya. Sementara itu, Islam, risalah yang diturunkan Allah kepada beliau diyakini sebagai risalah yang kekal dan berlaku hingga akhir zaman. Kalau demikian, maka harus ada yang menggantikan tugas Rasulullah untuk menyiarkan risalahnya tersebut kepada seluruh umat manusia. Itulah sebabnya, umat islam sebagai pengikut Rasulullah dikatakan sebagai sekutu Rasulullah dalam hal tugas menyiarkan risalah islam itu.
Para pakar berselisih
paham dalam menanggapi soal ini. Sejauh pemikiran yang berkembang, perselisihan
dalam masalah ini dapat di kelompokkan ke dalam tiga pendapat sebagai mana
dijeskan berikut ini:
1. Dakwah
dihukumi sebagai personal (fard’ain) maksudnya, dakwah merupakan kewajiban bagi
setiap muslim; yang akan diganjar jika melaksanakannya sebagaimana akan berdosa
jika meninggalkannya. Dakwah menjadi kewajiban personal, karena ia merupakan
tuntutan iman. Setiap orang yang mengaku beriman, diharuskan mempersaksikan
keimanannya ini kepada publik. Selain melalui amal soleh, persaksian iman juga
diwujudkan dalam bentuk dakwah, saling berpesan dalam kebajikan dan ketakwaan,
tau dengan menyuruh yang makruf dan mencegah yang munkar.
2. Dakwah hukum sebagai kewajiban kolektif
(fardhu Kifayah). Hal ini berarti, dakwah merupakan kewajiban yang di bebankan
kepada komunitas tertentu yang berkompeten dalam suatu masyarakat. Bila
didalamnya telah ditemukan sekelompok orang yang mewakili tugas itu, maka
gugurlah kewajiban untuk yang lain. Sebaliknya, jika tidk ada, maka anggota
masyarakat itu mendapatkan dosa seluruhnya.
............ Tugas berdakwah itu tidaklah mudah, karena ia memerlukan keahlian dan keterampilan tersendiri, baik dari segi intelektual, emosional maupun spiritual. Kalau demikian permasalahannya, berarti tidak semua orang dari umat islam memiliki kompetensi tersebut. Sebab dalam masyarakat, dari segi intelektual, ada yang termasuk golongan awam (jumhur al-nas), golongan tanggung (mutawassitun) dan golongan alim ulama.[2]
Melalui alur pikir tersebut, berarti dakwah
tidak dibebankan kepada setiap orang, melainkan kepada golongan tertentu yang
berkompeten. Mereka adalah para ulama, yaitu orang-orang yang memiliki kesiapan
dari segi intelektual, emosional, dan spiritual. Itulah sebabnya Al-Qur’an
menyuruh umat islam supaya mempersiapkan sekelompok orang yang memang sengaja
dibina agar memiliki kompetensi di bidang penyiaran risalah islam
(I’lamal-risalah) kepada masyarakatnya. Demikian seperti dijelaskan dalam Al-Qur’an
surat At-Taubah 9:122.[3]
Dakwah dihukumi wajib individual (fard
‘ain)sekaligus kewajiban kolektif (fard kifayah). Maksudnya, hukum asal dakwah
itu adalah wajib ‘ain sehingga setiap mukmin memiliki tanggung jawab moral
untuk menyampaikan agamanya sesuai dengan taraf kemampuan dan kapasitasnya
masing-masing. Namun demikian, pada aspek-aspek tertentu dakwah tidak dapat
diserahkan kepada sembarang orang. Dakwah dalam posisi ini menjadi tugas berat
dan menuntut profesionalitas. Dakwah memerlukan kompetensi dan hanya itu
mungkin dilakukan oleh yang memiliki keahlian dalam bidang ini (kelompok
profesional).
Pendapat ketiga ini merupakan jalan tengah
dari dua pendapat sebelumnya yang saling bertolak belakang. Pendapat ini
menjadi jalan tengah, lantaran tidak memandang dakwah hanya sebagai kewajiban
ulama semata, tetapi juga tidak membenarkan menyerahkan masalah dan tugas
dakwah hanya kepada masing-masing orang semata-mata.
B. TUJUAN DAKWAH
Merumuskan tujuan dakwah bermanfaat untuk
mengetahui arah yang ingin dicapai dalam melaksanakan aktifitas dakwah. Tanpa
tujuan yang jelas, aktifitas dakwah menjadi kurang terarah, sulit untuk
diketahu keberhasilannya, dan bias jadi akan menyimpang dari target dan sasaran yang ingin dicapai.
Hal terpenting yang harus diperhatikan ketika
merumuskan tujuan dakwah adalah siapa yang menjadi objek dakwah, laki laki,
perempuan, dewasa, remaja, berpendidikan tinggi atau tidak, masyarakat desa
atau masyarakat kota, dan sebagainya.
Setelah mengetahui objek dakwah, selanjutnya
kita menyusun materi dakwah sesuai dengan kebutuhan objek dakwah. Prinsip dasar
yang digunakan dalam menyusun materi dakwah, yakni semakin rinci dan mendalam
akan jauh lebih baik dibandingkan dengan materi yang banyak, abstrak dan kurang
mendalam.
Secara umum tujuan dakwah adalah mengajak
umat manusia kepada jalan yang benar dan diridhoi Allah agar dapat hidup
bahagia dan sejahtera didunia maupun diakhirat.[4]
Maka tujuan dakwah sebetulnya tidak lain dari tujuan islam itu sendiri yakni
transformasi sikap kemanusiaan (attitude of humanity transformation) atau yang
dalam teminologi Al-Qur’an disebutkan al ikhraj min al zlumat ila al nur.
Menurut pakar tafsir Abu Zahrah, al nur (cahaya) adalah simbol dari
karakteristik asal kemanusiaan (fitrah). Disebutkan demikian, karena hidup
manusia akan bersinar hanya jika secara natural mengikuti karakter asal
tersebut. Sebaliknya, al-zulum
(kegelapan) adalah simbol yang menunjukkan kepada situasi penyimpangan manusia
dari karakter asalnya. Cahaya itu, kata Abu Zahrah amat terang ketika pertama
kali manusia lahir, lambat laun, ia semakin redup sejalan dengan tingkat
menjauhnya manusia dari cahaya itu yang tidak lain adalah komitmen, primordial
(al iman al fitry). Secara umum tujuan dakwah dibagi menjadi dua
level, yaitu level individu dan level kelompok.
1. Level individu
a.
Mengubah paradigma berfikir seseorang
tentang arti penting dan tujuan hidup yang sesungguhnya. Tindakan sesorang
dalam kehidupan sehari hari banyak dipengaruhi oleh paradigman berpikirnya.
Jika seseorang melakukan tindakan mencaci orang lain, sebenarnya dalam benak
orang yang mencaci itu tersimpan pikiran pikiran yang tidak baik pada orang
dicacinya. Untuk memperbaiki tindakan tersebut diperlukan adanya perubahan
paradigm berpikir agar ia tidak berperilaku mencaci orang lain. Begitu juga,
ketika seseorang memandang hidup ini tidak berguna, maka dalam aktifitas
kesehariannya tidak akan memiliki tujuan yang jelas. Mereka akan jauh dari
tujuan hidup yang digariskan oleh Tuhan. Oleh karena itu, kegiatan dakwah pada
level individu ini diharapkan mampu merubah pandangan negatif sesorang tentang
hidup menjadi berpandangan positif sesuai dengan ajaran Tuhan.
b.
Menginternalisasikan ajaran islam dalam
kehidupan seseorang muslim sehingga menjadi kekuatan batin yang dapat
menggerakkan seseorang dalam melaksanakan ajaran islam. Ajaran islam tidak
hanya sekedar wacana yang diperdebatkan, melaikan perlu diinternalisasikan
dalam diri seorang pemeluk agama. Jika islam mengajarkan pemeluk agama untuk
membantu sesama manusia, maka seorang muslim paling tidak didalam dirinya muncul
sikap simpati dan empati. Sikap itulah yang menjadi cikal bakal untuk melakukan
tindakan praxis dalam membantu orang lain.
c.
Wujud dari internalisasi ajaran islam,
seorang muslim memiliki kemauan untuk mengaplikasikan ajaran islam dalam
kehidupan sehari hari. Selain melakukan ibadah ibadah yang bersifat ritual,
umat islam juga perlu melakukan ibadah ibadah sosial sebagai wujud dari
keimanan atau keyakinan kepada Allah SWT. Kemauan dan kesadaran merupakan kunci
utama bagi setiap individu muslim dalam melakukan ajaran islam. Kemauan dan
kesadaran akan muncul manakala ajaran islam betul betul dipahami dan
diinternalisasikan dalam diri seorang muslim.[5]
2. Level
Kelompok
a.
Meningkatkan persaudaraan dan persatuan
dikalangan muslim dan non muslim. Perbedaan dikalangan masyarakat merupakan
sunnatullah yang tidak bisa dibantah. Kita bisa melihat perbedaan pada warna
kulit, tinggi badan, budaya, sikap, prilaku, dan sebagainya.
Perbedaan-perbedaan tersebut tidak untuk dipertentangkan,tetapi dijadikan
sebagai kekuatan dan saling membantu antar sehingga kelemahan yang ada pada
satu orang ditutupi oleh kekuatan pada orang lain. Oleh karena itu, islam
sangat menganjurkan umatnya untuk menjaga persaudaraan diantara umat islam.
b.
Peningkatan hubungan yang harmonis dan
saling menghargai antar anggota kelompok atau masyarakat. Wujud dari menjaga
persatuan adalah lahirnya kehidupan yang harmonis dan saling menghargai di
masyarakat. Hal ini dapat dilakukan manakala setiap individu menyadari
sepenuhnya bagaimana dia mengekpresikan kebebasan yang dimilikinya.Kebebasan
beragama, berekspresi, berpendapat, memilih, dipilih, dan memiliki harta
kekayaan merupakan kebebasan yang dimiliki oleh setiap orang. Selain itu,
hubungan batin sesama manusia dapat menjadi faktor penguat dalam menjalin
kehidupan yang harmonis dan saling menghargai. Secara fisik boleh saja
setiap individu berbeda, tetapi secara
rohani( batin) pikiran dan perasaankita dapat bersatu dan berkomitmen untuk
hidup harmonis dan saling menghargai.
c.
Penguatan struktur sosial dan kelembagaan
yang berbasiskan pada nilai-nilai islam. Sturuktur sosial dan kelembagaan
terbentuk karena pilihan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dan adanya
interaksi antara sesama yang melahirkan pola perilaku. Karena itu adanya
struktur sosial dan kelembagaan di masyarakat merupakan sebuah keniscayaan.
Sebagai contoh, untuk memenuhi kebutuhan sex manusia memerlukan pasangan hidup.
Bagaimana mencari pasangan hidup, kriteria nya seperti apa, bagaimana
melegalkan hubungan mereka apa yang harus dilakukan setelah terbentuk pasangan,
dan bagaimana cara membangun rumah tangga, yang baik merupakan kebutuhan dasar
yang harus dicari jawabannya. Untuk itulah, di masyarakat terbentuk norma dan
peraturan untuk menjawab pertanyaa-pertanyaan tersebut. Adanya keniscayaan struktur
sosial dan kelembagaan di masyarakat, maka tugas da’i dan umat islam adalah
bagaimana memberi nilai-nilai islam terhadap struktur sosial dan kelembagaan
yang ada di masyarakat tersebut.
d.
Membangun kepedulian dan tanggung jawab
sosial dalam membangun kesejahteraan umat manusia. Dalam ajaran islam,
memperoleh kesejahteraan hidup menjadi hak setiap orang. Islam menganjurkan
umatnya menjadi umat yang kuat dalam hal fisik, intelektual, kekayaan dan
moralitas. Selain itu, kepedulian dan tanggung jawab sosial merupakan
keterampilan hidup yang perlu terus menerus diasah ditengah-tengah umat islam.
Hal tersebut perlu dilakukan karena pada konteks kehidupan modern sekarang ini,
kecenderungan hidup secara individual dan impersonal mengalami peningkatan,
terutama pada masyarakat industri.
C.
FUNGSI DAKWAH
1.
Mengesakan Tuhan
Pencipta Alam Semesta
Fungsi utama dari dakwah islam adalah
memberikan penjelasan dan pemahaman kepada umat islam agar menyembah kepada Allah swt dan
menolak berbagai ideologi, paham dan keyakinan hidup yang lain nya. Penjelasan
dan pemahaman yang komprehensif tentang tuhan bersumber dari kitab suci yang
diturunkan kepada nabi. Melalui ayat-ayat yang terdapat dalam kitab suci, tuhan
memperkenalkan dirinya dan sekaligus mengajarkan bagaimana manusia dapat
berbakti dan menyembah tuhan.
2.
Mengubah
Perilaku Manusia
Fungsi kedua dari dakwah adalah mengubah
perilaku manusia dari perilaku jahiliah menuju perilaku yang islami. Secara
fitrah, manusia memiliki potensi mengenal tuhan dan beriman kepada Allah swt
serta lahir dalam kondisi yang suci. Perubahan perilaku manusia yang jauh dari
tuhan dan memiliki perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai islam banyak dipengaruhi
oleh lingkungan sekitarnya. Untuk mengembalikan perilaku manusia agar kembali
kepada fitrahnya yang beriman kepada Allah swt dan berperilaku baik, maka
dakwah islam perlu disampaikan kepada umat manusia. Dakwah memperkenalkan
ajaran-ajaran tauhid, mu’amalah dan akhlak yang merupakan kebutuhan dasar
manusia.
3.
Membangun
Peradaban Manusia Yang Sesuai Dengan Ajaran Islam.
Sasaran dakwah tidak hanya ditujukan
pada individu saja, melainkan juga pada masyarakat. Menurut Sidi Gazalba,
masyarakat terwujud karena adanya hubungan rohaniah yang disalurkan oleh
bahasa. Dengan bahasa seorang pribadi menyampaikan pikiran, perasaan,
pengalaman dan keinginannya kepada pribadi lain dalam masyarakatnya, yang
kemudian menimbulkan ide-ide yang membentuk kebudayaan. Didalam kebudayaan terkandung cita-cita yang akan
diwujudkan oleh masyarakat. Cita-cita itulah yang akan mengangkat peradaban
manusia. Jika ingin peradaban manusia maju dan sesuai dengan nilai-nilai islam
maka dakwah perlu mengisi kebudayaan yang ada pada masyarakat tersebut.
4.
Menegakkan
Kebaikan Dan Mencegah Kemungkaran
Untuk tegaknya sistem sosial yang ada
dimasyarakat, maka fungsi dakwah yang berikutnya adalah menegakkan kebaikan dan
kemunkaran. Dalam pergaulan sosial tidak bias dinafikan adanya gesekan,
benturan dan konflik antar sesama. Karena masing-masing anggota masyarakat
memiliki pola pikir dan sikap yang berbeda-beda. Dalam proses menegakkan amar
ma’ruf nahi munkar(mengajak kebaikan dan mencegah kemunkaran)perlu diperhatikan
rambu-rambu yang diajarkan oleh islam yaitu dilakukan secara evolutif dan penuh
kesabaran, dilakukan secara lemah lembut, memiliki dasar keilmuan yang kuat,
memperhatikan situasi dan kondisi, serta memperhatikan tujuan yang akan
dicapai.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Secara umum dasar hukum dakwah dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu
:
a. Dihukumi
sebagai kewajiban personal (fard’ain)
b. Dihukumi sebagai
kewajiban kolektif (fardhu kifayah)
c. Dihukumi
wajib individual (fard’ain) sekaligus wajib kolektif (fard kifayah)
Secara umum tujuan dakwah dibagi menjadi dua level, yaitu level individu
dan level kelompok.
a. Level
Individu : mengubah
pradigma berpikir seseorang tentang arti penting dan tujuan hidup yang
sesungguhnya, menginternalisasikan
ajaran islam dari kehidupan seorang muslim, wujud dari internalisasi ajaran islam
b. Level
Kelompok : meningkatkan
persaudaraan dan persatuan di kalangan muslim dan nonmuslim, peningkatan hubungan yang harmonis dan
saling menghargai antaranggota kelompok atau masyarakat.
B.
SARAN
Penulis
menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, sehingga diharapkan adanya saran dan kritik
yang bersifat membangun baik dari dosen mata kuliah Ilmu Dakwah maupun dari rekan-rekan
mahasiswa.
.
DAFTAR PUSTAKA
Dr.
Abdul Basit, M. Ag., Filsafat Dakwah, RajaGrafindo Persada: Jakarta
Dr. A. Ilyas Ismail, M.A. dan Prio Hotman,
M.A., Filsafat Dakwah, KENCANA PRENADAMEDIA GROUP:Jakarta
Dr.
Abdul Basit, M. Ag., Filsafat Dakwah, RajaGrafindo Persada: Jakarta
[3]
Firman
Allah SWT : “dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi
(kemedan perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan diantara mereka tidak
pergi untuk memperdalam pengetahuan agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka
telah kembali agar mereka dapat menjaga dirinya.
Komentar
Posting Komentar