MAKALAH PAJAK PENGHASILAN PASAL 24
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
MAKALAH PAJAK PENGHASILAN PASAL 24
By: Mey, dkk.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Maju nya
perekonomian Indonesia di tambah mudah nya akses ke luar negeri maka dewasa ini
penghasilan dari luar negeri kian banyak ini menjadi suatu peluang bagi Negara untuk mendapatkan pemasukan. Mungkin
untuk sebagian besar masyarakat Indonesia masih enggan melaporkan seluruh laba
usahanya baik yang di dalam negeri maupun luar negeri. Banyak alasan yang
diberikan wajib pajak untuk tidak melaporkan usahanya. Sebenarnya dengan kita
melaporkan usaha kita terutama atas penghasilan dari Luar Negeri akan
memberikan keuntungan bagi Wajib Pajak karena atas pajak yang sudah di bayar di
Luar Negeri dapat dikreditkan pada kahir tahun pelapoan SPT Tahunan Badan /
Perorangan.
Pajak dapat
dengan leluasa dikatakan sebagai tanggung jawab warga negara dalam peran
sukarela dan kasat mata. Warga negara dalam peran sukarela oleh anggota
masyarakat untuk mendukung berbagai kebutuhan negara dalam pembangunan nasional,
tanpa kompensasi langsung, dalam hukum perpajakan untuk kesejahteraan bangsa
dan negara. Dengan demikian perbaikan kondisi usaha di tingkat nasional dan
internasional akan meningkatkan pendapatan WP Badan Dalam Negeri (DN). PPh
pasal 24 yang telah dipungut di Luar Negeri (LN) untuk penghasilan WPLN. Objek
pajak ini akan di atur pemerintah dalam PPh pasal 24.
Adapun Pajak
luar negeri yang dikenakan atas penghasilan wajib pajak daerah (WPDN) dapat
dihitung atas pajak yang dibayarkan untuk tahun pajak berjalan, pada jumlah
pajak yang dipungut di luar negeri tetapi tidak boleh melebihi perhitungan
pajak yang dibayarkan berdasarkan Undang-undang No. 10 /1994.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian
PPh Pasal 24 ?
2. Bagaimana Penggabungan PPh Pasal 24 ?
3. Bagaimana batas maksimum kredit pajak ?
4. Bagaimana batas maksimum kredit pajak untuk setiap negara ?
5. Bagaimana rugi usaha di luar negeri ?
6. Bagaimana cara melaksanakan kredit pajak LN ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui
pengertian PPh Pasal 24
2. Untuk
mengetahui bagaimana Penggabungan PPh Pasal 24
3. Untuk mengetahui
bagaimanabatas maksimum kredit Pajak
4. Untuk mengetahui
bagaimana batas maksimum kredit pajak untuk setiap negara
5. Untuk
mengetahui bagaimana rugi usaha diluar negeri
6. Untuk mengetahui bagaimana cara melaksanakan kredit pajak LN
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Pajak penghasilan Pasal 24
Pajak
penghasilan pasal 24 adalah pajak yang terutang atau dibayarkan diluar negeri
atau penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri yang dapat
dikreditkan terhadap pajak penghasilan yang terutang atas seluruh penghasilan
wajib pajak dalam negeri. Pengkreditan pajak pasal 24 ini dilakukan dengan
syarat bahwa hutang pajak tersebut harus dari sumber penghasilannya[1]. Contohnya
: Pajak dividen saham, hanya dapat di kreditkan bila dipotong di Negara yang
menerbitkan usaha tersebut.
Pajak
penghasilan pasal 24 merupakan pajak yang dibayar atau terutang diluar negeri atas penghasilan dari luar
negeri yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri, PPh pasal 24 ini
boleh dikreditkan terhadap total pajak penghasilan terutang dalam satu tahun
pajak[2]. Pada
dasarnya wajib pajak dalam negeri terutang pajak atas seluruh penghasilan, baik
penghasilan yang diterima atau diperoleh didalam negeri maupun penghasilan yang
diterima atau diperoleh diluar negeri, jika negara lain tempat wajib pajak
dalam negeri tersebut akan membayar atau terutang pajak atas penghasilannya itu
di negara yang bersangkutan.
Pajak
penghasilan pasal 24 mengatur tentang perhitungan besarnya pajak atas
penghasilan yang dibayar atau terutang diluar negeri yang dapat dikreditkan
terhadap pajak penghasilan yang terutang atas seluruh penghasilan wajib pajak
dalam negeri, pengkreditan pajak luar negeri dilakukan untuk menghindarkan
pajak berganda, tapi jumlah yang dikreditkan dibatasi[3]. Pengkreditan
pajak luar negeri dilakukan dalam tahun digabungkan penghasilan dari luar
negeri dengan penghasilan di indonesia, pengkreditan ini betujuan untuk
menghindarkan pajak berganda yang jumlah yang
dikreditkan
tidak melebihi perhitungan pajak yang terutang berdasarkan UUM PPh 24.
Adapun beberapa
situasi dimana seorang wajib pajak memiliki kewajiban membayar pajak, tidak
hanya di indonesia tetapi juga diluar negeri, oleh karena itu PPh pasal 24
mungkin dapat berlaku untuk anda[4]. Jika
nilai pajak diluar negeri telah digunakan sebagai kredit pajak di indonesia,
telah berkurang atau dikembalikan kepada anda, sehingga nilai kredit anda
berkurang untuk menutup pajak terutang anda disini, maka anda harus membayar
jumlah terutang tersebut.
Pada dasarnya PPh Pasal 24 mengatur tentang besarnya kredit pajak yang
dapat diperhitungkan atas pemotongan pajak/ pajak
yang dibayar/ pajak yang terutang di luar negeri. Hal ini sesuai dengan ayat 1
dan 2 Pasal 24 UU PPh [5]:
1.
Pajak yang dibayar atau terutang di luar
negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh Wajib
Pajak dalam negeri boleh dikreditkan terhadap pajak yang terutang berdasarkan
Undang-undang ini dalam tahun pajak yang sama.
2.
Besarnya kredit pajak sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) adalah sebesar pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di
luar negeri tetapi tidak boleh melebihi penghitungan pajak yang terutang
berdasarkan Undang-undang ini.
B.
Penggabungan Penghasilan
Untuk
memperhitungkan pajak penghasilan yang terutang atas seluruh penghasilan yang
diterima wajib pajak dalam negeri, baik dari dalam negeri maupun dari luar
negeri, maka seluruh penghasilan yang diperoleh tersebut bisa digabungkan. Tata
cara pengambilan penghasilan dilakukan dengan langkah-langkah berikut [6]:
1.
Atas
penghasilan dari kegiatan usaha dilakukan dalam tahun pajak diperolehnya
penghasilan tersebut.
2.
Atas
penghasilan lainnya dilakukan dalam tahun pajak diterimanya penghasilan
tersebut.
3.
Penghasilan
berupa deviden (pasal 18 ayat (2) UU No. 36 tahun 2008) dari pernyataan modal
sekurang-kurangnya 50% dari jumlah saham disetor atau secara bersama-sama
dengan WP dalam negeri lainnya sekurang-kurangnya 50% dari jumlah saham disetor
pada badan usaha diluar negeri yang sahamnya tidak diperdagangkan dibursa efek,
dilakukan dalam tahun pajak dimana deviden tersebut diperoleh. Saat perolehan
deviden tersebut ditetapkan sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan.
Contoh Soal:
PT. Perlak menerima dan memperoleh beberapa penghasilan netto dari
sumber LN dalam tahun pajak 2013, sebagai berikut:
1.
Penghasilan
dari hasil usaha di Bosnia dalam tahun pajak 2013 sebesar Rp 500.000.000,00.
2.
Dividen
atas pemilikan saham pada Rome Co. di Italia sebesar Rp 75.000.000,00 yang berasal dari keuntungan tahun 2009 yang
ditetapkan dalam rapat pemegang saham tahun 2012 dan baru dibayarkan tahun
2013.
3.
Dividen
atas penyertaan saham sebesar 50% pada Zurich Corp. di Swiss yang sebesar Rp
175.000.000,00 yang berasal dari keuntungan tahun 2011, namun berdasarkan KMK
baru diperoleh tahun 2013.
4.
Bunga
kuartal I tahun 2013 sebesar Rp 35.000.000,00 dari Vienna GmBH. di Austria yang
baru akan diterima bulan Januari 2014.
Ditanya : Penghasilan mana sajakah yang dapat digabungkan di tahun fiskal 2013 ?
Jawaban :
Penghasilan dari sumber LN yang digabungkan di tahun fiskal 2013
meliputi:
Penghasilan dari hasil usaha di Bosnia.
Dividen atas pemilikan saham di Italia.
Dividen atas penyertaan saham di Swiss.
Adapun penghasilan bunga Austria akan digabungkan di tahun fiscal
2014.
Penggabungan
penghasilan yang berasal dari luar negeri dilakukan dengan ketentuan sebagai
berikut [7]:
1.
Penggabungan penghasilan dari usaha dilakukan
dalam tahun pajak diperolehnya penghasilan tersebut (accrual
basis).
2.
Untuk penghasilan lainnya, dilakukan dalam
tahun pajak diterimanya penghasilan tersebut (cash basis).
3.
Penggabungan penghasilan berupa dividen yang
diperoleh wajib pajak dalam negeri dari penyertaan modal sekurang-kurangnya 50%
dari jumlah saham disetor atau secara bersama-sama dengan wajib pajak dalam
negeri lainnya sekurang-kurangnya 50% dari jumlah saham disetor pada badan
usaha di luar negeri yang sahamya tidak diperdagangkan di bursa efek, dilakukan
dalam tahun pajak di mana dividen tersebut diperoleh. Penjelasan lebih lanjut
tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan No.256/PMK.03/2008.
4.
Kerugian yang diderita di luar negeri tidak
boleh digabungkan dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak di Indonesia.
Contoh:
PT Dahlia Indah
di Jakarta dalam tahun pajak 2015 menerima dan memperoleh penghasilan neto dari
sumber luar negeri sebagai berikut:
1.
Hasil usaha di negara Thailand dalam tahun
pajak 2015 sebesar Rp 900.000.000.
2.
Di negara Singapura, memperoleh dividen atas kepemilikan
sahamnya di X Ltd. sebesar Rp1.000.000.000, yaitu berasal dari keuntungan saham
tahun 2013 yang ditetapkan dalam RUPS tahun 2014 dan baru dibayarkan tahun
2015.
3.
Di negara Hong Kong, memperoleh dividen atas
penyertaan saham sebanyak 75% di Y Corp. sebesar Rp 2.000.000.000. Saham
tersebut tidak diperdagangkan di bursa efek. Dividen tersebut berasal dari
keuntungan saham 2014 dan diperoleh tahun 2014.
4.
Penghasilan bunga kuartal IV tahun 2015 sebesar
Rp 300.000.000 dari Kuala Lumpur Bank di Malaysia. Penghasilan tersebut baru
akan diterima pada bulan Juli 2016.
Penghasilan
dari luar negeri yang dapat digabungkan dengan penghasilan dalam negeri PT
Dahlia Indah dalam tahun pajak 2015 adalah penghasilan pada angka 1, 2, dan 3.
Sedangkan, penghasilan pada angka 4 dapat digabungkan dengan penghasilan PT
Dahlia Indah untuk tahun pajak 2016.
C. Batas
Maksimum Kredit Pajak
Dalam
menghitung batas jumlah pajak yang dibolehkan dikreditkan, sumber penghasilan
ditentukan sebagai berikut [8]:
1.
Penghasilan
dari saham dan sekuritas lainnya serta keuntungan dari pengalihan saham dan
sekuritas lainnya adalah negara tempat badan yang menerbitkan saham atau
sekuritas tersebut didirikan atau bertempat kedudukan.
2.
Penghasilan
berupa bunga, royalti, dan sewa sehubungan dengan penggunaan harta gerak adalah
negara tempat pihak yang membayar atau dibebani bunga, royalti, atau sewa
tersebut kedudukan.
3.
Penghasilan
berupa sewa sehubungan dengan penggunaan harta tak bergerak adalah negara
tempat harta tersebut terletak.
4.
Penghasilan
berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan adalah negara
tempat pihak yang membayar atau dibebani imbalan tersebut bertempat kedudukan.
5.
Penghasilan
bentuk usaha tetap adalah negera tempat bentuk usaha tetap tersebut menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan.
6.
Keuntungan
karena pengalihan harta tetap adalah negara tempat harta tetap berada.
7.
Keuntungan
karena pengalihan harta yang menjadi bagian dari suatu bentuk usaha tetap
adalah negera tempat bentuk usaha yang berada.
Batas maksimum
kredit pajak dapat diambil dari yang terendah diantara 3 unsur/ perhitungan
berikut ini [9]:
1.
Jumlah
pajak yang terutang atau dibayar di luar negeri
2.
(Penghasilan
luar negeri/ seluruh penhasilan kena pajak) × PPh atas seluruh yang dikenakan
tariff pasal 17.
3.
Jumlah
pajak yang terutang untuk seluruh penghasilan kena pajak ( dalam hal
penghasilan kena pajak adalah leboh kecil daripada penghasilan luar negeri)
Contoh :
PT Anugerah
Sejahtera memperoleh penghasilan netto dalam tahun pajak 2014 sebagai berikut:
· Penghasilan
dari luar negeri Rp5.000.000.000 dengan tarif pajak sebesar 35%.
· Penghasilan
usaha di Indonesia Rp3.000.000.000.
Maka jumlah
penghasilan nettonya adalah: Rp 5.000.000.000
+ Rp3.000.000.000 = Rp 8.000.000.000
Batas maksimum
kredit pajak diambil yang terendah dari 3 unsur/perhitungan berikut:
1. PPh terutang
atau dibayar di luar negeri adalah: 35% x Rp 5.000.000.000 = Rp 1.750.000.000
2.
(Rp 5.000.000.000/Rp 8.000.000.000) x Rp 2.000.000.000
= Rp1.250.000.000
3.
PPh terutang (menurut tarif pasal 17) = Rp 8.000.000.000
x 25% = Rp2.00000.000
Dengan demikian
kredit pajak yang diperkenankan adalah pada poin 2 sebesar Rp 1.250.000.000.
D. Batas
Maksimum Kredit Pajak Untuk Setiap Negara (Per Country Limitation)
Apabila
penghasilan luar negeri berasal dari beberapa negara, maka penghitungan batas
maksimum kredit pajak dilakukan untuk masing-masing negara[10].
Contoh:
PT Makmur Abadi
memperoleh penghasilan netto dalam tahun 2015 sebagai berikut:
· Di negara A,
memperoleh penghasilan (laba) 000.000.000 dengan tarif pajak sebesar 35%.
· Di negara B,
memperoleh penghasilan (laba) Rp 3.000.000.000 dengan tarif pajak sebesar 20%.
· Penghasilan
usaha di Indonesia Rp 5.0000.000
Perhitungan
kredit pajak luar negeri adalah sebagai berikut:
Jumlah
penghasilan netto atau penghasilan kena pajaknya = (Rp2.000.000.000 +
Rp3.000.000.000) + Rp5.000.000.000 = Rp10.000.000.000
PPh terutang
(menurut pasal 17) = Rp10.000.000.000 x 25% = Rp2.500.000.000
Batas maksimum
kredit pajak untuk masing-masing negara adalah:
· Negara A: (Rp2.000.000.000/Rp10.000.000.000)
x Rp2.500.000.000 = Rp500.000.000
Pajak terutang
di negara A sebesar Rp700.000.000, maka maksimum kredit pajak yang dapat
dikreditkan adalah Rp500.000.000.
· Negara B:
(Rp3.000.000.000)/Rp10.000.000.000) x Rp2.500.000.000 = Rp750.000.000
Pajak terutang
di negara B sebesar Rp600.000.000, maka maksimum kredit pajak yang dapat
dikreditkan adalah Rp750.000.000. Jadi, jumlah kredit pajak luar negeri yang
dikenakan adalah sebesar Rp500.000.000 + Rp750.000.000 = Rp1.250.000.000.
E. Rugi Usaha di Luar Negeri
Perhitungan PPh Pasal 24 Jika Terjadi Kerugian Usaha
di Luar Negeri[11].
Kasus dan
Pertanyaan:
PT Selaras
Abadi pada tahun 2013 memperoleh penghasilan neto sebagai berikut: Di Thailand
memperoleh penghasilan berupa laba usaha sebesar Rp300.000.000 (tarif pajak
yang berlaku 40%). Di Jerman menderita kerugian sebesar Rp500.000.000 (tarif
pajak yang berlaku 25%). Di dalam negeri memperoleh laba usah sebesar
Rp500.000.000
Hitunglah PPh
Pasal 24 atau kredit pajak luar negeri dari PT Sinar Gemilang tahun 2014?
Jawaban: Penghitungan
PPh pasal 24 adalah sebagai berikut:
1. |
Menghitung total penghasilan kena
pajak : |
|
|
Penghasilan
dalam negeri |
Rp 300.000.000 |
|
Penghasilan
dari luar negeri |
Rp500.000.000 |
|
Jumlah penghasilan neto |
Rp800.000.000 |
2. |
Menghitung total PPh terutang : |
|
|
Pajak
terhutang 25%× Rp 800.000.000 = |
Rp200.000.000 |
3. |
Menghitung PPh maksimum yang dapat
dikreditkan : |
|
|
(Penghasilan Luar negeri : total penghasilan)×total
PPh terutang |
|
|
(Rp300.000.000
: Rp 800.000.000)×Rp200.000.000 = |
Rp75.000.000 |
4. |
Menghitung PPh yang terutang atau
dipotong di luar negeri |
|
|
40% ×Rp300.000.000= |
Rp120.000.000 |
Dari perhitungan di atas dapat disimpulkan bahwa PPh pasal 24 yang
dapat dikreditkan adalah Rp75.000.000.
F.
Cara
Melaksanakan Kredit Pajak LN
Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri (PPh Pasal 24) atas penghasilan dari luar negeri yang dapat dikreditkan hanyalah pajak yang langsung dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak. Dalam UU PPh, metode kredit yang digunakan adalah metode kredit
terbatas (ordinary/normal tax credit
method), yaitu metode kredit pajak yang memberikan keringanan pajak
berganda internasional, di mana jumlah pajak yang dibayar di luar negeri dapat
dikurangkan namun tidak boleh melebihi jumlah pengurangan pajak yang dihitung
berdasarkan undang-undang domestik.
Mekanisme pengkreditan PPh yang dibayar di luar
negeri dijelaskan lebih lanjut dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor
164/KMK.03/2002 (KMK 164/2002) tentang Kredit Pajak Luar Negeri. Teknis proses
pengkreditan pajak luar negeri diatur dalam Pasal 2, yakni sebagai berikut:
· PPh Pasal 24
dapat dikreditkan dengan PPh yang terutang di Indonesia.
· PPh Pasal 24
dilakukan dalam tahun pajak digabungkannya penghasilan dari luar negeri
tersebut dengan penghasilan di Indonesia.
· Jumlah kredit
pajak yang boleh dikreditkan paling tinggi sama dengan jumlah pajak yang
dibayar atau terutang di luar negeri, tetapi tidak boleh melebihi jumlah
tertentu.
· Jumlah tertentu
sebagaimana dimaksud di atas dihitung menurut perbandingan antara penghasilan
dari luar negeri terhadap Penghasilan Kena Pajak (PKP) dikalikan dengan pajak
yang terutang atas PKP, paling tinggi sama dengan pajak yang terutang atas PKP
dalam hal PKP lebih kecil dari penghasilan luar negeri.
· Apabila
penghasilan dari luar negeri berasal dari beberapa negara, maka penghitungan
PPh Pasal 24 dilakukan untuk masing-masing negara.
· PKP yang dikenakan PPh Final Pasal 4 ayat (2) atau penghasilan yang dikenakan pajak tersendiri (Pasal 8 ayat 1 dan 4) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (UU PPh) tidak dapat digabungkan dengan penghasilan lainnya, baik yang diperoleh dari dalam negeri maupun dari luar negeri.
· Dalam hal
jumlah PPh yang dibayar atau terutang di luar negeri melebihi PPh Pasal 24 yang
dapat dikreditkan, kelebihan tersebut tidak dapat diperhitungkan di tahun
berikutnya, tidak boleh dibebankan sebagai biaya, dan tidak dapat direstitusi.
Pengurangan
atau Pengembalian PPh Pasal 24
Dalam hal
terjadi pengurangan atau pengembalian pajak atas penghasilan yang dibayar di
luar negeri, sehingga besarnya pajak yang dapat dikreditkan di Indonesia
menjadi lebih kecil daripada kredit pajak luar negeri semula, maka selisihnya
ditambahkan pada pajak penghasilan yang terutang atas seluruh penghasilan wajib
pajak dalam negeri pada tahun terjadinya pengurangan atau pengembalian
tersebut.
Sementara itu,
dalam Pasal 4 KMK 164/2002, dikatakan bahwa untuk melaksanakan
pengkreditan PPh Pasal 24, wajib pajak diharuskan menyampaikan permohonan ke
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) bersamaan dengan penyampaian SPT Tahunan PPh,
dilampiri dengan:
· Laporan
Keuangan dari penghasilan yang berasal dari luar negeri
· Foto kopi SPT
yang disampaikan di luar negeri
· Dokumen
pembayaran PPh di luar negeri.
Atas permohonan wajib pajak, Kepala KPP dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian lampiran-lampiran di atas, karena alasan-alasan di luar kekuasaan wajib pajak. Kemudian, Pasal 6 KMK 164/2002 menjelaskan dalam hal terjadi perubahan besarnya penghasilan yang berasal dari luar negeri, maka wajib pajak harus melakukan pembetulan SPT Tahunan yang bersangkutan dengan melampirkan dokumen-dokumen yang berkenaan dengan perubahan tersebut.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Pajak penghasilan pasal 24 adalah pajak yang terutang atau
dibayarkan diluar negeri atau penghasilan yang diterima atau diperoleh dari
luar negeri yang dapat dikreditkan terhadap pajak penghasilan yang terutang
atas seluruh penghasilan wajib pajak dalam negeri. Pengkreditan pajak pasal 24
ini dilakukan dengan syarat bahwa hutang pajak tersebut harus dari sumber
penghasilannya. Contohnya : Pajak dividen saham, hanya dapat di kreditkan bila
dipotong di Negara yang menerbitkan usaha tersebut. Penggabungan penghasilan
yaitu Atas penghasilan dari kegiatan usaha, Atas penghasilan lainnya,
Penghasilan berupa deviden.
Batas Maksimum Kredit Pajak dapat diambil dari yang terendah
diantara 3 unsur/ perhitungan berikut ini :
1.
Jumlah
pajak yang terutang atau dibayar di luar negeri
2.
(Penghasilan
luar negeri/ seluruh penhasilan kena pajak) × PPh atas seluruh yang dikenakan
tariff pasal 17.
3.
Jumlah
pajak yang terutang untuk seluruh penghasilan kena pajak ( dalam hal
penghasilan kena pajak adalah leboh kecil daripada penghasilan luar negeri).
B. SARAN
Sesuai dengan pembahasan makalah
ini, penulis menyarankan setiap kepada pembaca agar dapat memahami tentang
pajak penghasilan pasal 24 dan bagaimana perhitungannya. Serta mengetahui apa
saja metode hak pemajakan di berbagai Negara.
DAFTAR
PUSTAKA
Diana, Anastasia, (2010).
Perpajakan Indonesia (Konsep, Aplikasi, dan
Penuntun Praktis). Yogyakarta:
ANDI YOGYAKARTA
Melatnebar,
Benyamin. “Pengkreditan Pajak Penghasilan Pasal 24 Sebagai Perencanaan Pajak
Yang Efektif”, Jurnal Akuntansi Manajerial, Volume 6, No. 1, Januari-Juni 2021,
Hlm. 1-24.
Peraturan
Menteri Keuangan No. 107 / PMK.03 / 2017
Peraturan
Menteri Keuangan No. 192 / PMK.03 / 2018
Slide AKT, 204. Perpajakan, 1-3
Tjahjono, Achmad,
(2009). Perpajakan. Yogyakarta: STIM
YKPN
Wijayanto, Andi. Tax Department
found inefficient.
[1] Tjahjono,
Achmad, (2009). Perpajakan. Yogyakarta:
STIM YKPN
[2]
Wijayanto, Andi. Tax Department found inefficient.
[3] Ibid
[4]
Perpajakan, Lesson VIII. Pajak Penghasilan.
[5] Diana, Anastasia, (2010). Perpajakan Indonesia (Konsep, Aplikasi, dan Penuntun Praktis). Yogyakarta: ANDI YOGYAKARTA
[6] Tjahjono, Achmad, (2009). Perpajakan. Yogyakarta: STIM YKPN
[7] Wijayanto, Andi. Tax Department found inefficient.
[8] Diana, Anastasia, (2010). Perpajakan Indonesia (Konsep, Aplikasi, dan Penuntun Praktis). Yogyakarta: ANDI YOGYAKARTA
[9] Wijayanto, Andi. Tax Department found inefficient.
[10] Wijayanto, Andi. Tax Department found inefficient.
[11] Wijayanto, Andi. Tax Department found inefficient.
Komentar
Posting Komentar