EKSISTENSI
MAHASISWA DALAM MENGHADAPI ERA MILlENNIAL
- Pendahuluan
Dunia abad 21 akan memasuki babak baru di dalam peradaban umat manusia.
Milenium ketiga merupakan abad informasi sesudah masa industri yang juga
ditandai dengan berkembangnya ilmu pengetahuan yang pada prinsipnya dapat
dimiliki oleh semua manusia. Karena itu pula pada masa itu disebut dengan era
munculnya suatu masyarakat belajar (learning society) atau suatu masyarakat
ilmu pengetahuan (knowledge society). Hal Ini berarti bahwa seseorang yang
dapat survive adalah orang-orang yang menguasai ilmu pengetahuan.
Di dalam masyarakat ilmu pengetahuan (knowledge society) tentu saja
“mahasiswa Islam” sebagai masyarakat yang memiliki integritas dan intelektual
diharapkan peka dan cepat merespon segala bentuk perubahan sekaligus memberi
jawaban terhadap segala persoalan yang muncul sebagai akibat dari kemajuan Ilmu
pengetahuan dan Teknologi. Pada masa ini, masyarakat kampus diharapkan tidak
lagi hanya menjadi masyarakat “konsumen” atau masyarakat pendengar, pemakai dan
penonton tetapi mampu menjadi masyarakat “produsen”. Yang menjadi pelaku dari
skenario perkembangan zaman.
Generasi Y (generasi millennial) adalah generasi yang lahir pada
era 80-90an. Banyak istilah popular tentang generasi ini; connected /
digital generation atau gen why yang identik dengan karakter berani,
inovatif, kreatif, dan modern. Generasi millennial merupakan generasi
modern yang aktif bekerja, penelitian, dan berpikir inovatif tentang
organisasi, memiliki rasa optimisme dan kemauan untuk bekerja dengan
kompetitif, terbuka, dan fleksibel. Di lain sisi, generasi Baby Boomers/generasi
X (generasi yang lahir pada era 65-89 an) dibesarkan di dalam suatu organisasi
dengan struktur organisasi yang hierarkhis dan struktur manajemen yang datar
sehingga sistem kerjasama yang timbul di dalam organisasi didasarkan pada
tuntutan pekerjaan (teamwork-based job roles).
Berbeda dengan generasi Baby Boomers, generasi millennial mempunyai
harapan yang sangat berbeda tentang permasalahan ekonomi, lingkungan, hingga
persoalan sosial politik. Secara merata generasi millennial mempunyai
pendidikan yang lebih baik dari para Baby Boomers, mereka cukup terbiasa
dengan teknologi bahkan sebagian besar dari mereka sangat ahli dengan teknologi.
Dengan kepercayaan diri yang tinggi, generasi millennial mampu bekerja
kreatif dan selalu mempunyai energi positif di berbagai bidang, salah satunya
adalah bidang sosial politik.
- Pembahasan
Era millennial berbasis digital application dewasa ini
menjadi isu utama dalam berbagai lini. Akan tetapi di sisi lain, generasi millennial
rentan akan social media harassment hingga persoalan cybercrime yang
memberikan pengaruh negatif terhadap kematangan pikir generasi muda. Dalam
perkembangannya, media sosial telah berperan tidak hanya sebagai online
interaction namun juga berfungsi sebagai sarana komunikasi politik.
Munculnya berbagai komunitas online atau media sosial menjadi fasilitator
sosio-politik yang aktif digalakkan kaum muda generasi millennial.
Peran mahasiswa ataupun generasi muda dalam dunia pendidikan di Era
Millennial apa bila kita melihat perjalanan kehidupan masyarakat dan bangsa
kita, maka tampak adanya perubahan nilai-nilai, baik nilai budaya maupun nilai
politik yang menyertai kehidupan bangsa ini. Dalam kehidupan mahasiswa juga
tampak adanya pergeseran nilai sejalan dengan perubahan nilai dalam masyarakat.
Bukankah mahasiswa adalah sekelompok elit masyarakat yang mempunyai kemampuan
untuk melihat jauh ke depan atau setidak selangkah lebih maju dari masyarakat
banyak. Terlebih di dalam suatu masyarakat yang relatif masih rendah tingkat
pendidikannya maka peranan mahasiswa sangat menentukan. Di dalam sejarah
perkembangan masyarakat Indonesia dapat kita perhatikan empat peranan mahasiswa
yaitu era pendobrak nilai, era revolusi fisik, Era politik masuk kampus dan era
pemantapan peran mahasiswa dalam pembangunan nasional. (H.A.R Tilaar, Beberapa Agenda
Reformasi Pendidikan Nasional Dalam perpektif Abad 21, 2001)
1.
Era Pendobrak
Nilai-Nilai
Pada era
kebangkitan nasional pertama, mulai dikembangkan pandangan yang melihat betapa
kehidupan masyarakat dan bangsa kita menderita akibat kolonialisme. Nilai-nilai
yang dilaksanakan di dalam tatanan hidup kekuasaan kolonial telah menjadikan
bangsa ini sebagai bangsa hina, dalam bahasa politik bangsa kita adalah bangsa
kuli dari bangsa lain. Dengan sendirinya kemajuan dan nilai-nilai kemanusiaan
tidak memperoleh tempat yang layak dalam kehidupan. Keadaan ini mendapat
perhatian dari para pemuda yang telah mendapat pendidikan dari penjajah. Jika
kita telusuri gerakan nasional pada era kebangkitan nasional pertama, maka
tidak dapat disangkal dan dipungkiri, sikap kepeloporan dari pelajar dan
mahasiswa baik dalam negeri maupun yang telah memperoleh kesempatan belajar di
luar negeripada waktu itu. Merekalah sekelompok elit pada saat itu yang
melakukan pendobrakan terhadap nilai-nilai lama yaitu nilai lama yang
menghambat kemajuan dan nilai kolonial yang menindas kemajuan bangsa Indonesia.
2.
Era Revolusi
Fisik
Sebelum
dan sesudah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, tradisi pelajar dan
mahasiswa sebagai pendobrak nilai juga telah ikut menghiasi revolusi fisik
Indonesia. Di dalam perang kemerdekaan, peranan pelajar dan mahasiswa seperti
terlihat di dalam tentara pelajar yang tergabung dalam IPPI. Belajar sambil
berperang, merupakan romantika kehidupan mahasiswa pada masa revolusi fisik.
3.
Era Politik
Masuk kampus
Era ini
mahasiswa tidak terlepas dari kancah perjuangan politik. Masa ini terjadi
pertarungan kekuasaan politik yang juga memasuki kampus-kampus bukan hanya di
Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Kita mengenal betapa kampus kampus
telah merupakan bagian dari pertarungan perebutan kekuasaan politik yang telah
melibatkan kehidupan mahasiswa di dalam kegiatan politik praktis. Di negara
kita saat itu, kampus telah dikuasai oleh agitasi politik sehingga kegiatan dan
fungsi perguruan tinggi sebenarnya sebagai kampus telah berubah menjadi arena
perebutan kekuatan politik.
4.
Era Pemantapan
Peran Mahasiswa dalam Pembangunan Nasional
Era ini merupakan upaya penataan kembali fungsi kampus sebagai lembaga
akademik yang menyiapkan generasi muda agar memiliki kemampuan intelektual yang
unggul. Usaha ini bukanlah merupakan hal yang mudah karena kampus kita belum
mempunyai tradisi yang kuat, kita masih mencari kehidupan kampus yang
sebenarnya. Lantas saat ini, saatnya mahasiswa Islam memperlihatkan taringnya
dalam berupaya membekali diri untuk menjadi intelektual Muslim. (John M. Echol dan Hassan sadly, Kamus
Inggris Indonesia, 1981) Intelektual
muslim yang dimaksud di sini adalah lapisan muslim yang terdidik yang mempunyai
peran dalam mengembangkan nilai-nilai budaya. Menurut Muhammad Nasir dalam
bukunya Peranan Cendikiawan Muslim, kaum intelektual muslim adalah para
cendikiawan yang benar-benar bernafaskan Islam, pemikiran mereka terikat bukan
pada ilmu dan teologi tetapi ideologi Islam yang menjadi landasan berpikir dan
pandangan hidupnya, keterikatan mereka terhadap ajaran Islam tidak bisa
ditawar-tawar karenamereka adalah intelektual yang menghayati Islam dan
memperjuangkan kehidupan Islam di dalam masyarakat. (Muhammad Nasir, Peranan
Cendekiawan Muslim, 1978)
IAIN (Institut Agama Islam Negeri) sebagai salah satu perguruan tinggi
memiliki tanggung jawab untuk membina, mendidik mahasiswa ataupun generasi muda
yang tangguh dalam menghadapi Era Millennial sesungguhnya mahasiswa Islam
memiliki multi tantangan di era global ini jika dikaitkan dengan predikat
intelektual muslim yang dilekatkan padanya. Tantangan itu dapat berupa tantangan
internal kaum muslimin seperti kurangnya pemahaman masyarakat muslim terhadap
ajaran agama Islam, rendahnya tingkat pendidikan, adanya fanatisme aliran dan
mazhab, adanya perpecahan di kalangan umat Islam dan lain-lain, atau tantangan
eksternal dari kaum non muslim.
Mahasiswa Muslim hendaknya menciptakan tradisi ilmiah dengan terbiasa
menulis dan melakukan penelitian ilmiah berdasarkan disiplin ilmu yang
dimiliki. Sehingga pada akhirnya mereka ahli dibidangnya. Menulis dan
mrelakukan penelitian tentu saja membutuhkan keahlian. Sehingga tulisan atau
jurnal atau apapun namanya dapat memberikan dampak positif bagi perkembangan
dunia Islam. Diharapkan tulisan atau jurnal dan penelitian yang ada nanti tidak
hanya mendiskripsikan teori, tetapi lebih pada pengujian teori atau penemuan
teori.
Mahasiswa Muslim pada masa yang akan datang hendaknya memiliki Sumber
Daya Manusia (SDM) yang unggul. Masyarakat saat ini, terlebih masa yang akan
datang, adalah masyarakat terbuka, artinya komunikasi antara manusia di dalam
berbagai arena kehidupan akan bebas dari hambatan-hambatan.
Adanya dunia tanpa batas, perdagangan bebas, dunia yang terbuka, maka
umat manusia lebih saling mengenal. Lebih saling mengenal kemampuan satu
bangsa, saling mengetahui kekayaan dan kebudayaan bangsa lain, maka dengan
sendirinya manusia semakin memperoleh pengetahuan dan pilihan yang lebih
banyak. Manusia yang dapat memilih adalah manusia yang dapat berpikir, manusia
yang mengetahui hak-hak dan kewajibannya. Manusia yang tidak memiliki kemampuan
berpikir dan berkarya, adalah manusia yang terbatas pilihannya. Oleh karena
itu, kehidupan masa datang menuntut terciptanya mahasiswa muslim unggulan yang
menghasilkan karya yang unggul pula. Karena dengan sendirinya hanya manusia
unggul yang dapat servive di dalam kehidupan yang penuh persaingan dan
menuntut kualitas kehidupan. Dengan semakin bersaingnya di era millenial saat
ini salah satu upaya yang dilakukan oleh kampus IAIN Padangsidimpuan yaitu
dengan cara membuat program Ma’had Al- Jamiah.
C. Membangun Generasi Millenial yang
berkarakter melalui Ma’had Jami’ah
Institut Agama Islam Negeri Padangsidempuan (IAIN Padangsidempuan) adalah
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) di Tapanuli Selatan, Sumatera Utara,
Indonesia. IAIN Padangsidempuan didirikan berdasarkan pada Surat Keputusan
Presiden Nomor 11 tahun 1997 tanggal 21 Maret 1997 serta Keputusan Menteri
Agama R.I. Nomor: E/125/1997. Sekolah tinggi ini diresmikan oleh Menteri Agama
pada saat itu, Dr. H. Tarmizi Taher, tanggal 30 Juni 1997 bersama dengan 32
STAIN lainnya. Perguruan tinggi ini merupakan pengembangan lebih lanjut dari
Fakultas Tarbiyah IAIN Imam Bonjol, yang kemudian dialihstatuskan menjadi
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri. Berdasarkan Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 52 Tahun 2013 tentang Perubahan Sekolah Tinggi Agama Islam
Negeri Padangsidempuan Menjadi Institut Agama Islam Negeri Padangsidimpuan,
pada hari Senin 6 Januari 2014, Menteri Agama RI Suryadharma Ali meresmikan
STAIN Padang Sidempuan menjadi Institut Agama Islam Negeri Padangsidempuan,
sekaligus melantik Dr. H. Ibrahim Siregar, MCL sebagai Rektor pertama.
Peresmian dan Pelantikan ini dilaksanakan di auditorium IAIN Padangsidimpuan
dan dihadiri oleh Dirjen Pendidikan Islam Prof. Nur Syam, Direktur Pendidikan
Tinggi Islam Prof. Dede Rosyada, para bupati dan walikota seTapanuli bahagian
Selatan serta ribuan undangan lainnya.
Membangun sebuah institusi pendidikan yang bertujuan
untuk melahirkan peserta didik yang memiliki wawasan luas dan bisa berinteraksi
dengan semua komunitas dengan keanekaragaman budaya, agama dan etnis adalah
sebuah keniscayaan. Di era globalisasi sekarang yang menuntut semua masyarakat
dunia bisa bersatu dan bekerjasama dalam sebuah dunia yang disebut oleh
JanNederveen Pieterse (2004), dengan istilah “asingle world society, global
society”.
Pesantren
menurut pengertian dasarnya adalah tempat belajar para santri. Sebagailembaga
pendidikan Islam, pesantren dari suduthistoris kultural dapat dikatakan sebagai“training
centre”yang otomatis menjadi pusatbudaya Islam, yang disahkan atau
dilembagakanoleh masyarakat, setidaknya oleh masyarakatIslam sendiri yang
secara de facto tidak dapatdiabaikan oleh pemerintah. Itulah
sebabnyaNurcholish Madjid (1985) mengatakan bahwadari segi historis, pesantren
tidak hanya identikdengan makna keislaman, tetapi jugamengandung makna keaslian
Indonesia(indigenous).
Fenomena
pesantren sekarang, banyak yang mengadopsi pengetahuan umum untukpara
santrinya, tetapi masih tetapmempertahankan pengajaran kitab-kitab klasikyang
merupakan upaya untuk meneruskantujuan utama lembaga pendidikan tersebut,
yaitupendidikan calon ulama yang setia kepadapaham Islam tradisional (Imam
Bawani, 1988).
Kurikulum
pendidikan pesantren modern merupakan perpaduan antara pesantren salaf
dansekolah (perguruan tinggi), diharapkan akanmampu memunculkan output
pesantrenberkualitas yang tercermin dalam sikap aspiratif,progresif dan tidak “ortodoks”
sehingga santribisa secara cepat beradaptasi dalam setiapbentuk perubahan
peradaban dan bisa diterimadengan baik oleh masyarakat karena merekabukan
golongan eksklusif dan memilikikemampuan yang siap pakai.
Namun
berbeda halnya dengan pesantren (ma’had) al-jamiah yang da di IAIN
Padangsidimpuan. Tujuan dibuatnya program ma’had di dalam perguruan tinggi
yaitu:
1. Terbentuknya
kepribadian mahasantri yang memiliki kemantapan tauhid dengan spiritual,
emosinal, intlektual yang seimbang dalam pengamalan dan keluasan ilmu keislaman
yang profesional serta keagungan akhlak;
2. Terciptanya
bi’ah lughawiyah dalam pembinaan/ pengembangan kemampunan bahasa Arab dan
Inggris;
3. Meningkatkan
pengamalan keagamaan dan ilmiyah religious melalui pembinaan baca, tulis dan
pemahaman sumber utama Islam yaitu al-Quran dan al Sunnah;
4. Terbinanya
bakat minat dan emosional berdasarkan sendi-sendi ajaran Islam melalui program
karakter building.
D.
PENUTUP
Pada akhirnya mahasiswa
Islam harus mempersiapkan diri sedini mungkin dengan membekali diri dengan
kompetensi sesuai bidang keahliannya agar predikat mahasiswa Islam unggulan
pantas melekat padanya, yaitu unggul dalam kecerdasan Intelektual, unggul dalam
kecerdasan Emosional dan unggul dalam kecerdasan Spritual.
Masa depan bangsa dan
negara menjadi tanggung jawab generasi muda, remaja dan pemuda (termasuk juga
pemudi). Jika mereka berkembang dengan peningkatan kualitas yang semakin
membaik besarharapan kebaikan dan kebahagiaan kehidupan bangsa dapat
diharapkan.Namun jika terjadi sebaliknya, maka keadaan saling menuding dan menyalahkan
tidak dapat dihindarkan sedang permasalahannya semakinnyata dan semakin parah. Oleh
sebab itu, generasi muda merupakan asset masa depan bangsa dan negara dan
mahasiswa sebagai garda depan dari sekumpulan manusia intelektual yang akan
bermetamorfose menjadi penerus tombak estafet pembangunan di setiap Negara,
dengan intelegensinya diharapkan bisa mendobrak pilar-pilar keterpurukan suatu negara
dalam mencari kesempurnaan kehidupan berbangsa dan bernegara,sehingga mereka
memiliki peran yang cukup penting dalam penegakan kepemimpinan Ideal.
Komentar
Posting Komentar