MAKALAH RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM

RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM By. Retno, dkk. A.       PENDAHULUA N   a.         Latar Belakang Bimbingan dan konseling merupakan kegiatan yang bersumber pada kehidupanmanusia. Kenyataan menunjukkan bahwa manusia di dalam kehidupannya selalu menghadapi persoalan-persoalan yang silih berganti. Persoalan yang satu dapat diatasi, persoalan yanglain muncul, demikian seterusnya. Manusia tidak sama satu dengan yang lain, baik dalamsifat maupun kemampuannya. Ada manusia yang danggup mampu mengatasi persoalan tanpa bantuan dari pihak lain, tetapi tidak sedikit manusia yang tidak mampu mengatasi persoalan bila tidak dibanntu orang lain, maka dari inilah bimbingan konseling dibutuhkan. Bimbingan dan konseling merupakan salah satu komponen dari pendidikan.Mengingat bahwa bimbingan dan konseling adalah suatu kegiatan bantuan dan tuntunan yangdiberikan kepada individu pada umumnya, dan siswa pada khususnya di sekolah. Hal inisangat relevan jika dilihat dari perumusan bahwa pend

EKSISTENSI MAHASISWA DALAM MENGHADAPI ERA MILlENNIAL


EKSISTENSI MAHASISWA  DALAM MENGHADAPI ERA MILlENNIAL
  1. Pendahuluan
Dunia abad 21 akan memasuki babak baru di dalam peradaban umat manusia. Milenium ketiga merupakan abad informasi sesudah masa industri yang juga ditandai dengan berkembangnya ilmu pengetahuan yang pada prinsipnya dapat dimiliki oleh semua manusia. Karena itu pula pada masa itu disebut dengan era munculnya suatu masyarakat belajar (learning society) atau suatu masyarakat ilmu pengetahuan (knowledge society). Hal Ini berarti bahwa seseorang yang dapat survive adalah orang-orang yang menguasai ilmu pengetahuan.
Di dalam masyarakat ilmu pengetahuan (knowledge society) tentu saja “mahasiswa Islam” sebagai masyarakat yang memiliki integritas dan intelektual diharapkan peka dan cepat merespon segala bentuk perubahan sekaligus memberi jawaban terhadap segala persoalan yang muncul sebagai akibat dari kemajuan Ilmu pengetahuan dan Teknologi. Pada masa ini, masyarakat kampus diharapkan tidak lagi hanya menjadi masyarakat “konsumen” atau masyarakat pendengar, pemakai dan penonton tetapi mampu menjadi masyarakat “produsen”. Yang menjadi pelaku dari skenario perkembangan zaman.
Generasi Y (generasi millennial) adalah generasi yang lahir pada era 80-90an. Banyak istilah popular tentang generasi ini; connected / digital generation atau gen why yang identik dengan karakter berani, inovatif, kreatif, dan modern. Generasi millennial merupakan generasi modern yang aktif bekerja, penelitian, dan berpikir inovatif tentang organisasi, memiliki rasa optimisme dan kemauan untuk bekerja dengan kompetitif, terbuka, dan fleksibel. Di lain sisi, generasi Baby Boomers/generasi X (generasi yang lahir pada era 65-89 an) dibesarkan di dalam suatu organisasi dengan struktur organisasi yang hierarkhis dan struktur manajemen yang datar sehingga sistem kerjasama yang timbul di dalam organisasi didasarkan pada tuntutan pekerjaan (teamwork-based job roles).
Berbeda dengan generasi Baby Boomers, generasi millennial mempunyai harapan yang sangat berbeda tentang permasalahan ekonomi, lingkungan, hingga persoalan sosial politik. Secara merata generasi millennial mempunyai pendidikan yang lebih baik dari para Baby Boomers, mereka cukup terbiasa dengan teknologi bahkan sebagian besar dari mereka sangat ahli dengan teknologi. Dengan kepercayaan diri yang tinggi, generasi millennial mampu bekerja kreatif dan selalu mempunyai energi positif di berbagai bidang, salah satunya adalah bidang sosial politik.
  1. Pembahasan
Era millennial berbasis digital application dewasa ini menjadi isu utama dalam berbagai lini. Akan tetapi di sisi lain, generasi millennial rentan akan social media harassment hingga persoalan cybercrime yang memberikan pengaruh negatif terhadap kematangan pikir generasi muda. Dalam perkembangannya, media sosial telah berperan tidak hanya sebagai online interaction namun juga berfungsi sebagai sarana komunikasi politik. Munculnya berbagai komunitas online atau media sosial menjadi fasilitator sosio-politik yang aktif digalakkan kaum muda generasi millennial.
Peran mahasiswa ataupun generasi muda dalam dunia pendidikan di Era Millennial apa bila kita melihat perjalanan kehidupan masyarakat dan bangsa kita, maka tampak adanya perubahan nilai-nilai, baik nilai budaya maupun nilai politik yang menyertai kehidupan bangsa ini. Dalam kehidupan mahasiswa juga tampak adanya pergeseran nilai sejalan dengan perubahan nilai dalam masyarakat. Bukankah mahasiswa adalah sekelompok elit masyarakat yang mempunyai kemampuan untuk melihat jauh ke depan atau setidak selangkah lebih maju dari masyarakat banyak. Terlebih di dalam suatu masyarakat yang relatif masih rendah tingkat pendidikannya maka peranan mahasiswa sangat menentukan. Di dalam sejarah perkembangan masyarakat Indonesia dapat kita perhatikan empat peranan mahasiswa yaitu era pendobrak nilai, era revolusi fisik, Era politik masuk kampus dan era pemantapan peran mahasiswa dalam pembangunan nasional. (H.A.R Tilaar, Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional Dalam perpektif Abad 21, 2001)
1.      Era Pendobrak Nilai-Nilai
Pada era kebangkitan nasional pertama, mulai dikembangkan pandangan yang melihat betapa kehidupan masyarakat dan bangsa kita menderita akibat kolonialisme. Nilai-nilai yang dilaksanakan di dalam tatanan hidup kekuasaan kolonial telah menjadikan bangsa ini sebagai bangsa hina, dalam bahasa politik bangsa kita adalah bangsa kuli dari bangsa lain. Dengan sendirinya kemajuan dan nilai-nilai kemanusiaan tidak memperoleh tempat yang layak dalam kehidupan. Keadaan ini mendapat perhatian dari para pemuda yang telah mendapat pendidikan dari penjajah. Jika kita telusuri gerakan nasional pada era kebangkitan nasional pertama, maka tidak dapat disangkal dan dipungkiri, sikap kepeloporan dari pelajar dan mahasiswa baik dalam negeri maupun yang telah memperoleh kesempatan belajar di luar negeripada waktu itu. Merekalah sekelompok elit pada saat itu yang melakukan pendobrakan terhadap nilai-nilai lama yaitu nilai lama yang menghambat kemajuan dan nilai kolonial yang menindas kemajuan bangsa Indonesia.
2.      Era Revolusi Fisik
Sebelum dan sesudah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, tradisi pelajar dan mahasiswa sebagai pendobrak nilai juga telah ikut menghiasi revolusi fisik Indonesia. Di dalam perang kemerdekaan, peranan pelajar dan mahasiswa seperti terlihat di dalam tentara pelajar yang tergabung dalam IPPI. Belajar sambil berperang, merupakan romantika kehidupan mahasiswa pada masa revolusi fisik.
3.      Era Politik Masuk kampus
Era ini mahasiswa tidak terlepas dari kancah perjuangan politik. Masa ini terjadi pertarungan kekuasaan politik yang juga memasuki kampus-kampus bukan hanya di Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Kita mengenal betapa kampus kampus telah merupakan bagian dari pertarungan perebutan kekuasaan politik yang telah melibatkan kehidupan mahasiswa di dalam kegiatan politik praktis. Di negara kita saat itu, kampus telah dikuasai oleh agitasi politik sehingga kegiatan dan fungsi perguruan tinggi sebenarnya sebagai kampus telah berubah menjadi arena perebutan kekuatan politik.
4.      Era Pemantapan Peran Mahasiswa dalam Pembangunan Nasional
Era ini merupakan upaya penataan kembali fungsi kampus sebagai lembaga akademik yang menyiapkan generasi muda agar memiliki kemampuan intelektual yang unggul. Usaha ini bukanlah merupakan hal yang mudah karena kampus kita belum mempunyai tradisi yang kuat, kita masih mencari kehidupan kampus yang sebenarnya. Lantas saat ini, saatnya mahasiswa Islam memperlihatkan taringnya dalam berupaya membekali diri untuk menjadi intelektual Muslim. (John M. Echol dan Hassan sadly, Kamus Inggris Indonesia, 1981) Intelektual muslim yang dimaksud di sini adalah lapisan muslim yang terdidik yang mempunyai peran dalam mengembangkan nilai-nilai budaya. Menurut Muhammad Nasir dalam bukunya Peranan Cendikiawan Muslim, kaum intelektual muslim adalah para cendikiawan yang benar-benar bernafaskan Islam, pemikiran mereka terikat bukan pada ilmu dan teologi tetapi ideologi Islam yang menjadi landasan berpikir dan pandangan hidupnya, keterikatan mereka terhadap ajaran Islam tidak bisa ditawar-tawar karenamereka adalah intelektual yang menghayati Islam dan memperjuangkan kehidupan Islam di dalam masyarakat. (Muhammad Nasir, Peranan Cendekiawan Muslim, 1978)
IAIN (Institut Agama Islam Negeri) sebagai salah satu perguruan tinggi memiliki tanggung jawab untuk membina, mendidik mahasiswa ataupun generasi muda yang tangguh dalam menghadapi Era Millennial sesungguhnya mahasiswa Islam memiliki multi tantangan di era global ini jika dikaitkan dengan predikat intelektual muslim yang dilekatkan padanya. Tantangan itu dapat berupa tantangan internal kaum muslimin seperti kurangnya pemahaman masyarakat muslim terhadap ajaran agama Islam, rendahnya tingkat pendidikan, adanya fanatisme aliran dan mazhab, adanya perpecahan di kalangan umat Islam dan lain-lain, atau tantangan eksternal dari kaum non muslim.
Mahasiswa Muslim hendaknya menciptakan tradisi ilmiah dengan terbiasa menulis dan melakukan penelitian ilmiah berdasarkan disiplin ilmu yang dimiliki. Sehingga pada akhirnya mereka ahli dibidangnya. Menulis dan mrelakukan penelitian tentu saja membutuhkan keahlian. Sehingga tulisan atau jurnal atau apapun namanya dapat memberikan dampak positif bagi perkembangan dunia Islam. Diharapkan tulisan atau jurnal dan penelitian yang ada nanti tidak hanya mendiskripsikan teori, tetapi lebih pada pengujian teori atau penemuan teori.
Mahasiswa Muslim pada masa yang akan datang hendaknya memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul. Masyarakat saat ini, terlebih masa yang akan datang, adalah masyarakat terbuka, artinya komunikasi antara manusia di dalam berbagai arena kehidupan akan bebas dari hambatan-hambatan.
Adanya dunia tanpa batas, perdagangan bebas, dunia yang terbuka, maka umat manusia lebih saling mengenal. Lebih saling mengenal kemampuan satu bangsa, saling mengetahui kekayaan dan kebudayaan bangsa lain, maka dengan sendirinya manusia semakin memperoleh pengetahuan dan pilihan yang lebih banyak. Manusia yang dapat memilih adalah manusia yang dapat berpikir, manusia yang mengetahui hak-hak dan kewajibannya. Manusia yang tidak memiliki kemampuan berpikir dan berkarya, adalah manusia yang terbatas pilihannya. Oleh karena itu, kehidupan masa datang menuntut terciptanya mahasiswa muslim unggulan yang menghasilkan karya yang unggul pula. Karena dengan sendirinya hanya manusia unggul yang dapat servive di dalam kehidupan yang penuh persaingan dan menuntut kualitas kehidupan. Dengan semakin bersaingnya di era millenial saat ini salah satu upaya yang dilakukan oleh kampus IAIN Padangsidimpuan yaitu dengan cara membuat program Ma’had Al- Jamiah.

C.       Membangun Generasi Millenial yang berkarakter melalui Ma’had Jami’ah
Institut Agama Islam Negeri Padangsidempuan (IAIN Padangsidempuan) adalah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) di Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, Indonesia. IAIN Padangsidempuan didirikan berdasarkan pada Surat Keputusan Presiden Nomor 11 tahun 1997 tanggal 21 Maret 1997 serta Keputusan Menteri Agama R.I. Nomor: E/125/1997. Sekolah tinggi ini diresmikan oleh Menteri Agama pada saat itu, Dr. H. Tarmizi Taher, tanggal 30 Juni 1997 bersama dengan 32 STAIN lainnya. Perguruan tinggi ini merupakan pengembangan lebih lanjut dari Fakultas Tarbiyah IAIN Imam Bonjol, yang kemudian dialihstatuskan menjadi Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri. Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2013 tentang Perubahan Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Padangsidempuan Menjadi Institut Agama Islam Negeri Padangsidimpuan, pada hari Senin 6 Januari 2014, Menteri Agama RI Suryadharma Ali meresmikan STAIN Padang Sidempuan menjadi Institut Agama Islam Negeri Padangsidempuan, sekaligus melantik Dr. H. Ibrahim Siregar, MCL sebagai Rektor pertama. Peresmian dan Pelantikan ini dilaksanakan di auditorium IAIN Padangsidimpuan dan dihadiri oleh Dirjen Pendidikan Islam Prof. Nur Syam, Direktur Pendidikan Tinggi Islam Prof. Dede Rosyada, para bupati dan walikota seTapanuli bahagian Selatan serta ribuan undangan lainnya.
Membangun sebuah institusi pendidikan yang bertujuan untuk melahirkan peserta didik yang memiliki wawasan luas dan bisa berinteraksi dengan semua komunitas dengan keanekaragaman budaya, agama dan etnis adalah sebuah keniscayaan. Di era globalisasi sekarang yang menuntut semua masyarakat dunia bisa bersatu dan bekerjasama dalam sebuah dunia yang disebut oleh JanNederveen Pieterse (2004), dengan istilah “asingle world society, global society”.
Pesantren menurut pengertian dasarnya adalah tempat belajar para santri. Sebagailembaga pendidikan Islam, pesantren dari suduthistoris kultural dapat dikatakan sebagai“training centre”yang otomatis menjadi pusatbudaya Islam, yang disahkan atau dilembagakanoleh masyarakat, setidaknya oleh masyarakatIslam sendiri yang secara de facto tidak dapatdiabaikan oleh pemerintah. Itulah sebabnyaNurcholish Madjid (1985) mengatakan bahwadari segi historis, pesantren tidak hanya identikdengan makna keislaman, tetapi jugamengandung makna keaslian Indonesia(indigenous).
Fenomena pesantren sekarang, banyak yang mengadopsi pengetahuan umum untukpara santrinya, tetapi masih tetapmempertahankan pengajaran kitab-kitab klasikyang merupakan upaya untuk meneruskantujuan utama lembaga pendidikan tersebut, yaitupendidikan calon ulama yang setia kepadapaham Islam tradisional (Imam Bawani, 1988).
Kurikulum pendidikan pesantren modern merupakan perpaduan antara pesantren salaf dansekolah (perguruan tinggi), diharapkan akanmampu memunculkan output pesantrenberkualitas yang tercermin dalam sikap aspiratif,progresif dan tidak ortodoks sehingga santribisa secara cepat beradaptasi dalam setiapbentuk perubahan peradaban dan bisa diterimadengan baik oleh masyarakat karena merekabukan golongan eksklusif dan memilikikemampuan yang siap pakai.
Namun berbeda halnya dengan pesantren (ma’had) al-jamiah yang da di IAIN Padangsidimpuan. Tujuan dibuatnya program ma’had di dalam perguruan tinggi yaitu:
1.      Terbentuknya kepribadian mahasantri yang memiliki kemantapan tauhid dengan spiritual, emosinal, intlektual yang seimbang dalam pengamalan dan keluasan ilmu keislaman yang profesional serta keagungan akhlak;
2.      Terciptanya bi’ah lughawiyah dalam pembinaan/ pengembangan kemampunan bahasa Arab dan Inggris;
3.      Meningkatkan pengamalan keagamaan dan ilmiyah religious melalui pembinaan baca, tulis dan pemahaman sumber utama Islam yaitu al-Quran dan al Sunnah;
4.      Terbinanya bakat minat dan emosional berdasarkan sendi-sendi ajaran Islam melalui program karakter building.

D.    PENUTUP
Pada akhirnya mahasiswa Islam harus mempersiapkan diri sedini mungkin dengan membekali diri dengan kompetensi sesuai bidang keahliannya agar predikat mahasiswa Islam unggulan pantas melekat padanya, yaitu unggul dalam kecerdasan Intelektual, unggul dalam kecerdasan Emosional dan unggul dalam kecerdasan Spritual.
Masa depan bangsa dan negara menjadi tanggung jawab generasi muda, remaja dan pemuda (termasuk juga pemudi). Jika mereka berkembang dengan peningkatan kualitas yang semakin membaik besarharapan kebaikan dan kebahagiaan kehidupan bangsa dapat diharapkan.Namun jika terjadi sebaliknya, maka keadaan saling menuding dan menyalahkan tidak dapat dihindarkan sedang permasalahannya semakinnyata dan semakin parah. Oleh sebab itu, generasi muda merupakan asset masa depan bangsa dan negara dan mahasiswa sebagai garda depan dari sekumpulan manusia intelektual yang akan bermetamorfose menjadi penerus tombak estafet pembangunan di setiap Negara, dengan intelegensinya diharapkan bisa mendobrak pilar-pilar keterpurukan suatu negara dalam mencari kesempurnaan kehidupan berbangsa dan bernegara,sehingga mereka memiliki peran yang cukup penting dalam penegakan kepemimpinan Ideal.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH MODEL PEMBELAJARAN

MAKALAH LANDASAN PENDIDIKAN

MAKALAH STRATEGI KEWIRAUSAHAAN