BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Mengambil keputusan adalah sebuah proses menentukan sebuah pilihan dari
berbagai alternative pilihan yang tersedia. Seseorang terkadang dihadapkan pada
suatu keadaan dimana ia harus menentukan pilihan (keputusan) dari berbagai
alternatif yang ada. Proses ini terkadang amatlah rumit karena berdampak pada
dirinya dan lingkungan sekitarnya. Seorang konselor harus profesional memutuskan
tentang kondisi yang sedang buruk, Pada umumnya suatu keputusan dibuat dalam
rangka untu memecahkan permasalahan atau persoalan (problem solving) dan
setiap keputusan yang dibuat pasti ada tujuan yang hendak dicapai.
Hampir setiap hari, bahkan setiap saat selalu ada keputusan yang dibuat
misalnya di rumah tangga, di kantor atau di dalam organisasi (departemen, dan
industri pemerintah, perusahaan, perguruan tinggi) atau di masyarakat.
Keputusan dibuat oleh individu (perseorangan), organisasi, kelompok individu,
negara dengan satu tujuan atau lebih yang hendak dicapai. Dalam dunia yang
modern ini, kehidupan menuntut banyak sekali keputusan yang harus dibuat baik
yang memiliki dampak yang luas maupun yang sempit.
Apalagi terkait dengan mengambil keputusan etik dalam konseling sangat
penting untuk berlangsungnya suatu kegiatan yang di lakukan oleh seorang
konselor dengan klien. Dalam mengambil keputusan ini seorang harus memiliki
beberapa kompetensi agar terjadi yang tidak dinginkan.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa isu isu
etik dalam konseling?
2.
Apa saja yang
menjadi sumber etik bimbingan dan konseling?
3.
Apa panduan
untuk bertindak secara etik?
C.
Tujuan
1.
Untuk
mengetahui isu isu dalam konseling
2.
Untuk
mengetahui sumber etik bimbingan dan konseling
3.
Untuk
mengetahui panduan untuk bertindak salam bimbiingan dan konseling
BAB II
PEMBAHASAN
A. Isu-Isu Etik
dalam Konseling
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia isu
adalah masalah yang di kedepankan (untuk ditanggapi dan sebagainya).Menurut
penulis bahwa peristiwa atau kejadian yang dapat diperkirakan terjadi atau
tidak terjadi pada masa mendatang.
Sedangkan etik
adalah berasal dari bahasa Yunani Ethos
yang berarti ”hati nurani” atau
“perilaku yang pantas (yang diharapkan)”.”Ethos” berarti timbul dari
kebiasaan adalah cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas
yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral.
Dapat penulis
simpulkan bahwa isu etik adalah masalah yang dikedepankan untuk mengatasi
kejadian atau peristiwa mendatang sesuai dengan standar dan penilain moral.
Beberapa isu
etik dalam konseling telah dibicarakan pakar konseling seperti.Tiga masalah
etik yang dikemukakan oleh Gerald Corey, yaitu:
1.
Tanggung jawab terapis,
2.
Kerahasiaan
3.
Pengaruh kepribadian dan kebutuhan-kebutuhan terapis/konselor.
Cavanagh
menuliskan empat isu etik yang harus
diperhatikankonselor yaitu:
1.
Tanggung jawab etik profesional
2.
Kerahasiaan
3.
Memberi informasi
4.
Pengaruh konselor
Corey,
menuliskan tiga masalah etik lainnya,
1.
Kompetensi terapis,
Sebagai
prinsip etika, para terapis diharapkan menyadari batas-batas kompetensinya
serta pembatasan-pembatasan pribadi dan profesinya. Para terapis yang etis
tidak menggunakan diagnostika atau prosedur-prosedur treatment yang berada di
luar lingkup latihan mereka.
2.
Hubungan terapis,
3.
Nilai-nilai dan filsafat hidup terapis/konselor.
Gladding Ia
menuliskan sebelas tingkah laku tidak etis yang paling sering terjadi dalam
konseling (ACA, 2005; Herlihy & Corey, 2006):
1)
Pelanggaran kepercayaan
2)
Melampaui tingkat kompetensi profesional
3)
Kelalaian dalam praktik
4)
Mengklaim keahlian yang tidak dimiliki
5)
Memaksakan nilai-nilai konselor pada konseli
6)
Membuat konseli bergantung
7)
Melakukan aktivitas seksual dengan konseli
8)
Konflik kepentingan, seperti hubungan ganda yaitu peran konselor
bercampur dengan hubungan lainnya, baik hubungan pribadi atau hubungan
profesional (Moleski & Kiselica, 2005)
9)
Persetujuan finansial yang kurang jelas seperti mengenakan bayaran
tambahan
10) Pengiklanan
yang tidak pantas
Sedangkan
Gibson & Mitchell menuliskan isu-isu etik dalam konseling dalam tiga hal
yaitu:
a)
Kompetensi
Isu etik kompetensi dimulai ketika konselor menerima sebuah posisi sebagai
konselor profesional. Konselor harus menentukan, sama seperti pekerja umumnya, apakah
ia berkualifikasi sesuai pelatihan yang sudah dijalani, dan apakah
pengalamannya sudah tepat untuk mengemban posisi tersebut jika mereka sendiri
tidak begitu berminat atau tidak berkualifikasi.
Dalam kerjanya konselor bertanggung jawab secara profesional untuk
berpraktik dalam batas-batas kemampuannya. Meskipun kompetensi sering kali
sulit ditentukan hitam putihnya, namun pelatihan dan pengalamn dapat
menyediakan sebuah garis pedoman yang bermanfaat untuk mengidikasikan apakah
mereka berkualifikasi melakukannya atau tidak. Gelar, lisensi dan sertifikat
memang dapat memeberitahu taraf kompetensinya kepada publik, namun dalam
praktik aktualnya, kita harus menyadari variasi dalam kompetensi diantara
praktisi dengan kredensial yang sama.
b)
Kerahasiaan Dan Komunikasi Pribadi
Kepercayaan adalah pondasi esensial dalam hubungan konseling, dan
yang menjadi pusat bagi pengembangan dan pemeliharaan kepercayaan ini adalah
prinsip kerahasiaan. Namun, kewajiban konselor mempertahankan kerahasiaan dalam
hubungan mereka dengan klien tidak absolut, karena itu konselor perlu menyadari
garis pedoman etik dan hukum yang berlaku.
Kadang konselor harus mengahadapi klien yang terancam hidupnya
dalam situasi-situasi yang melibatkan penganiayaan anak, kemungkinan bunuh diri
atau ancaman akan di bunuh. Hukum negara mensyaratkan kalau kasus-kasus
penganiayaan anak yang dicurigai dilaporkan. Secara legal konselor boleh
melanggar kerahasiaan untuk melindungi hidup pihak ketiga. Arthur dan Swanson
mengembangkan sejumlah pengecualian sebagai prinsip etik kerahasiaan yang lebih
lengkap:
(1)
Klien berbahaya bagi dirinya sendiri atau orang lain.
(2)
Klien meminta pelepasan informasi.
(3)
Perintah pengadilan untuk melepaskan informasi.
(4)
Konselor menerima supervisi klinis yang sistematis.
(5)
Bantuan administrasi untuk memproses informasi dan berkas-berkas
terkait dengan klien.
(6)
Konsultasi legal dan klinis dibutuhkan.
(7)
Klien memiliki sejumlah problem dalam kesehatan mental mereka
terkait hukum.
(8)
Pihak ketiga hadir di sesi konseling.
(9)
Klien usia dibawah 18 tahun.
(10)
Berbagi informasi intra-lembaga atau intra-institusi sebagai bagian
dari proses penanganan.
(11)
Berbagi informasi dengan sistem pengadilan, terkait putusan
hukuman.
(12)
Tujuan klien membuka informasi adalah mencari nasihat lebih jauh
terkait kasus kriminal.
(13)
Konselor menduga akan terjadi tindak penganiayaan terhadap anak,
wanita, individu cacat, minirotas atau pihak lain yang lemah.
c)
Hubungan Pribadi Dengan Konseli
Saat menguji hubungan pribadi antara konselor dan klien, organisasi
profeisonal telah berusaha mendefenisikan batas-batas etis hubungan
profesional. Konselor harus, disemua waktu menghindari pengekploitasian klien
untuk perolehan finansial, status sosial, data riset dan motif lain diluar
konseling. Konselor harus juga terus menyadari hak-hak asasi klien. Bahkan
kendati klien memiliki gangguan mental berat atau tersangka problem etik dan
kriminal, konselor tetap harus melakukan praktik berdasarkan kode etik,
termasuk hak klien untuk berpartipasi dalam pengambilan keputusan terkait
penanganan, penggunaan, penggunaan tes psikologis, dan partipasi apapun di
dalam riset yang menggunakan data pribadinya.
B.
Sumber Etika bimbingan dan konseling
Bond dalam
Nelson-Jones mengusulkan enam sumber etika bimbingan dan konseling yaitu : (1)
etika personal, (nilai yang implisit di dalam model-model terapeutik2) etika
dan nilai-, (3) kebijakan agency, (4) kode dan pedoman profesional, (5)
filosofi moral dan (6) hukum.
Selain itu, penulis menambahkan sumber etika yang berasal dari ajaran agama
yang dianut konselor dan konseli yang terdapat pada kitab suci masing-masing.
Kedudukan ajaran agama sebagai sumber etika bimbingan konseling hendaknya di
atas sumber etika lainnya. Dengan kata lain, ajaran agama menjadi rujukan utama
dan pertama sumber etika lain yang telah dikemukakan Bond di atas.
Alasannya,
yaitu : Pertama, kebenaran ajaran agama bersifat mutlak karena bersumber dari
firman Allah. Kedua, dari ke enam sumber etika dimungkinkan terjadi benturan
nilai antara satu dengan yang lainnya. Contoh etika personal yang bersifat
sangat subyektif tentu akan ideal jika diinspirasi oleh ke enam sumber etika
lain. Namun, untuk menyelaraskan ke tujuh sumber etik tersebut memang tidak
mudah. Di saat seperti ini, dibutuhkan komitmen dan integritas pribadi konselor.
C.
Panduan Untuk Bertindak Secara Etik
Mengingat sulitnya bertindak secara etik, maka dipandang perlu
adanya perangkat seperti panduan untuk bertindak secara etis yang jelas,
terukur dan operasional. Di samping itu perlu juga dilakukan sosialisasi kode
etik profesi, menyediakan jasa ’penasehat’ untuk membantu menangani isu-isu
etis dan menciptakan mekanisme perlindungan bagi mereka yang mengungkapkan
praktik-praktik tidak etis di dalam dan di luar organisasi.
Swanson (1983a)dalam
Galddingmembuat daftar pedoman untuk menilai, apakah konselor bertindak dalam
tanggung jawab etika.
1.
Kejujuran pribadi dan profesional.
Konselor diwajibkan untuk beroperasi secara terbuka dengan diri
mereka sendiri dan orang-orang yang bekerja dengan mereka. Agenda tersembunyi
atau perasaan yang tidak diketahui akan menghambat hubungan dan menempatkan
konselor dalam dasar etik goyah.
2.
Bertindak untuk kepentingan terbaik klien.
Tentu tidak mudah untuk mengikuti pedoman ke dua ini. Hal itu
disebabkan oleh ketidakmampuan konselor dalam mengenali karakter, motif dan
kebutuhan konseli yang sesungguhnya atau disebabkan oleh ketidaksadaran
konselor dalam menerapkan nilai-nilai pribadinya pada konseli tanpa menggali
dan mengelaborasi nilai-nilai konseli sendiri.
3.
Konselor bertindak tanpa tujuan jelek atau keuntungan pribadi.
Beberapa klien sulit disukai atau ditangani, dan dengan merekalah
terutama konselor harus berhati-hati. Bagaimanapun konselor harus hati-hati
untuk menhindari hubungan pribadi dan profesional dengan klien yang disukai.
Kesalahan penilaian kemungkinan besar terjadi jika kepentingan pribadi konselor
ambil bagian dalam hubungan dengan klien.
4.
Apakah konselor dapat membenarkan suatu tindakan sebagai keputusan
terbaik yang harus dilakukan berdasarkan peraturan profesi yang berlaku. Untuk
membuat keputusan yang demikian konselor harus mengikuti tren sekarang dengan
membaca literatur profesional menghadiri workshop pelatihan dan pertemuan-pertemuan dan aktif terlibat dalam aktivitas konseling
baik lokal, daerah maupun nasional.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Isu etik adalah masalah yang dikedepankan
untuk mengatasi kejadian atau peristiwa mendatang sesuai dengan standar dan
penilain moral.
1.
Isu isu etik
dalam konseling
Beberapa isu etik dalam konseling
telah dibicarakan pakar konseling
seperti. Tiga masalah etik yang dikemukakan oleh Gerald Corey, yaitu:
a)
Tanggung jawab
terapis,
b)
Kerahasiaan
c)
Pengaruh
kepribadian dan kebutuhan-kebutuhan terapis/konselor.
Corey,
menuliskan tiga masalah etik lainnya,
a)
Kompetensi
terapis,
b)
Hubungan
terapis,
c)
Nilai-nilai dan
filsafat hidup terapis/konselor.
Sedangkan Gibson & Mitchell menuliskan isu-isu etik dalam
konseling dalam tiga hal yaitu:
a)
Kompetensi
b)
Kerahasiaan Dan
Komunikasi Pribadi
c)
Hubungan
pribadi dengan konseli
2.
Sumber Etika bimbingan dan konseling
Bond dalam Nelson-Jones mengusulkan enam sumber etika bimbingan dan
konseling yaitu : (1) etika personal, (nilai yang implisit di dalam model-model
terapeutik2) etika dan nilai-, (3) kebijakan agency, (4) kode dan pedoman
profesional, (5) filosofi moral dan (6) hukum , (7) Agama.
3.
Panduan untuk
bertindak secara etik.
a)
Kejujuran
pribadi dan profesional
b)
Bertindak untuk
kepentingan terbaik klien
c)
Bertindak tanpa
tujuan jelak atau keuntungan pribadi.
d)
Membenarkan
suatu tindakan sebagai keputusan terbaik berdasarkan peraturan yang sedang
berlaku.
Daftar Pustaka
Corey, Geral., Teori
dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, judul asli Theory and Practice of
Counseling and Psychotherapy, penerjemahE. Koeswara, (Bandung: Refika
Aditama,1988.
Robert L.
Gibson & Marianne H. Mitchell, Bimbingan Dan KonselingEdisi Ke 7,
Judul Asli Introduction To Counseling And Guidance, Yogyakarta:Pustaka
Pelajar, 2010.
Hunainah , Etika Profesi Bimbingan Konseling , Bandung:Rizqi
Press, 2016.
Samuel T.
Gladding, Konseling Profesi Yang Menyeluruh, Edisi Enam, Jakarta:Indeks,2015.
Corey, Geral., Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, judul asli
Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy, Penerjemah E.
Koeswara, (Bandung: Refika Aditama,1988), hlm. 366-394.
<script data-ad-client="ca-pub-3224888017981904" async src="https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js"></script>
Komentar
Posting Komentar