MAKALAH RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM

RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM By. Retno, dkk. A.       PENDAHULUA N   a.         Latar Belakang Bimbingan dan konseling merupakan kegiatan yang bersumber pada kehidupanmanusia. Kenyataan menunjukkan bahwa manusia di dalam kehidupannya selalu menghadapi persoalan-persoalan yang silih berganti. Persoalan yang satu dapat diatasi, persoalan yanglain muncul, demikian seterusnya. Manusia tidak sama satu dengan yang lain, baik dalamsifat maupun kemampuannya. Ada manusia yang danggup mampu mengatasi persoalan tanpa bantuan dari pihak lain, tetapi tidak sedikit manusia yang tidak mampu mengatasi persoalan bila tidak dibanntu orang lain, maka dari inilah bimbingan konseling dibutuhkan. Bimbingan dan konseling merupakan salah satu komponen dari pendidikan.Mengingat bahwa bimbingan dan konseling adalah suatu kegiatan bantuan dan tuntunan yangdiberikan kepada individu pada umumnya, dan siswa pada khususnya di sekolah. Hal inisangat relevan jika dilihat dari perumusan bahwa pend

Makalah KAJIAN EPISTEMOLOGI FILSAFAT DAKWAH


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Filsafat merupakan sikap atau pandangan hidup dan sebuah bidang terapan untuk membantu individu untuk mengevaluasi keberadaannya dengan cara yang lebih memuaskan. Filsafat membawa kita kepada pemahaman dan pemahaman membawa kita kepada tindakan yang telah layak, filsafat perlu pemahaman bagi seseorang yang berkecimpung dalam dunia pendidikan karena ia menentukan pikiran dan pengarahan tindakan seseorang untuk mencapai tujuan.
Filsafat membahas segala sesuatu yang ada bahkan yang mungkin ada baik bersifat abstrak ataupun riil meliputi Tuhan, manusia dan alam semesta. Sehingga untuk faham betul semua masalah filsafat sangatlah sulit tanpa adanya pemetaan-pemetaan dan mungkin kita hanya bisa menguasai sebagian dari luasnya ruang lingkup filsafat.
Sistematika filsafat secara garis besar ada tiga pembahasan pokok atau bagian yaitu; epistemologi atau teori pengetahuan yang membahas bagaimana kita memperoleh pengetahuan, ontologi atau teori hakikat yang membahas tentang hakikat segala sesuatu yang melahirkan pengetahuan dan aksiologi atau teori nilai yang membahas tentang guna pengetahuan. Sehingga, mempelajari ketiga cabang tersebut sangatlah penting dalam memahami filsafat yang begitu luas dalam pembahansannya.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa itu Ontologi Filsafat Dakwah?
2.      Apa itu Epistemologi Filsafat Dakwah?
3.      Apa itu Aksiologi Filsafat Dakwah?

A.    Tujuan Masalah
1.      Untuk mengetahui apa itu Ontologi Filsafat Dakwah
2.      Untuk mengetahui apa itu Epistemologi Filsafat Dakwah
3.      Untuk mengetahui apa itu Aksiologi Filsafat Dakwah



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Ontologi Filsafat Dakwah
Kata Ontology berasal dari bahasa Yunani yaitu on/ontos yang berarti “ada”, dan logos artinya “ilmu”. Jadi ontologi ialah ilmu tentang yang ada. Menurut Aristoteles bahwa pengertian ontologi dimaksud untuk mencari makna ada dan struktur umum yang terdapat pada ada , struktur yang dinamakan kategori dan susunan ada.[1]
Ontologi ilmu membicarakan tentang apa yang ingin diketahui dari suatu disiplin ilmu. Dengan perkataan lain, apa yang menjadi bidang telaah ilmu tersebut. Ontology dalam konteks dakwah adalah menjawab pertanyaan apa itu dakwah, dan hal apa saja yang dibicarakan sekitar objek kajian dakwah.[2]
Filsafat secara etimologi berasal dari bahasa Yunani Philosophia, Philos artinya “suka, cinta atau kecendrungan pada sesuatu”, sedangkan Sophia artinya “kebijaksanaan”. Dengan demikian secara sederhana filsafat dapat diartikan cinta atau kecendrungan pada kebijaksanaan.[3]
Dakwah berasal dari kata kerja Da’a, Yad’u, Da’watan, yaitu memanggil, menyeru dan mengajak.[4] Selain itu, juga bermakna mengundang, menuntun, dan menghasung. Sementara dalam bentuk perintah atau  fi’il amr yaitu ud’u yang berarti ajaklah atau serulah.[5]
Adapun dari tinjauan aspek terminologis pakar dakwah Syekh Ali Mahfuz mengartikan dakwah dengan mengajak manusia kepada kebaikan dan petunjuk Allah SWT, menyeru mereka kepada kebiasaan yang baik dan melarang mereka dari kebiasaan yang buruk supaya mendapatkan keberuntungan di dunia dan akhirat.[6]
Sayyid Quthub lebih memandang dakwah secara holistis, yaitu sebuah usaha untuk mewujutkan system Islam dalam kehidupan nyata dari tataran yang paling kecil, seperti keluarga, hingga yang paling besar, seperti Negara atau ummah dengan tujuan mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Untuk mewujudkan sistem tersebut diperlukan keinsafan atau kesadaran masyarakat untuk melakukan perubahan dari keadaan yang tidak atau kurang baik menjadi lebih  baik.  [7]
Menurut Amrullah Ahmad dakwah adalah Upaya mengajak manusia supaya masuk ke dalam jalan Allah secara menyeluruh (kaffah), baik dengan lisan, tulisan maupun perbuatan sebagai ikhtiar muslim mewujudkan Islam menjadi kenyataan kehidupan pribadi, usrah (kelompok), jama'ah dan ummah.   
Menurut penulis bahwa ontologi filsafat Dakwah adalah pemahaman atau pengkajian tentang wujud hakikat dakwah Islam dari segi hakikat dakwah Islam itu sendiri dalam mengkaji problem ontologis dakwah yang juga menjadi perhatian filsafat dakwah.
Ketika berbicara mengenai ontologi dakwah, maka ada tiga hal mendasar yang harus dilihat secara cermat dalam kajian tersebut yaitu:
1.      Manusia (sebagai pelaku dan penerima dakwah)
Pertanyaan tentang siapakah manusia itu telah muncul sejak manusia  berada dimuka bumi, dan jawabanya disusun sesuai dengan perkembangan pola pikir dan pengetahuan manusia itu sendiri. Jawaban dari pertanyaan tersebut  dapat dijabarkan dalam berbagai disiplin ilmu sosial, ekonomi dan lain-lain, yang setidaknya memuat jawaban bahwa manusia itu terdiri dari dua unsur yaitu, pertama jasad material yang tidak ada bedanya dengan binatang). Sedangkan unsur yang kedua adalah jiwa yang bersifat ruhaniyah, yang memungkinkan manusia untuk berfikir dan berkembang secara dinamis. Inilah yang membedakan antara manusia dan binatang.
Manusia dalam pandangan Al-Qur’an dianggap sebagai makhluk yang paling sempurna diantara makhluk lain dan diangkat derajatnya sebagai makhluk yang mengungguli alam surga bahkan malaikat sekalipun. Akan tetapi dalam beberapa tempat manusia juga direndahkan derajatnya, hal ini karena manusia dilengkapi dengan sifat yang baik dan buruk. Dua sifat ini dapat dipahami dari dua unsur beku penciptaan manusia, unsur materi yang terdiri dari tanah liat yang kering dimana hal ini mengambarkan sifat kerendahan. Unsur kedua adalah ruh Allah yang ditiupkan dalam diri manusia, hal inilah yang mengambarkan sifat sucinya manusia. Dua sifat yang berlawanan ini mawarnai kehidupan dam memaksa manusia untuk memilihnya. Dari pilihan manusia itulah yang akan menentukan nasibnya kelak dikemudian hari.
Sedangakan manusia dalam pandangan dakwah pada hakikatnya adalah bahwa manusia dicipta dalam kondisi yang cenderung pada agama Allah. Hal ini telah ada sejak manusia dalam kandungan, dimana manusia telah bersaksi bahwa Allah adalah tuhannya, sehingga Allah melengkapi manusia dengan dua fungsi utama (sebagai kahlifah dan kehambaan). Sepanjang perjalana hidup manusia selalu dihadapkan pada berbagai macam rintangan dan hambatan yang menggoda fitrahnya. Dalam posisi tersebut manusia harus memilih antara baik dan buruk. Oleh sebab itu Allah memberikan jembatan “dakwah” agar manusia tetap berjalan secara konsisten dalam fitrahnya (jalan Tuhanya).
2.      Islam sebagai pesan dakwah
Untuk menjaga eksistensinya sebagai makhluk dua dimensi, maka manusia membutuhkan dua hal dasar yang harus dipenuhi yaitu material ( sandang, pangan dan papan) dan spiritual (agama). Agama secara pasti memberikan jawaban atas pertanyaan manusia yang berkaitan dengan ketuhanan, yang dijelaskan dalam ajaran akidah, yang berisi tentang siapa tuhan yang sebenarnya harus disembah. Jawaban tentang rasa sosial manusia dijabarkan dalam ajaran syari’at yang mengatur tentan bagaimana kehidupan manusia bisa berjalan dengan harmonis. Sedangkan pertanyaan tentang etika dijelaskan oleh islam dalam ajaran akhlak, yang mengatur tentang bagaimana manusia berhubungan dengan sesamanya.
3.      Dakwah dan Hidayah
Hidayah merupakan penjelasan dan petunjuk jalan yang akan menyampaikan kepada tujuan, sehingga meraih kemenangan di sisi Allah. Dalam hal ini hidayah tuhan yang berupa ajaran islam akan sampai kepada manusia itu melalui proses, maka dalam proses inilah dakwah berperan sentral. Sehingga bisa dikatakan bahwa posisi dakwah dalam hal ini adalah upaya atau proses untuk mengajak dan merayu manusia agar kembali atau tetap berada dan meningkatkan fitrahnya, yakni dalam ketuhanan, sosial dan etika yang sesuai dengan ajaran islam sehingga dapat terwujud kehidupan manusia yang khoirul ummah.[8]
B.     Epistemologi Filsafat Dakwah
Epistemologi berasal dari bahasa Yunani “episteme” dan “logos”. Episteme artinya pengetahuan (knowledge), “logos” artinya “teori”. Dengan demikian epistemologi secara etimologis berarti teori pengetahuan. Epistemologi adalah cabang dari filsafat yang membahas persoalan apa dan bagaimana cara seseorang memperoleh pengetahuan, merupakan bagian dari filsafat tentang refleksi manusia atas kenyataan, yang menguraikan metode ilmiah sesuai dengan hakikat pengertian manusia.[9]
Menurut penulis epistemologi filsafat dakwah adalah teori pengetahuan tentang sumber dakwah, metode dakwah, esensi dan validitas (kebenaran ilmu dakwah) sehingga memiliki pengertian yang lebih luas.
Menurut Dagobert D. Runes. Seperti yang di tulis Mujamil Qomar, beliau memaparkan bahwa epistemology adalah membicarakan mengenai hakikat ilmu. Yakni kajian filosofis terhadap sumber, metode, esensi, dan validitas (kebenaran ilmu) dakwah .
1.      Sumber dakwah dan ilmu dakwah
Dalam ilmu dakwah sumber ilmu berhubungan dengan kenyataan yang ditunjuk oleh pengertian yang terkandung dalm symbol dakwah. Dalam beberapa literature disebutkan bahwa sumber-sumber ilmu terdiri dari empat macam yaitu akal, intuisi, indra, dan otoritas. Dengan istilah yang tidak sama dalam literature lain disebutkan bahwa sumber ilmu itu terdiri dari wahyu, akal, dan alam. Menurut Muhammad Iqbal, seperti dinyatakan Danusiri sumber ilmu adalah afaq (alam semesta), anfus (ego/diri), dan tarikh (sejarah).
2.      Metodelogi keilmuan dakwah
Metodologi berasal dari bahasa yunani, yaitu metodos (cara/jalan) dan logos (teori/pengetahuan sistematis). Secara sederhana metodologi mengandung arti sesuatu cara, teknik atau jalan yang telah dirancang atau telah dipakai dalam proses intelektual guna memperoleh pengetahuan jenis apapun, baik pengetahuan akal sehat, humanistic, dan historis atau pengetahuan filsafati dan pengetahuan ilmiah. Dalam hal ini metode yang dimaksud adalah metode ilmiah yaitu cara kerja untuk dapat memahami dan menjelaskan objek yang menjadi kajian ilmu dakwah. Metode ilmu dakwah itu secaar garis besar meliputi:
a.       Metode (Manhaj) Istinbath
b.      Metode (Manhaj) iqtibas
c.       Metode (Manhaj) Istiqra
C.     Aksiologi Filsafat Dakwah
Istilah dari Axiology berasal dari kata axios dan logos. Axsios artinya nilai atau sesuatu yang berharga, logos artinya akal, teori. Axiology artinya teori nilai, penyelidikan  mengenai kodrat. Kriteria dan status metafisik dari nilai. Dalam pemikiran filsafat Yunani studi mengenai nilai ini mengedepan dalam pemikiran Plato mengenai ide tentang kebaikan, atau yang lebih dikenal dengan Summum Bonum (kebaikan tertinggi) [10] Jujun S. Suriasumantri berpendapat bahwa aksiologi diartikan sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh.[11]
Menurut penulis aksiologi filsafat dakwah adalah kajian tentang hakikat nilai ilmu dakwah yang memiliki unsur baik yang bermanfaat dalam kehidupan
Aksiologi memuat pemikiran tentang masalah nilai-nilai termasuk nilai-nilai tinggi dari Tuhan. Misalnya, nilai moral, nilai agama dan nilai keindahan. Aksiologi ini juga mengandung pengertian lebih luas daripada etika atau higher values of life (nilai-nilai kehidupan yang bertaraf tinggi). Dilihat dari jenisnya, paling tidak terdapat dua bagian umum dari aksiolgi, yaitu[12]:
1.      Etika.
Etika adalah kajian tentang mana perbuatan baik dan mana perbuatan buruk, serta apa ukuran yang digunakan di dalam menentukan baik dan buruk. Makna etika dipakai dalam dua bentuk arti, pertama, etika merupakan suatu kumpulan pengetahuan mengenai penilaian terhadap perbuatan-perbuatan manusia. Kedua, merupakan suatu predikat yang dipakai untuk membedakan hal-hal, perbuatan-perbuatan atau manusia-manusia lain.
2.      Estetika.
Estetika adalah mempelajari tentang hakikat keindahan di dalam seni. Estetika merupakan cabang filsafat yang mengkaji hakikat indah dan buruk. Estetika membantu mengarahkan dalam membentuk suatu persepsi yang baik dari suatu pengetahuan ilmiah agar ia dapat dengan mudah dipahami oleh khalayak luas. Estetika juga berkaitan dengan kualitas dan pembentukan mode-mode yang estetis dari suatu pengetahuan ilmiah itu.[13]
Aksiologi memberikan manfaat untuk mengantisipasi perkembangan kehidupan manusia yang negatif sehingga ilmu pengetahuan dan teknologi tetap berjalan pada jalur kemanusiaan. Oleh karena itu daya kerja aksiologi ialah:
a.         Menjaga dan memberi arah agar proses keilmuan dapat menemukan kebenaran yang hakiki, maka prilaku keilmuan perlu dilakukan dengan penuh kejujuran dan tidak berorientasi pada kepentingan langsung.
b.        Dalam pemilihan objek penelahaan dapat dilakukan secara etis yang tidak mengubah kodrat manusia, tidak merendahkan martabat manusia, tidak mencampuri masalah kehidupan dan netral dari nilai-nilai yang bersifat dogmatik, arogansi kekuasaan dan kepentingan politik.
c.         Pengembangan pengetahuan diarahkan untuk meningkatkan taraf hidup yang memperhatikan kodrat dan martabat manusia serta keseimbangan, kelestarian alam lewat pemanfaatan ilmu dan temuan-temuan universal[14]
Tujuan dasar ilmu menurut beberapa ahli tidak selalu sama. Seperti dikutip Muslim A Kadir, Fred Kerlinger berpendapat bahwa tujuan dasar ilmu hanyalah menjelaskan realitas (gejala yang ada), bagi Bronowsky, tujuan ilmu adalah menemukan yang benar, sedangkan menurut Mario Bunge, tujuan ilmu lebih dari sekadar menemukan kebenaran.
Tujuan dasar ilmu dakwah, dengan merujuk pada beberapa ayat al-Quran yang relevan, adalah untuk:
1)      Menjelaskan realitas dakwah sebagai suatu kebenaran. 
2)      Mendekatkan diri kepada Allah sebagai kebenaran.
3)      Merealisasikan kesejahteraan untuk seluruh alam (Rahmat li al-Alamin).[15]











BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kata Ontology berasal dari bahasa Yunani yaitu on/ontos yang berarti “ada”, dan logos artinya “ilmu”. Jadi ontology ialah ilmu tentang yang ada. Menurut Aristoteles bahwa pengertian ontologi dimaksud untuk mencari makna ada dan struktur umum yang terdapat pada ada , struktur yang dinamakan kategori dan susunan ada.
Epistemologi adalah cabang dari filsafat yang membahas persoalan apa dan bagaimana cara seseorang memperoleh pengetahuan, merupakan bagian dari filsafat tentang refleksi manusia atas kenyataan, yang menguraikan metode ilmiah sesuai dengan hakikat pengertian manusia.
Istilah dari Axiology berasal dari kata axios dan logos. Axsios artinya nilai atau sesuatu yang berharga, logos artinya akal, teori. Axiology artinya teori nilai, penyelidikan  mengenai kodrat. Kriteria dan status metafisik dari nilai. Dalam pemikiran filsafat Yunani studi mengenai nilai ini mengedepan dalam pemikiran Plato mengenai ide tentang kebaikan, atau yang lebih dikenal dengan Summum Bonum (kebaikan tertinggi) . Jujun S. Suriasumantri berpendapat bahwa aksiologi diartikan sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh













DAFTAR PUSTAKA

Zainal Abidin, Pengatar Filsafat Barat, Jakarta: Rajawali Pers, 2012
Abdullah, Ilmu Dakwah kajian Ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan Aplikasi dakwah, Bandung: Cita Pustaka Media, 2015
Rizal Mustansyir & Misnal Munir, Filsafat Ilmu, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2006.
Wahidin Syaputra, Pengantar Ilmu Dakwah, Jakarta: Rajawali pers, 2012.
Loren Bagus, Ilmu Filsafat, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005.
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Jakarta: Sinar harapan, Cet, XIII, 2000.
A. Susanto, Filsafat Ilmu; Suatu Kajian Dalam Dimensi Ontologis, Epistemologis dan Aksiologis, Jakarta: Bumi Aksara, Cet ke-2, 2011.
Asmoro Achmadi, Filsafat Umum; Edisi revisi, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2010..
WibSurajiyo,  Ilmu Filsafat Suatu Pengantar. Jakarta: Bumi Aksara, 2005
Muhammad Sulton, Desain Ilmu Dakwah kajian Ontologis, Epistemologis, Dan Aksiologis, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003.
Ilyas Ismail, Filsafat Dakwah, Jakarta: Kencana, 2011


[1] Zainal Abidin, Pengatar Filsafat Barat, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), hlm 4
[2]Abdullah, Ilmu Dakwah kajian Ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan Aplikasi dakwah, (Bandung: Cita Pustaka Media, 2015), hlm 1
[3]Rizal Mustansyir & Misnal Munir, Filsafat Ilmu, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2006), hlm 2
[4]Wahidin Syaputra, Pengantar Ilmu Dakwah, (Jakarta: Rajawali pers, 2012) hlm 1
[5] Op.Cit, Abdullah, hlm 3-4
[6]Ilyas Ismail, Filsafat Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2011), hlm 28.
[7]Ibid, hlm 28
[8] Loren Bagus, Ilmu Filsafat, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005), hlm 43
[9] Op.Cit, Wahidin Saputra, hlm 99
[10]Op.Cit, Filsafat Ilmu, hlm 26
[11] Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta: Sinar harapan, Cet, XIII, 2000), hlm. 234.
[12]A. Susanto, Filsafat Ilmu; Suatu Kajian Dalam Dimensi Ontologis, Epistemologis dan Aksiologis, (Jakarta: Bumi Aksara, Cet ke-2, 2011), hlm. 117-118.
[13]  Asmoro Achmadi, Filsafat Umum; Edisi revisi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2010), hlm. 16.
[14]  WibSurajiyo,  Ilmu Filsafat Suatu Pengantar. (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), hlm 25
[15]Muhammad Sulton, Desain Ilmu Dakwah kajian Ontologis, Epistemologis, Dan Aksiologis, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), hlm 130

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH MODEL PEMBELAJARAN

MAKALAH LANDASAN PENDIDIKAN

MAKALAH STRATEGI KEWIRAUSAHAAN