MAKALAH RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM

RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM By. Retno, dkk. A.       PENDAHULUA N   a.         Latar Belakang Bimbingan dan konseling merupakan kegiatan yang bersumber pada kehidupanmanusia. Kenyataan menunjukkan bahwa manusia di dalam kehidupannya selalu menghadapi persoalan-persoalan yang silih berganti. Persoalan yang satu dapat diatasi, persoalan yanglain muncul, demikian seterusnya. Manusia tidak sama satu dengan yang lain, baik dalamsifat maupun kemampuannya. Ada manusia yang danggup mampu mengatasi persoalan tanpa bantuan dari pihak lain, tetapi tidak sedikit manusia yang tidak mampu mengatasi persoalan bila tidak dibanntu orang lain, maka dari inilah bimbingan konseling dibutuhkan. Bimbingan dan konseling merupakan salah satu komponen dari pendidikan.Mengingat bahwa bimbingan dan konseling adalah suatu kegiatan bantuan dan tuntunan yangdiberikan kepada individu pada umumnya, dan siswa pada khususnya di sekolah. Hal inisangat relevan jika dilihat dari perumusan bahwa pend

Makalah Produk-Produk Penghimpunan Dana dan Jasa di Bank Syariah


                                                                                BAB I
                                                  PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup orang banyak.
Dengan demikian, dalam sebuah bank terdapat dua macam kegiatan menghimpun dana dari masyarakat yang kelebihan dana (surplus unit) untuk kemudian menyalurkannya kepada masyarakat yang membutuhkan dana (defisit unit).
A.    Rumusan Masalah
1.      Bagaimana prinsip-prinsip dalam penghimpunanan bank syariah?
2.      Apa saja produk dalam penghimpunan dana bank syariah?
3.      Apa macam-macam produk jasa bank syariah?
4.      Apa manfaat produk-produ jasa bank syariah?
B.     Tujuan
1.      Untuk mengetahui prinsip-prinsip dalam penghimpunan bank syariah.
2.      Untuk mengetahui tentang produk penghimpunan dana bank syariah.
3.      Untuk mengetahui macam-macam produk jasa bank syariah.
4.      Untuk mengetahui manfaat jasa bank syariah.








BAB II
                                                      PEMBAHASAN

A.    Penghimpunan Dana
Dana adalah uang tunai  atau aktiva lainnya yang segera dapat dituangkan dan yang tersedia atau disisihkan untuk maksud tertentu. Semakin besar dapat menghimpun dana dari masyarakat, akan semakin besar kemungkinan dapat memberikan kredit dan berarti semakin besar lembaga memperoleh pendapatan, sebaliknya semakin kecil pula kredit yang diberikan, maka semakin kecil pula pendapatan.[1]

B.     Produk-Produk Penghimpunan Dana di Bank Syariah
Bank adalah adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hiduf masyarakat. [2] Bank merupakan lembaga keuangan yang dibangun atas dasar kepercayaan. Bank syariah selain mempunyai produk penghimpunan dana dan produk penyaluran dana, ia juga mempunyai produk jasa. Dalam hal ini Bank syariah dapat melakukan berbagai pelayanan jasa perbankan kepada nasabah dengan mendapatkan imbalan berupa sewa atau keuntungan.
 Pengertian penghimpunan dana adalah suatu kegiatan usaha yang dilakukan bank untuk mencari dana kepihak deposan yang nantinya akan disalurkan kepada pihak kreditur dalam rangka menjalankan fungsinya sebagai intermediasi antar pihak deposan dengan pihak kreditur. Dalam menghimpun dana, bank menyediakan beberapa produk untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan tuntunan zaman yang semakin canggih dengan adanya teknologi modren sekaligus persaingan di dunia global. Selain itu produk-produk tersebut bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan penyimpanan kekayaan, sehingga dibutuhkan jasa perbankan untuk memenuhinya. Produk- produk penghimpunan dana di bank syariah yaitu :
1.      Giro
Giro dalam undang-undang no. 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah ada dua macam yaitu prinsip bagi hasil (mudharabah) atau prinsip titipan (wadi’ah). Dengan demikian dalam perbankan syariah di kenal adanya produk berupa giro wadi’ah dan giro mudharabah. Secara singkat giro wadiah di artikan sebagai bentuk simpanan yang penarikannya di lakukan setiap saat, artinya adalah bahwa yang disimpan di rekening giro dapat diambil setiap waktu setelah memenuhi berbagai persyaratan yang di tetapkan. [3] Penarikan uang di rekening giro dapat menggunakan sarana penarikan, cek dan bilyet giro. Apabila penarikan dilakukan secara tunai, maka sarana penarikannya dengan menggunakan cek.
Sedangkan untuk penarikan nontunai dengan menggunakan bilyet giro.[4] Adapun yang dimaksud dengan giro syariah adalah giro yang dijalankan berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Dalam hal ini, Dewan Syariah Nasional telah mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa giro yang benar secara syariah adalah giro yang dijalankan berdasarkan prinsip wadiah dan mudharabah.
Landasan hukum giro wadiah dalam praktik perbankan syariah,
a.        Landasan syariah.
Ketentuan hukum mengenai wadiah dapat kita temukan di al-quran dan hadist.
1)       Al-Qur’an
Ketentuan al-quran mengenai prinsip wadi’ah terdapat dalam surat an-nisa : 58 yang artinya :
sesungguhnya Allah menyuruh kamu unytuk menyampaikan amanat (titipan) kepada yang berhak menerimannya”
Di samping itu terdapat juga dalam surat al-baqarah : 283 yang artinya:
“jika sebagian kamu mempercayai sebagaian yang lain, hendaklah yang dipercaya itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah Tuhannya.”
2)      Hadist
Ketentuan hadis dalam prinsip wadiah dapat kita baca dalam hadist yang diriwayatkan oleh abu daud yang artinya:
“abu hurairah meriwayatkan bahwa rasulullah SAW bersabda sampaikanlah (tunaikanlah) amanat kepada yang berhak menerimanya dan jangan membalas khianat kepada orang yang telah menghianatimu.
       2. Tabungan
Pengertian tabungan dalam pasal 1 angka 21 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah ynag menyebutkan bahwa tabungan adalah simpanan berdasarkan akad wadiah atau investasi dana berdasarkan akad mudharabah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat dan ketentuan tertentu yang telah disepakati.
Adapun yang dimaksud dengan tabungan syariah adalah tabungan yang dijalankan berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Dalam hal ini, Dewan Syariah Nasional telah mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa tabungan yang dibenarkan adalah tabungan yang berdasarkan prinsip wadiah  dan mudharabah.[5]
Dalam hal ini terdapat dua prinsip perjanjian islam yang sesuai diimplementasikan dalam produk perbankan berupa tabungan yaitu wadiah dan mudharabah. Jika motifnya hanya menyimpan saja maka bisa dipakai produk abungan wadiah, sedangkan untuk memenuhi nasabah yang bermotif investasi atau mencari keuntungan maka tabungan mudharabah yang sesuai.

Landasan Hukum tabungan wadiah dan tabungan mudharabah dalam praktik perbankan syariah.
a. Landasan syariah
   1) Al-Qur’an.
Ketentuan hukum tentang mudharabah dalam Al-quran tertuang dalam surat Al-Muzammil: 20 yang artinya:
dan dari orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah Swt”
2)   Hadis.
Ketentuan hukum dalam hadis dapat kita jumpai dalam yang diriwayatkan oleh Thabrani yang artinya:
Diriwayatka dari Ibnu Abbas Sayyidina Abbas Bin Abdul Muthalib jika memberikan dana ke mitra usahanya secara mudharabah ia mensyaratkan agar dananya tidak dibawa mengarungi lautan, menuruni lembah yang berbahaya, atau membeli ternak. Jika menyalahi aturan tersebut, yang bersangkutan bertanggung jawab atas dana tersebut. disampaikan syarat-syarat tersebut kepada Rasululloh dan rasulullah pun membolehkannya”.
2.    Deposito    
 Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 depositi didefinisikan simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dengan bank atau pada saat jatuh tempo. Deposito dapat berupa deposito berjangka, sertifikat deopsito dan deposito on call yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut jangka waktu tertentu sesuai dengan perjanjian antara pihak ketiga dengan bank.[6]
Deposito merupakan produk dari bank yang memang ditujukan untuk kepentingan investasi dalam bentuk surat-surat berharga, sehingga dalam perbankan syariah akan memakai prinsip mudharabah. Berbeda dengan perbankan konvensional yang memberikan imbalan berupa bunga bagi nasabah deposan, maka dalam perbankan syariah imbalan yang diberikan kepada nasabah deposan adalah bagi hasil (profit sharing) sebesar nisbah yang telah disepakati di awal akad.
Landasan hukum deposito mudharabah dalam praktik perbankan syariah.
Landasan hukum-hukum mudharabah secara syariah sudah dikemukakan di atas. Adapun dasar hukum deposito dalam hukum positif dalam kita jumpai dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Deposito dalam bank syariah diatur melalui Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
Salah satu produk perbankan di bidang penghimpunan dana dari dari masyarakat adalah deposito, yaitu simpanan dana berjangka yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah menyimpan dengan bank.
C.     Prinsip-prinsip penghimpunan dana bank syariah
Berdasarkan fatwa Dewan syariah Nasional prinsip penghimpunan dana yang digunakan dalam bank syariah ada dua yaitu prinsip wadi’ah dan prinsip mudharabah.
1.      Prinsip wadi’ah
           Prinsip wadi’ah dalam perbankan syariah dapat diterapkan pada kegiatan penghimpunan dana berupa giro dan tabungan. Giro wadiah adalah titipan pihak ketiga pada Bamk syariah yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, kartu ATM, sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan cara pemindahbukuan.
2.      Prinsip mudharabah
Penghimpunan dana dengan prinsip mudharabah, dapat dibagi atas dua skema yaitu skema muthalaqah dan skema muqayyah. Dalam penghimpunan dana dengan prinsip mudharabah muthalaqah, kedudukan Bank syariah adalah sebagai mudharib (pihak yang mengelola dana) sedangkan penabung atau deposan pembiayaan mudharabah muqayyadah. Pembagian hasil usaha dilakukan antara nasabah pemilik dana mudharabah muqayyadah dengan nasabah pembiayaan mudharabah muqayyadah. Tujuan dari kegiatan penghimpunan dana adalah untuk memperbesar modal, memperbesar asset dan memperbesar kegiatan pembiayaan sehingga nantinyadapat mendukung fungsi bank sebagai lembaga intermediasi.

D.    Macam- macam Produk Jasa Bank Syariah
    Produk jasa perbankan syariah menggunakan prinsip-prinsip al-wakalah, al-hiwalah, al-qard, al-kafalah, dan ar-rahn. Dari prinsip-prinsip ini, perbankan syariah menjalankan berbagai produk usaha.[7]
1.      Al- wakalah
Al-wakalah secara terminology adalah penyerahan, pendelegasian atau pemberian mandat. Artinya pelimpahan kekuasaan untuk mewakili sesuatu hal oleh seseorang kepada yang lain. Sedangkan dalam perbankan syariah, al-wakalah adalah akad pemberian kuasa dari muwakil (pemberi kuasa atau nasabah) kepada wakil (pemberi kuasa/bank untuk melaksanakan suatu tugas) atas nama pemberi kuasa.
a.       Landasan syariah
Tidak semua orang mempunyai kemampuan atau kesempetan untuk menyelesaikan segala urusannya sendiri karena itu islam memperbolehkan muamalah dalam dalam bentuk waakalah. Pada suatu kesempetan, seseorang perlu mendelegasikan suatu pekerjaan kepada orang lain untk mewakili dirinya.[8]
b.       Praktik dalam perbankan
Wakalah dalam perbankan digunakan dalam pengiriman transfer, penagihan hutang, baik kliring maupun incanso.

2.      Al-kafalah
Al-kafalah merupakan jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiaban pihak kedua atau yang di tanggung. Dalam pengertian ini kafalah juga berarti mengalihkan tanggungjawab seseorang yang dijamin dengan berpegang dengan tanggung jawab orang lain sebagai penjamin. Oleh karena itu kafalah dalam perbankan adalah akad pemberian jaminan yang diberikan oleh kafil (peminjam/bank) kepada makful (penerima jaminan) dan penjamin bertanggung jawab atas pemenuhan kembali suatu kewajiban yang menjadi hak penerima jaminan.

a.       Jenis kafalah
1)      Kafalah Bin-nafs
Kafalah bin-nafs merupakanakad memberikan jaminan atas diri (personal guarant). Sebagai contoh, dalam praktik perbankan untuk bentuk kafalah bin-nafs adalah seorang nasabah yang mendafat pembiayaan dengan jaminan nama baik dan ketokohan seseorang atau pemuka masyarakat . walaupun bank secara fisik tidak memegang barang apapun, tetapi bank berharap tokoh tersebut dapat mengusahakan pembayaran ketika nasabah yang dibiayai mengalami kesulitan.
2)      Kafalah bil-mall
    Kafalah bi-mall merupakan jaminan pembayaran barang atau pelunasan utang.
3)       Kafalah bit-taslim

Jenis kafalah ini biasanya dilakukan untuk menjamin pengembalian atas barang yang disewa, pada waktu masa sewa berakhir. Jenis pemberian jaminan ini dapat dilaksanakan oleh bank untuk kepentingan nasabahnya dalam bentuk kerja sama dengan perusahaan penyewa. Jaminan pembayaran bagi bank dapat berupa deposito/tabungan dan bank dapat membebankan uang jasa kepada nasabah itu.
4)       Kafalah al-munjazah
            Kafalah al-munjazah adalah jaminan mutlak yang tidak dibatasi oleh jangka waktu dan untuk kepentingan atau tujuan tertentu.




5)      Kafalah al-muallaqah
        Bentuk jaminan ini merupakan penyederhanaan dari kafalah al-munjazah baik oleh industri perbankan maupun asuransi.[9]
3.      Al-hawalah
Al-hawalah adalah pengalihan hutang dari orang lain yang wajib menanggungnya. Dalam istilah ini para ulama hal ini merupakan pemindahan beban hutang dari muhil (orang yang berhutang) menjadi tanggungan muhal alai atau orang yang berkewajiban membayar hutang.
a.       Landasan syariah
        Sebagian ulama berpendapat bahwa perintah untuk menerima hawalah dalam hadist tersebut menunjukkan wajib. Oleh sebab itu, wajib bagi yang menguntungkan (muhal) menerima hawalah.
b.      Resiko al-hawalah
Adanya kecendrungan nasabah dengan member infoice palsu wanprestasi (ingkar janji) untuk memenuhi kewajiban hawalah ke bank..
4.      Ar-rahn
Ar-rahn adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang di terimanya. Barang yang di tahan tersebut memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian, pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa rahn adalah semacam jaminan uang atau gadai. Dalam perbankan rahn adalah akad penyerahan barang atau harta (marhun) dari nasabah (rahin) kepada bank (murtahin) sebagai jaminan sebagian atau seluruh hutang.

5.      Al-qardh
Al-qardh adalah pemberian harta kepada orng lain yang dapat ditagih atau diminta kembali dengan kata lain meminjamkan tanpa mendapatkan imbalan. Sedangkan pinjaman qardh adalah penyedia dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu atau kesepakatan antara peminjam dan pihak yang meminjamkan yang mewajibkan peminjam melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu. Pihak yang meminjamkan dapat menerima imbalan namun tidak diperkenalkan untuk dipersyaratkan dalam perjanjian.

E.     Manfaat Produk-produk Jasa Bank Syariah
1.      Manfaat al-hawalah
a)      Memungkinkan penyelesaian utang dan piutang dengan cepat.
b)      Dapat menjadi salah satu fee-based income sumber pendapatan non pembiayaan bagi bank syariah.[10]
2.      Manfaat Rahn
a)      Menjaga kemungkinan nasabah untuk lalai atau bermain-main dengan fasilitas pembiayaan yang diberikan oleh bank.
b)      Memberikan keamanan bagi semua penabung atau pemegang deposito
c)      Akan sangat membantu saudara kita yang kesulitan dan membutuhkan dana.
3.      Manfaat Qardh
a.)    Memungkin nasabah yang sedang dalam kesulitan mendesak untuk mendapatkan talangan jangka pendek.
b.)    Adanya misi sosial akan meningkatkan citra baik dan meningkatkan loyalitas masyarakat terhadap bank syariah.











BAB III
                                             PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dana adalah uang tunai  atau aktiva lainnya yang segera dapat dituangkan dan yang tersedia atau disisihkan untuk maksud tertentu. Semakin besar dapat menghimpun dana dari masyarakat, akan semakin besar kemungkinan dapat memberikan kredit dan berarti semakin besar lembaga memperoleh pendapatan, sebaliknya semakin kecil pula kredit yang diberikan, maka semakin kecil pula pendapatan.
Penghimpunan dana di bank syariah dapat berbentuk giro, tabungan dan deposito, sedangkan prinsip operasional syariah yang di terapkan dalam penghimpunan dana masyarakat adalah prisip wadi’ah dan mudharabah.
B.     Saran
     Untuk memahami manajemen bank syariah khususnya produk penghimpunan dana bank syariah, hendaknya tidak hanya tertumpu pada pada satu literatur saja. Oleh karena itu makalah ini semoga menjadi pemacu penyusun khususnya dan penyusun berikutnya pada umumnya untuk lebih mendalami Manajemen Bank Syariah, sehingga apa yang sudah dijelaskan dalam makalah ini bisa diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari menjadi lebih baik sesuai dari tujuan bank itu sendiri.








                                                DAFTAR PUSTAKA                                                           
Frianto Pandia, Manajemen Dana dan Kesehatan Bank, Jakarta: Rineka  Cipta, 2012.
Setiawan Budi Utomo, Perbankan Syariah, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2016.
 Kasmir, Dasar-dasar Perbankan, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007.
 Ahmad Supriyadi, Perbakan Syariah, Kudus: STAIN Kudus, 2011.
 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah, Jakarta: Gema Insani, 2001
                                                        



















[1] Frianto Pandia, Manajemen Dana dan Kesehatan Bank, (Jakarta: Rineka Cipta, 2012), hlm. 1.
[2] Setiawan Budi Utomo, Perbankan Syariah (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2016), hlm. 77.
[3] Kasmir, Dasar-dasar Perbankan, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007), hlm. 70.
[4] Ibid, hlm. 77.
[5] Ibid, hlm. 297.
[6] Frianto Pandia, Op. Cit., hlm. 21.
[7] Ahmad Supriyadi, Perbakan Syariah (Kudus: STAIN Kudus, 2011), hlm.134.
[8] Ibid, hlm. 135.
[9] Ibid, hlm. 142.
[10] Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah, (Jakarta: Gema Insani, 2001), hlm.127.

<script data-ad-client="ca-pub-3224888017981904" async src="https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js"></script>

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH MODEL PEMBELAJARAN

MAKALAH LANDASAN PENDIDIKAN

MAKALAH STRATEGI KEWIRAUSAHAAN