MAKALAH PERAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH DALAM PASAR MODAL SYARIAH
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
MAKALAH PERAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH
DALAM PASAR MODAL SYARIAH
By: Yolanda, Dkk.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pasar modal Indonesia sebagai salah satu
lembaga yang memobilisasi dana masyarakat dengan menyediakan sarana atau tempat
untuk mempertemukan penjual dan pembeli dana jangka panjang yang disebut efek,
dewasa ini telah merupakan salah satu pasar modal negera berkembang yang
berkembang secara fantastis atau dinamik. Pasar modal dalam pengertian klasik
diartikan sebagai suatu bidang usaha perdagangan surat-surat berharga seperti
saham, sertifikat saham, dan obligasi atau efek-efek pada umumnya. Pengertian
pasar modal sebagaimana pasar pada umumnya, merupakan tempat bertemunya penjual
dan pembeli.
Pengawasan (control) dalam ajaran Islam
(hukum syariah), terbagi menjadi dua hal, yaitu : (1) Kontrol yang berasal dari
diri sendiri yang bersumber dari tauhid dan keimanan kepada Allah SWT., (2)
Pengawasan dari pemimpin yang berkaitan dengan penyelesaian tugas yang telah
didelegasikan, kesesuaian antara penyelesaian tugas dan perencanaan tugas, dan
lain-lain.
DPS adalah lembaga independen atau juris
khusus dalam fiqh muamalah. Namun DPS bisa juga beranggota di luar ahli fiqh
tetapi memiliki keahlian dalam bidang lembaga keuangan Islam dan fiqh muamalat
DPS suatu lembaga keuangan berkewajiban mengarahkan, mereview dan mengawasi
aktifitas lembaga keuangan agar dapat diyakini bahwa mereka mematuhi aturan dan
prinsip syariah Islam, fatwa aturan DPS mengikat lembaga keuangan Islam
tersebut.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Dewan Pengawas
Syariah ?
2. Bagaimana Sejarah Pembentukan Dewan
Pengawas Syariah ?
3. Apa Tugas dan Fungsi Dewan Pengawas
Syariah ?
4. Apa Saja Lembaga Keuangan Syariah dan Bank
Syariah yang diawasi BPS ?
C.
Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dewan
pengawas syariah
2. Untuk mengetahui bagaimana sejarag
pembentukan dewan pengawas syariah
3. Untuk mengetahui apa tugas dan fungsi
dewan pengawas syariah
4. Untuk mengetahui apa saja lembaga keuangan
syariah dan bank syariah yang diawasi BPS.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian Dewan Pengawas Syariah (DPS)
Dalam kamus bahasa Indonesia kata “dewan”
adalah badan yang terdiri dari beberapa orang yang perkerjaannya memutuskan
sesuatu dengan jalan berunding, pengawas berasal dari kata awas yang berarti
pengawas. [1]Sedangkan
“syariah” adalah komponen ajaran Islam yang mengatur tentang kehidupan seorang
muslim baik dari bidang ibadah (habluminallah)
maupun dalam bidang muamalah (hablumminannas)
yang merupakan aktualisasi akidah yang menjadi keyakinannya. Sementara muamalah
sendiri meliputi berbagai bidang kehidupan antara lain yang menyangkut ekonomi
atau harta dan perniagaan disebut muamalah maliyah.
Dewan pengawas syariah adalah suatu badan
yang bertugas mengawasi pelaksanaan keputusan DSN di lembaga keuangan syariah.
DPS diangkat dan diberhentikan di lembaga keuangan syariah melalui RUPS setelah
mendapat rekomendasi dari DSN.[2] Dewan
Pengawas Syariah atau yang lebih dikenal sebagai DPS merupakan badan yang ada
di lembaga keuangan syariah dan bertugas mengawasi
pelaksanaan keputusan Dewan Syariah Nasional di lembaga keuangan syariah. Dewan
Pengawas Syariah ini berkedudukan di bawah Rapat Umum Pengawas Syariah atau
sejajar dengan Dewan Komisaris di dalam struktur suatu Bank Syariah atau
lembaga keuangan syariah. Tugas utama Dewan Pengawas Syariah adalah mengawasi
kegiatan usaha lembaga keuangan syari`ah agarsesuai dengan ketentuan dan
prinsip syari`ah yang telah difatwakan oleh Dewan Syariah Nasional. Fungsi
utama Dewan Pengawas Syariah adalah sebagai penasehat dan pemberi saran kepada
direksi, pimpinan unit usaha syari`ah dan pimpinan kantor cabang syari`ah
mengenai hal-hal yang terkait dengan aspek syari`ah dan sebagai mediator antara
lembaga keuangan syariah dengan Dewan Syariah Nasional dalam mengkomunikasikan
usul dan saran pengembangan produk dan jasa dari lembaga keuangan syariah yang
memerlukan kajian dan fatwa dari Dewan Syariah Nasional. Posisi Dewan Pengawas
Syariah adalah wakil Dewan Syariah Nasional dalam mengawasi pelaksanaan
fatwa-fatwa Dewan Syariah Nasional di lembaga keuangan syariah yang
bersangkutan.
Didunia perbankan atau lembaga-lembaga
keuangan lainnya yang membedakan antara lembaga keuangan syariah dan lembaga
keuangan konvensional adalah adanya kepastian pelaksanaan prinsip-prinsip
syariah dalam operasionalnya. Untuk menjamin operasi lembaga keuangan syariah
tidak menyimpang dari tuntunan syariat, maka pada setiap lembaga Islam hanya
diangkat manager dan pimpinan lembaga yang sedikit banyak menguasai
prinsip muamalah Islam. Selain dari pada itu di lembaga ini dibentuk Dewan
Pengawas Syariah yang bertugas mengawasi operasional bank atau lembaga keuangan
dari sudut syariahnya[3].
2.
Sejarah Pembentukan Dewan Pengawasan Syariah
Sekitar tahun 1999-an perhatian umat Islam
di indonesia terhadap ajaran ekonomi yang berdasarkan syariah mulai tumbuhdan
berkembang. Melihat kenyatan seperti itu MUI bersama instusi lain, terutama
bank indonesia, memberikan respon positif dan bersifat proaktif. Salah satu
hasilnya adalah kelahiran bank Muamalat indonesia 1992 sebagai bank yang
pertama di indonesia yang berbasiskan syariah dalam kegiatan transaksinya.
Kelahiran bank syariah diikuti dengan bank-bank lain, baik yang bentuk full branch maupun yang hanya berbentuk
divisi atau unit usaha syariah. Tak ketinggalan lembaga keuangan lainnya
seperti asuransi syariah takaful, dhompet dhuafa, BPRS, BMT yang terus
bermunculan.
Untuk lebih meningkatkan khidmah dan
memenuhi harapan umat yang semakin besar. MUI pada fabruari 1999 telah
membentuk DSN. Lembga ini yang beranggotakan para ahli hukum Islam (fuqaha’)
serta ahli dan prktisi ekonomi, terutama sektor keuangan, baik bank maupun non-
bank, berfungsi untuk melaksanakan tugas-tugas MUI dalam mendorong dan
memajukan ekonomi umat.
Dalam upaya memurnikan pelayanan
instistusi keuangan syariah agar benar-benar sejalan dengan ketentuan syariah
Islam maka, dibentuk lah dewan pengawas syariah. Yang mana keberadaan dewan
pengawas syariah mutlak diperlukan. DPS merupakan lembaga kunci yang menjamin
bahwa kegiatan opersional institusi keuangan syariah sesui dengan prinsi-
prinsip syariah. Merajuk pada surat keputusan dewan syariah nasional No.3 tahun
2000, dewan pengawas syariah adalah bagian dari lembaga keuangan syariah yang
bersangkutan, dan penempatannya atas persetujuan dewan syariah nasional (DSN).
Keberadaan dewan syaraih nasional (DSN)
dan dewan pengawas syariah (DPS) yang dijamin oleh undang-undang Nomor 10 tahun
1998 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan masih
harus dilengkapi dengan petunjuk pelaksanaan (JUKLAK) dan petunjuk Teknis
(JUKNIS). Hal ini dianggap penting agar para anggota dewan pengawas syariah
yang ditempatkan di lembaga keuangan syariah dapat berkerja dengan lebih
efektif dan efisien, sehingga jalannya perusahaan dapat secara murni sesuai
dengan prinsip syariah.
3.
Tugas dan Fungsi Dewan Pengawas Syariah
Tugas dewan pengawas syariah pastilah
sangat berat, karena memang tidak mudah menjadi lembaga yang harus mengawasi
dan bersifat menjamin operasi sebuah entitas bisnis dalam kontek yang amat luas
dan komplek yang secara umum memasuki ranah-ranah khilafiyah. Karena menyangkut
urusan-urusan muamalah dimana ruang interprestasinya sangat lah luas. Dewan
pengawas syariah bertugas mengawasi operasional bank dan produk-produknya agar
tidak menyimpang dari garis syariah.
Mengenai tugas, wewenang, dan tanggung
jawab DPS tersebut menurut ketentuan pasal 27 PBI No. 6/24/PBI/2004 peraturan
bank indonesia adalah sebagai berikut[4]:
a) Memastikan dan mengawasi kesesuaian
kegiatan operasional bank terhadap fatwa yang dikeluarkan oleh DSN .
b) Menilai aspek syariah terhadap pedoman
operasional, dan produk yang dikeluarkan bank.
c) Memberikan opini dari aspek syariah
terhadap pelaksanaan operasional bank secara keseluruhan dan laporan publikasi
bank.
d) Menyampaikan laporan hasil pengawasan
syariah sekurang- kurangnya setiap 6
(enam) bulan kedepan direksi, komasaris, Dewan syariah nasional dan bank
indonesia.
Dalam melakukan pengawasannya setiap
anggota dewan pengawas syariah harus memiliki kualifikasi keilmuan yang
integral, yaitu ilmu fiqh muamalah dan ilmu ekonomi keuangan Islam modern.
Kesalahan besar saat ini adalah pengangkatan DPS hanya dilihat dari kharisma
dan kepopulerannya di tengah masyarakat, bukan karena keilmuannya di bidang
ekonomi dan perbankan syari’ah. Masih banyak anggota DPS yang belum mengerti
tentang teknis perbankan dan LKS, apalagi ilmu ekonomi keuangan Islam, seperti
akuntansi, akibatnya pengawasan dan peran-peran strategis lainnya sangat tidak
optimal.
DPS juga harus memahami ilmu yang terkait
dengan perbankan syariah seperti ilmu ekonomi
moneter, misalnya dampak bunga terhadap investasi, produksi, unemployment.
Dampak bunga terhadap inflasi dan volatilitas currency, Dengan memahami ini,
maka tidak ada lagi ulama yang menyamakan margin jual beli murabahah dengan
bunga. Tetapi faktanya, masih banyak ulama yang tidak bisa membedakan margin
murabahah dengan bunga, karena minimnya ilmu yang mereka miliki. Karena
pengangkatan DPS bukan didasarkan pada keilmuannya, maka sudah bisa dipastikan,
fungsi pengawasan DPS tidak optimal, akibatnya penyimpangan dan praktek syariah
menjadi hal yang mungkin dan sering terjadi.
Fungsi utama dewan pengawas syariah
adalah:
a) Sebagai penesehat dan pemberi saran kepada
direksi, pimpinan unit usaha syariah, dan pimpinan kantor cabang syariah
mengenai hal-hal yang terkait dengan aspek syariah.
b) Sebagai mediator antara lembaga keuangan
syariah dengan dewan syariah nasional dalam mengomunikasikan usul dan saran
pengembangan produk dan jasa dari lembaga keuangan syariah yang memerlukan
kajian dan fatwa dari dewan syariah nasional (DSN).
c) DPS melakukan pengawasan secara periodic
pada lembaga keuangan syariah yang berada di bawah pengawasannya.
d) DPS berkewajiban mengajukan usul-usul
pengembangan lembaga keuangan syariah kepada pimpinan lembaga yang bersangkutan
dan kepada DSN.
e) DPS merumuskan permasalahan-permasalahan
yang memerlukan pembahasan DSN.
Untuk melakukan fungsi pengawasan
tersebut, anggota DPS harus memiliki kualifikasi keilmuan yang integral, yaitu
ilmu fiqih muamalat dan ilmu ekonomi keuangan Islam modern, bukan karena
kharisma dan kepopulerannya ditengah masyarakat. Jika pengangkatan DPS bukan
didasarkan pada keilmuannya, maka fungsi pengawasan DPS tidak akan efektif
sehingga dapat menyebabkan terjadinya penyimpangan praktek syariah.
Idealnya salah satu celah yang sampai saat
ini sering kali menjadi sumber pelanggaran prinsip syariah dalam praktik
perbankan Islam atau lembaga keuangan Islam lainnya adalah fatwa yang
diterbitkan oleh DSN- MUI terkait berbagai perkara perbankan Islam masih
bersifat terlalu umum. Padahal, produk perbankan Islam atau lembaga keuangan
Islam yang ditawarkan kepada masyarakat biasanya sangat spesifik yang
dilengkapi dengan skema-skema yang telah mengalami banyak modifikasi dari akad
dasarnya. Sebagai contoh, DSN-MUI hanya menetapkan fatwa mengenai hukum rahn (gadai) emas, namun tidak
menetapkan fatwa spesifik terkait produk gadai emas yang marak ditawarkan oleh
berbagai bank Islam atau lembaga keuangan islamdi Indonesia. Dalam penerapan di
lapangan, praktik gadai emas biasanya dimodifikasi oleh bank Islam menjadi
kebun emas di mana akad gadai emas digabungkan dengan akad jual beli emas
secara tangguh. Transaksi tersebut sanagat berpotensi melanggar ketentuan
syariah terkait dengan hukum jual beli emas. Namun,bank Islam tetap meneruskan
produk tersebut karena menganggap produk gadai emas yang di-budling dengan jual
beli emas diperbolehkan oleh DSN-MUI.
Dalam kasus lainnya, sering kali terjadi
perbedaan pendapat antara DSN-MUI, sebagai otoritas fatwa, dengan BI, sebagai
otoritas regulator, dalam memandang suatu perkara. Pada kasus gadai emas di
atas, BI memandang bahwa praktik gadai emas yang dilakukan oleh bank Islam
sangat berpotensi menimbulkan eksposur risiko yang cukup tinggi dan dianggap
membahayakan industri perbankan Islam di Indonesi. Namun, karena Dalam
memandang suatu perkara. Pada kasus gadai emas di atas, BI memandang bahwa praktik gadai emas yang
dilakukan oleh bank Islam sangat berpotensi menimbulkan eksposur risiko yang
cukup tinggi dan dianggap membahayakan industri perbankan Islam di Indonesi.
Namun, karena DSN-MUI tidak mengeluarkan
fatwa yang spesifik terkait produk tersebut, ruang gerak BI untuk membuat
peraturan menjadi terbatas. Oleh karena itu, mekanisme koordinasi antara
DSN-MUI dan BI dalam menetapkan DSN-MUI tidak mengeluarkan fatwa yang spesifik
terkait produk tersebut, ruang gerak BI untuk membuat peraturan menjadi
terbatas. Oleh karena itu, mekanisme koordinasi antara DSN-MUI dan BI dalam
menetapkan suatu kebijakan (fatwa dan regulasi) perbankan Islam atau lembaga
keuangan Islam mutlak harus disempurnakan.
Maka, diperlukanlah pengawasan yang
optimal bertujuan untuk memastikan bahwa setiap pegawai yang memiliki tanggung
jawab bisa melaksanakannya dengan sebaik mungkin. Kinerja mereka dikontrol
dengan sistem operasional dan prosedur yang berlaku, sehingga dapat disingkap
keselahan dan penyimpangan. Selanjutnya, diberikan tindakan korektif ataupun
arahan kepada pakem yang berlaku. Untuk menjalankan fungsi ini harus dipahami
aspek psikologi seorang pegawai. Wewenang dan tanggung jawab harus
didelegasikan secara adil sesui dengan kompetensi, tidak memberikan beban yang
berlebihan. Sehingga, kinerja mereka jelek dan tidak mampu merealisasikan
tujuan yang telah ditetapkan.
4.
Lembaga Keuangan Syariah Atau Bank Syariah Yang
Diawasi Oleh DPS
Menurut ketentuan yang tercantum di dalam
Peraturan Bank Indonesia nomor 2/8/PBI/2000, pasal I, Bank Syariah adalah “bank
umum sebagaimana yang dimaksud dalam undang-undang nomor 7 tahun 1992 tentang
Perbankan dan telah diubah dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 yang
melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syari’ah, termasuk unit usaha
syariah dan kantor cabang bank asing yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan
prinsip syari’ah”. Perbankan syariah atau Perbankan Islam adalah suatu sistem
perbankan yang dikembangkan berdasarkan syariah (hukum) Islam.
Usaha pembentukan sistem ini didasari oleh
larangan dalam agama Islam untuk memungut maupun meminjam dengan bunga atau
yang disebut dengan riba serta larangan investasi untuk usaha-usaha yang
dikategorikan haram (misal: usaha yang berkaitan dengan produksi
makanan/minuman haram, usaha media yang tidak Islami dll), dimana hal ini tidak
dapat dijamin oleh sistem perbankan konvensional. Pada UU no. 21 tahun 2008
tentang perbankan syariah disebutkan bahwa Bank Syariah adalah Bank yang
menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah.
Menurut jenisnya Bank Syariah terdiri atas
Bank Umum Syariah (BUS) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Bank Umum
Syariah (BUS) adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam
lalu lintas pembayaran.Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya tidak
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Sedangkan Unit Usaha Syariah yang
selanjutnya disebut UUS adalah unit kerja dari kantor pusat Bank Umum
Konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau unit yang
melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah, atau unit kerja di
kantor cabang dari suatu Bank yang berkedudukan di luar negeri yang
melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi sebagai kantor
induk dari kantor cabang pembantu syariah dan/atau unit syariah. Sedangkan
Baitul Maal Wat Tamwil (BMT)adalah singkatan dari nama sebutan lembaga keuangan
mikro Baitul Maal wat Tamwil atau padanan kata Balai-usaha Mandiri Terpadu.[5]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
DPS adalah badan independen yang terdiri
dari para pakar syariah muamalah yang juga memiliki pengetahuan dalam bidang
perbankan yang ada di lembaga keuangan syariah dan bertugas mengawasi
pelaksanaan keputusan DSN pada lembaga keuangan syariah tersebut. Posisi DPS
adalah sejajar dengan dewan komisaris, karena harus mendapat persetujuan RUPS
dan mewakili kepentingan RUPS dari segi pengawasan kesyariahan. Jadi keduanya
sama-sama bertanggungjawab kepada RUPS. Selain itu perlu dipertimbangkan
mengenai honorarium para anggota DPS bila dianggap sejajar dengan anggota dewan
komisaris, berarti imbalan yang diberikan juga seharusnya sama.
DPS memiliki peran penting dan strategis
dalam penerapan prinsip syariah di perbankan syariah. DPS bertanggung jawab
untuk memastikan semua produk dan prosedur bank syariah sesuai dengan prinsip
syariah. Karena pentingnya peran DPS ini, maka dua undang-undang di Indonesia
mencantumkan keharusan adanya DPS di perusahaan syariah dan lembaga perbankan
syariah, yaitu undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas dan
undang-undang nomor 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah.
Dengan demikian, secara yuridis, DPS di
lembaga perbankan menduduki posisi yang kuat, karena keberadaannya sangat
penting dan strategis. Peran utama para ulama dalam DPS adalah mengawasi
jalannya operasional bank sehari-hari agar selalu sesuai dengan
ketentuanketentuan syariah. Hal ini karena transaksi-transaksi yang berlaku
dalam bank syariah sangat khusus jika dibanding bank konvensial. Karena itu, diperlukan
garis panduan ini disusun dan ditentukan oleh DSN.
DAFTAR PUSTAKA
Firdaus dkk, Muhammad. 2007, Sistem dan Mekanisme Pengawasan Syariah:
Jakarta.
Perwataatmadja, Karnaen A. 1992, Apa dan Bagaimana Banak Islam:
Yogyakarta.
Poerwardarminta.
2007, Kamus Besar Bahasa Indonesia:
Jakarta.
Wirdanigsih
dkk. 2005, Bank dan Asuransi Islam di
Indonesia: Jakarta
http://mahrunsyah.blogspot.com/2011/09/defenisi-fungsi-tujuan-dan-kedudukan.html.
[1] Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia. (Jakarta: Balai Pustaka, 2007) h.289
[2] Muhammad Firdaus dkk, Sistem dan Mekansisme Pengawasan Syariah.
(Jakarta: Renaisan, 2007),h.16
[3] Karnaen A.Perwataatmadja, Apa Dan Bagaimana Bank Islam.
(Yogyakarta: Dana Bhakti Waqaf, 1992), h.2
[4] Wirdyaningsih dkk, Bank Dan Asuransi Islam di Indonesia.
(Jakarta: Kencana Pranada Media, 2005), h.8
[5]
http://mahrunsyah.blogspot.com/2011/09/defenisi-fungsi-tujuan-dan-kedudukan.html
Komentar
Posting Komentar