MAKALAH REALITAS KONTEMPORER ISLAM DAN KERAGAMAN TURKI
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
REALITAS KONTEMPORER ISLAM DAN KERAGAMAN TURKI
By: Hana Sari
A. PENDAHULUAN
Islam merupakan agama yang dibawa oleh Nabi Muhummad
Saw pada sekitar abad ke 7 Masehi yang berpusat di Mekah Madinah Agama ini berkembang
dengan begitu cepat setelahkurang lebih
23 tahun dari kelahirannya. Setelah Rasulullah wafat
kepemimpinan umat Islam diganti oleh
Khalifah Abu Bakar
al -Siddiq, lalu dilanjutkan Khalifah Umar
bin Khattab. Pada masa Umar
Islam mulai tersebar ke
Syam,Palestina, Mesir, dan Irak. Kemudian pada masa khalifah Utsman bin Affan,
Ali bin Abi Thalib, Bani Umayah, dan Bani Abasiyyah Islam
telah menyebar ke Tiongkok Cina bahkan keseluruh penjuru
dunia.
Teori Turki
ini diajukan oleh
Martin Van Bruinessen yang
dikutip dalam Moeflich
Hasbullah. Ia menjelaskan
bahwa selain orang Arab dan
Cina, Indonesia juga
diislamkan oleh orang-orang
Kurdi dari Turki.
Ia
mencatat sejumlah data. Pertama, banyaknya ulama Kurdi
yang berperan mengajarkan
Islam di Indonesia
dan kitab-kitab karangan ulama Kurdi
menjadi sumber-sumber yang
berpengaruh luas. Misalkan, Kitab Tanwīr
al-Qulūbkarangan Muhammad Amin al-Kurdi
populer dikalangan tarekat
Naqsyabandi di Indonesia. Kedua, di antara
ulama di Madinah yang mengajari ulama-ulama
Indonesia terekat
Syattariyah yang kemudian
dibawa ke Nusantara
adalah Ibrahim al-Kurani. Ibrahim al-Kurani yang
kebanyakan muridnya orang
Indonesia adalah ulama Kurdi. Ketiga, tradisi barzanji populer di
Indonesia dibaca-kan setiap Maulid Nabi pada 12 Rabi‟ul Awal, saat akikah,
syukuran, dan tradisi-tradisi lainnya.[1]
B. PEMBAHASAN
1. Sejarah Perkembangan Islam di Turki
Sejarah
kerajaan Turki Usmani yang ditulis di dalam buku-buku tarikh Islam sering tidak
mendapat porsi sebanyak yang diperoleh Dinasti Umayyah dan Abbasiyah. Melihat
dari hasil budaya yang dipersembahkannya dipermukaan, Turki Usmani ini tidaklah
bisa disamakan dengan kedua Dinasti sebelumnya di atas, tetapi melihat
peranannya sebagai benteng kekuatan Islam dalam menangkal ekspansi bangsa Eropa
ke timur, maka dengan ini ia tidak bisa ditinggalkan begitu saja dalam kajian
sejarah Islam. Sebab, Turki Usmani telah menunjukkan kehebatannya dalam
menangkis serangan musuh. Serangan-serangan perluasan yang dilakukannya
langsung menusuk ke wilayah penting, termasuk penaklukan Konstantinopel.
Demikianlah
Turki Usmani tentang kerajaan Islam yang sampai kini pemerintahannya masih
terwariskan, dan telah berubah menjadi negara Republik Turki atau Republic of
Turkey, sebuah negeri tua yang menyimpan aneka ragam kemegahan karya budaya
Islam masa silam, dan di masa itu perkembangan Islam cukup signifikan, dan
terus berlanjut sampai sekarang, era kontermporer, yakni ketika bangsa Turki
memasuki masa reformasi. Republik Turki yang dewasa ini ibukotanya Angkara,
tercatat sebagai negara muslim yang tetap bertahan dijalur demokrasi dalam
upaya menegakkan sebuah tatanan masyarakat Islami yang beradab. Negara Turki
ini terletak di antara dua benua, yaitu Eropa I Utara dan Asia di Selatan.
Wilayahya
berbatasan dengan Yunani dan Bulgaria di Barat dan Utara, Azerbaijan di Timur
Laut, Suriah dan Irak di Selatan serta Iran di Tenggara. Sebagai negara bekas
jantung tempat salah satu kekhalifahan terbesar Islam, maka keterikatan Turki
terhadap Islam berlangsung sangat kuat sebab mereka adalah bangsa terkemuka di
dunia Islam selama beratus-ratus tahun lamanya. Ini berarti bahwa perkembangan Islam
di Turki dalam perspektif sejarah sangat menarik untuk diuraikan dan dikaji
lebih lanjut. Pendiri Turki adalah bangsa Turki sendiri dari kabilah Qayigh
Oghus2 salah satu anak suku Turki yang mendiami sebelah barat gurun Gobi, atau
daerah Mongol dan daerah utara negeri Cina, yang dipimpin oleh Sulaiman.
Dia
mengajak anggota sukunya untuk menghindari serbuan bangsa Mongol yang menyerang
dunia Islam yang berada di bawah kekuasaan Dinasti Khawarizm pada tahun
1219-1220. Sulaiman dan anggota sukunya kemudian pindah ke arah barat dan
meminta perlindungan Jalaluddin, pemimpin terakhir Dinasti Khawarizm di
Transoxiana. Jalaluddin menyuruh Sulaiman agar pergi kearah barat (Asia Kecil).
Kemudian mereka menetap di sana dan pindah ke Syam dalam rangka menghindari
serangan mongol.
Dalam
usahanya pindah ke Syam itu, pemimpin orang-orang Turki mendapat kecelakaan.
Mereka hanyut di sungai Efrat yang tiba-tiba pasang karena banjir besar pada
tahun 1228.3 Akhirnya mereka terbagi menjadi 2 kelompok, yang pertama ingin pulang
ke negeri asalnya; dan yang kedua meneruskan perjalanannya ke Asia Kecil.
Kelompok kedua ini berjumlah 400 kepala keluarga yang dipimpin oleh Ertugril
(Erthogrol) ibn Sulaiman. Mereka mengabdikan dirinya dirinya kepada Sultan
Alauddin II dari Dinasti Saljuk Rum yang pusat pemerintahannya di Kuniya,
Anatolia Asia Kecil. Pada saat itu, Sultan Alauddin II sedang menghadapi bahaya
peperangan dari bangsa Romawi yang mempunyai kekuasaan di Romawi Timur
(Byzantium).
Dengan
bantuan dari bangsa Turki pimpinan Erthogrol, Sultan Alauddin II dapat mencapai
kemenangan. Atas jasa baik tersebut Sultan menghadiahkan sebidang tanah yang
perbatasan dengan Bizantium. Sejak itu Erthogrol terus membina wilayah barunya
dan berusaha memperluas wilayahnya dengan merebut wilayah Byzantium. Selama
masa kesultanan Turki Usmani (1299-1942 M) sekitar 625 tahun berkuasa tidak
kurang dari 38 Sultan. Dalam hal ini, Mughni membagi sejarah perkembangan Turki
Usmani menjadi lima periode, yaitu:
1.
Periode pertama (1299-1402), yang dimulai dari berdirinya kerajaan, ekspansi
pertama sampai kehancuran sementara oleh serangan timur yaitu dari pemerintahan
Usman I sampai pemerintahan Bayazid.
2.
Periode kedua (1402-1566), ditandai dengan restorasi kerajaan dan cepatnya
pertumbuhan sampai ekspansinya yang terbesar. Dari masa Muhammad I sampai
Sulaiman I.
3.
Periode ketiga (1566-1699). Periode ini ditandai dengan kemampuan Usmani untuk
mempertahankan wilayahnya. Sampai lepasnya Honggaria. Namun, kemunduran segera
terjadi dari masa pemerintahan Salim II sampai Mustafa II.
4.
Periode keempat (1699-1838). Periode ini ditandai degan berangsur-angsur
surutnya kekuatan kerajaan dan pecahnya wilayah yang di tangan para penguasa
wilayah, dari masa pemerintahan Ahmad III sampai Mahmud II.
5.
Periode kelima (1839-1922). Periode ini ditandai dengan kebangkitan kultural
dan administrasi dari negara di bawah pengaruh ide-ide Barat, dari masa
pemerintahan Sultan A. Majid I sampai A Majid II.8 Pada periode yang terakhir
ini, disebut sebagai periode era kontemporer di mana Turki menjadi negara
republik, dan tidak lagi sistem pemerintahannya berdasar pada kerajaan,
dinasti, atau kekhalifahan sebagaimana yang telah berlangsung berabad-abad
lamanya.[2]
2. Islam dan Politik di Era Kontemporer
Periode
Islam kontemporer dimulai sejak paruh kedua abad ke-20, yaitu sejak
berakhirnya Perang Dunia
II sampai sekarang.
Periode ini ditandai oleh dua
peristiwa utama. Pertama dekolonisasi negara-negara Muslim dari cengkraman
kolonialisme Eropa. Kedua, gelombang migrasi Muslim ke negara-negara Barat. Dua
peristiwa itu telah mengubah lanskap geografi dunia Muslim. Apa yang disebut
dunia Muslim tidak lagi identik dengan dunia Arab, tetapi meliputi berbagai
negara nasional yang tersebar
hampir seluruh penjuru dunia,
merentang dari mulai Afrika Utara hingga Asia Tenggara.
Selain
itu, sejak itu pula kaum Muslim telah menjadi bagian dari lanskap demografi
negara-negara Barat. Akan tetapi, pada
dekade-dekade awal setelah Perang
Dunia II, Islam belum menjadi subjek penting dalam
politik global. Isu utama pada masa itu adalah Perang Dingin antara Blok Barat
yang dipimpin Amerika Serikat dengan jargon liberalismenya dan Blok Timur yang
dipimpin oleh Uni Soviet dengan jargon komunismenya. Pertarungan ideologi antara
kedua blok tersebut menjadi latar belakang hampir semua peristiwa politik
ekonomi internasional. Dalam hal ini, posisi negara-negara Non-Blok, termasuk
Indonesia dan beberapa negara Muslim lainnya menjadi terjepit dan objek rebutan
pengaruh negara-negara adidaya.
Di Turki, yang terjadi
adalah sebaliknya. Setelah puluhan
tahun dikuasai oleh
rezim pemerintahan sekuler
dengan latar belakang
ideologi Kemalis yang
kuat, Adalet ve
Kalkmma Partisi (AKP) yang bercorak islamis sejak 2002 memenangkan
pemilihan umum dan memimpin pemerintahan. Sementara sebagian
Muslim bergiat dalam
berbagai aktivitas di
tanah airnya masing-masing, yang lain justru berimigrasi ke
negara-negara Barat untuk mencari kehidupan yang lebih baik. Latar belakangnya,
baik apa yang disebut faktor pendorong maupun penarik dalam teori migrasi
klasik, umumnya adalah ekonomi.
Singkatnya, dunia Islam Kontemporer adalah bagian
dari dunia yang sedang berubah dengan sangat cepat, melibatkan tidak hanya
aspek meterial, tetapi juga ideologi. Perhatian
terhadap Islam sebagai
kekuatan penting dalam
politik global menjadi
semakin meningkat. Masalahnya,
pascatragedi 11 September
2011, perhatian tersebut
seringkali dikacaukan dengan
ketakutan terhadap terorisme dan ekstremisme. Oleh karena itu, menurut
sebagian kalangan—khususnya di
Barat—Islam dianggap sebagai
ancaman. Tentu saja
bisa dikatakan bahwa
ketakutan tersebut adalah
buah dari prasangka politik dan intelektual terhadap Islam yang memang
telah hidup lama sejak zaman para orientalis klasik hingga para jurnalis
kontemporer. Keberagaman wajah Islam direduksi hanya ke dalam sosok Osama bin
Laden. Selain itu, prasangka tersebut juga muncul sebagai akibat dari
ketidakmampuan dalam memahami politik global itu sendiri. [3]
3. Pembaharuan Islam di Turki
Pembaharuan dalam
Islam merupakan suatu
keharusan yang terjadi
dalam siklus kehidupan dengan
tujuan memperbaiki segala
persoalan sosial keagamaan yang sangat
dibutuhkan masyarakat pada
saat itu sebagai
akumulasi dari sebab akibat yang terjadi di masyarakat,
sehingga melahirkan tokoh-tokoh pembaharuan yang mengadakan
perubahan terhadap keadaan
yang sedang berlangsung walaupun harus berlawanan dengan
faham dan pemikiran yang ada.
Karakteristik
pembaharuan Islam yang
terjadi di Mesir
dan Turki ada keragaman yang menjadiacuan
serta latar belakang
tokohnya. Pembaharuan di Mesir
lebih banyak berangkat
dan digerakan pembaharuan
pemikiran akademis baik itu
dari lulusan Al-Azhar
sebagai tempat khazanah
ilmu atau perguruan tinggi lainnya.
Begitu pula latar
belakang kehidupan dan
pengalaman seorang tokoh pembaharu
akan mewarnai gerakan
pembaharuan yang dilakukannya, seperti adanya
perbedaan gerakan pembaharuanJamaludin al-Afghani
dengan Muhammad Abduh. Sedangkan pembaharuan
di Turki lebih
terpokus kepada tokoh kepemimpinan
atau kelompok yang menyokong kekuasaan
pada saat itu dengan melihat Barat sebagai acuannya.
Kekalahan militer Turki Usmani di
Lepanto (1571M), dan kegagalan dalam
menaklukan Wina (1683M) merupakan
tanda pergeseran kekuatan. Militer
Kristen Eropa lebih kuat
dibandingkan dengan Militer Turki
Usmani. Solusi yangditempuhnya adalahharus mengadopsi kemajuan-kemajuan
yang telah dicapai
Eropa. Adopsi kemajuan tersebut
melahirkan gerakan pembaharun di Turki. Turki
adalah bekas jantung tempat salah
satu kekhalifahan
terbesar Islam, yakni
Turki Usmani. Oleh karena
itu keterikatanbangsa Turki dengan
Islam berlangsungsangat kuat
sebab mereka bangsa terkemuka di
dunia Islam selama beratus-ratus tahun
lamanya.
Ini merupakan
suatu indikasi tentang betapa pentingnya Islam
dalam kehidupan nasional rakyat
Turki. Secara politis setiap
orang yang bertempat tingal
di Turki, tetapi secara kebudayaan orang
Turki adalah hanya orang Islam. Langkah-langkah pembaharuan yang
dilakukan adalah, pertamamengirim
para pelajar ke luar
negeri, kedua pengiriman
duta besar ke Eropa, ketigamendatangkan guru dari
Eropa,mendirikan selokah
teknik militer, Pembentukkan
badan penerjemah,menulis
beberapa buku matematiaka, geografi,
kedokteran, sejarah dan agama, pendirian penerbitan dan
percetakan.Bangsa Turki adalah
orang-orang dan bermartabat dengan suatu persepsi mengenai
mereka sendiri sebagai masyarakat
terhormat dan unggul.
Dengan
demikian Turki sebuah identitas
kebangsaan yang
membanggakan warganya. Contoh paling ekspresif
mengenai hal ini ditinjukkan oleh Ziya Gokalp (
1876-1924) dalam salah satu pernyataannya
“ I am
Turk, my religion and may race
are noble” dan ungkapan yang lebih
fanatik dan angkuh dikatakan
Mustafa Kemal menyatakan “
Saya adalah Turki, merongrong saya
sama dengan menghancurkan
Turki”.Pembaharuan yang terjadi
di Turki terdapat tiga aliran:
aliran Barat, aliran Islam
dan aliran nasonalis. Menurut
tokoh yang beraliran Barat,
Turki mundur karena bodoh yang
disebabkan syariah yang menguasai
seluruh kehidupan bangsa Turki, solusinya Barat harus dijadikan guru,
tokohnya Tewfik Fikret.
Kedua menurut Aliran Agama, Syariat
Islam tidak menjadi penghalang kemajuan.
Turki mundur karena tidak
menjalankan syariat Islam, sehingga
Syariat Islam harus dijalankan di Turki, tokohnya Mehmed
Akif. Ketiga aliran nasionalis
berpendapat kemunduran Turki disebabkan karena
Umat Islamyang enggan mengakomodir perubahan-perubahan, tokhnya
Zia Gokalp. Dalam pemahaman
Mustafa Kemal, Islam
yang berkembang di Turki
adalah Islam yang telah
disatukan dengan budaya Turki, sehingga ia berkeyakinan bahwa Islam
dapat diselaraskan dengan dunia modern. Namun turut campurnya Islam
dalam segala aspek kehidupan pada
bangsa dan agama akan
menghambat Turki untuk maju.
Atas dasar
itu, Mustafa Kemal berpendapat
bahwa agama harus dipisahkan
dari negara. Islam tidak
perlu menghalangi Turki mengadopsi
peradaban barat
sepenuhnya, termasuk
merubah bentuk negara.
Pada permulaan di dirikannya Republik Turki, Mustafa Kemal berpendapat bahwa pemerintah nasional harus didasarkan pada prinsip pokok
populisme (kerakyatan).[4]
4.
Kebijakan Politik Recep Tayyib Erdogan dan Islamisme
Turki Kontemporer
Pendahuluan
Turki merupakan sebuah negara yang sebelumnya lebih dikenal sebagai negara
sekuler, hal tersebut tidak lepas dari peran Mustafa Kemal Ataturk dalam
menyusupkan ideologi sekuler di negara yang menjadi perbatasan antara Asia dan
Eropa ini. Pada tanggal 3 Maret 1924 secara resmi ia menghapus khalifah di bumi
Turki. 1 Bagi Kemal, ikut campurnya Islam dalam berbagai lapangan publik,
termasuk politik, telah membawa kemunduran Islam. Kemal membandingkan bahwa
Barat berani meninggalkan agama dari lapangan politik dan melakukan
sekulerisasi sehingga melahirkan peradaban yang tinggi.
Karena
itu, kalau Turki mau maju dan modern, tidak ada jalan lain kecuali meniru Barat
dengan melakukan sekulerisasi juga. Masyarakat Turki harus di ubah menjadi
Barat Di bawah kepemimpinan Mustafa Kemal, Turki mendeklarasi diri sebagai
negara sekuler, posisi agama berada di ruang privat dengan di bawah kontrol
negara. Dan juga Sekularisme bagi Mustafa Kemal adalah pilihan paling tepat
untuk membawa Turki menjadi lebih baik , sejajar dengan negara-negara Barat,
khususnya Eropa.
Gagasan
sekularisme semakin kokoh karena, konstitusi Turki dikawal oleh militer, yang
berada di bawah kontrol Mustafa Kemal. Militer adalah tangan besi kekuasaannya
untuk mendukung gagasannya. Namun seiring perkembangan yang ada, sekulerisme
menjadi faktor merosotnya eksistensi pemerintahan dan masyarakat yang ada di
Turki. Transendental akan menjadi tolak ukur kemajuan dan kemunduran manusia.
Memiliki dasar keagamaan yang kuat, Erdogan mampu mendasari aksi-aksi
politiknya dengan keimanan yang hanya tertuju pada Sang Pencipta alam semesta.
Terbukti bahwa ia tidak ingin Turki yang
mayoritas warganya beraga Islam dituntut untuk membuang symbol-simbol Islam itu
sendiri. Seperti apa yang telah paham sekuler aplikasikan. Inilah yang
dilakukan oleh Recep Tayyib Erdogan, seorang politisi Islam Turki yang dijuluki
sebagai "Muadzin Penumbang Seklarisme Turki". Erdogan berhasil
meyakinkan rakyat Turki, bahwa sekularisme yang pernah menggurita dan ekstrem
pada masa Mustafa Kamal Attaturk, yang menihilkan nilai-nilai Islam, adalah
masa kegelapan yang membuat negeri indah ini berada dalam kendali otoritarian
dan pemimpin yang mabuk dalam kekuasaan. Erdogan meyakinkan rakyatnya, bahwa
dengan identitas Islam, Turki bisa mengembalikan kejayaan Kekhalifahan Utsmani,
kekhalifahan yang tidak hanya kuat dari segi pertahanan, tapi juga dalam
perekonomian.
Pada
masa lalu, kekuasaan Khilafah Utsmaniyah mampu membuka jalur-jalur perdagangan
ke berbagai belahan dunia, bahkan sampai ke Indonesia. Membaca kondisi
pemerintahan Turki Usmani yang semakin carut marut, Kemal kemudian melanjutkan
misi pembaharuannya. Seiring diutusnya ke Anatolia, ia bekerjasama dengan para
pemberontak dan membentuk kader-kader militer tangguh, serta merencanakan
pembentukan sebuah negara nasional Turki yang merdeka. Untuk mewujudkannya
Kemal mengeluarkan maklumat yang berisi pernyataan- pernyataan sebagai berikut
Turki, pada tanggal 23 April 1920 suatu pemerintah tandingan dibentuk di Angora
(kota ini selanjutnya berubah nama menjadi Ankara), diketuai oleh Mustafa Kemal
dan mengambil alih kekuasaan utama.
Pada
tahun 1921, Majelis Nasional Agung mengeluarkan konstitusi baru dengan pasal
satunya yang menyatakan bahwa kedaulatan adalah milik rakyat. Pada tahun 1922,
atas usulan Mustafa Kemal, Majelis Nasional Agung mengadakan pemisahan antara
jabatan sultan dan jabatan khalifah, sekaligus menghapus jabatan sultan. Dengan
demikian Raja Turki hanya memegang jabatan khalifah yang tidak mempunyai
kekuasaan duniawi, melainkan hanya kekuasaan spiritual saja. Mustafa Kemal
melihat bahwa pemerintahan Turki Usmani bukan tipe ideal pemerintahan modern.[5]
Pemahaman
semacam ini memiliki banyak implikasi bagi masyarakat Turki. Atatürk, bapak
pendiri negara Turki, bertekad untuk mendirikan sebuah negara yang nantinya
secara budaya meniru Barat dan berkinginan menghapus Islam dari negara, baik
dalam hierarki atau ideologi resminya, dan menggantinya dengan Islam yang
modern yang semata-mata hanya sebagai bentuk keyakinan pribadi seseorang
(Szyliowicz, 2003). Menurut the International Religious Freedom Report 2013
yang dipublikasikan oleh Biro Demokrasi, Hak Asasi and Perburuhan, Amerika
Serikat, Turki dianggap sebagai negara dimana kebebasan beragama dilindungi.
Namun, ada banyak poin-poin kritik dalam laporan tersebut, seperti masalah
tuduhan penistaan Islam terhadap individu, kurangnya pengakuan atas tempat
ibadah penganut Alevi dan pelecehan yang menimpa orang-orang yang pindah agama
dari Islam.[6]
C. PENUTUP
1. Kesimpulan
Dalam
sejarah perkembangan Islam di Turki masa lalu, ketika Turki sebagai wilayah
kerajaan Islam, Islam sendiri mengalami perkembangan yang sejalan dengan
perkembangan. Kemajuan yang dicapai Turki ketika itu antara lain perkembangan
wilayah Islam, sosial politik, administrasi pemerintahan, militer, dan umat
Islam juga mencapai perkembangan di bidang ekonomi. Demikian seterusnya Turki
dan umat Islam berkembang dan maju dalam berbagai bidang sampai Turki memasuki
masa reformasi di era kontemporer di mana Turki bukan lagi pemeritahannya
berdasarkan pada sistem kerajaan atau dinasti.
Sejak
diproklamirkan oleh Mustafa Kemal pada 29 Oktober 1923, Turki memasuki masa
reformasi atau masa peralihan dari kekhalifahan ke republik. Kemudian, pada
dekade 1920-an dan 1930-an Islam semakin mengalami perkembangan yang signifikan
di Turki. Komposisi penduduk di dalam batas-batas Republik Turki berubah secara
dramatis, dan sensus tahun 1927 jumlah penduduk non-muslim berkurang dari 20%
menjadi 2,6%, dan terus berkurang setelah itu. Sebaliknya populasi umat Islam
terus berkembang, dan sensus terakhir pada tahun 2000, umat Islam mencapai
angka 98%.
Tentu
saja sampai saat ini, tahun 2007 jumlah populasi tersebut tetap bertahan dan
bahkan meningkat untuk tidak mengatakan bahwa penduduknya adalah muslim semua
2. Saran
Penulis
mengucapkan terima kasih kepada Allah Swt. yang telah melancarkan penulisan
Makalah ini walaupun memiliki beberapa kendala di awal. Penulis tahu bahwa
masih banyak kekurangan baik dari segi isi Materi sampai segi kepenulisannya.
Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun Makalah ini
sehingga bisa dipakai sebagai bahan ajar bersama.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad
Syafrizal, Sejarah Islam Nusantara, Jurnal slamuna Volume 2 Nomor 2 Desember 2015
Amin
Mudzakkir, ISLAM DAN POLITIK DI ERA KONTEMPORER, Epistemé,
Vol. 11, No. 1, Juni 2016
Ahmad Jubaidi, Kebijakan Politik Recep Tayyib
Erdogan dan Islamisme Turki Kontemporer, Jurnal Agama dan Hak Azazi
Manusia, Vol. 6, No. 1, November 2016
Fathur Rahman, SEJARAH PERKEMBANGAN ISLAM DI TURKI,
TASAMUH : Jurnal Studi Islam, Volume 10, Nomor 2, September 2018
Hotni Sari, Pembaharuan Pendidikan Islam di Turki,
Jurnal
Hibrul‟ulama, ol.1 No.1, Januari-Juni
2019
Tayfun Kasapoglu, Agama
dan Politik di Era Turki Kontemporer: Sikap Para Ateis, Kultūra Ir
Visuomenė. Socialinių tyrimų žurnalas. Vol. 8 No. 2 (2017
[1]Achmad Syafrizal, Sejarah Islam
Nusantara, Jurnal slamuna Volume 2 Nomor 2 Desember 2015, hlm. 240
[2] Fathur Rahman, SEJARAH
PERKEMBANGAN ISLAM DI TURKI, TASAMUH : Jurnal Studi Islam, Volume 10, Nomor
2, September 2018, hlm. 290-293
[3] Amin
Mudzakkir, ISLAM DAN POLITIK DI ERA KONTEMPORER, Epistemé, Vol. 11, No. 1, Juni 2016, hlm. 35
[4] Hotni Sari, Pembaharuan
Pendidikan Islam di Turki, Jurnal Hibrul‟ulama, ol.1
No.1, Januari-Juni 2019, hlm. 26-28
[5]
Ahmad Jubaidi, Kebijakan Politik Recep Tayyib Erdogan dan Islamisme Turki
Kontemporer, Jurnal Agama dan Hak Azazi Manusia, Vol. 6, No. 1, November 2016, hlm. 146-150
[6] Tayfun
Kasapoglu, Agama dan Politik di Era Turki Kontemporer: Sikap Para Ateis,
Kultūra Ir Visuomenė. Socialinių tyrimų žurnalas. Vol. 8 No. 2 (2017
Komentar
Posting Komentar