MAKALAH RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM

RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM By. Retno, dkk. A.       PENDAHULUA N   a.         Latar Belakang Bimbingan dan konseling merupakan kegiatan yang bersumber pada kehidupanmanusia. Kenyataan menunjukkan bahwa manusia di dalam kehidupannya selalu menghadapi persoalan-persoalan yang silih berganti. Persoalan yang satu dapat diatasi, persoalan yanglain muncul, demikian seterusnya. Manusia tidak sama satu dengan yang lain, baik dalamsifat maupun kemampuannya. Ada manusia yang danggup mampu mengatasi persoalan tanpa bantuan dari pihak lain, tetapi tidak sedikit manusia yang tidak mampu mengatasi persoalan bila tidak dibanntu orang lain, maka dari inilah bimbingan konseling dibutuhkan. Bimbingan dan konseling merupakan salah satu komponen dari pendidikan.Mengingat bahwa bimbingan dan konseling adalah suatu kegiatan bantuan dan tuntunan yangdiberikan kepada individu pada umumnya, dan siswa pada khususnya di sekolah. Hal inisangat relevan jika dilihat dari perumusan bahwa pend

MAKALAH REALITAS KONTEMPORER ISLAM DAN KERAGAMAN TURKI

 REALITAS KONTEMPORER ISLAM DAN KERAGAMAN TURKI

By: Hana Sari


A.    PENDAHULUAN

Islam merupakan agama yang dibawa oleh Nabi Muhummad Saw pada sekitar abad ke 7 Masehi yang berpusat di Mekah Madinah Agama ini  berkembang  dengan  begitu  cepat setelahkurang  lebih  23  tahun  dari kelahirannya. Setelah Rasulullah wafat kepemimpinan umat Islam diganti oleh  Khalifah  Abu  Bakar  al -Siddiq, lalu  dilanjutkan  Khalifah Umar  bin Khattab.  Pada masa  Umar  Islam mulai tersebar  ke Syam,Palestina, Mesir, dan Irak. Kemudian pada masa khalifah Utsman bin Affan, Ali bin Abi  Thalib, Bani Umayah,  dan Bani Abasiyyah  Islam  telah  menyebar  ke Tiongkok Cina bahkan keseluruh penjuru dunia.

Teori Turki  ini   diajukan   oleh   Martin   Van Bruinessen  yang  dikutip  dalam  Moeflich  Hasbullah.  Ia  menjelaskan  bahwa  selain  orang  Arab  dan  Cina,  Indonesia  juga  diislamkan  oleh  orang-orang  Kurdi  dari  Turki.  Ia

mencatat  sejumlah  data. Pertama, banyaknya ulama  Kurdi  yang  berperan  mengajarkan  Islam  di  Indonesia  dan  kitab-kitab  karangan ulama  Kurdi  menjadi  sumber-sumber  yang  berpengaruh luas.  Misalkan,  Kitab Tanwīr  al-Qulūbkarangan  Muhammad  Amin al-Kurdi  populer  dikalangan  tarekat  Naqsyabandi  di  Indonesia. Kedua,  di antara  ulama  di Madinah  yang mengajari  ulama-ulama  Indonesia  terekat Syattariyah  yang  kemudian  dibawa  ke  Nusantara  adalah  Ibrahim al-Kurani.  Ibrahim al-Kurani  yang  kebanyakan  muridnya  orang  Indonesia adalah ulama Kurdi. Ketiga, tradisi barzanji populer di Indonesia dibaca-kan setiap Maulid Nabi pada 12 Rabi‟ul Awal, saat akikah, syukuran, dan tradisi-tradisi  lainnya.[1]

  

B.     PEMBAHASAN

1.      Sejarah Perkembangan Islam di Turki

Sejarah kerajaan Turki Usmani yang ditulis di dalam buku-buku tarikh Islam sering tidak mendapat porsi sebanyak yang diperoleh Dinasti Umayyah dan Abbasiyah. Melihat dari hasil budaya yang dipersembahkannya dipermukaan, Turki Usmani ini tidaklah bisa disamakan dengan kedua Dinasti sebelumnya di atas, tetapi melihat peranannya sebagai benteng kekuatan Islam dalam menangkal ekspansi bangsa Eropa ke timur, maka dengan ini ia tidak bisa ditinggalkan begitu saja dalam kajian sejarah Islam. Sebab, Turki Usmani telah menunjukkan kehebatannya dalam menangkis serangan musuh. Serangan-serangan perluasan yang dilakukannya langsung menusuk ke wilayah penting, termasuk penaklukan Konstantinopel.

Demikianlah Turki Usmani tentang kerajaan Islam yang sampai kini pemerintahannya masih terwariskan, dan telah berubah menjadi negara Republik Turki atau Republic of Turkey, sebuah negeri tua yang menyimpan aneka ragam kemegahan karya budaya Islam masa silam, dan di masa itu perkembangan Islam cukup signifikan, dan terus berlanjut sampai sekarang, era kontermporer, yakni ketika bangsa Turki memasuki masa reformasi. Republik Turki yang dewasa ini ibukotanya Angkara, tercatat sebagai negara muslim yang tetap bertahan dijalur demokrasi dalam upaya menegakkan sebuah tatanan masyarakat Islami yang beradab. Negara Turki ini terletak di antara dua benua, yaitu Eropa I Utara dan Asia di Selatan.

Wilayahya berbatasan dengan Yunani dan Bulgaria di Barat dan Utara, Azerbaijan di Timur Laut, Suriah dan Irak di Selatan serta Iran di Tenggara. Sebagai negara bekas jantung tempat salah satu kekhalifahan terbesar Islam, maka keterikatan Turki terhadap Islam berlangsung sangat kuat sebab mereka adalah bangsa terkemuka di dunia Islam selama beratus-ratus tahun lamanya. Ini berarti bahwa perkembangan Islam di Turki dalam perspektif sejarah sangat menarik untuk diuraikan dan dikaji lebih lanjut. Pendiri Turki adalah bangsa Turki sendiri dari kabilah Qayigh Oghus2 salah satu anak suku Turki yang mendiami sebelah barat gurun Gobi, atau daerah Mongol dan daerah utara negeri Cina, yang dipimpin oleh Sulaiman.

Dia mengajak anggota sukunya untuk menghindari serbuan bangsa Mongol yang menyerang dunia Islam yang berada di bawah kekuasaan Dinasti Khawarizm pada tahun 1219-1220. Sulaiman dan anggota sukunya kemudian pindah ke arah barat dan meminta perlindungan Jalaluddin, pemimpin terakhir Dinasti Khawarizm di Transoxiana. Jalaluddin menyuruh Sulaiman agar pergi kearah barat (Asia Kecil). Kemudian mereka menetap di sana dan pindah ke Syam dalam rangka menghindari serangan mongol.

Dalam usahanya pindah ke Syam itu, pemimpin orang-orang Turki mendapat kecelakaan. Mereka hanyut di sungai Efrat yang tiba-tiba pasang karena banjir besar pada tahun 1228.3 Akhirnya mereka terbagi menjadi 2 kelompok, yang pertama ingin pulang ke negeri asalnya; dan yang kedua meneruskan perjalanannya ke Asia Kecil. Kelompok kedua ini berjumlah 400 kepala keluarga yang dipimpin oleh Ertugril (Erthogrol) ibn Sulaiman. Mereka mengabdikan dirinya dirinya kepada Sultan Alauddin II dari Dinasti Saljuk Rum yang pusat pemerintahannya di Kuniya, Anatolia Asia Kecil. Pada saat itu, Sultan Alauddin II sedang menghadapi bahaya peperangan dari bangsa Romawi yang mempunyai kekuasaan di Romawi Timur (Byzantium).

Dengan bantuan dari bangsa Turki pimpinan Erthogrol, Sultan Alauddin II dapat mencapai kemenangan. Atas jasa baik tersebut Sultan menghadiahkan sebidang tanah yang perbatasan dengan Bizantium. Sejak itu Erthogrol terus membina wilayah barunya dan berusaha memperluas wilayahnya dengan merebut wilayah Byzantium. Selama masa kesultanan Turki Usmani (1299-1942 M) sekitar 625 tahun berkuasa tidak kurang dari 38 Sultan. Dalam hal ini, Mughni membagi sejarah perkembangan Turki Usmani menjadi lima periode, yaitu:

1. Periode pertama (1299-1402), yang dimulai dari berdirinya kerajaan, ekspansi pertama sampai kehancuran sementara oleh serangan timur yaitu dari pemerintahan Usman I sampai pemerintahan Bayazid.

2. Periode kedua (1402-1566), ditandai dengan restorasi kerajaan dan cepatnya pertumbuhan sampai ekspansinya yang terbesar. Dari masa Muhammad I sampai Sulaiman I.

3. Periode ketiga (1566-1699). Periode ini ditandai dengan kemampuan Usmani untuk mempertahankan wilayahnya. Sampai lepasnya Honggaria. Namun, kemunduran segera terjadi dari masa pemerintahan Salim II sampai Mustafa II.

4. Periode keempat (1699-1838). Periode ini ditandai degan berangsur-angsur surutnya kekuatan kerajaan dan pecahnya wilayah yang di tangan para penguasa wilayah, dari masa pemerintahan Ahmad III sampai Mahmud II.

5. Periode kelima (1839-1922). Periode ini ditandai dengan kebangkitan kultural dan administrasi dari negara di bawah pengaruh ide-ide Barat, dari masa pemerintahan Sultan A. Majid I sampai A Majid II.8 Pada periode yang terakhir ini, disebut sebagai periode era kontemporer di mana Turki menjadi negara republik, dan tidak lagi sistem pemerintahannya berdasar pada kerajaan, dinasti, atau kekhalifahan sebagaimana yang telah berlangsung berabad-abad lamanya.[2]

 

2.      Islam dan Politik di Era Kontemporer

Periode Islam kontemporer dimulai sejak paruh kedua abad ke-20, yaitu  sejak  berakhirnya  Perang  Dunia  II  sampai  sekarang.  Periode  ini ditandai oleh dua peristiwa utama. Pertama dekolonisasi negara-negara Muslim dari cengkraman kolonialisme Eropa. Kedua, gelombang migrasi Muslim ke negara-negara Barat. Dua peristiwa itu telah mengubah lanskap geografi dunia Muslim. Apa yang disebut dunia Muslim tidak lagi identik dengan dunia Arab, tetapi meliputi berbagai negara nasional yang tersebar

hampir seluruh penjuru dunia, merentang dari mulai Afrika Utara hingga Asia Tenggara.

Selain itu, sejak itu pula kaum Muslim telah menjadi bagian dari lanskap demografi negara-negara Barat. Akan  tetapi,  pada  dekade-dekade awal  setelah  Perang  Dunia  II,  Islam belum menjadi subjek penting dalam politik global. Isu utama pada masa itu adalah Perang Dingin antara Blok Barat yang dipimpin Amerika Serikat dengan jargon liberalismenya dan Blok Timur yang dipimpin oleh Uni Soviet dengan jargon komunismenya. Pertarungan ideologi antara kedua blok tersebut menjadi latar belakang hampir semua peristiwa politik ekonomi internasional. Dalam hal ini, posisi negara-negara Non-Blok, termasuk Indonesia dan beberapa negara Muslim lainnya menjadi terjepit dan objek rebutan pengaruh negara-negara adidaya.

Di Turki, yang terjadi adalah sebaliknya.  Setelah  puluhan  tahun  dikuasai  oleh  rezim  pemerintahan  sekuler  dengan  latar  belakang  ideologi  Kemalis  yang  kuat,  Adalet  ve  Kalkmma Partisi (AKP) yang bercorak islamis sejak 2002 memenangkan pemilihan umum dan memimpin pemerintahan. Sementara  sebagian  Muslim  bergiat  dalam  berbagai  aktivitas  di  tanah airnya masing-masing, yang lain justru berimigrasi ke negara-negara Barat untuk mencari kehidupan yang lebih baik. Latar belakangnya, baik apa yang disebut faktor pendorong maupun penarik dalam teori migrasi klasik, umumnya adalah ekonomi.

Singkatnya, dunia Islam Kontemporer adalah bagian dari dunia yang sedang berubah dengan sangat cepat, melibatkan tidak hanya aspek meterial, tetapi juga ideologi. Perhatian  terhadap  Islam  sebagai  kekuatan  penting  dalam  politik  global  menjadi  semakin  meningkat.  Masalahnya,  pascatragedi  11  September  2011,  perhatian  tersebut  seringkali  dikacaukan  dengan  ketakutan terhadap terorisme dan ekstremisme. Oleh karena itu, menurut sebagian  kalangan—khususnya  di  Barat—Islam  dianggap  sebagai  ancaman.  Tentu  saja  bisa  dikatakan  bahwa  ketakutan  tersebut  adalah  buah dari prasangka politik dan intelektual terhadap Islam yang memang telah hidup lama sejak zaman para orientalis klasik hingga para jurnalis kontemporer. Keberagaman wajah Islam direduksi hanya ke dalam sosok Osama bin Laden. Selain itu, prasangka tersebut juga muncul sebagai akibat dari ketidakmampuan dalam memahami politik global itu sendiri. [3]

3.      Pembaharuan Islam di Turki

Pembaharuan  dalam  Islam  merupakan  suatu  keharusan  yang  terjadi  dalam siklus  kehidupan  dengan  tujuan  memperbaiki  segala  persoalan  sosial  keagamaan yang  sangat  dibutuhkan  masyarakat  pada  saat  itu  sebagai  akumulasi  dari  sebab akibat yang terjadi di masyarakat, sehingga melahirkan tokoh-tokoh pembaharuan yang   mengadakan   perubahan   terhadap   keadaan   yang   sedang   berlangsung walaupun harus berlawanan dengan faham dan pemikiran yang ada.

Karakteristik   pembaharuan   Islam   yang   terjadi   di   Mesir   dan   Turki   ada keragaman yang  menjadiacuan  serta  latar  belakang  tokohnya.     Pembaharuan  di Mesir  lebih  banyak  berangkat  dan  digerakan  pembaharuan  pemikiran  akademis baik  itu  dari  lulusan  Al-Azhar  sebagai  tempat  khazanah  ilmu  atau  perguruan tinggi  lainnya.  Begitu  pula  latar  belakang  kehidupan  dan  pengalaman  seorang tokoh   pembaharu   akan   mewarnai   gerakan   pembaharuan   yang   dilakukannya, seperti  adanya  perbedaan  gerakan  pembaharuanJamaludin  al-Afghani  dengan Muhammad  Abduh.                        Sedangkan  pembaharuan  di  Turki  lebih  terpokus  kepada tokoh  kepemimpinan  atau  kelompok  yang menyokong  kekuasaan  pada  saat  itu dengan melihat Barat sebagai acuannya.

Kekalahan militer Turki Usmani   di   Lepanto   (1571M),   dan kegagalan  dalam  menaklukan  Wina (1683M) merupakan tanda pergeseran  kekuatan.  Militer  Kristen Eropa     lebih     kuat     dibandingkan dengan  Militer  Turki  Usmani.  Solusi yangditempuhnya   adalahharus mengadopsi kemajuan-kemajuan yang   telah   dicapai   Eropa.   Adopsi kemajuan tersebut melahirkan gerakan pembaharun di Turki. Turki   adalah   bekas   jantung tempat     salah     satu     kekhalifahan terbesar  Islam,  yakni  Turki  Usmani. Oleh  karena  itu  keterikatanbangsa Turki   dengan   Islam   berlangsungsangat   kuat   sebab   mereka   bangsa terkemuka   di   dunia   Islam   selama beratus-ratus    tahun    lamanya.   

Ini merupakan   suatu   indikasi   tentang betapa    pentingnya     Islam    dalam kehidupan   nasional   rakyat   Turki. Secara   politis   setiap   orang   yang bertempat   tingal   di   Turki,   tetapi secara    kebudayaan    orang    Turki adalah hanya orang Islam. Langkah-langkah pembaharuan yang dilakukan adalah, pertamamengirim  para  pelajar  ke luar  negeri,  kedua  pengiriman  duta besar ke Eropa, ketigamendatangkan guru  dari  Eropa,mendirikan  selokah teknik  militer,  Pembentukkan  badan penerjemah,menulis   beberapa   buku matematiaka,   geografi,   kedokteran, sejarah dan agama, pendirian penerbitan dan percetakan.Bangsa  Turki  adalah  orang-orang  dan  bermartabat dengan  suatu persepsi   mengenai   mereka   sendiri sebagai   masyarakat   terhormat   dan unggul.

Dengan    demikian    Turki sebuah   identitas   kebangsaan   yang membanggakan   warganya.   Contoh paling   ekspresif   mengenai   hal   ini ditinjukkan oleh Ziya Gokalp ( 1876-1924) dalam salah satu pernyataannya    I  am  Turk,  my religion and may race are noble” dan ungkapan   yang   lebih   fanatik   dan angkuh   dikatakan   Mustafa   Kemal menyatakan    Saya  adalah  Turki, merongrong     saya     sama     dengan menghancurkan Turki”.Pembaharuan  yang  terjadi  di Turki terdapat   tiga   aliran:   aliran Barat,    aliran    Islam    dan    aliran nasonalis.     Menurut     tokoh     yang beraliran Barat, Turki mundur karena bodoh  yang disebabkan syariah  yang menguasai seluruh kehidupan bangsa Turki, solusinya Barat harus dijadikan    guru,    tokohnya    Tewfik Fikret.

Kedua menurut Aliran Agama,  Syariat  Islam  tidak  menjadi penghalang  kemajuan.  Turki  mundur karena   tidak   menjalankan   syariat Islam,  sehingga  Syariat  Islam  harus dijalankan di Turki, tokohnya Mehmed Akif. Ketiga aliran nasionalis  berpendapat  kemunduran Turki     disebabkan     karena     Umat Islamyang  enggan  mengakomodir perubahan-perubahan,   tokhnya   Zia Gokalp. Dalam     pemahaman Mustafa   Kemal,   Islam   yang berkembang  di  Turki  adalah Islam   yang   telah   disatukan dengan budaya Turki, sehingga ia berkeyakinan bahwa Islam dapat diselaraskan     dengan     dunia modern. Namun turut campurnya Islam dalam segala aspek  kehidupan  pada  bangsa dan  agama  akan  menghambat Turki  untuk  maju.       

Atas  dasar itu, Mustafa Kemal berpendapat     bahwa     agama harus  dipisahkan  dari  negara. Islam  tidak  perlu  menghalangi Turki   mengadopsi   peradaban barat    sepenuhnya,    termasuk merubah  bentuk  negara.  Pada permulaan di dirikannya Republik Turki, Mustafa Kemal     berpendapat     bahwa pemerintah     nasional     harus didasarkan pada prinsip pokok populisme    (kerakyatan).[4]

 

4.      Kebijakan Politik Recep Tayyib Erdogan dan Islamisme

Turki Kontemporer

Pendahuluan Turki merupakan sebuah negara yang sebelumnya lebih dikenal sebagai negara sekuler, hal tersebut tidak lepas dari peran Mustafa Kemal Ataturk dalam menyusupkan ideologi sekuler di negara yang menjadi perbatasan antara Asia dan Eropa ini. Pada tanggal 3 Maret 1924 secara resmi ia menghapus khalifah di bumi Turki. 1 Bagi Kemal, ikut campurnya Islam dalam berbagai lapangan publik, termasuk politik, telah membawa kemunduran Islam. Kemal membandingkan bahwa Barat berani meninggalkan agama dari lapangan politik dan melakukan sekulerisasi sehingga melahirkan peradaban yang tinggi.

Karena itu, kalau Turki mau maju dan modern, tidak ada jalan lain kecuali meniru Barat dengan melakukan sekulerisasi juga. Masyarakat Turki harus di ubah menjadi Barat Di bawah kepemimpinan Mustafa Kemal, Turki mendeklarasi diri sebagai negara sekuler, posisi agama berada di ruang privat dengan di bawah kontrol negara. Dan juga Sekularisme bagi Mustafa Kemal adalah pilihan paling tepat untuk membawa Turki menjadi lebih baik , sejajar dengan negara-negara Barat, khususnya Eropa.

Gagasan sekularisme semakin kokoh karena, konstitusi Turki dikawal oleh militer, yang berada di bawah kontrol Mustafa Kemal. Militer adalah tangan besi kekuasaannya untuk mendukung gagasannya. Namun seiring perkembangan yang ada, sekulerisme menjadi faktor merosotnya eksistensi pemerintahan dan masyarakat yang ada di Turki. Transendental akan menjadi tolak ukur kemajuan dan kemunduran manusia. Memiliki dasar keagamaan yang kuat, Erdogan mampu mendasari aksi-aksi politiknya dengan keimanan yang hanya tertuju pada Sang Pencipta alam semesta.

 Terbukti bahwa ia tidak ingin Turki yang mayoritas warganya beraga Islam dituntut untuk membuang symbol-simbol Islam itu sendiri. Seperti apa yang telah paham sekuler aplikasikan. Inilah yang dilakukan oleh Recep Tayyib Erdogan, seorang politisi Islam Turki yang dijuluki sebagai "Muadzin Penumbang Seklarisme Turki". Erdogan berhasil meyakinkan rakyat Turki, bahwa sekularisme yang pernah menggurita dan ekstrem pada masa Mustafa Kamal Attaturk, yang menihilkan nilai-nilai Islam, adalah masa kegelapan yang membuat negeri indah ini berada dalam kendali otoritarian dan pemimpin yang mabuk dalam kekuasaan. Erdogan meyakinkan rakyatnya, bahwa dengan identitas Islam, Turki bisa mengembalikan kejayaan Kekhalifahan Utsmani, kekhalifahan yang tidak hanya kuat dari segi pertahanan, tapi juga dalam perekonomian.

Pada masa lalu, kekuasaan Khilafah Utsmaniyah mampu membuka jalur-jalur perdagangan ke berbagai belahan dunia, bahkan sampai ke Indonesia. Membaca kondisi pemerintahan Turki Usmani yang semakin carut marut, Kemal kemudian melanjutkan misi pembaharuannya. Seiring diutusnya ke Anatolia, ia bekerjasama dengan para pemberontak dan membentuk kader-kader militer tangguh, serta merencanakan pembentukan sebuah negara nasional Turki yang merdeka. Untuk mewujudkannya Kemal mengeluarkan maklumat yang berisi pernyataan- pernyataan sebagai berikut Turki, pada tanggal 23 April 1920 suatu pemerintah tandingan dibentuk di Angora (kota ini selanjutnya berubah nama menjadi Ankara), diketuai oleh Mustafa Kemal dan mengambil alih kekuasaan utama.

Pada tahun 1921, Majelis Nasional Agung mengeluarkan konstitusi baru dengan pasal satunya yang menyatakan bahwa kedaulatan adalah milik rakyat. Pada tahun 1922, atas usulan Mustafa Kemal, Majelis Nasional Agung mengadakan pemisahan antara jabatan sultan dan jabatan khalifah, sekaligus menghapus jabatan sultan. Dengan demikian Raja Turki hanya memegang jabatan khalifah yang tidak mempunyai kekuasaan duniawi, melainkan hanya kekuasaan spiritual saja. Mustafa Kemal melihat bahwa pemerintahan Turki Usmani bukan tipe ideal pemerintahan modern.[5]

Pemahaman semacam ini memiliki banyak implikasi bagi masyarakat Turki. Atatürk, bapak pendiri negara Turki, bertekad untuk mendirikan sebuah negara yang nantinya secara budaya meniru Barat dan berkinginan menghapus Islam dari negara, baik dalam hierarki atau ideologi resminya, dan menggantinya dengan Islam yang modern yang semata-mata hanya sebagai bentuk keyakinan pribadi seseorang (Szyliowicz, 2003). Menurut the International Religious Freedom Report 2013 yang dipublikasikan oleh Biro Demokrasi, Hak Asasi and Perburuhan, Amerika Serikat, Turki dianggap sebagai negara dimana kebebasan beragama dilindungi. Namun, ada banyak poin-poin kritik dalam laporan tersebut, seperti masalah tuduhan penistaan Islam terhadap individu, kurangnya pengakuan atas tempat ibadah penganut Alevi dan pelecehan yang menimpa orang-orang yang pindah agama dari Islam.[6]

 

 

 

C.    PENUTUP

1.      Kesimpulan

Dalam sejarah perkembangan Islam di Turki masa lalu, ketika Turki sebagai wilayah kerajaan Islam, Islam sendiri mengalami perkembangan yang sejalan dengan perkembangan. Kemajuan yang dicapai Turki ketika itu antara lain perkembangan wilayah Islam, sosial politik, administrasi pemerintahan, militer, dan umat Islam juga mencapai perkembangan di bidang ekonomi. Demikian seterusnya Turki dan umat Islam berkembang dan maju dalam berbagai bidang sampai Turki memasuki masa reformasi di era kontemporer di mana Turki bukan lagi pemeritahannya berdasarkan pada sistem kerajaan atau dinasti.

Sejak diproklamirkan oleh Mustafa Kemal pada 29 Oktober 1923, Turki memasuki masa reformasi atau masa peralihan dari kekhalifahan ke republik. Kemudian, pada dekade 1920-an dan 1930-an Islam semakin mengalami perkembangan yang signifikan di Turki. Komposisi penduduk di dalam batas-batas Republik Turki berubah secara dramatis, dan sensus tahun 1927 jumlah penduduk non-muslim berkurang dari 20% menjadi 2,6%, dan terus berkurang setelah itu. Sebaliknya populasi umat Islam terus berkembang, dan sensus terakhir pada tahun 2000, umat Islam mencapai angka 98%.

Tentu saja sampai saat ini, tahun 2007 jumlah populasi tersebut tetap bertahan dan bahkan meningkat untuk tidak mengatakan bahwa penduduknya adalah muslim semua

2.      Saran

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Allah Swt. yang telah melancarkan penulisan Makalah ini walaupun memiliki beberapa kendala di awal. Penulis tahu bahwa masih banyak kekurangan baik dari segi isi Materi sampai segi kepenulisannya. Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun Makalah ini sehingga bisa dipakai sebagai bahan ajar bersama.



DAFTAR PUSTAKA

 

 

Achmad Syafrizal, Sejarah Islam Nusantara, Jurnal slamuna Volume 2 Nomor 2 Desember 2015

Amin Mudzakkir, ISLAM DAN POLITIK DI ERA KONTEMPORER, Epistemé, Vol. 11, No. 1, Juni 2016

Ahmad Jubaidi, Kebijakan Politik Recep Tayyib Erdogan dan Islamisme Turki Kontemporer, Jurnal Agama dan Hak Azazi Manusia,  Vol. 6, No. 1, November 2016

Fathur Rahman, SEJARAH PERKEMBANGAN ISLAM DI TURKI, TASAMUH : Jurnal Studi Islam, Volume 10, Nomor 2, September 2018

Hotni Sari, Pembaharuan Pendidikan Islam di Turki, Jurnal Hibrul‟ulama, ol.1  No.1, Januari-Juni 2019

Tayfun Kasapoglu, Agama dan Politik di Era Turki Kontemporer: Sikap Para Ateis, Kultūra Ir Visuomenė. Socialinių tyrimų žurnalas. Vol. 8 No. 2 (2017



[1]Achmad Syafrizal, Sejarah Islam Nusantara, Jurnal slamuna Volume 2 Nomor 2 Desember 2015, hlm. 240

 

[2] Fathur Rahman, SEJARAH PERKEMBANGAN ISLAM DI TURKI, TASAMUH : Jurnal Studi Islam, Volume 10, Nomor 2, September 2018, hlm. 290-293

[3] Amin Mudzakkir, ISLAM DAN POLITIK DI ERA KONTEMPORER, Epistemé, Vol. 11, No. 1, Juni 2016, hlm. 35

[4] Hotni Sari, Pembaharuan Pendidikan Islam di Turki, Jurnal Hibrul‟ulama, ol.1  No.1, Januari-Juni 2019, hlm. 26-28

[5] Ahmad Jubaidi, Kebijakan Politik Recep Tayyib Erdogan dan Islamisme Turki Kontemporer, Jurnal Agama dan Hak Azazi Manusia,  Vol. 6, No. 1, November 2016, hlm. 146-150

[6] Tayfun Kasapoglu, Agama dan Politik di Era Turki Kontemporer: Sikap Para Ateis, Kultūra Ir Visuomenė. Socialinių tyrimų žurnalas. Vol. 8 No. 2 (2017

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH MODEL PEMBELAJARAN

MAKALAH LANDASAN PENDIDIKAN

MAKALAH STRATEGI KEWIRAUSAHAAN