MAKALAH PERKEMBANGAN DAN PROSPEK KEUANGAN, SERTA INVESTASI SYARIAH DI INDONESIA DAN GLOBAL
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
MAKALAH PERKEMBANGAN DAN PROSPEK KEUANGAN,
SERTA INVESTASI SYARIAH DI INDONESIA DAN GLOBAL
By: Rahmadhani, dkk.
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Sebagai negara dengan penduduk Muslim
terbesar, sudah selayaknya Indonesia menjadi pelopor, dan kiblat pengembangan
keuangan syariah di dunia sekaligus sebagai global
player keuangan syariah yang sangat besar. Hal tersebut ditopang oleh
beberapa faktor yaitu, jumlah penduduk Muslim yang besar menjadi potensi
nasabah industri keuangan syariah; prospek ekonomi yang cerah, tercermin dari
pertumbuhan ekonomi yang relative tinggi (kisaran 6,0%-6,5%) yang ditopang oleh
fundamental ekonomi yang solid; peningkatan sovereign
credit rating Indonesia menjadi investment
grade yang akan meningkatkan minat investor untuk berinvestasi di sektor
keuangan domestic, termasuk industri keuangan syariah; dan memiliki sumber daya
alam yang melimpah yang dapat dijadikan sebagai underlying transaksi industri keuangan syariah.
Perkembangan bank
syariah di Indonesia pasca krisis 1997 hingga sekarang merupakan sesuatu yang
menarik dicermati. Bank syariah seakan membiaskan pada pola ekonomi baru
berbasis Islam yang punya kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hingga
memasuki awal tahun 2007 telah berdiri 3 bank umum syariah dan 25 bank
konvensional yang membuka unit usaha syariah serta 107 Bank Perkreditan Rakyat
Syariah. Hasilnya pangsa pasar perbankan syariah pada awal tahun 2007 ini,
telah mencapai 1,6% dari total pangsa pasar perbankan di Indonesia. Melalui
program akselerasi Bank Indonesia diharapkan pada Desember 2008 pangsa pasar
perbankan syariah sudah mencapai 5,25% dari total pangsa pasar perbankan
nasional.
Sejalan dengan
itu, Global Islamic Financial Report
(GIFR) tahun 2011, telah menempatkan Indonesia menduduki urutan keempat negara
yang memiliki potensi dan kondusif dalam pengembangan industri keuangan syariah
setelah Iran, Malaysia, dan Saudi Arabia. Selain itu, Indonesia juga mengalami
peningkatan peranan industri keuangan syariah dengan ranking total asset
keuangan syariah dari urutan ke-17 pada tahun 2009 menjadi urutan ke-13 pada
tahun 2010 dengan nilai asset sebesar US$ 7,2 miliar.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa
pengertian dan tujuan dari bank syariah?
2.
Apa
fungsi dan peran bank syariah?
3.
Bagaimana
praktik perbankan di zaman Rasulullah SAW?
4.
Bagaimana
sejarah berdirinya bank syariah?
5.
Bagaimana
prospek perbankan syariah di Indonesia?
6.
Bagaimana
perkembangan perbankan syariah di Indonesia?
7.
Bagimana
perkembangan perbankan syariah di Timur Tengah dan Pakistan?
8.
Bagaimana
perkembangan investasi syariah di Indonesia dan Global?
C.
Tujuan Masalah
1.
Untuk
mengetahui pengertian dan tujuan bank syariah.
2.
Untuk
mengetahui fungsi dan peran bank syariah.
3.
Untuk
mengetahui praktik perbankan di zaman Rasulullah SAW.
4.
Untuk
mengetahui sejarah berdirinya bank syariah.
5.
Untuk
mengetahui prospek perbankan syariah di Indonesia.
6.
Untuk
mengetahui perkembangan perbankan syariah di Indonesia.
7.
Untuk
mengetahui perkembangan perbankan syariah di Timur Tengah dan Pakistan.
8.
Untuk
mengetahui perkembangan investasi syariah di Indonesia dan Global.
A.
Pengertian dan Tujuan Bank Syariah
Kata bank berasal
dari bahasa Perancis yaitu banque dan
bahasa Italia yaitu banco yang
berarti peti atau lemari. Pada zaman dahulu, para penukar uang (money changer) melakukan aktifitas
mereka di tempat para kelasi-kelasi kapal datang dan pergi di pelabuhan. Mereka
meletakkan uang penukaran tersebut diatas meja yang dinamakan banko. Istilah ini berpindah ke
negara-negara lain dengan arti yang sama dan mempunyai fungsi yang sama pula. Bangsa
Arab juga memakai kata-kata tersebut dengan pengertian yang sama.[1]
Secara umum, yang
dimaksud dengan bank syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya
memberikan kredit dan jasa-jasa lain dalam lalu lintas pembayaran serta
peredaran uang yang beroperasi disesuaikan dengan prinsip-prinsip syariah.
Dengan demikian, kegiatan bank akan selalu berkaitan dengan uang sebagai
dagangan utamanya. Di sisi lain, pendirian bank syariah mempunyai beberapa
tujuan yaitu sebagai berikut :
1.
Mengarahkan
kegiatan ekonomi umat Islam untuk bermuamalat
secara Islam. Khususnya, muamalat yang
berhubungan dengan perbankan agar umat Islam terhindar dari praktek-praktek
riba atau jenis-jenis transaksi lain yang mengandung unsure gharar (tipuan). Jenis-jenis usaha
tersebut selain dilarang oleh Islam, juga menimbulkan dampak negative dalam
kehidupan ekonomi.
2.
Menciptakan
suatu keadilan dibidang ekonomi melalui pemerataan pendapatan dengan kegiatan
investasi. Hal ini agar tidak terjadi kesenjangan yang besar antara pemilik
modal dengan yang membutuhkannya.
3.
Untuk
meningkatkan kualitas hidup umat dengan jalan membuka peluang usaha yang lebih
besar, khususnya masyarakat miskin. Usaha-usaha tersebut kemudian diarahkan
kepada kegiatan produktif menuju terciptanya kemandirian usaha.
4.
Untuk
menanggulangi masalah kemiskinan yang pada umumnya dialami oleh negara-negara
berkembang. Usaha bank syariah dalam hal ini adalah melakukan pembinaan
terhadap pengusaha, pedagang perantara, pembinaan konsumen, pengembangan modal
kerja dan pengembangan usaha bersama.
5.
Menjaga
stabilitas ekonomi dan moneter. Berdirinya bank syariah diharapkan mampu
mengatasi krisi ekonomi akibat inflasi dan menghindarkan persaingan yang tidak
sehat antara lembaga keuangan.
6.
Menjauhkan
umat Islam dari ketergantungan terhadap bank konvensional.[2]
B.
Fungsi dan Peran Bank Syariah
Fungsi bank
syariah secara garis besar sebenarnya tidak jauh berbeda dengan bank
konvensional, yaitu sebagai lembaga intermediasi yang mengerahkan dana dari
masyarakat dan menyalurkan kembali dana-dana tersebut kepada masyarakat yang
membutuhkannya dalam bentuk fasilitas pembiayaan. Perbedaan pokoknya terletak
dalam jenis keuntungan yang diambil bank dari transaksi-transaksi yang
dilakukannya. Bila bank konvensional mendasarkan keuntungannya dari pengambilan
bunga, maka bank syariah dari apa yang disebut sebagai imbalan, baik berupa
jasa (fee-base income) maupun mark-up atau profit margin, serta bagi
hasil (loss and profit sharing).
Menurut Duddy
Roesmara Donna, fungsi-fungsi perbankan sebenarnya telah ada dan menjadi
tradisi sejak zaman Rasulullah, seperti pembiayaan, penitipan harta,
pinjam-meminjam uang, dan bahkan melaksanakan fungsi pengiriman uang. Namun,
pada saat itu tentu saja fungsi-fungsi perbankan tersebut dilakukan masih
secara sederhana dan perorangan sesuai kebutuhan masyarakat, sehingga belum terlambangkan
secara sistematis.[3]
C.
Praktik Perbankan Di Zaman Rasulullah SAW.
Di dalam sejarah
perekonomian umat Islam, pembiayaan yang dilakukan dengan akad yang sesuai
syariah telah menjadi bagian dari tradisi umat Islam sejak zaman Rasulullah
SAW. Praktik-praktik seperti menerima titipan harta, meminjamkan uang untuk
keperluan konsumsi dan untuk keperluan bisnis, serta melakukan pengiriman uang
telah lazim dilakukan sejak zaman Rasulullah SAW. Dengan demikian,
fungsi-fungsi utama perbankan modern, yaitu menerima deposit atau simpanan,
menyalurkan dana dan melakukan transfer dana telah menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dari kehidupan umat Islam, bahkan sejak zaman Rasulullah SAW.[4]
Praktik-praktik
dari fungsi perbankan tersebut masih dilkukan oleh individu-individu.
Contohnya, Rasulullah SAW dan Khadijah pernah mempraktikkan akad mudharabah semasa hidup mereka. Khadijah
bertindak sebagai shahibul maal (pemberi
modal) dan Rasulullah SAW bertindak
sebagai mudharib (pengelola modal). Modal
tersebut dikelola oleh Rasulullah SAW dal bentuk usaha perdagangan. Setelah
Rasulullah SAW memperoleh hasil dari usahanya, maka Rasulullah akan memberikan bagi
hasil kepada Khadijah sesuai dengan kesepakatan mereka diawal akad. Dengan
demikian, dapat dipahami bahwa lembaga perbankan belum ada pada masa Rasulullah
SAW, namun praktik perbankan secara individu telah menjadi tradisi umat Islam.[5]
D.
Sejarah Berdirinya Bank Syariah
Gagasan mengenai
bank yang menggunakan sistem bagi hasil telah muncul sejak lama, ditandai
dengan banyaknya pemikir-pemikir Muslim yang menulis tentang keberadaan bank
syariah, misalnya Anwar Qureshi, Naiem Siddiq, dan Mahmud Ahmad. Kemudian
gagasan tersebut diperinci lagi dan ditulis oleh Mawdudi. Begitu juga dengan
tulisan-tulisan Muhammad Hamidullah yang ditulis pada tahun 1944, 1955, 1957,
dan 1962 bisa dikategorikan sebagai gagasan pendahulu mengenai perbankan Islam.
Perbankan mulanya
hanya ada di daratan Eropa, kemudian menyebar ke Asia Barat. Sejalan dengan
perkembangan daerah jajahan, maka perbankan pun ikut dibawa ke negara jajahan
mereka. Di Indonesia juga tidak terlepas dari penjajahan Belanda yang
mendirikan De Javasche Bank, De Post Paar Bank dan lainnya, serta
bank-bank milik pribumi, China, Jepang, dan Eropa seperti Bank Nasional
Indonesia, Batavia Bank, dan lainnya. Di zaman kemerdekaan perbankan Indonesia
sudah semakin maju, mulai dari bank pemerintah maupun bank swasta.
Sejarah perkembangan
bank syariah modern tercatat di Pakistan dan Malaysia sekitar tahun 1940-an,
yaitu upaya pengelolaan dana jama’ah haji secara non-konvensional. Secara
kolektif gagasan berdirinya bank syariah di tingkat internasional, muncul dalam
konferensi negara-negara Islam sedunia, di Kuala Lumpur, Malaysia pada tanggal
21-27 April 1969 yang diikuti oleh 19 negara peserta. Konferensi tersebut
memutuskan beberapa hal, yaitu :
1.
Tiap
keuntungan haruslah tunduk kepada hukum untung dan rugi, jika tidak ia termasuk
riba dan sedikit banyaknya riba hukumnya haram.
2.
Diusulkan
agar dibentuk suatu bank syariah yang bersih dari sistem riba dalam waktu
secepat mungkin.
3.
Sementara
menunggu berdirinya bank syariah, bank-bank yang menerapkan bunga diperbolehkan
beroperasi. Namun, jika benar-benar dalam keadaan darurat.
Ada dua sebab
diragukannya pembentukan bank syariah, yaitu sebagai berikut :
1.
Banyak
yang beranggapan bahwa sistem perbankan bebas bunga (interest free) adalah suatu yang tidak mungkin dan tidak lazim.
2.
Adanya
pertanyaan tentang bagaimana bank akan membiayai operasinya. Tetapi di lain
pihak, bank Islam adalah satu alternative sistem ekonomi Islam.
Untuk mempermudah
berkembangnya bank syariah di negara-negara Muslim perlu ada usaha bersama
diantara negara Muslim. Pada bulan Desember 1970, pada Sidang Menteri Luar
Negeri negara-negara Organisasi Konferensi Islam (OKI) di Karachi, Pakistan,
delegasi Mesir menagjukan sebuah proposal untuk mendirikan bank syariah.
Proposal tentang Pendirian Bank Islam Internasional untuk Perdagangan dan
Pembangunan (International Islamic Bank
for Trade and Development) dan proposal pendirian Federasi Bank Islam (Federation of Islamic Bank) dikaji para
ahli dari delapan belas negara Islam.
Pada Sidang
Menteri Luar Negeri OKI di Benghazi, Libya, pada Maret 1973 usulan tersebut
kembali diagendakan. Kemudian sidang memutuskan agar OKI mempunyai bidang yang
khusus menangani masalah ekonomi dan keuangan. Pada bulan Juli 1973, komite ahli yang
mewakili negara-negara Islam penghasil minyak bertemu di Jeddah, Arab Saudi
untuk membicarakan pendirian bank syariah. Rancangan pendirian bank tersebut,
berupa anggaran dasar dan anggaran rumah tangga, dibahas pada pertemuan kedua,
Mei 1974. Pada siding Menteri Keuangan OKI di Jeddah, tahun 1974, disetujui
rancangan pendirian Bank Pembangunan Islam atau Islamic Development Bank (IDB) dengan modal 12 miliar dinar atau
ekuivalen 2 miliar SDR (Special Drawing
Right) IMF (International Monetary
Fund).
Berdirinya IDB
memotivasi negara-negara Islam untuk mendirikan lembaga keuangan syariah. Pada
akhir periode 1970-an dan awal decade 1980-an, lembaga keuangan syariah
bermunculan di Mesir, Sudan, negara-negara Teluk, Pakistan, Iran, Malaysia,
serta Turki, termasuk Indonesia pada periode 1990-an. Selain itu, ada beberapa
negara-negara non-Muslim yang mendirikan bank Islam, seperti Inggris, Denmark,
Bahamas (Benon), Swiss, dan Luxemburg. Lembaga-lembaga keuangan syariah
tersebut dimasukkan dalam dua kategori, yaitu bank Islam Komersial (Islamic Comersial Bank) dan lembaga
investasi dalam bentuk International
Holding Campanies.
Pesatnya
perkembangan bank syariah menimbulkan ketertarikan bank konvensional untuk
menawarkan produk-produk bank syariah. Hal itu terlihat dari tindakan beberapa
bank konvensional yang membuka sistem tertentu dalam masing-masing bank dalam
menawarkan produk bank syariah, misalnya “Islamic
Windows” di Malaysia, “the Islamic
Transactions” di cabang Bank Mesir, dan “the
Islamic Service” di cabang-cabang bank Perdagangan Arab Saudi. Sementara
Citibank mendirikan Citi Islamic
Investment Bank pada tahun 1996 di Bahrain yang merupakan wholly-owned subsidiary.[6]
E.
Prospek Perbankan Syariah Di Indonesia
Pada hakikatnya,
ekonomi adalah segala aktifitas yang berkaitan dengan produksi dan distribusi
(yang berupa barang dan jasa yang bersifat material). Ekonomi pada buku M.
Dawam Rahardjo adalah kajian tentang produksi, distribusi dan konsumsi kekayaan
dalam masyarakat. Masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam tentu
harus menjalankan segala aktifitasnya berdasarkan aturan-aturan Islam, begitu
juga dalam aspek muamalat
(perekonomian). Perkembangan model-model perbankan syariah di Indonesia
merupakan bukti nyata eksistensi perjuangan pendirian bank-bank Islam di
Indonesia, yang menanggapi kegelisahan masyarakat Muslim di Indonesia tentang
adanya konsep “riba” yang diharamkan oleh agama Islam.[7]
Pemerintah telah
melakukan beberapa upaya dalam pengembangan ekonomi syariah di Indonesia, yaitu
dengan penyusunan UU No. 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Nasional
dan UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Menurut Edy Suandi Hamid,
UU No. 19 Tahun 2008 dapat disebut sebagai upaya pemerintah meningkatkan porsi
pembiayaan pembangunan nasional melalui skema pembiayaan syariah dari obligasi
negara dan surat berharga lainnya yang memiliki peluang besar bagi Indonesia
untuk memperolehnya dari investor Timur Tengah maupun umat Islam Indonesia itu sendiri.
Secara khusus, UU No. 21 Tahun 2008, perbankan syariah merupakan upaya
pemerintah dalam menguatkan kontribusi lembaga keuangan syariah dalam
memperkokoh pembangunan nasional. Kontribusi vital ekonomi syariah bagi
Indonesia adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.[8]
Kebijakan
pemerintah belum menyentuh pada kesejahteraan masyarakat. Sebagaimana
dikemukakan oleh Edy Suandi Hamid dalam kaitannya peran ekonomi syariah untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat memang belum menjadi agenda pengembangan
yang integratif. Visi pengembangan perbankan syariah adalah “Terwujudnya sistem
perbankan syariah yang kompetitif, efisien, dan memenuhi prinsip kehati-hatian
serta mampu mendukung sektor riil secara nyata melalui kegiatan pembiayaan
berbasis bagi hasil dan transaksi riil dalam kerangka keadilan,
tolong-menolong, dan menuju kebaikan guna kemaslahatan dan kesejahteraan
masyarakat”. Namun, pengembangan perbankan syariah di Indonesia yang disusun BI
misalnya, inisiatif dan target-target yang direncanakan belum mengarah pada upaya
kesejahteraan masyarakat.[9]
F.
Perkembangan Perbankan Syariah Di Indonesia
Pada tahun 1990,
pendirian bank syariah di Indonesia mulai dilakukan. Pada tanggal 18-20 Agustus
1990, Majelis Ulama Indonesia menyelenggarakan ‘Lokakarya Bunga Bank dan
Perbankan’ di Bogor, Jawa Barat. Hasil lokakarya tersebut dibahas lebih
mendalam pada Musyawarah Nasional ke-IV Majelis Ulama Indonesia di Jakarta pada
tanggal 22-25 Agustus 1990 untuk membentuk tim kerja pendirian bank Islam di
Indonesia. Hasil kerja tim tersebut adalah berdirinya Bank Muamalat Indonesia
pada tanggal 1 November 1991, yang resmi beroperasi pada tanggal 1 Mei 1992.
Setelah itu, berdirilah beberapa Bank Perkreditan Rakyat Syariah, yaitu Bank
Perkreditan Rakyat Syariah Berkah Amal Sejahtera, Bank Perkreditan Rakyat
Syariah Dana Mardhatillah, dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah Amanah Rabaniah
di Bandung, serta Bank Perkreditan Rakyat Syariah Hareukat di Aceh.[10]
Perkembangan awal
perbankan syariah dalam sistem perbankan nasional direspon dengan cepat oleh
pemerintah. Pada tanggal 25 Maret 1992, disahkan UU No. 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan menggantikan UU No. 14 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perbankan guna
mengakomodir berdirinya bank syariah di Indonesia. Pada pasal 6 huruf m dan
pasal 13 huruf c UU No. 7 Tahun 1992 disebutkan bahwa usaha bank umum dan Bank
Perkreditan Rakyat salah satunya adalah menyediakan pembiayaan bagi nasabah
berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam
peraturan pemerintah. Ketentuan ini menjadi dasar hukum bagi perbankan syariah
dalam menjalankan kegiatan usahanya. Kemudian ketentuan ini diperkuat dengan
disahkannya Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 1992 tentang Bank berdasarkan
prinsip bagi hasil.
Pada pasal 1 UU
No. 10 Tahun 1998 disebutkan bahwa bank umum maupun bank perkreditan rakyat
adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau
berdasarkan prinsip syariah. Prinsip syariah dalam pasal tersebut adalah aturan
perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan
dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan
sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan
prinsip penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli barang
dengan memperoleh keuntungan (murabahah),
serta pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah) atau dengan adanya pilihan
pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).[11]
Masyarakat
Indonesia pernah kehilangan kepercayaan terhadap dunia perbankan pada saat
terjadinya krisis ekonomi tahun 1998. Krisis ekonomi tersebut menjadi
kehancuran bagi sistem perbankan nasional. Namun, bank syariah tidak terkena
dampak dari krisis ekonomi tersebut.
Pada saat krisis
ekonomi berlangsung, secara faktual Bank Muamalat Indonesia merupakan
satu-satunya bank umum syariah Indonesia termasuk dalam kategori bank yang
sehat karena mempunyai Capital Adequacy
Ratio dengan kategori ‘A’. Artinya, bank syariah dapat menunjukkan kinerja
yang relatif lebih baik dibandingkan dengan bank-bank konvensional. Merespon
perkembangan perbankan syariah yang signifikan dalam sistem perbankan nasional,
maka pada tanggal 16 Juli 2008 disahkan UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah sebagai landasan hukum tersendiri bagi bank syariah di Indonesia.
Berdasarkan data
OJK pada tahun 2017, bank umum syariah di Indonesia berjumlah 13 bank, unit
usahasyariah dari bank konvensional berjumlah 21 bank, dan Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah berjumlah 102 bank. Hal ini adalah bukti eksistensi dan
perkembangan perbankan syariah yang signifikan dalam sistem perbankan nasional.
Artinya, bank syariah merupakan lembaga keuangan yang dapat berkembang dengan
pesat atas dasar kepercayaan dari masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama
Islam.[12]
Masyarakat
Indonesia percaya kepada perbankan syariah, karena memiliki tanggung jawab
hukum terhadap peraturan prundang-undangan, tanggung jawab moral terhadap
masyarakat, dan tanggung jawab ibadah kepada Allah. Bank syariah memiliki
tanggung jawab moral terhadap masyarakat artinya bahwa masyarakat menganggap
orang yang bekerja di bank syariah mempunyai akhlak yang baik sesuai dengan ajaran
Islam, misalnya jujur dalam bekerja. Bank syariah memiliki tanggung jawab
ibadah kepada Allah artinya bahwa orang yang bekerja di bank syariah secara
tidak langsung telah berdakwah menjalankan syari’at Islam di bidang muamalah,
misalnya menganjurkan masyarakat untuk meninggalkan riba.
Perkembangan bank
syariah di Indonesia berjalan dengan pesat. Walaupun demikian, jumlah bank,
jumlah kantor bank, dan jumlah total asset bank syariah masih sangat kecil
dibandingkan dengan bank konvensional. Berdasarkan data OJK pada tahun 2018,
jumlah nasabah yang menyimpan dana di bank syariah hanya berjumlah 4,7 juta
orang. Jumlah ini masih sangat sedikit jika dibandingkan dengan jumlah penduduk
Indonesia yang beragama Islam, yang jumlahnya mencapai 207,1 juta jiwa menurut
data sensus penduduk tahun 2010.[13]
G.
Perkembangan Perbankan Syariah Di Timur Tengah dan
Pakistan
1.
Pertumbuhan Perbankan Syariah Di Timur Tengah
Kekayaan
negara-negara Islam di Timur Tengah merupakan faktor penting dalam pendirian
bank-bank syariah, tidak hanya di Timur Tengah namun berpengaruh dalam
pertumbuhan bank syariah di dunia. Sebab, negara-negara bagian Timur Tengah
merupakan detak jantung pertumbuhan industri keuangan Islam di dunia. Pesatnya
pertumbuhan bank syariah terjadi pada saat melonjaknya harga minyak di daerah
Timur Tengah. Sebab, hampir semua perbankan syariah di Timur Tengah dibiayai
oleh negara-negara teluk yang kaya akan minyak.
Gagasan
menjalankan praktik syariah di dunia perbankan terus bergulir di Timur Tengah
yang dimulai sejak berdirinya beberapa institusi syariah, diantaranya adalah Mit Ghamr Bank, terdapat di Mesir pada
tahun 1963 perintis usaha ini adalah Ahmad el-Najjar. Mit Ghamr Bank menjadi salah satu eksperimen pendirian bank syariah
paling sukses dan inovatif. Mit Ghamr
Bank berhasil memadukan manajemen perbankan Jerman dengan prinsip muamalah
Islam.
Pada tahun 1967 Mit Ghamr Bank yang berprinsip syariah
ditutp karena persoalan politik. Kemudian, pada tahun 1971 di Mesir didirikan
kembali bank Islam dengan nama Nasser
Social Bank yang lebih bertujuan sosial daripada komersil. Tidak kalah
dengan Mit Ghamr Bank, pendirian Islamic Development Bank (IDB) juga
menjadi salah satu bukti pertumbuhan perbankan syariah.
Pada siding
Menteri Luar Negeri di Karachi, Mesir memberikan usulan untuk pendirian bank
Islam Internasional untuk perdagangan dan pembangunan serta federasi bank Islam.
Inti pengajuan usulan tersebut adalah pendirian Islamic Bank. Diusulkan juga pembentukan badan-badan khusus yang
disebut sebagai badan investasi dan pembangunan negara-negara Islam (Investment and Development Body of Islamic
Countries), serta pembentukan perwakilan-perwakilan khusus yakni asosiasi
bank-bank Islam sebagai badan konsultatif tentang ekonomi dan perbankan Islam.
Pada tahun 1975,
hasil dari usulan Mesir dan usulan tambahan dari para anggota disponsori oleh
negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam. Pada saat itu
IDB beranggotakan 22 negara Islam sebagai pendiri. Berdirinya IDB menjadi suatu
hal yang memotivasi banyak negara Islam untuk mendirikan lembaga keuangan
syariah, baik lembaga bank maupun non-bank.
Faktor-faktor yang
mempengaruhi munculnya bank syariah di Timur Tengah dilatarbelakangi oleh :
a.
Pemahaman
neo-revivalis : bunga bank (riba);
b.
Penguasa
negara-negara Islam di Timur Tengah terpengaruh oleh interpretasi neo-revivalis tentang riba.
Adapun
produk-produk perbankan syariah di Timur Tengah adalah jasa-jasa seperti
layanan individu, pengoperasian persekutuan mudharabah,
penanaman modal, layanan dagang untuk institusi, online bank, job opportunity
dan berbagai pelatihan keuangan, serta produk asuransi yang sangat diminati
oleh nasabah. Sedangkan sistem yang digunakan adalah pengenalan ekonomi Islam, konsep
perbankan Islam, pengeluaran perbankan Islam berupa dana zakat dan pinjaman
atau qard al-hasan.[14]
2.
Pertumbuhan Perbankan Syariah Di Pakistan
Pakistan merupakan
sebuah wilayah di Asia Selatan dengan luas wilayah kurang lebih 2.075 mil yang
membentang mulai dari timur hingga barat. Pakistan dihuni oleh penduduk yang
sebagian besarnya dikelompokkan menjadi empat elemen ras yang utama, yaitu Mongoloid, Negroid, Europid, dan Vedoid. Pakistan terbentuk atas
pemisahan dari negara India.
Penerapan konsep
perbankan syariah sudah dimulai pada awal pendirian Pakistan sebagai sebuah
negara. Pada tahun 1949, disahkan resolusi objektif dalam siding kontituante
yang mengusulkan untuk menjadikan ajaran Islam sebagai fondasi ideologi negara.
Kemudian, Pakistan melalui bank sentral membentuk sebuah devisi yang fokus
untuk pengelolaan sistem ekonomi Islam yang tugasnya untuk meneliti sistem
ekonomi Islam.
Sistem perbankan
Islam di Pakistan dimulai dengan berbagai peristiwa, salah satunya dengan
dibentuknya dewan penasehat ideologi Islam yang bertugas dalam memberikan
nasihat mengenai kerangka hukum serta institusional sistem ekonomi non-bunga. Dewan
ideologi Islam Pakistan melarang adanya riba dan menyarankannya untuk beralih
kepada sistem perbankan syariah. Pada tahun 1984 melalui BCD Circular No. 13, diumumkanlah bahwa
semua lembaga keuangan bank yang bergerak dengan sistem bunga harus dihentikan
dalam jangka waktu satu tahun.
Kebijakan yang
sangat menarik diambil oleh Pakistan adalah Pakistan telah menghapus sistem
perbankan yang menggunakan sistem bunga. Saat ini Pakistan hanya mempraktikkan
satu sistem perbankan saja yaitu perbankan syariah. Pakistan membuat langkah
tersebut dengan memberikan pinjaman tanpa bunga terutama kepada petani dan para
nelayan.
Perbankan syariah
dan kelembagaannya yang berada di Pakistan bergerak di beberapa sektor, yaitu
asuransi Islam, Reksadana Islam, dan Perbankan Islam. Produk-produk perbankan
syariah di Pakistan, yaitu :
a.
Pendanaan
Jasa (giro, tabungan umum, investasi umum, program dana pensiun).
b.
Pembiayaan
Produk/Jasa (modal kerja, investasi, pembiayaan proyek, Islamic Export Kafinance Scheme, pengadaan barang investasi,
pembiayaan pendapatan, pengadaan barang konsumsi, pembiayaan property,
pembiayaan rumah/kantor, pembiayaan kendaraan bermotor, pembiayaan komputer, pembiayaan
pabrik dan mesin, pemesanan barang investasi, pembiayaan tabungan, pinjaman
kebijakan, Take Over/Transfer Services,
dan pertanian).
c.
Jasa Pro Perbankan (kartu ATM, telepon
banking, pembayaran banking, dan pembayaran lainnya).
d.
Jasa
Operasional (kliring, transfer, pajak online, dan ekspor/impor).
e.
Jasa
Investasi (investasi khusus dan Mudharabah
Certificates).
f.
Instrumen
Keuangan Syariah (Mudharabah Certificates,
Partiupation Term Certificates, Certificates of Musharakah, dan Term Finance Certificates).
Adapun
karakteristik perbankan syariah di Pakistan, adalah :
a.
Sistem
keuangan serta sistem perbankan;
b.
Aliran
pemikiran;
c.
Kedudukan
perbankan syariah di dalam UU;
d.
Strategi
pengembangan perbankan syariah dan produk perbankan syariah.[15]
H.
Perkembangan Investasi Syariah Di Indonesia dan Global
1.
Perkembangan Investasi Syariah Di Indonesia
Terjadinya krisis
ekonomi di Indonesia pada tahun 1998 memberikan gambaran bahwa sektor keuangan
konvensional yang berlandaskan sistem bunga sangat rapuh terhadap krisis.
Sementara sektor keuangan syariah pada saat itu jumlahnya masih minim, tetapi
keuangan syariah dapat menunjukkan tingkat resistensi yang tinggi terhadap
krisis dan dapat dengan baik melewatinya.Kenyataan ini mendorong pertumbuhan
yang sangat signifikan pada sektor keuangan syariah pasca krisis 1998, yang
ditandai dengan berkembangnya jasa-jasa keuangan baik bank maupun non-bank yang
berlandaskan prinsip syariah.
Seiring semakin
membaiknya kondisi perekonomian di Indonesia, tingkat investasi pada sektor
keuangan juga semakin meningkat. Investasi dalam Islam merupakan bagian dari
kegiatan muamalah, Islam memandang investasi sebagai hal yang wajib untuk
dilakukan agar harta menjadi produktif dan dapat lebih bermanfaat bagi orang
lain, dan secara tegas Islam melarang penimbunan harta.
Secara resmi,
Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) meluncurkan prinsip pasar modal syariah
pada tanggal 14-15 Maret 2003 dengan ditandatanganinya nota kesepahaman antara
Bapepam dengan Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), maka perjalanannya
perkembangan dan pertumbuhan transaksi efek syariah di pasar modal Indonesia
terus meningkat. Ditengah maraknya pertumbuhan kegiatan ekonomi syariah secara
umum di Indonesia, perkembangan kegiatan investasi syariah di pasar modal
Indonesia masih dianggap belum mengalami kemajuan yang cukup signifikan,
meskipun kegiatan investasi syariah tersebut telah dimulai dan diperkenalkan
sejak pertengahan tahun 1997 melalui instrumen reksa dana syariah serta sejumlah
fatwa DSN-MUI berkaitan dengan kegiatan investasi syariah di pasar modal
Indonesia.
Pasar modal
memiliki peran yang sangat penting dalam perekonomian suatu negara karena dapat
menjadi sumber pengumpulan dana alternatif selain melalui bank. Pasar modal
menjalankan dua fungsi sekaligus, yaitu fungsi ekonomi dan fungsi keuangan. Pasar
modal menjalankan fungsi ekonomi karena menyediakan fasilitas yang
mempertemukan dua pihak yang memiliki kelebihan dana (investor) dan pihak yang
memerlukan dana (emiten).
Investor dapat
menginvestasikan dananya dengan harapan memperoleh return, sedangkan emiten
dapat memperoleh dana untuk melakukan investasi tanpa harus menunggu hasil dari
operasional perusahaan. Pasar modal menjalankan fungsi keuangan karena
memberikan kemungkinan dan kesempatan memperoleh imbal hasil bagi pemilik dana
sesuai dengan karakteristik efek yang dipilih.[16]
2.
Perkembangan Investasi Syariah Global
Perkembangan pasar
keuangan negara-negara maju memang menjadikan pengalaman khas kepada akademisi,
yakni semakin modern peradaban ekonomi suatu masyarakat, maka akan semakin
membesar peran pasar modal yang dibarengi dengan semakin mengecilnya peran
perbankan komersil di dalam memobilisasi dana mereka ke sektor produktif.
Masyarakat yang semakin terdidik akan semakin tidak suka menanamkan dana mereka
di bank komersil, karena alasan pemberian return
yang relatif kecil, meskipun risikonya juga kecil. Dengan memasuki pasar
modal, mereka memasuki area yang lebih menantang dan lebih mendorong
pemanfaatan kemampuan analitis investasi syariah yang sudah mereka miliki,
sekaligus menjanjikan return yang
lebih baik.
Fenomena tersebut adalah
peningkatan peran pasar modal yang dibarengi dengan berkurangnya peran
perbankan komersil. Upaya menuju masyarakat syariah (muamalah) perlu dibarengi
dengan memasuki wacana pasar keuangan syariah. Memasuki wacana pasar keuangan
syariah seperti memasuki dunia yang masih lenggang.[17]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Bank syariah adalah
lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa lain dalam
lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang beroperasi disesuaikan dengan
prinsip-prinsip syariah. Pendirian bank syariah mempunyai beberapa tujuan yaitu
sebagai berikut :
1.
Mengarahkan
kegiatan ekonomi umat Islam untuk bermuamalat
secara Islam.
2.
Menciptakan
suatu keadilan dibidang ekonomi melalui pemerataan pendapatan dengan kegiatan
investasi.
3.
Untuk
meningkatkan kualitas hidup umat dengan jalan membuka peluang usaha yang lebih
besar, khususnya masyarakat miskin.
4.
Untuk
menanggulangi masalah kemiskinan yang pada umumnya dialami oleh negara-negara
berkembang.
5.
Menjaga
stabilitas ekonomi dan moneter.
6.
Menjauhkan
umat Islam dari ketergantungan terhadap bank konvensional.
Fungsi bank syariah
secara garis besar sebenarnya tidak jauh berbeda dengan bank konvensional,
yaitu sebagai lembaga intermediasi yang mengerahkan dana dari masyarakat dan
menyalurkan kembali dana-dana tersebut kepada masyarakat yang membutuhkannya
dalam bentuk fasilitas pembiayaan.
Praktik perbankan di
zaman Rasulullah SAW pastinya dilakukan dengan akad yang sesuai syariah, yaitu
seperti praktik-praktik menerima titipan harta, meminjamkan uang untuk
keperluan konsumsi dan untuk keperluan bisnis, serta melakukan pengiriman uang.
Sejarah berdirinya bank syariah muncul melalui
pemikir-pemikir Muslim yang menulis tentang keberadaan bank syariah. Perbankan
mulanya hanya ada di daratan Eropa dan kemudian menyebar ke Asia Barat melalui
jajahan ke negara-negara yang dijajah. Berdirinya IDB juga merupakan sarana
atau motivasi kepada negara-nagara Islam untuk mendirikan lembaga keuangan
syariah.
Berdirinya bank syariah
di Indonesia dilakukan sejak tahun 1990 oleh Majelis Ulama Indonesia, yang
diwujudkan dengan berdirinya bank muamalat Indonesia pada tanggal 1 November
1991. Perkembangan awal perbankan syariah dalam sistem perbankan nasional
direspon dengan cepat oleh pemerintah dengan disahkannya UU No. 7 Tahun 1992
tentang perbankan, yang kemudian diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998. Krisis
ekonomi yang terjadi tahun 1998 merupakan kehancuran bagi sistem perbankan
nasional tentang perkembangan perbankan syariah di Indonesia. Perbankan syariah
disahkan pada tanggal 16 Juli 2008 dalam UU No. 21 Tahun 2008.
Perkembangan perbankan syariah
di Timur Tengah hadir dengan jatuh bangunnya pengembangan perbankan. Naik
turunnya perkembangan ekonomi di Timur Tengah disebabkan karena belum mendapat
perhatian yang sangat vital dari pemerintah. Berbeda dengan negara Pakistan
yang berani mengambil kebijakan pelarangan perbankan dengan sistem riba, dan
Pakistan juga menyatakan negaranya hanya memiliki satu sistem perekonomian saja
yaitu sistem syariah.
Perkembangan investasi
syariah di Indonesia masih dianggap belum mengalami kemajuan yang signifikan,
meskipun kegiatan investasi syariah di Indonesia sudah dimulai dan
diperkenalkan pada tahun 1997 oleh DSN-MUI. Perkembangan investasi syariah
global ataupun di negara-negara maju menjadikan pengalaman khas kepada
akademisi, yakni semakin modern peradaban ekonomi suatu masyarakat, maka akan
semakin besar peran pasar modal yang dibarengi dengan semakin kecilnya peran
perbankan komersil dalam memobilisasi dan mereka ke sektor produktif.
Saran
Demikianlah makalah ini
kami buat dan kami menyadari makalah kami jauh dari kata sempurna. Maka dari
itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan
makalah kami ini. Selanjutnya, kami harapkan semoga makalah ini dapat
bermanfaat serta menambah wawasan kita semua.
DAFTAR
PUSTAKA
Afni,
Laila. 2021. Perkembangan Perbankan
Syariah Di Timur Tengah dan Pakistan. Jurnal Hukum Bisnis Islam. Vol. 13.
No. 1.
Nofinawati. 2015. Perkembangan
Perbankan Syariah Di Indonesia. Jurnal JURIS. Vol. 14. No. 2.
“Perkembangan Investasi Syariah Di Indonesia dan
Global”. staidamgarut.ac.id. 19 November 2019. diakses 24 April 2022. https://staidamgarut.ac.id/perkembangan-investasi-syariah-di-I-Indonesia-dan-Global-html.
Suparyanto, Didik. 2018. Prospek Perbankan Syariah Di Indonesia. Jurnal Al-Insyiroh. Vol. 2.
No. 1.
Syufaat. 2011. Proses
Berdirinya Bank Syariah Di Dunia Islam. Jurnal SUHUF. Vol. 23. No. 1.
Utama,
Andrew Shandy. 2020. Perkembangan
Perbankan Syariah Di Indonesia. Jurnal UNES LAW REVIEW. Vol. 2. No. 3.
[1]Syufaat, Proses Berdirinya Bank
Syariah Di Dunia Islam, dalam Jurnal
SUHUF, Vol. 23, No. 1, 2011, hlm. 42-43.
[2]Ibid., hlm. 43-44.
[3]Idid., hlm. 44.
[4]Nofinawati, Perkembangan Perbankan
Syariah Di Indonesia, dalam Jurnal JURIS,
Vol. 14, No. 2, 2015, hlm. 169.
[5]Ibid.
[6]Ibid., hlm. 169-171.
[7]Didik Suprayanto, Prospek Perbankan
Syariah Di Indonesia, dalam Jurnal
Al-Insyiroh, Vol. 2, No. 1, 2018, hlm. 185.
[8]Ibid., hlm. 186.
[9]Ibid .,hlm. 186-187.
[10]Andrew Shandy Utama, Perkembangan
Perbankan Syariah Di Indonesia, dalam Jurnal
UNES LAW REVIEW, Vol. 2, No. 3, 2020, hlm. 292-294.
[11]Ibid., hlm. 294.
[12]Ibid., hlm. 294-295.
[13]Andrew Shandy Utama, Perkembangan
Perbankan Syariah Di Indonesia, dalam Jurnal
UNES LAW REVIEW, Vol. 2, No. 3, 2020, hlm. 295-296.
[14]Laila Afni, Perkembangan Perbankan
Syariah Di Timur Tengah dan Pakistan, dalam Jurnal
Hukum Bisnis Islam, Vol. 13, No. 1, 2021, hlm. 38-56.
[15]Ibid., hlm. 44-56.
[16]Perkembangan Investasi Syariah Di
Indonesia dan Global”, staidamgarut.ac.id, 19 November 2019, diakses 24 April
2022,
https://staidamgarut.ac.id/perkembangan-investasi-syariah-di-Indonesia-dan-Global-html.
[17]“Perkembangan Investasi Syariah Di
Indonesia dan Global”, staidamgarut.ac.id, 19 November 2019, diakses 24 April
2022, https://staidamgarut.ac.id/perkembangan-investasi-syariah-di-Indonesia-dan-Global-html.
Komentar
Posting Komentar