MAKALAH RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM

RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM By. Retno, dkk. A.       PENDAHULUA N   a.         Latar Belakang Bimbingan dan konseling merupakan kegiatan yang bersumber pada kehidupanmanusia. Kenyataan menunjukkan bahwa manusia di dalam kehidupannya selalu menghadapi persoalan-persoalan yang silih berganti. Persoalan yang satu dapat diatasi, persoalan yanglain muncul, demikian seterusnya. Manusia tidak sama satu dengan yang lain, baik dalamsifat maupun kemampuannya. Ada manusia yang danggup mampu mengatasi persoalan tanpa bantuan dari pihak lain, tetapi tidak sedikit manusia yang tidak mampu mengatasi persoalan bila tidak dibanntu orang lain, maka dari inilah bimbingan konseling dibutuhkan. Bimbingan dan konseling merupakan salah satu komponen dari pendidikan.Mengingat bahwa bimbingan dan konseling adalah suatu kegiatan bantuan dan tuntunan yangdiberikan kepada individu pada umumnya, dan siswa pada khususnya di sekolah. Hal inisangat relevan jika dilihat dari perumusan bahwa pend

MAKALAH PERKEMBANGAN DAN PROSPEK KEUANGAN, SERTA INVESTASI SYARIAH DI INDONESIA DAN GLOBAL

 MAKALAH PERKEMBANGAN DAN PROSPEK KEUANGAN,

SERTA INVESTASI SYARIAH DI INDONESIA DAN GLOBAL

By: Rahmadhani, dkk.


BAB I

PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang

 Sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar, sudah selayaknya Indonesia menjadi pelopor, dan kiblat pengembangan keuangan syariah di dunia sekaligus sebagai global player keuangan syariah yang sangat besar. Hal tersebut ditopang oleh beberapa faktor yaitu, jumlah penduduk Muslim yang besar menjadi potensi nasabah industri keuangan syariah; prospek ekonomi yang cerah, tercermin dari pertumbuhan ekonomi yang relative tinggi (kisaran 6,0%-6,5%) yang ditopang oleh fundamental ekonomi yang solid; peningkatan sovereign credit rating Indonesia menjadi investment grade yang akan meningkatkan minat investor untuk berinvestasi di sektor keuangan domestic, termasuk industri keuangan syariah; dan memiliki sumber daya alam yang melimpah yang dapat dijadikan sebagai underlying transaksi industri keuangan syariah.

Perkembangan bank syariah di Indonesia pasca krisis 1997 hingga sekarang merupakan sesuatu yang menarik dicermati. Bank syariah seakan membiaskan pada pola ekonomi baru berbasis Islam yang punya kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hingga memasuki awal tahun 2007 telah berdiri 3 bank umum syariah dan 25 bank konvensional yang membuka unit usaha syariah serta 107 Bank Perkreditan Rakyat Syariah. Hasilnya pangsa pasar perbankan syariah pada awal tahun 2007 ini, telah mencapai 1,6% dari total pangsa pasar perbankan di Indonesia. Melalui program akselerasi Bank Indonesia diharapkan pada Desember 2008 pangsa pasar perbankan syariah sudah mencapai 5,25% dari total pangsa pasar perbankan nasional.

Sejalan dengan itu, Global Islamic Financial Report (GIFR) tahun 2011, telah menempatkan Indonesia menduduki urutan keempat negara yang memiliki potensi dan kondusif dalam pengembangan industri keuangan syariah setelah Iran, Malaysia, dan Saudi Arabia. Selain itu, Indonesia juga mengalami peningkatan peranan industri keuangan syariah dengan ranking total asset keuangan syariah dari urutan ke-17 pada tahun 2009 menjadi urutan ke-13 pada tahun 2010 dengan nilai asset sebesar US$ 7,2 miliar.

 

B.       Rumusan Masalah

1.      Apa pengertian dan tujuan dari bank syariah?

2.      Apa fungsi dan peran bank syariah?

3.      Bagaimana praktik perbankan di zaman Rasulullah SAW?

4.      Bagaimana sejarah berdirinya bank syariah?

5.      Bagaimana prospek perbankan syariah di Indonesia?

6.      Bagaimana perkembangan perbankan syariah di Indonesia?

7.      Bagimana perkembangan perbankan syariah di Timur Tengah dan Pakistan?

8.      Bagaimana perkembangan investasi syariah di Indonesia dan Global?

 

C.      Tujuan Masalah

1.      Untuk mengetahui pengertian dan tujuan bank syariah.

2.      Untuk mengetahui fungsi dan peran bank syariah.

3.      Untuk mengetahui praktik perbankan di zaman Rasulullah SAW.

4.      Untuk mengetahui sejarah berdirinya bank syariah.

5.      Untuk mengetahui prospek perbankan syariah di Indonesia.

6.      Untuk mengetahui perkembangan perbankan syariah di Indonesia.

7.      Untuk mengetahui perkembangan perbankan syariah di Timur Tengah dan Pakistan.

8.      Untuk mengetahui perkembangan investasi syariah di Indonesia dan Global.


 

BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian dan Tujuan Bank Syariah

Kata bank berasal dari bahasa Perancis yaitu banque dan bahasa Italia yaitu banco yang berarti peti atau lemari. Pada zaman dahulu, para penukar uang (money changer) melakukan aktifitas mereka di tempat para kelasi-kelasi kapal datang dan pergi di pelabuhan. Mereka meletakkan uang penukaran tersebut diatas meja yang dinamakan banko. Istilah ini berpindah ke negara-negara lain dengan arti yang sama dan mempunyai fungsi yang sama pula. Bangsa Arab juga memakai kata-kata tersebut dengan pengertian yang sama.[1]

Secara umum, yang dimaksud dengan bank syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa lain dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang beroperasi disesuaikan dengan prinsip-prinsip syariah. Dengan demikian, kegiatan bank akan selalu berkaitan dengan uang sebagai dagangan utamanya. Di sisi lain, pendirian bank syariah mempunyai beberapa tujuan yaitu sebagai berikut :

1.      Mengarahkan kegiatan ekonomi umat Islam untuk bermuamalat secara Islam. Khususnya, muamalat yang berhubungan dengan perbankan agar umat Islam terhindar dari praktek-praktek riba atau jenis-jenis transaksi lain yang mengandung unsure gharar (tipuan). Jenis-jenis usaha tersebut selain dilarang oleh Islam, juga menimbulkan dampak negative dalam kehidupan ekonomi.

2.      Menciptakan suatu keadilan dibidang ekonomi melalui pemerataan pendapatan dengan kegiatan investasi. Hal ini agar tidak terjadi kesenjangan yang besar antara pemilik modal dengan yang membutuhkannya.

3.      Untuk meningkatkan kualitas hidup umat dengan jalan membuka peluang usaha yang lebih besar, khususnya masyarakat miskin. Usaha-usaha tersebut kemudian diarahkan kepada kegiatan produktif menuju terciptanya kemandirian usaha.

4.      Untuk menanggulangi masalah kemiskinan yang pada umumnya dialami oleh negara-negara berkembang. Usaha bank syariah dalam hal ini adalah melakukan pembinaan terhadap pengusaha, pedagang perantara, pembinaan konsumen, pengembangan modal kerja dan pengembangan usaha bersama.

5.      Menjaga stabilitas ekonomi dan moneter. Berdirinya bank syariah diharapkan mampu mengatasi krisi ekonomi akibat inflasi dan menghindarkan persaingan yang tidak sehat antara lembaga keuangan.

6.      Menjauhkan umat Islam dari ketergantungan terhadap bank konvensional.[2]

 

B.       Fungsi dan Peran Bank Syariah

Fungsi bank syariah secara garis besar sebenarnya tidak jauh berbeda dengan bank konvensional, yaitu sebagai lembaga intermediasi yang mengerahkan dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana-dana tersebut kepada masyarakat yang membutuhkannya dalam bentuk fasilitas pembiayaan. Perbedaan pokoknya terletak dalam jenis keuntungan yang diambil bank dari transaksi-transaksi yang dilakukannya. Bila bank konvensional mendasarkan keuntungannya dari pengambilan bunga, maka bank syariah dari apa yang disebut sebagai imbalan, baik berupa jasa (fee-base income) maupun mark-up atau profit margin, serta bagi hasil (loss and profit sharing).

Menurut Duddy Roesmara Donna, fungsi-fungsi perbankan sebenarnya telah ada dan menjadi tradisi sejak zaman Rasulullah, seperti pembiayaan, penitipan harta, pinjam-meminjam uang, dan bahkan melaksanakan fungsi pengiriman uang. Namun, pada saat itu tentu saja fungsi-fungsi perbankan tersebut dilakukan masih secara sederhana dan perorangan sesuai kebutuhan masyarakat, sehingga belum terlambangkan secara sistematis.[3]

 

C.      Praktik Perbankan Di Zaman Rasulullah SAW.

Di dalam sejarah perekonomian umat Islam, pembiayaan yang dilakukan dengan akad yang sesuai syariah telah menjadi bagian dari tradisi umat Islam sejak zaman Rasulullah SAW. Praktik-praktik seperti menerima titipan harta, meminjamkan uang untuk keperluan konsumsi dan untuk keperluan bisnis, serta melakukan pengiriman uang telah lazim dilakukan sejak zaman Rasulullah SAW. Dengan demikian, fungsi-fungsi utama perbankan modern, yaitu menerima deposit atau simpanan, menyalurkan dana dan melakukan transfer dana telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan umat Islam, bahkan sejak zaman Rasulullah SAW.[4]

Praktik-praktik dari fungsi perbankan tersebut masih dilkukan oleh individu-individu. Contohnya, Rasulullah SAW dan Khadijah pernah mempraktikkan akad mudharabah semasa hidup mereka. Khadijah bertindak sebagai shahibul maal (pemberi modal) dan Rasulullah SAW bertindak sebagai mudharib (pengelola modal). Modal tersebut dikelola oleh Rasulullah SAW dal bentuk usaha perdagangan. Setelah Rasulullah SAW memperoleh hasil dari usahanya, maka Rasulullah akan memberikan bagi hasil kepada Khadijah sesuai dengan kesepakatan mereka diawal akad. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa lembaga perbankan belum ada pada masa Rasulullah SAW, namun praktik perbankan secara individu telah menjadi tradisi umat Islam.[5]

 

D.      Sejarah Berdirinya Bank Syariah

Gagasan mengenai bank yang menggunakan sistem bagi hasil telah muncul sejak lama, ditandai dengan banyaknya pemikir-pemikir Muslim yang menulis tentang keberadaan bank syariah, misalnya Anwar Qureshi, Naiem Siddiq, dan Mahmud Ahmad. Kemudian gagasan tersebut diperinci lagi dan ditulis oleh Mawdudi. Begitu juga dengan tulisan-tulisan Muhammad Hamidullah yang ditulis pada tahun 1944, 1955, 1957, dan 1962 bisa dikategorikan sebagai gagasan pendahulu mengenai perbankan Islam.

Perbankan mulanya hanya ada di daratan Eropa, kemudian menyebar ke Asia Barat. Sejalan dengan perkembangan daerah jajahan, maka perbankan pun ikut dibawa ke negara jajahan mereka. Di Indonesia juga tidak terlepas dari penjajahan Belanda yang mendirikan De Javasche Bank, De Post Paar Bank dan lainnya, serta bank-bank milik pribumi, China, Jepang, dan Eropa seperti Bank Nasional Indonesia, Batavia Bank, dan lainnya. Di zaman kemerdekaan perbankan Indonesia sudah semakin maju, mulai dari bank pemerintah maupun bank swasta.

Sejarah perkembangan bank syariah modern tercatat di Pakistan dan Malaysia sekitar tahun 1940-an, yaitu upaya pengelolaan dana jama’ah haji secara non-konvensional. Secara kolektif gagasan berdirinya bank syariah di tingkat internasional, muncul dalam konferensi negara-negara Islam sedunia, di Kuala Lumpur, Malaysia pada tanggal 21-27 April 1969 yang diikuti oleh 19 negara peserta. Konferensi tersebut memutuskan beberapa hal, yaitu :

1.      Tiap keuntungan haruslah tunduk kepada hukum untung dan rugi, jika tidak ia termasuk riba dan sedikit banyaknya riba hukumnya haram.

2.      Diusulkan agar dibentuk suatu bank syariah yang bersih dari sistem riba dalam waktu secepat mungkin.

3.      Sementara menunggu berdirinya bank syariah, bank-bank yang menerapkan bunga diperbolehkan beroperasi. Namun, jika benar-benar dalam keadaan darurat.

Ada dua sebab diragukannya pembentukan bank syariah, yaitu sebagai berikut :

1.      Banyak yang beranggapan bahwa sistem perbankan bebas bunga (interest free) adalah suatu yang tidak mungkin dan tidak lazim.

2.      Adanya pertanyaan tentang bagaimana bank akan membiayai operasinya. Tetapi di lain pihak, bank Islam adalah satu alternative sistem ekonomi Islam.

Untuk mempermudah berkembangnya bank syariah di negara-negara Muslim perlu ada usaha bersama diantara negara Muslim. Pada bulan Desember 1970, pada Sidang Menteri Luar Negeri negara-negara Organisasi Konferensi Islam (OKI) di Karachi, Pakistan, delegasi Mesir menagjukan sebuah proposal untuk mendirikan bank syariah. Proposal tentang Pendirian Bank Islam Internasional untuk Perdagangan dan Pembangunan (International Islamic Bank for Trade and Development) dan proposal pendirian Federasi Bank Islam (Federation of Islamic Bank) dikaji para ahli dari delapan belas negara Islam.

Pada Sidang Menteri Luar Negeri OKI di Benghazi, Libya, pada Maret 1973 usulan tersebut kembali diagendakan. Kemudian sidang memutuskan agar OKI mempunyai bidang yang khusus menangani masalah ekonomi dan keuangan.  Pada bulan Juli 1973, komite ahli yang mewakili negara-negara Islam penghasil minyak bertemu di Jeddah, Arab Saudi untuk membicarakan pendirian bank syariah. Rancangan pendirian bank tersebut, berupa anggaran dasar dan anggaran rumah tangga, dibahas pada pertemuan kedua, Mei 1974. Pada siding Menteri Keuangan OKI di Jeddah, tahun 1974, disetujui rancangan pendirian Bank Pembangunan Islam atau Islamic Development Bank (IDB) dengan modal 12 miliar dinar atau ekuivalen 2 miliar SDR (Special Drawing Right) IMF (International Monetary Fund).

Berdirinya IDB memotivasi negara-negara Islam untuk mendirikan lembaga keuangan syariah. Pada akhir periode 1970-an dan awal decade 1980-an, lembaga keuangan syariah bermunculan di Mesir, Sudan, negara-negara Teluk, Pakistan, Iran, Malaysia, serta Turki, termasuk Indonesia pada periode 1990-an. Selain itu, ada beberapa negara-negara non-Muslim yang mendirikan bank Islam, seperti Inggris, Denmark, Bahamas (Benon), Swiss, dan Luxemburg. Lembaga-lembaga keuangan syariah tersebut dimasukkan dalam dua kategori, yaitu bank Islam Komersial (Islamic Comersial Bank) dan lembaga investasi dalam bentuk International Holding Campanies.

Pesatnya perkembangan bank syariah menimbulkan ketertarikan bank konvensional untuk menawarkan produk-produk bank syariah. Hal itu terlihat dari tindakan beberapa bank konvensional yang membuka sistem tertentu dalam masing-masing bank dalam menawarkan produk bank syariah, misalnya “Islamic Windows” di Malaysia, “the Islamic Transactions” di cabang Bank Mesir, dan “the Islamic Service” di cabang-cabang bank Perdagangan Arab Saudi. Sementara Citibank mendirikan Citi Islamic Investment Bank pada tahun 1996 di Bahrain yang merupakan wholly-owned subsidiary.[6]

 

E.       Prospek Perbankan Syariah Di Indonesia

Pada hakikatnya, ekonomi adalah segala aktifitas yang berkaitan dengan produksi dan distribusi (yang berupa barang dan jasa yang bersifat material). Ekonomi pada buku M. Dawam Rahardjo adalah kajian tentang produksi, distribusi dan konsumsi kekayaan dalam masyarakat. Masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam tentu harus menjalankan segala aktifitasnya berdasarkan aturan-aturan Islam, begitu juga dalam aspek muamalat (perekonomian). Perkembangan model-model perbankan syariah di Indonesia merupakan bukti nyata eksistensi perjuangan pendirian bank-bank Islam di Indonesia, yang menanggapi kegelisahan masyarakat Muslim di Indonesia tentang adanya konsep “riba” yang diharamkan oleh agama Islam.[7]

Pemerintah telah melakukan beberapa upaya dalam pengembangan ekonomi syariah di Indonesia, yaitu dengan penyusunan UU No. 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Nasional dan UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Menurut Edy Suandi Hamid, UU No. 19 Tahun 2008 dapat disebut sebagai upaya pemerintah meningkatkan porsi pembiayaan pembangunan nasional melalui skema pembiayaan syariah dari obligasi negara dan surat berharga lainnya yang memiliki peluang besar bagi Indonesia untuk memperolehnya dari investor Timur Tengah maupun umat Islam Indonesia itu sendiri. Secara khusus, UU No. 21 Tahun 2008, perbankan syariah merupakan upaya pemerintah dalam menguatkan kontribusi lembaga keuangan syariah dalam memperkokoh pembangunan nasional. Kontribusi vital ekonomi syariah bagi Indonesia adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.[8]

Kebijakan pemerintah belum menyentuh pada kesejahteraan masyarakat. Sebagaimana dikemukakan oleh Edy Suandi Hamid dalam kaitannya peran ekonomi syariah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat memang belum menjadi agenda pengembangan yang integratif. Visi pengembangan perbankan syariah adalah “Terwujudnya sistem perbankan syariah yang kompetitif, efisien, dan memenuhi prinsip kehati-hatian serta mampu mendukung sektor riil secara nyata melalui kegiatan pembiayaan berbasis bagi hasil dan transaksi riil dalam kerangka keadilan, tolong-menolong, dan menuju kebaikan guna kemaslahatan dan kesejahteraan masyarakat”. Namun, pengembangan perbankan syariah di Indonesia yang disusun BI misalnya, inisiatif dan target-target yang direncanakan belum mengarah pada upaya kesejahteraan masyarakat.[9]

 

F.       Perkembangan Perbankan Syariah Di Indonesia

Pada tahun 1990, pendirian bank syariah di Indonesia mulai dilakukan. Pada tanggal 18-20 Agustus 1990, Majelis Ulama Indonesia menyelenggarakan ‘Lokakarya Bunga Bank dan Perbankan’ di Bogor, Jawa Barat. Hasil lokakarya tersebut dibahas lebih mendalam pada Musyawarah Nasional ke-IV Majelis Ulama Indonesia di Jakarta pada tanggal 22-25 Agustus 1990 untuk membentuk tim kerja pendirian bank Islam di Indonesia. Hasil kerja tim tersebut adalah berdirinya Bank Muamalat Indonesia pada tanggal 1 November 1991, yang resmi beroperasi pada tanggal 1 Mei 1992. Setelah itu, berdirilah beberapa Bank Perkreditan Rakyat Syariah, yaitu Bank Perkreditan Rakyat Syariah Berkah Amal Sejahtera, Bank Perkreditan Rakyat Syariah Dana Mardhatillah, dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah Amanah Rabaniah di Bandung, serta Bank Perkreditan Rakyat Syariah Hareukat di Aceh.[10]

Perkembangan awal perbankan syariah dalam sistem perbankan nasional direspon dengan cepat oleh pemerintah. Pada tanggal 25 Maret 1992, disahkan UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan menggantikan UU No. 14 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perbankan guna mengakomodir berdirinya bank syariah di Indonesia. Pada pasal 6 huruf m dan pasal 13 huruf c UU No. 7 Tahun 1992 disebutkan bahwa usaha bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat salah satunya adalah menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah. Ketentuan ini menjadi dasar hukum bagi perbankan syariah dalam menjalankan kegiatan usahanya. Kemudian ketentuan ini diperkuat dengan disahkannya Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 1992 tentang Bank berdasarkan prinsip bagi hasil.

Pada pasal 1 UU No. 10 Tahun 1998 disebutkan bahwa bank umum maupun bank perkreditan rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah. Prinsip syariah dalam pasal tersebut adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan  modal (musyarakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), serta pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah) atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).[11]

Masyarakat Indonesia pernah kehilangan kepercayaan terhadap dunia perbankan pada saat terjadinya krisis ekonomi tahun 1998. Krisis ekonomi tersebut menjadi kehancuran bagi sistem perbankan nasional. Namun, bank syariah tidak terkena dampak dari krisis ekonomi tersebut.

Pada saat krisis ekonomi berlangsung, secara faktual Bank Muamalat Indonesia merupakan satu-satunya bank umum syariah Indonesia termasuk dalam kategori bank yang sehat karena mempunyai Capital Adequacy Ratio dengan kategori ‘A’. Artinya, bank syariah dapat menunjukkan kinerja yang relatif lebih baik dibandingkan dengan bank-bank konvensional. Merespon perkembangan perbankan syariah yang signifikan dalam sistem perbankan nasional, maka pada tanggal 16 Juli 2008 disahkan UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah sebagai landasan hukum tersendiri bagi bank syariah di Indonesia.

Berdasarkan data OJK pada tahun 2017, bank umum syariah di Indonesia berjumlah 13 bank, unit usahasyariah dari bank konvensional berjumlah 21 bank, dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah berjumlah 102 bank. Hal ini adalah bukti eksistensi dan perkembangan perbankan syariah yang signifikan dalam sistem perbankan nasional. Artinya, bank syariah merupakan lembaga keuangan yang dapat berkembang dengan pesat atas dasar kepercayaan dari masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam.[12]

Masyarakat Indonesia percaya kepada perbankan syariah, karena memiliki tanggung jawab hukum terhadap peraturan prundang-undangan, tanggung jawab moral terhadap masyarakat, dan tanggung jawab ibadah kepada Allah. Bank syariah memiliki tanggung jawab moral terhadap masyarakat artinya bahwa masyarakat menganggap orang yang bekerja di bank syariah mempunyai akhlak yang baik sesuai dengan ajaran Islam, misalnya jujur dalam bekerja. Bank syariah memiliki tanggung jawab ibadah kepada Allah artinya bahwa orang yang bekerja di bank syariah secara tidak langsung telah berdakwah menjalankan syari’at Islam di bidang muamalah, misalnya menganjurkan masyarakat untuk meninggalkan riba.

Perkembangan bank syariah di Indonesia berjalan dengan pesat. Walaupun demikian, jumlah bank, jumlah kantor bank, dan jumlah total asset bank syariah masih sangat kecil dibandingkan dengan bank konvensional. Berdasarkan data OJK pada tahun 2018, jumlah nasabah yang menyimpan dana di bank syariah hanya berjumlah 4,7 juta orang. Jumlah ini masih sangat sedikit jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia yang beragama Islam, yang jumlahnya mencapai 207,1 juta jiwa menurut data sensus penduduk tahun 2010.[13]

 

G.      Perkembangan Perbankan Syariah Di Timur Tengah dan Pakistan

1.      Pertumbuhan Perbankan Syariah Di Timur Tengah

Kekayaan negara-negara Islam di Timur Tengah merupakan faktor penting dalam pendirian bank-bank syariah, tidak hanya di Timur Tengah namun berpengaruh dalam pertumbuhan bank syariah di dunia. Sebab, negara-negara bagian Timur Tengah merupakan detak jantung pertumbuhan industri keuangan Islam di dunia. Pesatnya pertumbuhan bank syariah terjadi pada saat melonjaknya harga minyak di daerah Timur Tengah. Sebab, hampir semua perbankan syariah di Timur Tengah dibiayai oleh negara-negara teluk yang kaya akan minyak.

Gagasan menjalankan praktik syariah di dunia perbankan terus bergulir di Timur Tengah yang dimulai sejak berdirinya beberapa institusi syariah, diantaranya adalah Mit Ghamr Bank, terdapat di Mesir pada tahun 1963 perintis usaha ini adalah Ahmad el-Najjar. Mit Ghamr Bank menjadi salah satu eksperimen pendirian bank syariah paling sukses dan inovatif. Mit Ghamr Bank berhasil memadukan manajemen perbankan Jerman dengan prinsip muamalah Islam.

Pada tahun 1967 Mit Ghamr Bank yang berprinsip syariah ditutp karena persoalan politik. Kemudian, pada tahun 1971 di Mesir didirikan kembali bank Islam dengan nama Nasser Social Bank yang lebih bertujuan sosial daripada komersil. Tidak kalah dengan Mit Ghamr Bank, pendirian Islamic Development Bank (IDB) juga menjadi salah satu bukti pertumbuhan perbankan syariah.

Pada siding Menteri Luar Negeri di Karachi, Mesir memberikan usulan untuk pendirian bank Islam Internasional untuk perdagangan dan pembangunan serta federasi bank Islam. Inti pengajuan usulan tersebut adalah pendirian Islamic Bank. Diusulkan juga pembentukan badan-badan khusus yang disebut sebagai badan investasi dan pembangunan negara-negara Islam (Investment and Development Body of Islamic Countries), serta pembentukan perwakilan-perwakilan khusus yakni asosiasi bank-bank Islam sebagai badan konsultatif tentang ekonomi dan perbankan Islam.

Pada tahun 1975, hasil dari usulan Mesir dan usulan tambahan dari para anggota disponsori oleh negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam. Pada saat itu IDB beranggotakan 22 negara Islam sebagai pendiri. Berdirinya IDB menjadi suatu hal yang memotivasi banyak negara Islam untuk mendirikan lembaga keuangan syariah, baik lembaga bank maupun non-bank.

Faktor-faktor yang mempengaruhi munculnya bank syariah di Timur Tengah dilatarbelakangi oleh :

a.       Pemahaman neo-revivalis : bunga bank (riba);

b.      Penguasa negara-negara Islam di Timur Tengah terpengaruh oleh interpretasi neo-revivalis tentang riba.

Adapun produk-produk perbankan syariah di Timur Tengah adalah jasa-jasa seperti layanan individu, pengoperasian persekutuan mudharabah, penanaman modal, layanan dagang untuk institusi, online bank, job opportunity dan berbagai pelatihan keuangan, serta produk asuransi yang sangat diminati oleh nasabah. Sedangkan sistem yang digunakan adalah pengenalan ekonomi Islam, konsep perbankan Islam, pengeluaran perbankan Islam berupa dana zakat dan pinjaman atau qard al-hasan.[14]

2.      Pertumbuhan Perbankan Syariah Di Pakistan

Pakistan merupakan sebuah wilayah di Asia Selatan dengan luas wilayah kurang lebih 2.075 mil yang membentang mulai dari timur hingga barat. Pakistan dihuni oleh penduduk yang sebagian besarnya dikelompokkan menjadi empat elemen ras yang utama, yaitu Mongoloid, Negroid, Europid, dan Vedoid. Pakistan terbentuk atas pemisahan dari negara India.

Penerapan konsep perbankan syariah sudah dimulai pada awal pendirian Pakistan sebagai sebuah negara. Pada tahun 1949, disahkan resolusi objektif dalam siding kontituante yang mengusulkan untuk menjadikan ajaran Islam sebagai fondasi ideologi negara. Kemudian, Pakistan melalui bank sentral membentuk sebuah devisi yang fokus untuk pengelolaan sistem ekonomi Islam yang tugasnya untuk meneliti sistem ekonomi Islam.

Sistem perbankan Islam di Pakistan dimulai dengan berbagai peristiwa, salah satunya dengan dibentuknya dewan penasehat ideologi Islam yang bertugas dalam memberikan nasihat mengenai kerangka hukum serta institusional sistem ekonomi non-bunga. Dewan ideologi Islam Pakistan melarang adanya riba dan menyarankannya untuk beralih kepada sistem perbankan syariah. Pada tahun 1984 melalui BCD Circular No. 13, diumumkanlah bahwa semua lembaga keuangan bank yang bergerak dengan sistem bunga harus dihentikan dalam jangka waktu satu tahun.

Kebijakan yang sangat menarik diambil oleh Pakistan adalah Pakistan telah menghapus sistem perbankan yang menggunakan sistem bunga. Saat ini Pakistan hanya mempraktikkan satu sistem perbankan saja yaitu perbankan syariah. Pakistan membuat langkah tersebut dengan memberikan pinjaman tanpa bunga terutama kepada petani dan para nelayan.

Perbankan syariah dan kelembagaannya yang berada di Pakistan bergerak di beberapa sektor, yaitu asuransi Islam, Reksadana Islam, dan Perbankan Islam. Produk-produk perbankan syariah di Pakistan, yaitu :

a.       Pendanaan Jasa (giro, tabungan umum, investasi umum, program dana pensiun).

b.      Pembiayaan Produk/Jasa (modal kerja, investasi, pembiayaan proyek, Islamic Export Kafinance Scheme, pengadaan barang investasi, pembiayaan pendapatan, pengadaan barang konsumsi, pembiayaan property, pembiayaan rumah/kantor, pembiayaan kendaraan bermotor, pembiayaan komputer, pembiayaan pabrik dan mesin, pemesanan barang investasi, pembiayaan tabungan, pinjaman kebijakan, Take Over/Transfer Services, dan pertanian).

c.        Jasa Pro Perbankan (kartu ATM, telepon banking, pembayaran banking, dan pembayaran lainnya).

d.      Jasa Operasional (kliring, transfer, pajak online, dan ekspor/impor).

e.       Jasa Investasi (investasi khusus dan Mudharabah Certificates).

f.        Instrumen Keuangan Syariah (Mudharabah Certificates, Partiupation Term Certificates, Certificates of Musharakah, dan Term Finance Certificates).

Adapun karakteristik perbankan syariah di Pakistan, adalah :

a.       Sistem keuangan serta sistem perbankan;

b.      Aliran pemikiran;

c.       Kedudukan perbankan syariah di dalam UU;

d.      Strategi pengembangan perbankan syariah dan produk perbankan syariah.[15]

 

H.      Perkembangan Investasi Syariah Di Indonesia dan Global

1.      Perkembangan Investasi Syariah Di Indonesia

Terjadinya krisis ekonomi di Indonesia pada tahun 1998 memberikan gambaran bahwa sektor keuangan konvensional yang berlandaskan sistem bunga sangat rapuh terhadap krisis. Sementara sektor keuangan syariah pada saat itu jumlahnya masih minim, tetapi keuangan syariah dapat menunjukkan tingkat resistensi yang tinggi terhadap krisis dan dapat dengan baik melewatinya.Kenyataan ini mendorong pertumbuhan yang sangat signifikan pada sektor keuangan syariah pasca krisis 1998, yang ditandai dengan berkembangnya jasa-jasa keuangan baik bank maupun non-bank yang berlandaskan prinsip syariah.

Seiring semakin membaiknya kondisi perekonomian di Indonesia, tingkat investasi pada sektor keuangan juga semakin meningkat. Investasi dalam Islam merupakan bagian dari kegiatan muamalah, Islam memandang investasi sebagai hal yang wajib untuk dilakukan agar harta menjadi produktif dan dapat lebih bermanfaat bagi orang lain, dan secara tegas Islam melarang penimbunan harta.

Secara resmi, Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) meluncurkan prinsip pasar modal syariah pada tanggal 14-15 Maret 2003 dengan ditandatanganinya nota kesepahaman antara Bapepam dengan Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), maka perjalanannya perkembangan dan pertumbuhan transaksi efek syariah di pasar modal Indonesia terus meningkat. Ditengah maraknya pertumbuhan kegiatan ekonomi syariah secara umum di Indonesia, perkembangan kegiatan investasi syariah di pasar modal Indonesia masih dianggap belum mengalami kemajuan yang cukup signifikan, meskipun kegiatan investasi syariah tersebut telah dimulai dan diperkenalkan sejak pertengahan tahun 1997 melalui instrumen reksa dana syariah serta sejumlah fatwa DSN-MUI berkaitan dengan kegiatan investasi syariah di pasar modal Indonesia.

Pasar modal memiliki peran yang sangat penting dalam perekonomian suatu negara karena dapat menjadi sumber pengumpulan dana alternatif selain melalui bank. Pasar modal menjalankan dua fungsi sekaligus, yaitu fungsi ekonomi dan fungsi keuangan. Pasar modal menjalankan fungsi ekonomi karena menyediakan fasilitas yang mempertemukan dua pihak yang memiliki kelebihan dana (investor) dan pihak yang memerlukan dana (emiten).

Investor dapat menginvestasikan dananya dengan harapan memperoleh return, sedangkan emiten dapat memperoleh dana untuk melakukan investasi tanpa harus menunggu hasil dari operasional perusahaan. Pasar modal menjalankan fungsi keuangan karena memberikan kemungkinan dan kesempatan memperoleh imbal hasil bagi pemilik dana sesuai dengan karakteristik efek yang dipilih.[16]

2.      Perkembangan Investasi Syariah Global

Perkembangan pasar keuangan negara-negara maju memang menjadikan pengalaman khas kepada akademisi, yakni semakin modern peradaban ekonomi suatu masyarakat, maka akan semakin membesar peran pasar modal yang dibarengi dengan semakin mengecilnya peran perbankan komersil di dalam memobilisasi dana mereka ke sektor produktif. Masyarakat yang semakin terdidik akan semakin tidak suka menanamkan dana mereka di bank komersil, karena alasan pemberian return yang relatif kecil, meskipun risikonya juga kecil. Dengan memasuki pasar modal, mereka memasuki area yang lebih menantang dan lebih mendorong pemanfaatan kemampuan analitis investasi syariah yang sudah mereka miliki, sekaligus menjanjikan return yang lebih baik.

Fenomena tersebut adalah peningkatan peran pasar modal yang dibarengi dengan berkurangnya peran perbankan komersil. Upaya menuju masyarakat syariah (muamalah) perlu dibarengi dengan memasuki wacana pasar keuangan syariah. Memasuki wacana pasar keuangan syariah seperti memasuki dunia yang masih lenggang.[17]


 

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Bank syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa lain dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang beroperasi disesuaikan dengan prinsip-prinsip syariah. Pendirian bank syariah mempunyai beberapa tujuan yaitu sebagai berikut :

1.        Mengarahkan kegiatan ekonomi umat Islam untuk bermuamalat secara Islam.

2.        Menciptakan suatu keadilan dibidang ekonomi melalui pemerataan pendapatan dengan kegiatan investasi.

3.        Untuk meningkatkan kualitas hidup umat dengan jalan membuka peluang usaha yang lebih besar, khususnya masyarakat miskin.

4.        Untuk menanggulangi masalah kemiskinan yang pada umumnya dialami oleh negara-negara berkembang.

5.        Menjaga stabilitas ekonomi dan moneter.

6.        Menjauhkan umat Islam dari ketergantungan terhadap bank konvensional.

Fungsi bank syariah secara garis besar sebenarnya tidak jauh berbeda dengan bank konvensional, yaitu sebagai lembaga intermediasi yang mengerahkan dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana-dana tersebut kepada masyarakat yang membutuhkannya dalam bentuk fasilitas pembiayaan.

Praktik perbankan di zaman Rasulullah SAW pastinya dilakukan dengan akad yang sesuai syariah, yaitu seperti praktik-praktik menerima titipan harta, meminjamkan uang untuk keperluan konsumsi dan untuk keperluan bisnis, serta melakukan pengiriman uang.

 Sejarah berdirinya bank syariah muncul melalui pemikir-pemikir Muslim yang menulis tentang keberadaan bank syariah. Perbankan mulanya hanya ada di daratan Eropa dan kemudian menyebar ke Asia Barat melalui jajahan ke negara-negara yang dijajah. Berdirinya IDB juga merupakan sarana atau motivasi kepada negara-nagara Islam untuk mendirikan lembaga keuangan syariah.

Berdirinya bank syariah di Indonesia dilakukan sejak tahun 1990 oleh Majelis Ulama Indonesia, yang diwujudkan dengan berdirinya bank muamalat Indonesia pada tanggal 1 November 1991. Perkembangan awal perbankan syariah dalam sistem perbankan nasional direspon dengan cepat oleh pemerintah dengan disahkannya UU No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan, yang kemudian diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998. Krisis ekonomi yang terjadi tahun 1998 merupakan kehancuran bagi sistem perbankan nasional tentang perkembangan perbankan syariah di Indonesia. Perbankan syariah disahkan pada tanggal 16 Juli 2008 dalam UU No. 21 Tahun 2008.

Perkembangan perbankan syariah di Timur Tengah hadir dengan jatuh bangunnya pengembangan perbankan. Naik turunnya perkembangan ekonomi di Timur Tengah disebabkan karena belum mendapat perhatian yang sangat vital dari pemerintah. Berbeda dengan negara Pakistan yang berani mengambil kebijakan pelarangan perbankan dengan sistem riba, dan Pakistan juga menyatakan negaranya hanya memiliki satu sistem perekonomian saja yaitu sistem syariah.

Perkembangan investasi syariah di Indonesia masih dianggap belum mengalami kemajuan yang signifikan, meskipun kegiatan investasi syariah di Indonesia sudah dimulai dan diperkenalkan pada tahun 1997 oleh DSN-MUI. Perkembangan investasi syariah global ataupun di negara-negara maju menjadikan pengalaman khas kepada akademisi, yakni semakin modern peradaban ekonomi suatu masyarakat, maka akan semakin besar peran pasar modal yang dibarengi dengan semakin kecilnya peran perbankan komersil dalam memobilisasi dan mereka ke sektor produktif.

 

Saran

Demikianlah makalah ini kami buat dan kami menyadari makalah kami jauh dari kata sempurna. Maka dari itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah kami ini. Selanjutnya, kami harapkan semoga makalah ini dapat bermanfaat serta menambah wawasan kita semua.


 

DAFTAR PUSTAKA

Afni, Laila. 2021. Perkembangan Perbankan Syariah Di Timur Tengah dan Pakistan. Jurnal Hukum Bisnis Islam. Vol. 13. No. 1.

Nofinawati. 2015. Perkembangan Perbankan Syariah Di Indonesia. Jurnal JURIS. Vol. 14. No. 2.

“Perkembangan Investasi Syariah Di Indonesia dan Global”. staidamgarut.ac.id. 19 November 2019. diakses 24 April 2022. https://staidamgarut.ac.id/perkembangan-investasi-syariah-di-I-Indonesia-dan-Global-html.

Suparyanto, Didik. 2018. Prospek Perbankan Syariah Di Indonesia. Jurnal Al-Insyiroh. Vol. 2. No. 1.

Syufaat. 2011. Proses Berdirinya Bank Syariah Di Dunia Islam. Jurnal SUHUF. Vol. 23. No. 1.

Utama, Andrew Shandy. 2020. Perkembangan Perbankan Syariah Di Indonesia. Jurnal UNES LAW REVIEW. Vol. 2. No. 3.



[1]Syufaat, Proses Berdirinya Bank Syariah Di Dunia Islam, dalam Jurnal SUHUF, Vol. 23, No. 1, 2011, hlm. 42-43.

[2]Ibid., hlm. 43-44.

[3]Idid., hlm. 44.

[4]Nofinawati, Perkembangan Perbankan Syariah Di Indonesia, dalam Jurnal JURIS, Vol. 14, No. 2, 2015, hlm. 169.

[5]Ibid.

[6]Ibid., hlm. 169-171.

[7]Didik Suprayanto, Prospek Perbankan Syariah Di Indonesia, dalam Jurnal Al-Insyiroh, Vol. 2, No. 1, 2018, hlm. 185.

[8]Ibid., hlm. 186.

[9]Ibid .,hlm. 186-187.

[10]Andrew Shandy Utama, Perkembangan Perbankan Syariah Di Indonesia, dalam Jurnal UNES LAW REVIEW, Vol. 2, No. 3, 2020, hlm. 292-294.

[11]Ibid., hlm. 294.

[12]Ibid., hlm. 294-295.

[13]Andrew Shandy Utama, Perkembangan Perbankan Syariah Di Indonesia, dalam Jurnal UNES LAW REVIEW, Vol. 2, No. 3, 2020, hlm. 295-296.

[14]Laila Afni, Perkembangan Perbankan Syariah Di Timur Tengah dan Pakistan, dalam Jurnal Hukum Bisnis Islam, Vol. 13, No. 1, 2021, hlm. 38-56.

[15]Ibid., hlm. 44-56.

[16]Perkembangan Investasi Syariah Di Indonesia dan Global”, staidamgarut.ac.id, 19 November 2019, diakses 24 April 2022, https://staidamgarut.ac.id/perkembangan-investasi-syariah-di-Indonesia-dan-Global-html.

[17]“Perkembangan Investasi Syariah Di Indonesia dan Global”, staidamgarut.ac.id, 19 November 2019, diakses 24 April 2022, https://staidamgarut.ac.id/perkembangan-investasi-syariah-di-Indonesia-dan-Global-html.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH MODEL PEMBELAJARAN

MAKALAH LANDASAN PENDIDIKAN

MAKALAH STRATEGI KEWIRAUSAHAAN