MAKALAH PASAR MODAL SYARIAH EXCHANGE TRADED FUND SYARIAH, EFEK BERAGUNAN ASET SYARIAH, DAN DANA INVESTASI REAL ESTATE SYARIAH
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Exchange
Traded Fund (ETF)
adalah Reksadana berbentuk Kontrak Investasi Kolektif yang unit penyertaannya
diperdagangkan di Bursa Efek. Meskipun ETF pada dasarnya adalah Reksadana,
produk ini diperdagangkan seperti saham-saham yang ada di bursa efek, ETF
merupakan penggabungan antara unsur Reksadana dalam hal pengelolaan dana dengan
mekanisme saham dalam hal transaksi jual maupun beli. Sederhananya, ETF
merupakan produk investasi dengan menggabungkan dua karakteristik produk sekaligus,
yaitu Reksadana berbentuk terbuka (open ended fund) dan saham (common
stock).
Efek Beragunan
Aset Syariah (Asset-Backed Securities Syariah) dipasarkan oleh penerbit
dimana akad atau portofolionya yaitu sekumpulan berupa pembiayaan atau piutang
dalam masalah pemilikan rumah dengan melihat prinsip-prinsip syariah yang
diterapkan oleh pasar modal serta bukti kepemilikan secara proporsional yang
dipunyai berbarengan dengan sejumlah yang memiliki. (Peraturan OJK No
20/POJK.04/2015 perihal Penerbitan serta ketentuan EBA).
Dana Investasi Real Estat
(DIRE) adalah wadah untuk menghimpun dana masyarakat, yang selanjutnya
diinvestasikan pada aset real estat, aset yang berkaitan dengan Real Estat dan
atau kas dan setara kas. DIRE berinvestasi pada: Aset Real Estat (tanah secara
fisik dan bangunan yang ada di atasnya) paling kurang 50% dari Nilai Aktiva
Bersih (NAB), Aset Real Estat dan Aset yang berkaitan dengan Real Estat di
wilayah Indonesia (Efek Perusahaan Real Estat yang tercatat di Bursa Efek dan
atau diterbitkan oleh Perusahan Real Estat) paling kurang 80% dari NAB dengan
ketentuan investasi pada Aset Real Estat paling kurang 50% dari NAB; dan/ atau,
kas dan setara kas tidak lebih dari 20% NAB.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan exchange traded fund
syariah?
2.
Apa yang dimaksud dengan efek beragunan aset
syariah?
3.
Apa yang dimaksud dengan dana investasi real estate
syariah?
C.
Tujuan Masalah
1.
untuk mengetahui exchange traded fund
syariah.
2.
Untuk mengetahui efek beragunan aset syariah.
3.
Untuk mengetahui dana investasi real estate syariah.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Exchange Traded Fund Syariah
1.
Pengertian Exchange
Traded Fund Syariah
Pertama kali
digulirkan oleh State Street Global Advisor pada 1993. Sejak itu, popularitas
ETF terus tumbuh dan mengumpulkan aset dengan kecepatan yang tinggi. Exchange
Traded Fund (ETF) adalah Reksadana berbentuk Kontrak Investasi Kolektif
yang unit penyertaannya diperdagangkan di Bursa Efek. Meskipun ETF pada
dasarnya adalah Reksadana, produk ini diperdagangkan seperti saham-saham yang
ada di bursa efek, ETF merupakan penggabungan antara unsur Reksadana dalam hal
pengelolaan dana dengan mekanisme saham dalam hal transaksi jual maupun beli.[1]
Sederhananya,
ETF merupakan produk investasi dengan menggabungkan dua karakteristik produk
sekaligus, yaitu Reksadana berbentuk terbuka (open ended fund) dan saham
(common stock). Dengan kata lain, ETF adalah sebuah produk investasi
yang menggabungkan dua karakteristik produk sekaligus, yaitu Reksadana
berbentuk terbuka (open ended fund) dan saham (common stock).[2]
Produk ETF
sendiri dikategorikan menjadi dua jenis yaitu ETF aktif dan ETF pasif. ETF
aktif adalah ETF yang dikelola secara aktif oleh manajer investasi (MI)
berdasarkan kriteria dan pemilihan efek yang ditentukan oleh MI sehingga
kinerja ETF bergantung kepada kinerja MI tersebut. Adapun ETF pasif adalah ETF
yang dikelola secara pasif dengan pemilihan efek mengacu kepada suatu indeks
tertentu sehingga kinerjanya merupakan cerminan kinerja dari indeks acuan
tersebut.[3]
2.
Premier ETF JII
Merupakan produk
dari IPIM yang berbentuk Kontrak Investasi Kolektif yang Unit Penyertaannya
diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia atau lebih dikenal dengan kode dagang
XIJI adalah kumpulan portofolio perusahaan yang terdaftar dalam saham acuan
Jakarta Islamic Index di Bursa Efek Indonesia. Adapun Jakarta Islamic Index
yang selanjutnya disebut dengan JII adalah Indeks harga saham yang dihitung dan
dipublikasikan BEI berdasarkan Daftar Efek Syariah yang diterbitkan oleh OJK
dengan mempertimbangkan kapitalisasi pasar dan likuiditas. Dimana komponen JII
terdiri dari 30 (tiga puluh) saham.[4]
3.
Mekanisme Transaksi ETF
Pada dasarnya
transaksi jual-beli ETF dilakukan dengan dua cara, yaitu melalui pasar primer
dan sekunder. Pada pasar primer, pemodal membeli dan menjual kembali unit
penyertaan ETF kepada MI dalam satuan unit kreasi. Satu unit kreasi setara
dengan 100.000 unit penyertaan. Mekanisme tersebut berlaku untuk transaksi yang
nominalnya besar. Perbedaan dengan harga pertama Reksadana yang dimulai dari
1.000, harga pertama ETF bisa dimulai pada harga berapapun. Secara umum, MI
akan membuat harga pertama Reksadana sama dengan indeks acuan jadi memudahkan
pemantauan perbandingan dengan indeks acuan.[5]
Lain halnya pada
pasar sekunder, investor dapat membeli dan menjual unit penyertaan ETF dalam
satuan lot. 1 lot setara dengan 100 unit penyertaan melalui Bursa Efek
Indonesia (BEI). Transaksi ini dikhususkan kepada investor ritel yang nilai
transaksinya lebih kecil. Dengan kata lain, investor membeli ETF tidak dari MI
akan tetapi dari investor lain yang memiliki ETF pada harga dan jumlah yang
disepakati. Perlu diketahui, terdapat kelemahan dari mekanisme jual beli di
pasar sekunder yaitu jika tidak ada permintaan dan penawaran yang sesuai,
terdapat pihak yang disebut dealer partisipan. Dealer partisipan adalah
perusahaan sekuritas yang menjadi penyedia likuiditas untuk ETF. Mereka
merupakan pihak yang bertindak sebagai pembeli dan penjual apabila tidak ada
permintaan dan penawaran yang cukup. Dealer partisipan akan memasukkan order
permintaan dan penawaran pada harga pasar sehingga investor tidak kesulitan
untuk membeli atau menjual ETF di Bursa Efek. Dalam hal perdagangannya, ETF
menawarkan fleksibilitas yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan Reksadana.
proses jual- beli ETF, langsung terjadi antara investor dan MI. Sedangkan pada
reksadana, investor bertransaksi harus melalui MI yang akan melakukan transaksi
tersebut.[6]
Harga Reksadana
ETF juga ditetapkan pada akhir hari perdagangan , ketika nilai aktiva bersih
(NAB) ditetapkan. Sebagai perbandingan, ETF dibentuk (creation) atau
ditarik (redeemed) dalam jumlah lot yang besar oleh investor
institusional dan saham ETF diperdagangkan sepanjang hari itu antar investor
layaknya saham biasa.[7]
B. Efek Beragunan Aset Syariah
1. Pengertian Efek Beragunan Aset Syariah
Efek Beragunan Aset Syariah (Asset-Backed Securities Syariah) dipasarkan
oleh penerbit dimana akad atau portofolionya yaitu sekumpulan berupa pembiayaan
atau piutang dalam masalah pemilikan rumah dengan melihat prinsip-prinsip
syariah yang diterapkan oleh pasar modal serta bukti kepemilikan secara
proporsional yang dipunyai berbarengan dengan sejumlah yang memiliki.
(Peraturan OJK No 20/POJK.04/2015 perihal Penerbitan serta ketentuan EBA). Secara
umum, institusi yang bisa menciptakan EBA terdiri beberapa jenis ialah lembaga
SPV di Indonesia sendiri tempat kepercayaan sebagai entitas tidak di pakai,
sementara proses EBA belum menerapkan SPV di Indonesia. Untuk sekarang belum
bisa ditemukannya seperti badan yang mampu bertindak khusus sebagai SPV di
Indonesia.[8]
Namun demikian, sebagai catatan mengenai SPV di Indonesia, terlihat
apabila firma hukum terkemuka asal Panama, mempunyai peran yang sanggat berarti
kepada pembentukan SPV dengan mempunyai sebuah tujuan untuk merahasiakan aset
serta menembunyikan pajak. Fakta bahwa SPV itu penting untuk sebuah perdagangan
sekuritas di dunia internasional, membuat pemerintah di Indonesia pada akhirnya
berfikir untuk mengatur mengenai peran SPV dengan melihat ketentuan yang
tercantum mengenai pemilikan harta yang belum berkaitan pada pembebasan
pembayaran pajak pada Wajib Pajak menggunakan Special Purpose Vehicle. Meskipun
peraturan tersebut lebih berkesinambungan dengan program penghapusan pajak yang
semestinya teruntang di tahun lalu, namun masih ada kesempatan untuk
permasalahan ini serta “pintu masuk” bagi pengaturan SPV dalam transaksi atau
perdagangan EBA serta EBA Syariah ke depannya.[9]
2.
Tipe Mekanisme Transaksi EBA
Transaksi EBA Dalam melakukan
aktivitas EBA Syariah, mempunyai dua tipe mekanisme untuk menjalankan
aktivitasnya yaitu sebagai berikut:
a.
KIK - EBA Syariah
Kerja sama dimana pengikat kepada pihak pemegang EBA Syariah antara
pihak pertama dimana memilki kewajiban dalam mengelola yang berkaitan
pengelolaan portofolio investasi yang berkrakter kolektif tetapi pihak kedua
berkewajiban dalam melaksanaakan penitipan kolektif, menggunakan aturan syariah
tercantum pada pasar modal.
b.
EBA syariah berbentuk bersifat partisipasi dalam singkatannya
adalah EBAS-SP. EBAS-SP.
EBAS-SP yaitu perjanjian yang underlying portofolionya berasal pada
sebuah pembiayaan KPR iB yang dimana salah satunya BTN menjadi kreditur asli
dan memiliki tanggungan dalam kegiatannya untuk menyediakan jasa, sedangkan hal
dalam penerbit yang di unjuk yaitu perusahaan SMF.[10]
3.
Pihak-pihak yang Terlibat EBA
Adapun
pihak-pihak yang terlibat EBA adalah sebagai berikut:
a.
Kreditur awal merupakan seorang mempuyai tagihan kepada yang lain,
seperti memberikan aset keuangan kepada lembaga KIK-EBA sampai terdapat resiko
yang terkait dalam hal aset keuangan ini sudah berupa kepada KIK-EBA.
b.
Special Purpose Vehicle setiap melakukan publikasi EBA pada umumnya memiliki konstruksi
yang tidak berbeda dengan negara lain
c.
Investor pemilik dari sebuah saham EBA yang mendapatkan penghsilan
berasal dari debitur serta telah mengikuti aturan yang diberlakukan.
d.
Debitur seseorang yang mempunyai pinjaman dana kepada kreditur
pertama yang dimana didalamnya berisi sejumlah aset dimana sudah menjadi
jaminan
e.
Institusi instrumen peningkatan kredit perseorangan maupun kelompok
dengan tugas untuk mengasihi dukungan serta jaminan pengembangan krakteristik
EBA
f.
Institusi penilaian efek suatu lembaga yang mengurus dan memberikan
peringkat untuk semua kelas di dalam EBA
g.
Penyedia jasa pihak yang mempunyai tugas besar untuk mengawasi
tanggung jawab serta menjaga terhadap semua aktivitas yang debitur menjalankan
sebuah transaksi apapun.
h.
Profesi tunjangan pasar modal pihak yang menjalankan pengamatan
pada sudut ekonomi, aspek hukum, dan Notaris yang memiliki fungsi dalam membuat
sebuah akta
i.
Pihak-pihak lain pihak yang berhubungan pada aktivitas dalam penerbitan
seperti underwriter apabila suatu saat membutuhkan jaminan dalam aktivitas
penjualan EBA
j.
Manajer investasi dapat artikan menjadi badan yang memiliki tugas
dalam menjalankan pengelolaan terhadap sebuah portofolio terhadap para nasabah
untuk sekelompok
k.
Bank Kustodian Lembaga yang mempunyai tugas terhadap melaksanakan
menjadi wadah penitipan kolektif serta tugas dalam mencatat underlying
pada namanya terhadap semua kebutuhan Investor.[11]
4.
Faktor-faktor Resiko EBA
Terdapat beberapa resiko yang bisa
menTerdapat beberapa resiko yang akan timbul ketidakmampuan untuk menjalankan
transaksi utama dalam berinvestasi. Risiko-risko tersebut adalah sebagai
berikut:
a.
Risiko Kredit dan Kerugian dengan Penurunan Nilai Properti.
Masalah yang bisa timbul antara lain penurunan nilai properti,
belum diperoleh suatu jaminan yang bisa diberikan untuk memastikan nilai dari
aset tetap sama atau akan seperti tingkat di saat penetapan awal.
b.
Konsentrasi Geografis Atas Aset
Terjadinya penurunan kemampuan ekonomi secara regional dan
peningkatan kerugian serta deliquency pinjaman dimana biasanya terhadap pasar
properti, maka dapat menimbulkan keburukan penghasilan dan sudah berarti
c.
Permasalahan yang berhubungan terhadap peninggian Suku Bunga
Portofolio aset akan mencakup besar rate pembiayaan terhitung dan
melihat tingginya rate bunga didapatkan dari rate ditambah margin, sebagaimana
ditetapkan oleh BTN.
d.
Risiko Likuiditas EBA
Penerbitan EBA memang memiliki risiko likuiditas terhadap situasi
suatu bank mengalami struktur nilai tukar dan permodalan yang dimiliki kurang
besar. pada proses EBA terdapat persyaratan yang belum tercantum dan harus
diikuti bank yang mempunyai permodalan atau likuiditas yang kuat. Karena
sekarang ini lembaga syariah tidak bisa menerbitakan EBA Syariah dikarenakan
permodalan atau likuiditas bank syariah kurang dan belum terlalu kuat.[12]
C.
Dana
Investasi Real Estate Syariah
Dana
Investasi Real Estat (DIRE) adalah wadah untuk menghimpun dana masyarakat, yang
selanjutnya diinvestasikan pada aset real estat, aset yang berkaitan dengan
Real Estat dan atau kas dan setara kas. DIRE berinvestasi pada: Aset Real Estat
(tanah secara fisik dan bangunan yang ada di atasnya) paling kurang 50% dari
Nilai Aktiva Bersih (NAB), Aset Real Estat dan Aset yang berkaitan dengan Real
Estat di wilayah Indonesia (Efek Perusahaan Real Estat yang tercatat di Bursa
Efek dan atau diterbitkan oleh Perusahan Real Estat) paling kurang 80% dari NAB
dengan ketentuan investasi pada Aset Real Estat paling kurang 50% dari NAB;
dan/ atau, kas dan setara kas tidak lebih dari 20% NAB. DIRE dilarang
berinvestasi pada: tanah kosong; atau properti yang masih dalam tahap
pembangunan (tidak termasuk dekorasi ulang, perbaikan (retrofitting) dan
renovasi). DIRE dapat melakukan Penawaran Umum atau tidak melakukan Penawaran
Umum atas Unit Penyertaannya. DIRE dapat mencatatkan Unit Penyertaannya di
Bursa Efek.[13]
Dana
Investasi Real Estat (DIRE) Syariah diatur dalam peraturan Otoritas Jasa
Keuangan Nomor 30/POJK.04/2016. Dana Investasi Real Estate Syariah adalah wadah
investasi yang digunakan untuk mengumpulkan dana dari masyarakat untuk
selanjutnya diinvestasikan dalam aset real estat, aset yang berkaitan dengan
real estat, dan/atau kas dan setara kas yang tidak bertentangan dengan prinsip
syariah di pasar modal.[14] Menurut peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Nomor 30/ POJK.04/2016, real estat adalah tanah fisik dan bangunan di atasnya.
Aset yang berkaitan dengan real estat adalah Efek Perusahaan real estat yang
tercatat di Bursa Efek Indonesia dan/atau dikeluarkan oleh perusahaan real
estate. Perusahaan real estate adalah perusahaan yang mengelola real estate
sebagai kegiatan usaha utamanya.[15]
Dalam
proses penciptaan instrumen keuangan, terdapat perbedaan antara instrumen
keuangan sesuai Syariah dan berbasis Syariah. Aznan bin Hasan menggambarkan
bahwa perspektif berbasis Syariah adalah "Dimana aset yang digunakan dalam
produk keuangan syariah benar-benar ditransaksikan, tidak hanya digunakan
sebagai “jalan”, sehingga hasil yang di dapat berbeda dengan produk
konvensional.”, sedangkan perspektif sesuai Syariah adalah dimana "aset
yang digunakan dalam produk keuangan syariah dapat dimanfaatkan untuk mencapai
tujuan yang sama seperti produk konvensional". Ilustrasi ini berlaku juga
untuk instrumen DIRE.
Dalam
DIRE yang sesuai syariah, DIRE dianggap memenuhi Prinsip Syariah dalam pasar
modal selama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah.
Kegiatan/tindakan yang bertentangan dengan prinsip Syariah (sesuai fatwa DSNMUI
Nomor: 80/DSN-MUI/III/2011), antara lain:
1.
Maisir,
yaitu setiap kegiatan yang melibatkan perjudian dimana pihak yang memenangkan
perjudian akan mengambil taruhannya.
2.
Gharar,
yaitu ketidakpastian dalam suatu akad, baik mengenai kualitas atau kuantitas
objek akad maupun mengenai penyerahannya.
3.
Riba,
yaitu tambahan yang diberikan dalam pertukaran barang-barang ribawi (al-amwal
al-ribawiyah) dan tambahan yang diberikan atas produk utang dengan imbalan
penangguhan pembayaran secara mutlak.
4.
Bathil,
yaitu Jual beli bathil atau batal adalah jual beli yang tidak sesuai dengan
rukun dan akadnya (ketentuan asal/pokok dan sifatnya) atau tidak dibenarkan
oleh syariah Islam.
5.
Bai’
al-ma’dum, yaitu melakukan penjualan atas barang
(efek syariah) yang belum dimiliki (short selling).
6.
Ikhtikar,
yaitu membeli suatu barang yang sangat diperlukan masyarakat pada saat harga
mahal dan menimbunnya dengan tujuan untuk menjualnya kembali pada saat harganya
lebih mahal.
7.
Taghir,
yaitu upaya mempengaruhi orang lain, baik dengan ucapan maupun tindakan yang
mengandung kebohongan, agar terdorong untuk melakukan transaksi.
8.
Ghabn,
yaitu ketidak seimbangan antara dua barang (objek) yang dipertukarkan dalam
suatu akad, baik segi kualitas maupun kuantitas.
9.
Talaqqi al-rukban, yaitu bagian dari
ghabn atau jual beli atas barang dengan harga jauh di bawah harga pasar karena
pihak penjual tidak mengetahui harga tersebut.
10. Tadlis,
yaitu tindakan menyembunyikan kecacatan objek akad yang seolah-olah objek akad
tersebut tidak cacat.
11. Ghisysy,
yaitu satu bentuk tadlis atau penjual menjelaskan/memaparkan keunggulan barang
yang dijual serta menyembunyikan kecacatannya.
12. Tanjusy/Najsy
yaitu, tindakan menawar barang dengan harga lebih tinggi oleh pihak yang tidak
bermaksud membelinya, untuk menimbulkan kesan banyak pihak yang berminat
membelinya.
13. Dharar
yaitu, tindakan yang dapat menimbulkan bahaya atau kerugian bagi pihak lain.
14. Risywah artinya,
suatu pemberian yang bertujuan untuk mengambil sesuatu yang bukan haknya,
membenarkan yang bathil dan menjadikan yang bathil sebagai sesuatu yang benar.[16]
Meskipun DIRE tersebut
berbentuk konvensional. DIRE konvensional dianggap sesuai Syariah jika tidak
ada barang yang dilarang Syariah, tidak ada pinjaman konvensional yang
dilakukan oleh DIRE, dan DIRE tidak menjalani transaksi yang dilarang oleh
Syariah. Hal Ini bisa dianalogikan dengan saham yang sesuai dengan Syariah.
Saham syariah harus
melalui proses screening sehingga dapat dipastikan bahwa saham tersebut sesuai
syariah. Proses tersebut adalah proses Business Screening dan Fincial
Screening. Business Screening untuk memastikan tidak melakukan
kegiatan usaha antara lain sebagai berikut:
1. Perjudian dan sejenisnya
2. Perdagangan yang dilarang
3. Jasa keuangan ribawi
4. Jual beli risiko yang mengandung
ketidakpastian (Gharar) dan/atau judi (maisir)
5. Produksi
atau distribusi barang haram, merusak moral atau mudharat
6. Transaksi
suap.
Financial Screening
meliputi melakukan screening pada total utang berbasis bunga dibanding
total aset tidak lebih dari 45%, dan pendapatan non-halal dibanding total
pendapatan tidak lebih dari 10%.[17]
Dalam DIRE berbasis
syariah, DIRE dirancang sebagai instrumen syariah sejak awal, mulai dari
konstruksi yang memenuhi Prinsip Syariah di Pasar Modal dan dicatatkan di
daftar efek Syariah (DES) sepanjang waktu. Misalnya, hotel DIRE syariah dibuat
dengan pengawasan Dewan Pengawas Syariah (DPS) untuk memastikan kepatuhan
Syariah dalam hal pengoprasian dan struktur keuangannya. Oleh karenanya
manajemen hotel harus memastikan bahwa tidak ada alkohol dan memastikan bahwa
tamu non-mahram tidak memasuki hotel DIRE. ini bisa serupa dengan Sukuk. Oleh
karena itu, tidak mungkin jika DIberbasis syariah akan disingkirkan dari DES
karena didesain dan diawasi oleh DPS. Di Indonesia, OJK ataupun MUI tidak
menetapkan DIRE syariah sebagai DIRE yang sesuai dengan prinsip Syariah atau
DIRE yang berbasis Syariah. Di Indonesia, DIRE syariah yang dimaksud adalah
keduanya, sehingga ketika dimasa depan terdapat emiten yang menerbitkan DIRE
sesuai prinsip Syariah atau berbasis syariah, maka DIRE tersebut disebut
sebagai DIRE Syariah.[18]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Exchange
Traded Fund (ETF)
adalah Reksadana berbentuk Kontrak Investasi Kolektif yang unit penyertaannya
diperdagangkan di Bursa Efek. Meskipun ETF pada dasarnya adalah Reksadana,
produk ini diperdagangkan seperti saham-saham yang ada di bursa efek, ETF
merupakan penggabungan antara unsur Reksadana dalam hal pengelolaan dana dengan
mekanisme saham dalam hal transaksi jual maupun beli. Sederhananya, ETF
merupakan produk investasi dengan menggabungkan dua karakteristik produk
sekaligus, yaitu Reksadana berbentuk terbuka (open ended fund) dan saham
(common stock).
Efek Beragunan
Aset Syariah (Asset-Backed Securities Syariah) dipasarkan oleh penerbit
dimana akad atau portofolionya yaitu sekumpulan berupa pembiayaan atau piutang
dalam masalah pemilikan rumah dengan melihat prinsip-prinsip syariah yang
diterapkan oleh pasar modal serta bukti kepemilikan secara proporsional yang
dipunyai berbarengan dengan sejumlah yang memiliki. (Peraturan OJK No
20/POJK.04/2015 perihal Penerbitan serta ketentuan EBA).
Dana Investasi Real Estat (DIRE)
adalah wadah untuk menghimpun dana masyarakat, yang selanjutnya diinvestasikan
pada aset real estat, aset yang berkaitan dengan Real Estat dan atau kas dan
setara kas. DIRE berinvestasi pada: Aset Real Estat (tanah secara fisik dan
bangunan yang ada di atasnya) paling kurang 50% dari Nilai Aktiva Bersih (NAB),
Aset Real Estat dan Aset yang berkaitan dengan Real Estat di wilayah Indonesia
(Efek Perusahaan Real Estat yang tercatat di Bursa Efek dan atau diterbitkan
oleh Perusahan Real Estat) paling kurang 80% dari NAB dengan ketentuan
investasi pada Aset Real Estat paling kurang 50% dari NAB; dan/ atau, kas dan
setara kas tidak lebih dari 20% NAB.
DAFTAR PUSTAKA
Dahlan. 2010. Pengembangan Produk Syariah di Pasar Modal Sekuiritas
Syariah. (Jakarta: Intermedia)
Otoritas
Jasa Keungan. 2016.Mengenal Pasar Modal Syariah (Jakarta: Direktorat Pasar
Modal Syariah)
Prakasa,
Yoga. 2016. “Islamic Real Estate Invesment Trust as an Investment Asset for
Waqf Management in Indonesia”, Yogyakarta.
PT.Indo Premier Investment Management melalui Prospektus Reksa Dana
Syariah Premier JII (Reksa Dana Yang Unit Pertanyaannya Diperdagangkan di Bursa
Efek) yang penerbitnya diterbitkan di Jakarta 30 Maret 2010.
Setiawan,
Edy.,dkk. 2018. “ Dana Investasi Real Estate Syariah Sebagai Sarana Investasi
Wakaf Uang” dalam jurnal Penelitian Hukum Ekonomi Islam. Vol. 3. No. 1.
Soemitra, Andri. 2014. Masa
Depan Pasar Modal Syariah, (Jakarta: Kencana)
Sugiyono. 2017. “Sekuiritas
Sebagai Peluang Bisnis dan Peningkatan Solvabilitas Perusahaan”, dalam Jurnal
Bima Ekonomi. Vol.2. No.1.
Surganda. P. 2015. “Sekuiritas Aset Dalam Kontrak Investasi
Kolektif Beragam Aset Di Indonesia”, dalam Jurnal Koleksi Perpustakaan
Universitas terbuka. Vol.20. No.2.
[1]
https://www.idx.co.id/produk/exchange-traded-fund-etf/
[2]
Irawan
Abdalloh, Pasar Modal Syariah, (Jakarta: Alex Media Komputindo, 2018),
hlm. 156.
[3]
Ibid., hlm.
158.
[4]
PT.Indo Premier
Investment Management melalui Prospektus Reksa Dana Syariah Premier JII (Reksa
Dana Yang Unit Pertanyaannya Diperdagangkan di Bursa Efek) yang penerbitnya
diterbitkan di Jakarta 30 Maret 2010. hlm.3.
[5]
Pandji Anogara
dan Pakarti, Pengantar Pasar Modal Syariah, (Jakarta: PT. Rineka Cipta,
2009), hlm.256.
[6]
Ibid., hlm.
278.
[7]
https://www.bareksa.com/berita/berita-ekonomi-terkini/2020-02-21/mengenal-lebih-jauh-tentang-reksadana-etf-dan-karakteristiknya.
[8]
M. Irsan
Nasaruddin dan Indra Surya, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, (Jakarta:
Kencana, 2007), hlm.125
[9]
Andri Soemitra,
Masa Depan Pasar Modal Syariah, (Jakarta: Kencana, 2014), hlm. 215.
[10]
P.Surganda, “Sekuiritas
Aset Dalam Kontrak Investasi Kolektif Beragam Aset Di Indonesia”, dalam Jurnal
Koleksi Perpustakaan Universitas terbuka, Vol.20, No.2, 2015 hlm.45.
[11]
Dahlan,
Pengembangan Produk Syariah di Pasar Modal Sekuiritas Syariah, (Jakarta:
Intermedia, 2010), hlm. 125.
[12]
Sugiyono, “Sekuiritas
Sebagai Peluang Bisnis dan Peningkatan Solvabilitas Perusahaan”, dalam Jurnal
Bima Ekonomi, Vol.2, No.1, 2017, hlm.36.
[13]
Nurul Huda, Investasi
Pasar Modal Syariah, (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 211
[14] Yoga Prakasa, “Islamic Real
Estate Invesment Trust as an Investment Asset for Waqf Management in Indonesia”,
Yogyakarta, 2016, hlm. 15
[15]
Ibid., hlm. 215
[16]Fatwa DSN-MUI Nomor: 80/DSNMUI/III/2011.
[17]Otoritas Jasa Keungan, Mengenal
Pasar Modal Syariah (Jakarta: Direktorat Pasar Modal Syariah, 2016), 23.
[18]
Edy Setiawan, dkk, “ Dana
Investasi Real Estate Syariah Sebagai Sarana Investasi Wakaf Uang” dalam
jurnal Penelitian Hukum Ekonomi Islam, Vol. 3, No. 1, Juni 2018, hlm. 106-107.
Komentar
Posting Komentar