MAKALAH AKUNTASI SALAM
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
MAKALAH AKUNTASI SALAM
By: Viola, Dkk.
BAB I
PENDAHULUAN
a. Latar
Belakang
Dalam akuntansi syariah ada beberapa macam akad
diantaranya adalah akad murabahah,akad salam dan akad istishna. Namun yang kami
bahas kali ini bukan ketiga akad tersebut,tapi yang kami bahas dalam makalah
ini adalah menyangkut akad salam. Salam merupakan salah satu jenis akad jual beli,
dimana pembeli membayar terlebih dahulu suatu barang yang spesifikasi dan
kuantitasnya jelas letak barangnya baru akan diserahkan pada saat tertentu di
kemudian hari.
Dengan demikian, akad salam dapat membantu produsen
dalam penyediaan modal sehingga ia dapat menyerahkan produk sesuai dengan yang telah
dipesan sebelumnya. Sebaliknya, pembeli dapat memperoleh memperoleh barang tertentu,
pada saat ia membutuhkan dengan harga yang disepakatinya diawal. Akad salam
biasanya digunakan untuk pemasaran barang-barang pertanian. Demikian, masih
banyak diantara kita yang belum mengenal yang namanya akad salam, maka dari itu
dalam makalah ini akan di paparkan pembahasan yang akan membawa kita untuk
mengenal lebih dekat mengenai akad salam itu sendiri.
b. Rumusan
Masalah
1. Apakan
pengertian akuntansi salam?
2. Apa
saja ketentuan dalam akuntansi salam?
3. Apa
saja sumber hukum dari akad salam ?
4. Apa saja cakupan standar akuntansi salam
dan salam paralel ?
c. Tujuan
1. Mengetahui
apakan pengertian akuntansi salam
2. Mengetahui
apa saja ketentuan dalan akuntansi salam
3. Mengetahui
dalil-dalil (sumber hukum) mengenai pelaksanaan akad salam
4. Mengetahui cakupan standar akuntansi
salam dan parallel
BAB
II
PEMBAHASAN
a. Pengertian
Salam adalah akad jual beli muslam fiih (barang
pesanan) dengan pengiriman dikemudian hari oleh muslam ilaihi (penjual) dan
pelunasannya dilakukan oleh pembeli pada saat akad disepakati dengan sesuai
syarat-syarat tertentu.
Lembaga keuangan syariah dapat bertindak sebagai
pembeli dan atau penjual dalam suatu transaksi salam. Jika lembaga keuangan
syariah bertindak sebagai penjual kemudian memesan kepada pihak lain untuk
menyediakan barang pesanan dengan cara salam maka hal ini disebut salam
paralel.
Salam paralel dapat dilakukan dengan syarat:
a) Akad antara lembaga keuangan syariah (pembeli) dan
produsen (penjual) terpisah dari akad antara lembaga keuangan syariah (penjual)
dan pembeli akhir.
b) Kedua akad tidak saling bergantung (ta’alluq).
Barang pesanan harus diketahui
karakteristiknya secara umum yang meliputi: jenis, spesifikasi teknis, kualitas
dan kuantitasnya. Barang pesanan harus sesuai dengan karakteristik yang telah
disepakati antara pembeli dan penjual. Jika barang pesanan yang dikirmkan salah
satu cacat maka penjual harus bertanggung jawab atas kelalaiannya.
Dalam transaksi bisnis, terkadang terdapat
sistem pembayaran di muka. Dalam pembiayaan ini, pembeli diharuskan untuk
membayar sejumlah uang tertentu untukk kemudian dilakukan pengiriman barang.
Dalam transaksii ini penjual memiliki bargaining position yang
lebih tinggi daripada pembeli, sehingga dapat melakukan persyaratan demikian.
Selain karena bargaining position, transaksii ini juga
dapat muncul karena pihak penjual membutuhkan modal kerja untuk menghasilkan
barang yang dibutuhkan yang notabane bersumber dari pembayaran di muka oleh
pembeli.
Prinsip yang dapat digunakan adalah prinsip bai’ as-salam. Transaksi as-salam mirip dengan transaksi bai’ al-istishna’. Perbedaannya terletak pada sistem pembayarannya yang harus dilakukan di muka secara tunai. Prinsip ini sering digunakan untuk usaha pertanian seperti jual beli beras, gandum, dan lain-lain. Pada pembiayaan ini, nasabah selaku pembeli memesan terlebih dahulu kepada bank selaku penjual atas hasil penen tertentu sebelum masa penen tiba yang disertai dengan pembayaran secara tunai. Mengingat bahwa bank tidak mempunyai kemampuan untuk melakukan pengadaan barang sebagaimana pesanann nasaba, maka bank akan melakukan pemesanan ulang kepada pihak lain yakni pemasok. Transaksi tersebut disebut sebagai salam paralel.
b. Ketentuan
Akuntansi Salam
Ketentuan Pembiayaan Bai As-Salam sesuai dengan fatwa
No.05/DSN-MUI/IV/2000 Tanggal 1 April 2000
a. Ketentuan pembayaran uang kas:
1. Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik
berupa uang, barang ataupun manfaat;
2. Dilakukan saat kontrak disepakati;
3. Pembayaran tidak boleh dalam bentuk ibra’ (pembebasan
utang),
contoh pembeli mengatakan kepada petani (penjual)
“Saya beli padi Anda sebanyak 1 ton dengan harga Rp 10 juta yang
pembayarannya/uangnya adalah Anda saya bebaskan membayar utang anda yang dahulu
)sebesar Rp 2 juta)” pada kasus ini petani memang memiliki uatang yang belum
terbayar kepada pembeli, sebelum terjadinya akad salam tersebut.
b. Ketentuan
barang:
1.
Harus jelas
ciri-cirinya/spesifikasi dan dapat diakui sebagai utang;
2.
Penyerahan dilakukan
kemudian;
3.
Waktu dan tempet
penyerahab barang harus ditetapkan berdasarkan kesepakatan;
4.
Pembeli tidak
boleh menjual barang sebelum barang tersebut diterimanyya. Ini prinsip dasar
jual beli;
5.
Tidak boleh
menukar barang, kecuali dengan barang sejenis sesuai kesepakatan.
c. Penyerahan
barang sebelum tepat waktu:
1.
Penjual
wajibmenyerahkan barang teoat waktu dengan kualitas dann kuantitas yang
disepakati;
2.
Bial penjual
menyerahkan barang, dengan kualitas yang lebih tinggi, penjual tidak booleh
meminta tambahan harga;
3.
Jika penjual
menyerahkan barang dengan kualitas lebih rendah, dan pembeli rela menerimanyya,
maka pembeli tidak boleh meminta pengurangan harta (diskon);
4. Penjual dapat menyerahkan barang lebih cepat dari waktu yang disepakati dengan syarat: kualitas dann jumlah barang sesuai dengan kesepakatan dan tidak boleh menuntut tambahan harga.
Jika semua/sebagian barang tidak tersedia tepat pada
waktu penyerahan atau kualitasnya lebih rendah dan pembeli tidak rela
menerimanya, maka pembeli memiliki 2 pilihan:
1.
Membatalkan
kontrak dann meminta kembali uang
2. Menunggu sampai barang tersedia.
Pembatalan kontrak boleh dilakukan selama tidak
merugikan kedua belah pihak, dan jika terjadi di antara kedua belah pihak, maka
persoalannya dislesaikan melalui pengadian agama sesuai dengan UU No. 3/2006
setelah tidak tercapai kesepakatan maka musyawarah.
Dalam perkembangannya bisa saja terjadi salam paralel dengan syarat akad kedua terpisah dari akad pertama dan akad kedua dilakukan setelah akad pertama sah.
Dalam kasus ini, bank islam menjual barang yang belum
diterimanya, sedangkan penyerahan uang secara kas. Tetapi bagaimana jika grosir
melakukan akad salam dengan bank, dimana uang pembayarannya diserahkan
kemudian,yakni pada saat barang (beras) itu diterimanya? Sehingg a pada akad
tersebut penyerahan barang dilakukan kemudian dan uangnya juga dilakukan
kemudian? Menurut hadis nabi Muhammad SAW., hal tersebut dilarang karena ia
praktik jual beli kali bikali. Namun pada kasus ini dibenarkan,
karena alasan istihsan. Tujuan grosir dalam jual beli ini bukanlah untuk
kegiatan spekulasi dan tidak membuka jalan bagi spekulasi. Dan bai’
kali bi kali tersebut, harus dibatasi tahapan kedua ini. Maka grosir
tidak boleh lagi melakukan bai’ salam ketiga dan seterusnya.
c. Sumber hukum akad salam
v Al-Qur’an
Terdapat
dalam (QS al-baqarah:282) yang artinya sebagai berikut:
“Wahai
orang-orang yang beriman! Apabila kamu melakukan utang piutang untuk waktu yang
ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di
antara kamu menuliskannya dengan benar. Janganlah penulis menolak untuk
menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkan kepadanya, maka hendaklah dia
menuliskan. Dan hendaklah orang yang berutang itu mendiktekan, dan hendaklah
dia bertakwa kepada Allah, Tuhannya, dan janganlah dia mengurangi sedikit pun
daripadanya. Jika yang berutang itu orang yang kurang akalnya atau lemah
(keadaannya), atau tidak mampu mendiktekan sendiri, maka hendaklah walinya
mendiktekannya dengan benar. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi
laki-laki di antara kamu. Jika tidak ada (saksi) dua orang laki-laki, maka
(boleh) seorang laki-laki dan dua orang perempuan di antara orang-orang yang
kamu sukai dari para saksi (yang ada), agar jika yang seorang lupa, maka yang
seorang lagi mengingatkannya. Dan janganlah saksi-saksi itu menolak apabila
dipanggil. Dan janganlah kamu bosan menuliskannya, untuk batas waktunya baik
(utang itu) kecil maupun besar. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah,
lebih dapat menguatkan kesaksian, dan lebih mendekatkan kamu kepada
ketidakraguan, kecuali jika hal itu merupakan perdagangan tunai yang kamu
jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu jika kamu tidak
menuliskannya. Dan ambillah saksi apabila kamu berjual beli, dan janganlah
penulis dipersulit dan begitu juga saksi. Jika kamu lakukan (yang demikian),
maka sungguh, hal itu suatu kefasikan pada kamu. Dan bertakwalah kepada Allah,
Allah memberikan pengajaran kepadamu, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
v Al-Hadits
“Barang siapa yang melakukan salam, hendaknya ia melakukannya dengan takaran yang jelas dan timbangan yang jelas pula, untuk jangka waktu yang diketahui” (HR. Bukhari Muslim)
d.
Cakupan standar akuntansi salam dan salam parallel
Akuntansi salam diatur dalam PSAK
103 tentang akuntansi salam. Standar tersebut berisikan tentang pengakuan dan
pengukuran,baik sebagai pembeli maupun sebagai penjual. Berbagai hal yang perlu
diperhatikan dalam ketentuan pengakuan dan pengukuran salam adalah terkait
dengan piutang salam,modal usaha salam,kewajiban salam,penerimaan barang
pesanan salam,denda yang diterima oleh pembeli dan penjual yang mampu,tetapi
sengaja menunda-nunda penyelesaian kewajibannya serta tentang penilaian
persediaan barang pesanan pada periode pelaporan.
ü Pengakuan dan Pengukuran
Pengakuan dan pengukuran transaksi Salam yang
diatur dalam PSAK 59 mengatur pengakuan dan pengukuran Bank sebagai pembeli dan
Bank sebagai Penjual sedangkan PSAK 103 mengatur tentang pengakuan dan
pengukuran Akuntansi untuk Pembeli dan Akuntansi untuk Penjual.
v Akuntansi untuk Pembeli
Piutang salam diakui pada saat
modal usaha salam dibayarkan atau dialihkan kepada penjual. Pembeli menyajikan
modal usaha salam yang diberikan sebagai piutang salam.Denda yang diterima oleh
pembeli diakui sebagai bagian dana kebajikan.
Pembeli dalam transaksi salam mengungkapkan:
a) besarnya modal usaha salam, baik yang dibiayai sendiri
maupun yang dibiayai secara bersama-sama dengan pihak lain;
b) jenis dan kuantitas barang pesanan; dan
c) pengungkapan lain sesuai dengan PSAK 101: Penyajian Laporan Keuangan Syariah.
v Akuntansi untuk Penjual
Kewajiban salam diakui pada
saat penjual menerima modal usaha salam sebesar modal usaha salam yang
diterima. Kewajiban salam dihentikan pengakuannya (derecognation)
pada saat penyerahan barang kepada pembeli. Penjual menyajikan modal usaha
salam yang diterima sebagai kewajiban salam.
Penjual dalam transaksi salam mengungkapkan:
a)
Piutang salam kepada produsen (dalam salam
paralel) yang memiliki hubungan istimewa;
b)
Jenis dan kuantitas barang pesanan; dan
c) Pengungkapan lain sesuai dengan PSAK 101: Penyajian Laporan Keuangan Syariah.
ü Ilustrasi kasus akad
salam
Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) Mabrur merupakan
KJKS yang memiliki focus pembiayaan sector pertanian. KJKS Mabrur dipercaya
oleh Koperasi Pengusaha Tempe untuk mengadakan kedelai local kualitas super
dengan informasi sebagai berikut :
Nama barang pesanan :
Kedelai
Jenis barang pesanan
: Lokal Kualitas Super (AAA)
Jumlah : 50 ton
Harga perkilo :
Rp8.0000 (Rp8.000.000 per ton)
Jumlah modal/harga :
Rp400.000.000
Jangka waktu
penyerahan : 4 bulan
Penyerahan modal kepada KJKS : pada saat akad
dilakukan jika pembiayaan salam yang dilakukan diselenggarakan sendiri oleh
KJKS Mabrur dengan asumsi bahwa KJKS Mabrur memiliki devisi pengadaan kedelai
sendiri,bagaimana siklus akuntansi transaksi akan terjadi dan jurnal-jurnal apa
saja yang digunakan dalam transaksi dimana KJKS Mabrur sebagai penjual dalam
transaksi ini.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Salam berasal dari kata as syalaf yang artinya adalah
pendahuluan . jadi pengertian akad salam di sini adalah harta jual beli barang
pesangon dengan pengiriman barang dilakukan di kemudian hari dan pelunasanya
dilakukan oleh pembeli pada saat akad/perjanjian di sepakati sesuai dengan
syarat dan ketentuan yang telah disepakati Rukun: Muslam (pembeli) Muslam alaih
atau penjual Modal atau uang Muslam fihi (barang) Sighat (ucapan) Barang Harus
spesifik dan dapat diakui sebagai utang Diidentifikasi secara jelas Diserahkan
kemudian Boleh ditentukan tanggal penyerahannya Tempat penyerahan Penggantian
dengan barang lain. Syarat Salam :
1. Pembayaran dilakukan di muka pada majelis
akad.
2. Penjual hutang barang pada si pembeli
sesuai dengan kesepakatan.
3. Barang yang disalam jelas spesifikasinya
baik bentuk, takaran, jumlah, dan sebagainya
Hasil dari penggabungan tenaga dan usaha para Ulama
Fiqih, ahli-ahli ekonomi, dan pejabat-pejabat tinggi Bank umat Islam seperti
yang disebutkan tadi, hukum dan peraturan ini mula-mula disusun untuk diamalkan
melalui Bank-Bank dan Lembaga-Lembaga Keuangan Islam yang sedang didirikan
merata di berbagai tempat. Hasil dari usaha ini adalah timbulnya
gagasan-gagasan dan ide-ide baru guna merespond permasalahan yang ada khususnya
mengenai lembaga keungan islam seperti akuntansi dalam perbankan pada setiap
produknya (akuntasi mudharabah, akuntansi murabahah, akuntasi ijarah, akuntasi
wadi’ah, akuntansi salam dll).
Untuk bereaksi terhadap masalah-masalah tersebut yang
dialami oleh lembaga keungan islam Indonesia khususnya lembaga keuangan
perbankan, maka perbankan syariah menyiasati dengan memberlakukan pola bagi
hasil yang merujuk kepada pedoman akuntanasi perbankan syariah Indonesia
(PAPSI), pernyataan standar akuntansi keuangan (PSAK) dan fatwa dewan syariah
nasioanal (DSN) Majelis Ulama Indonesia. Reaksi ini telah membawa perbankan
syariah di Indonesia lebih semangat dan lebih maju dengan ketepatan
akuntabilitas.
DAFTAR PUSTAKA
Huda, Nurul dan Mohamad Heykal, 2010. Lembaga Keuangan
Islam: Tinjauan Teoritis Dan Praktis, Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Zulkifli, Sunarto. 2007, Panduan Praktis Transaksi
Perbankan Syariah, Jakarta: Zikrul Hakim
Nurhayati Sri, Wasilah.2009. Akuntansi Syariah Di
Indonesia. Jakarta:selemba Empat
Triyanta Agus, 2016. Hukum Perbankan Syariah,
Malang: Setara Press
Wiyono Slamet dan Taufan Maulamin, 2013. Memahami
Akuntansi Syariah di Indonesia. Jakarta: Mitra Wacana Media
Komentar
Posting Komentar