MAKALAH RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM

RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM By. Retno, dkk. A.       PENDAHULUA N   a.         Latar Belakang Bimbingan dan konseling merupakan kegiatan yang bersumber pada kehidupanmanusia. Kenyataan menunjukkan bahwa manusia di dalam kehidupannya selalu menghadapi persoalan-persoalan yang silih berganti. Persoalan yang satu dapat diatasi, persoalan yanglain muncul, demikian seterusnya. Manusia tidak sama satu dengan yang lain, baik dalamsifat maupun kemampuannya. Ada manusia yang danggup mampu mengatasi persoalan tanpa bantuan dari pihak lain, tetapi tidak sedikit manusia yang tidak mampu mengatasi persoalan bila tidak dibanntu orang lain, maka dari inilah bimbingan konseling dibutuhkan. Bimbingan dan konseling merupakan salah satu komponen dari pendidikan.Mengingat bahwa bimbingan dan konseling adalah suatu kegiatan bantuan dan tuntunan yangdiberikan kepada individu pada umumnya, dan siswa pada khususnya di sekolah. Hal inisangat relevan jika dilihat dari perumusan bahwa pend

MAKALAH HAKIKAT BELAJAR DAN PEMBELAJARAN FIQIH

 HAKIKAT BELAJAR  DAN PEMBELAJARAN FIQH

BY. RAHMAD, DKK.

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Fiqih merupakan sebuah cabang ilmu, yang tentunya bersifat ilmiyah,
logis dan memiliki obyek dan kaidah tertentu. Fiqih tidak seperti tasawuf
yang lebih merupakan gerakan hati dan perasaan. Juga bukan seperti tarekat yang merupakan pelaksanaan ritual-ritual.Pembekalan materi yang baik dalam lingkup sekolah, akan membentuk pribadi yang mandiri,bertanggungjawab,dan memiliki budi pekerti yang luhur. Sehingga memudahkan pesertadidik dalam mengaplikasikannya dalam kehidupansehari-hari.Apalagi di zaman modern sekarang semakin banyak masalah-masalah muncul yang membutuhkan kajian fiqih dan syari’at. Oleh karena itu, peserta didik membutuhkan dasar ilmu dan hukum Islam untuk menanggapi permasalahan di masyarakat sekitar.[1]

Tujuan pembelajaran Fiqih adalah untuk membekali peserta didik agar
dapat mengetahui dan memahami pokok-pokok hukum Islam secara terperinci dan
menyeluruh, baik berupa dalil naqli dan dalil aqli melaksanakan dan
mengamalkan ketentuan hukum Islam dengan benar.[2]

B.     Rumusan Masalah

1.    Apakah pengertian dan hakikat belajar ?

2.    Bagaimanakah prinsip-prinsip, ciri-ciri, bentuk atau jenis-jenis,aktivitas, dan gaya belajar ?

3.    Apakah pengertian pembelajaran fiqh?

4.    Apa tujuan pembelajaran fiqh?

BAB II

PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN BELAJAR

1.    Pengertian Belajar Menurut Para Ahli

James O. Whittaker, merumuskan belajar sebagai proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau  pengalaman. Crinbach berpendapat bahwa learning is shown by change in behavior as a result of experience. Belajar sebagai aktivitas yang ditunjukkan oleh perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Howard L. Kingskey mengatakan bahwa learning is the process by which behavior (in the broader sense) is originated or changed through practice or training. Belajar adadalah proses dimana tingkah laku (dalam arti luas) ditimbulkan atau diubah melaui praktek atau latihan. Sedangkan Geoch merumuskan belajar learning is change is performance as a result of practice. Drs. Slameto merumuskan belajar sebagai suatu prose usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasilpengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

2.    Pengertian  Belajar Secara  Umum

Berdasarkan pengertian-pengerian yang diberikan oleh para ahli di tas maka dapat di simpulkan bahwa belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperolah suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotor.

B.     HAKIKAT BELAJAR

Dari sejumlah pengertian belajar yang telah diuraikan, ada kata yang sangat penting untuk dibahas yaitu kata “perubahan” atau “Change”.

Ketika kata “perubahan” dibicarakan dan dipermasalahkan, maka pembicaraan sudah menyangkut permasalah mendasar dari maslah belajar. Apapun formasi kata dan kalimat yang dirangkai oleh para ahli untuk memberikan pengertia belajar, maka intinya tidak lain adalah masalah “perubahan” yang terjadi dalam diri individu yang belajar. Perubahan yang dimaksudkan tentu saja perubahan yang sesuai dengan perubahan yang diinginkan atau dikehendaki oleh pengertian belajar dimaksud.

Oleh karena itu, seseorang yang melakukan aktivitas belajar dan di akhir aktivitasnya itu telah memperoleh perubahan dalam dirinya degan pemilikan pengalaman baru,  maka individu itu telah dikatan belajar. Tetapi perlu diingatkan, bahwa perubahan yang terjadi akibat belajar adalah perubahan yang bersentuhan dengan asfek kejiwaan dan mempengaruhi tingkah laku. Sedangkan perubahan tingkah akibat mabuk karena meminum minuman keras, akibat gila, akibat tabrakan, dan sebagainya, bukan kata gori belajar dimaksud.

Akhirnya, dapat disimpulkan bahwa hakekat belajar adalah “perubahan” dan tidak setiap perubahan adalah sebagai hasil belajar.

C.    PRINSIP-PRINSIP BELAJAR

Berdasarkan pendekatan tertentu maka prinsip-prinsip belajar dapat dikelompokkan menjadi dua , yaitu prinsip-prinsip belajar yang bersifat psikologos dan prinsip-prinsip belajar yang bersifat linguistic (materi dan metodk).

Prinsip-prinsip belajar yang bersifat psikologis yaitu:

1.      Motivasi, lazim diartikan sebagai hal yang mendorong seseorang untuk berbuat sesuatu. Jadi, sesorang yang belajar akan mengalami kemajuan yang pesat dengan adanya motivasi tersebut.

2.      Pengalaman sendiri, atau apa yang dialami sendiri akan lebih menarik dan berkesan daripada mengetahui dari orang  lain.

3.      Keingintahuan, merupakan kodrat manusia yang menyebabkan manusia itu menjadi maju.

4.      Pemecahan masalah, seorang  yang belajar tidak dapat dipisahkan dengan berbagai macam masalah. Jadi diperlukan kekeritisan seseorang tersebut dalam menhadapi maslah itu dalam mengembangkan pengetahuan, pengalaman dan sikap.

5.      Berpikir analitis-sintesis, berpikir secara analitis adalah berusaha menegenal sesuatu dengan cara mengenali cirri-ciri atau unsure-unsur yang ada pada sesuatu itu. Sedangkan, berpikir sintesis adalah proses berpikir untuk menemukan hubungan cirri-ciri yang disebutkan dalam jawaban-jawaban yang diperoleh dari berpikir analitis.

6.      Perbedaan individual, sudah menjadi kodratnya bahwa anak didik yang

kita hadapi tidak mempunyai kematangan berpikir, kemampuan berbahasa, dan tingkat integensi yang sama.

Sedangkan prinsip-prinsip belajar yang bersifat lingistik, seperti yang telah dirumuskan Abdul Chaer dan Leonie Austina (2004: 206), sebagai berikut:

a.       Mudah menuju sukar, maksudnya pemberian materi harus dimulai dari yang mudah kemudian diikuti yang sukar atau yang lebih sukar. Jadi asas ini mengajarkan bahwa pemberian materi harus diberikan secara bertahap menurut tingkat kesukarannya.

b.      Sederhana menuju kompleks, maksudnya bahan pelajaran harus dimulai dari yang sederhana, baru kemudian diikuti oleh materi yang kompeks.

c.       Dekat menuju jauh, maksudnya pemberian materi pelajaran harus dimulai dari yang ada didekat peserta didik, baru kemudian secara berangsur-angsur menuju yang agak jauh atau yang jauh.

d.      Pola menuju unsur, maksudnya materi pelajaran yang diberikan mula-mula harus yang berupa satu kebulatan, sesudah itu baru diberikan unsure-unsur dari kebulatan itu.

e.       Penggunaan menuju pengetahuan, maksudnya materi pelajaran yang mula-mula harus diberikan adalah penggunaan atau satuan-satuan materi tersebut. Asas penggunaan ini dapat diberikan dalam bentuk latihan-latihan yang berulang-ulang dan terus-menerus sehingga para peserta didik menjadi terampil menggunakannya.

f.       Masalah bukan kebiasaan, maksudnya adalah para peserta didik harus dibiasaka untuk mengimplementasikan materi pelajaran yang sudah diajarkan dalam kehidupan sehari-hari.

g.      Kenyataan bukan buatan, kenyataan menunjukkan bahwa materi pelajaran mempunyai variasi. Kenyataan ini tidaak dapat diabaikan dalam pengajaran terhadap para peserta didik.

D.    Pengertian Pembelajaran Fiqh

Pembelajaran adalah suatu upaya yang dilakukan oleh seseorang guru atau pendidik untuk membelajarkan siswa yang belajar.[3] Pembelajaran juga diartikan sebagai suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran. Manusia terlibat dalam sistem pengajaran terdiri dari siswa, guru, dan tenaga lainnya, misalnya tenaga laboratorium. Material, meliputi buku-buku, papan tulis dan kapur, fotografi, slide dan film, audio dan video tape. Fasilitas dan perlengkapan, terdiri dari ruangan kelas, perlengkaan audio visual, juga komputer. Prosedur, meliputi jadwal dan metode penyampaian informasi, praktik, belajar, ujian dan sebagainya.[4]

Rumusan tersebut tidak terbatas dalam ruang saja. Sistem pembelajaran dapat dilaksanakan dngan cara membaca buku, belajar di kelas atau di sekolah, karena diwarnai oleh organisasi dan interaksi antara berbagai komponen yang saling berkaitan, untuk membelajarkan peserta didik.[5]

Menurut bahasa, “fiqh” berasal dari “faqiha yafqahu-fiqhan” yang berarti mengerti atau paham. Paham yang dimaksudkan adalah upaya aqliah dalam memahami ajaran-ajaran Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Al-fiqh menurut bahasa adalah mengetahui sesuatu dengan mengerti (al-‘ilm bisyai’i ma’a al-fahm). Ibnu Al-Qayyim mengatakan bahwa fiqh lebih khusus daripada paham, yakni pemahaman mendalam terhadap berbagai isyarat Al-Qur’an, secara tekstual maupun kontekstual. Tentu saja, secara logika, pemahaman akan diperoleh apabila sumber ajaran yang dimaksudkan bersifat tekstual, sedangkan pemahaman dapat dilakukan secara tekstual maupun kontekstual. Hasil dari pemahaman terhadap teks-teks ajaran Islam disusun secara sistematis agar mudah diamalkan. Oleh karena itu, ilmu fiqih merupakan ilmu yang mempelajari ajaran Islam yang disebut dengan syariat yang bersifat amaliah (praktis) yang diperoleh dari dalil-dalil yang sistematis.[6]

Pada awalnya kata fiqih digunakan untuk semua bentuk pamahaman atas al-Qur’an, hadits, dan bahkan sejarah. Pemahaman atas ayat-ayat dan hadits-hadits teologi, dulu diberi nama fiqh juga, seperti judul buku Abu Hanifah tentangnya, Fiqh Al-Akbar. Pemahaman atas sejarah hidup Nabi disebut dengan fiqh al-sira’. Namun, setelah terjadi spesialisasi ilmu-ilmu agama, kata fiqh hanya digunakan untuk pemahaman atas syari’at (agama), itupun hanya yang berkaitan dengan hukum-hukum perbuatan manusia.[7]

Dari uraian di atas dapat penulis simpulkan bahwa mata pelajaran Fiqh di Madrasah Ibtidaiyah merupakan mata pelajaran bermuatan pendidikan agama Islam yang memberikan pengetahuan tentang ajaran Islam dalam segi hukum Syara’ dan membimbing peserta didik dalam hal ini anak usia madrasah ibtidaiyah agar memiliki keyakinan dan mengetahui hukum-hukum dalam Islam dengan benar serta membentuk kebiasaan untuk melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari.  Pembelajaran fiqh berarti proses belajar mengajar tentang ajaran Islam dalam segi hukum Syara’ yang dilaksanakan di dalam kelas antara guru dan peserta didik dengan materi dan strategi pembelajaran yang telah direncanakan. 

E.     Tujuan Pembelajaran Fiqh

Mata pelajaran Fikih di Madrasah Ibtidaiyah merupakan salah satu mata pelajaran PAI yang mempelajari tentang fikih ibadah, terutama menyangkut pengenalan dan pemahaman tentang cara-cara pelaksanaan rukun Islam dan pembiasaannya dalam kehidupan sehari-hari, serta fikih muamalah yang menyangkut pengenalan dan pemahaman sederhana mengenai ketentuan tentang makanan dan minuman yang halal dan haram, khitan, kurban, serta tata cara pelaksanaan jual beli dan pinjam meminjam.

Secara substansial mata pelajaran Fikih memiliki kontribusi dalam memberikan motivasi kepada peserta didik untuk mempraktikkan dan menerapkan hukum Islam dalam kehidupan sehari-hari sebagai perwujudan keserasian, keselarasan, dan keseimbangan hubungan manusia dengan Allah SWT, dengan diri manusia itu sendiri, sesama manusia, makhluk lainnya ataupun lingkungannya.

Tujuan dari fiqh adalah menerapkan aturan-aturan atau hukum-hukum syari’ah dalam kehidupan. Sedangkan tujuan dari penerapan aturan-aturan itu untuk mendidik manusia agar memiliki sikap dan karakter taqwa dan menciptakan kemaslahatan bagi manusia. Kata “taqwa” adalah kata yang memiliki makna luas yang mencakup semua karakter dan sikap yang baik. Dengan demikian fiqh dapat digunakan untuk membentuk karakter.[8]

Tujuan fiqh adalah menerapkan hukum-hukum syariat dalam kehidupan sehari-hari. Dari tujuan fiqh ini kita dapat merumuskan tujuan pembelajaran fiqh di MI, sebagaimana dirumuskan dalam buku Model KTSP MI, yaitu agar peserta didik dapat:

Mengetahui dan memahami cara-cara pelaksaan hukum Islam baik yang menyangkut aspek ibadah maupun mu’amalah untuk dijadikan pedoman hidup dalam kehidupan pribadi dan social.

Melaksanakan dan mengamalkan ketentuan hukum Islam dengan baik dan benar, sebagai perwujudan dari ketaatan dalam menjalankan ajaran agama Islam, baik dalam hubungannya dengan Allah, diri sendiri, orang lain, makhluk lain, maupun hubungannya dengan lingkungan

Karena peserta didik masih kanak-kanak maka standar kompetensi lulusan (SKL) dari mata pelajaran Fiqh untuk MI dirumuskan agar peserta didik mampu mengenal dan melaksanakan hukum Islam yang berkaitan dengan rukun Islam mulai dari ketentuan dan tata cara pelaksanaan thaharah, shalat, puasa, zakat, sampai dengan pelaksanaan ibadah haji, serta ketentuan tentang makanan-minuman, khitan, qurban, dan cara pelaksanaan jual beli dan pinjam-meminjam.

Untuk tercapainya tujuan pengajaran Fiqh serta terpenuhinya standar kompetensi lulusan maka dibutuhkan model, strategi, metode, dan tehnik pembelajaran dan penilaiannya.[9]


BAB III

PENUTUP

A.Kesimpulan

Pembelajaran fiqih adalah sebuah proses belajar untuk membekali siswa agar dapat mengetahui dan memahami pokok-pokok hukum islam secara terperinci dan menyeluruh, baik berupa dalil aqli atau naqli.hakekat belajar adalah perubahan tingkah laku, maka dari itu ada beberapa perubahan tertentu yang dimasukkan ke dalam ciri-ciri belajar. Belajar bertujuan mengadakan perubahan di dalam diri antara lain tingkah laku.


DAFTAR PUSTAKA

 

Ishak Abdulhak, Fiqih Ibadah, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2010),

Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia nomor 2 tentang Standar kompetensi dan
kompetensi dasar mata pelajaran pendidikan agama islam dan bahasa arab Madrasah Ibtidaiyah
tahun 2008

 

Tim Pengembang MKDP Kurikulum dan Pembelajaran, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011),

 

Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001),

 

Beni Ahmad Saebani dan Januri, Fiqh Ushul Fiqh, (Bandung: Pustaka Setia, 2008),

 

Ahmad Rofi’i, Pembelajaran Fiqih, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama RI, 2009),

 

Ahmad Rofi’i, Pembelajaran Fiqih, op.cit.,



[1] Ishak Abdulhak, Fiqih Ibadah, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2010), hal.64

[2] Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia nomor 2 tentang Standar kompetensi dan
kompetensi dasar mata pelajaran pendidikan agama islam dan bahasa arab Madrasah Ibtidaiyah
tahun 2008

[3] Tim Pengembang MKDP Kurikulum dan Pembelajaran, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), h. 128

[4] Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001), Cet. Ke-3, h. 57

[5] Ibid.

[6] Beni Ahmad Saebani dan Januri, Fiqh Ushul Fiqh, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h.13

[7] Ahmad Rofi’i, Pembelajaran Fiqih, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama RI, 2009), h.3

[8] Ahmad Rofi’i, Pembelajaran Fiqih, op.cit., h. 6

[9] Ibid., h. 11

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH MODEL PEMBELAJARAN

MAKALAH LANDASAN PENDIDIKAN

MAKALAH STRATEGI KEWIRAUSAHAAN