MAKALAH RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM

RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM By. Retno, dkk. A.       PENDAHULUA N   a.         Latar Belakang Bimbingan dan konseling merupakan kegiatan yang bersumber pada kehidupanmanusia. Kenyataan menunjukkan bahwa manusia di dalam kehidupannya selalu menghadapi persoalan-persoalan yang silih berganti. Persoalan yang satu dapat diatasi, persoalan yanglain muncul, demikian seterusnya. Manusia tidak sama satu dengan yang lain, baik dalamsifat maupun kemampuannya. Ada manusia yang danggup mampu mengatasi persoalan tanpa bantuan dari pihak lain, tetapi tidak sedikit manusia yang tidak mampu mengatasi persoalan bila tidak dibanntu orang lain, maka dari inilah bimbingan konseling dibutuhkan. Bimbingan dan konseling merupakan salah satu komponen dari pendidikan.Mengingat bahwa bimbingan dan konseling adalah suatu kegiatan bantuan dan tuntunan yangdiberikan kepada individu pada umumnya, dan siswa pada khususnya di sekolah. Hal inisangat relevan jika dilihat dari perumusan bahwa pend

MAKALAH PEMIKIRAN PENDIDIKAN IKHWAN AL-SHAFA

  

PEMIKIRAN PENDIDIKAN IKHWAN AL-SHAFA

Muhammad Royhan Daulay1,Riza Lindu Ahmady2,Bangun Suheru3,Cahaya Laila Hafni Rangkuti4

Institut Agama Islam Negeri Padangsidimpuan

Email: daulaymuhammadroyhan.iainpsp@blogger.com1,rizalinduahmady@gmail.com2,bangunsuherusuheru@gmail.com3,cahayalailahafnirangkuti@gmail.com4

Abstract

The science of education is essentially a series of long experience of human activities throughout history education systematically arranged so easily understood, tested, applied and then developed from generation to generation. So that the concepts and theories of education that exist now or in the future, be developed in the future by experts in essence an attempt to continue thinking, experience and building a culture that has been developed by previous generations. For that examines the thinking of scholars, philosophers and scholars who are experts in the field of education remains a relevant activity in an effort to find the right education and the formulation can be applied in the present and in the future. This paper seeks to identify more concretely about who and how the formulation of educational thought of Ikhwan al-Safa, especially with regard to the role, dedication, ideas and contribution in developing a system and a new order of thought of Islamic education for the empowerment of its time, shown through their existence as a form of actualization of social function.

 

Keywords: Educational thought, , Epistemologi,Curriculum.

 

Ilmu pendidikan pada hakikatnya merupakan rangkaian pengalaman panjang aktivitas manusia sepanjang sejarah pendidikan yang disusun secara sistematis sehingga mudah dipahami, diuji, diterapkan dan kemudian dikembangkan dari generasi ke generasi. Sehingga konsep-konsep dan teori-teori pendidikan yang ada sekarang atau yang akan datang, dikembangkan di masa yang akan datang oleh para ahli pada hakikatnya sebagai upaya untuk terus berpikir, mengalami dan membangun budaya yang telah dikembangkan oleh generasi sebelumnya. Untuk itu mengkaji pemikiran para ulama, filosof dan cendekiawan yang ahli di bidang pendidikan tetap menjadi kegiatan yang relevan dalam upaya menemukan pendidikan yang tepat dan rumusannya dapat diterapkan di masa sekarang dan di masa yang akan datang. Tulisan ini berupaya mengidentifikasi secara lebih konkrit tentang siapa dan bagaimana rumusan pemikiran pendidikan Ikhwan al-Safa, khususnya yang berkaitan dengan peran, dedikasi, gagasan dan kontribusinya dalam mengembangkan sistem dan tatanan pemikiran baru pendidikan Islam untuk pemberdayaan. pada masanya, ditunjukkan melalui eksistensinya sebagai bentuk aktualisasi fungsi sosial.

 

Kata kunci: Pemikiran pendidikan, Epistemologi, Kurikulum.

 

PENDAHULUAN

Biografi Ikhwan al-Shafa

Ikhwan al-Shafa (persaudaraan suci) adalah nama yang disematkan pada sekelompok pemikir yang berwawasan liberal yang aktivitasnya menggali dan mengembangkan sains dan filsafat dengan tujuan tidak semata-mata hanya untuk kepentingan sains itu sendiri, melainkan untuk memenuhi harapan-harapan lainnya, seperti terbentuknya komunitas etika-religius dan mempersatukan berbagai kalangan dalam sebuah wadah yang selalu siap memperjuangkan aspirasi mereka. Komunitas etikaspiritual ini merupakan pembauran dari berbagai kalangan muslim yang heterogen. Heterogenitas yang mewarnai kelompok ini, mencerminkan ciri mereka yang pluralistis, karena beranggotakan dari unsur- unsur dan lintas sekte atau madzhab.

Para pemikir Islam yang bergerak secara rahasia ini lahir pada abad ke-4 (10M) di Basrah.Kerahasiaan kelompok ini yang juga menamakan kelompok dirinya Khulan Al- Wafa’,Ahl al-Adl,dan Abna’ Al Hamidi,atau juga Auliya’ Allah boleh jadi karena tendensi politis, dan baru terungkap setelah berkuasanya dinasti Buwaihi di Baghdad pada tahun 983M.Ada kemungkinan kerahasiaan organisasi ini dipengaruhi oleh paham taqiyah,  karena basis kegiatannya berada di tengah masyarakat mayoritas Sunni.Boleh jadi juga, kerahasiaan ini karena mereka mendukung faham Mu’tazilah yang telah di hapuskan oleh khalifah abbasiyah,Al- Mutawakil, sebagai madzhab negara. Menurut Hana Al Farukhi nama Ikhwan al-Shafa diekspresikan dari kisah merpati dalam cerita Kaliilah wa Dhummah yang diterjemahkan Ibn Muqaffa. Sesuai dengan namanya Ikhwan al-Shafa berarti “persaudaraan yang suci dan bersih”.Organisasi ini antara lain mengajarkan tentang dasar-dasar agama Islam yang didasarkan pada persaudaraan Islamiyah (Ukhuwah Islamiyah) yaitu sikap yang memandang sikap seorang muslim tidak akan sempurna kecuali jika ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai diri sendiri, persaudaraan yang dilakukan secara tulus ikhlas, kesetiakawanan yang suci murni serta saling menasehati antara sesama anggota organisasi dalam menuju ridha illahi. Oleh sebab itu di dalam risalah yang mereka kumpulkan para penulis yang selalu memulai nasehatnya dengan kalimat “ya ayyuhal akhl(wahai saudara!) atau “yaayyuhalakh al-fadhil”(wahai saudara yang  budiman) suatu tanda kesetiaan kawanan antar anggota.Sebagai sebuah organisasi ia mempunyai semangat dakwah tabligh yang amat militan dan kepedulian yang tinggi terhadap orang lain.

Kelompok Ikhwan al-Shafa bergerak dalam bidang filsafat yang banyak memfokuskan perhatiannya ada bidang dakwah dan pendidikan.Mereka berkumpul untuk menyalakan kembali obor ilmu pengetahuan di kalangan kaum muslimin agar mereka tidak terperosok dalam kejahilan dan fanatisme.Kemunculan Ikhwan Al-Shafa dilatar belakangi oleh keprihatinan terhadap pelaksanaan ajaran Islam yang telah tercemar oleh ajaran dari luar Islam dan untuk membangkitkan kembali rasa cinta ilmu pengetahuan di kalangan umat Islam.Mereka bekerja dan bergerak secara rahasia disebabkan kekhawatiran akan ditindak penguasa pada waktu itu yang cenderung menindas gerakan-gerakan pemikiran yang timbul. Kondisi ini antara lain yang menyebabkan Ikhwan Al-Shafa memiliki anggota yang terbatas. Mereka sangat selektif dalam menerima anggota baru dengan melihat berbagai aspek. Diantara syarat yang mereka tetapkan dalam merekrut anggota adalah: memiliki ilmu pengetahuan yang luas, loyalitas yang tinggi, memiliki kesungguhan, dan berakhlak mulia dan semua anggota perkumpulan ini wajib menjadi guru dan mubaligh terhadap orang lain yang terdapat di masyarakat.

Karya-Karya Ikkhwan al-Shafa

Karya monumental Ikhwan al-Shafa adalah ensiklopedia Ikhwan al-Shafa.Kitab ini memuat informasi yang sangat penting diketahui oleh public tentang berbagai disiplin ilmu pengetahuan yang telah berkembang di dunia Islam pada sekitar abad kesepuluh dan sebelas, seperti matematik, etika, logika, fisika, psikologi dan agama yang terkumpul dalam 52 risalah ilmiah yang sangat maju diukur dengan zamannya. Berikut ini adalah rincian daftar isi kitab Rasa’il tersebut: 1. Buku Kesatu: Matematika (Aritmatika, Geometri, Musik, dan Astronomi) 2. Buku Kedua: Logika (Isagogi, Demonstrasi, Silogisme, Dialektika, Retorika, Sopistik, dan Poetik) 3. Buku Ketiga: Fisika (Kosmologi Fisik, Minerologi, Botani, dan Zoologi) 4. Buku Keempat: Fisika (Zoologi, Anatomi, Embriologi, dan Antropologi) 5. Buku Kelima: Psikologi (Anatomi, Psikologi, dan Bahasa) 6. Buku Keenam: Psikologi (Kosmologi, Psikologi, dan Eskatologi) 7. Buku Ketujuh: Agama (Mazhab Pemikiran, Persaudaraan, dan Iman) 8. Buku Kedelapan: Agama (Ilmu Hukum dan syariat)

Menurut Majid Fakhry, Shafa wa Khullan al-Wafa dikarang oleh 10 orang yang mengaku dirinya sebagai pakar tapi mereka merahasiakan identitasnya. Namun, diduga kuat, ikhtisar tersebut digarap oleh Al-Majriti (w. 1008).Konon, Al-Majriti pula yang pertama-tama membawa ajaran Ikhwan al-Shafa di daratan Spanyol. Ensiklopedi ini secara garis besar, dapat dibagi menjadi empat kelompok:

Kelompok pertama, angka. Oleh kalangan Ikhwan al-Shafa, angka dianggap alat penting untuk semua sains, saripati kebijaksanaan, sumber kognisi, dan unsur pembentuk makna. Risalah dalam kelompok ini memuat bagian (1) pendahuluan, disusul dengan (2) geometri, dan 8) tentang seni-seni teoritis dan praktis, dan (9) etika.

Kelompok kedua, terdiri atas tujuh belas risalah yang membahas dengan karya-karya fisika Aristoteles. Sedikit tambahan ihwal psikologi, epistemologi, dan linguistik yang tidak terdapat dalam korpus Aristotelian, juga masuk dalam kelompok ini.

Kelompok ketiga, yang membahas prinsip-prinsip intelektual, intelek itu sendiri, hal-hal kawruhan (intelligibles), hakikat cinta erotik hari kebangkitan, dan sebagainya.

Kelompok keempat, terdiri atas empat belas risalah yang membahas cara mengenal Tuhan, akidah dan pandangan hidup Ikhwan al-Shafa, sifat hukum Ilahi, kenabian, tindakan-tindakan makhluk halus, jin dan malaikat, rezim politik, dan terakhir hakikat teluh, azimat, dan aji-aji.

Dari isi ensiklopedi tersebut kita dapat menafsirkan, bahwa ikhwan al-Shafa mencoba melakukan penjelasan-penjelasan yang terkait dengan agama dan ilmu pengetahuan (filsafat dan sains). Sedangkan karya yang erat hubungannya dengan Rasa’il adalah al-Risalat al Jami’ah (Risalah Komprehensif) yang merupakan sebuah summarium (ikhtisar, ringkasan) dan summa dari aslinya. Selanjutnya, pun diikhtisarkan dalam Risalat alShafa (Kondensasi darRisalah Komprehensif atau krim dari Shafa), yang juga dinamai al-Risalat al Jami’ah.

Pemikiran Pendidikan Ikhwan al-Shafa

Ikhwan al-Shafa selain terkenal berkonsentrasi di bidang filsafat dan tasawuf,mereka juga memberikan kontribusi pemikiranya pada dunia pendidikan, hal ini dapatdiketahui dari ide-ide pemikiran pendidikanya. Sebelum menjelaskan tentang konsep-konsep pendidikan seperti tujuan pendidikan, Pendidik dan peserta didik, lingkungan pendidikan, kurikulum, serta metode pendidikan prespektif  Ikhwan al-Shafa, terlebih dahulu kita perlu memahami pandangan Ikhwan al-Shafa tentang ilmu pengetahuan sebagai isi pendidikan. Berikut ini akan dijelaskan secara ringkas pandanganpandangan mereka mengenai hakikat ilmu pengetahuan, sumber dan metode perolehannya serta pembagian atau macam-macamnya.

1. Hakikat Pengetahuan

Dalam menjelaskan pengertian pengetahuan,Ikhwan menegaskan “bahwasannya yg di maksud dengan pengetahuan adalah tidak lain dari keberadaan gambaran objek pengetahuan pada jiwa seseorang. Sebaliknya, kejahilan ialah ketiadaan gambaran tersebut dalam jiwa.

Dalam pernyataan lain”berpengetahuan ialah terbentuknya gambaran objek-objek pengetahuan pada jiwa seseorang. Sebaliknya, kejahilan adalah ketiadaan bentuk objek pengetahuan pada jiwa.Dengan demikian, seseorang yang berpengetahuan berarti memiliki gambaran atau abstraksi dari dari realita yang ada sehingga ia mampu menggambarkan esensi pokok suatu wujud, baik secara internal maupun eksternal”.Dalam pengertian ini, pengetahuan merupakan produk dari suatu proses. Sesorang yang mempunyai pengetahuan tentang sebuah rumah misanya, berarti mampu menggambarkan segala sesuatu tentang rumah itu sebagaimana adanya setelah menjalani proses abstraksi melalui prosedur tertentu. Jika gambaran tersebut sesuai dengan realita yang sebenarnya, maka pengetahuan itu benar adanya.

Rumusan Ikhwan tentang pengetahuan mengisyaratkan bahwa realita di luar pikiran manusia benar-benar ada.Realitas itulah yang perlu diketahui oleh manusia. Keberadaan gambaran tentang realita itu pada pikiran manusia terjadi melalui proses abstraksi, yaitu dengan melibatkan organ fisik dan jiwa yang dimilikinya.

2. Metode Untuk Mendapatkan Pengetahuan.

Dilihat dari cara perolehannya, pengetahuan secara garis besarnya dikelompokkan menjadi dua bagian oleh Ikhwan al-Shafa, yaitu:

1.      1.Ma’rifat al-aql al-gharizy, yaitu pengetahuan yang dimilki manusia tanpa proses belajar. Pengetahuan jenis ini, pada hakikatnya tidak disebut pengetahuan, tetapi ia merupakan dasar bagi pengetahuan dan pangkal otak bagi pengajaran. Setiap manusia mempunyai pengetahuan semacam ini.

2.      Al’ilm al-mustafad al-muktasab, yaitu pengetahuan yang diperoleh melalui proses belajar-mengajar. Jenis pengetahuan inilah yang biasa disebut al-ma’rifat atau al-‘ilm.

Bagi Ikhwan al-Shafa, pengetahuan manusia ada yang bersifat instinktif, di samping itu juga ada pengetahuan yang hanya dapat diperoleh melalui proses belajar. Pengetahuan jenis ini terdiri atas dua macam pula, yakni:

a. Khabariyy, yaitu pengetahuan yang diperoleh melalui pemberitaan, baik secara lisan maupun tulisan. Pengetahuan jenis ini mencakup hal-hal yang dapat ditangkap oleh pancaindera dan yang dilakukan oleh pancaindera.

b. Nazhariyy, yaitu pengetahuan yang diperoleh manusia dengan penggunaan akal pikirannya, yang merupakan kelanjutan pengetahuan indrawi atau pengetahuan al- ghariziyy.

3. Tujuan Pendidikan

Bila pendidikan kita pandang sebagai suatu proses, maka proses tersebut akan berakhir pada tercapainya tujuan akhir pendidikan.Tujuan ialah suatu yang diharapkan tercapai setelah sesuatu usaha atau kegiatan selesai.

Menurut Al-Ghazali, tujuan pendidikan Islam adalah mendekatkan diri kepada Allah SWT, bukan untuk mencari kedudukan yang menghasilkan uang. Karena jika tujuan pendidikan diarahkan bukan pada mendekatkan diri kepada Allah SWT, akan dapat menimbulkan kedengkian, kebencian dan permusuhan. Demikian juga dengan AzZarnuji yang berpendapat bahwasanya tujuan pendidikan harus diarahkan untuk mendapatkan kebahagiaan dari Tuhan, menjauhkan kebodohan dari seseorang dan dari orang-orang yang buta hurup untuk bekerja bagi kepentingan agama.

4.Pendidik dan Peserta Didik

Ikhwan al-Shafa menempatkan pendidik (guru) pada posisi strategis dan inti pada kegiatan pendidikan.Mereka mempersyaratkan kecerdasan, kedewasaan, kelurusan moral, ketulusan hati, kejernihan pikir, etos keilmuan dan tidak fanatik buta pada diri si pendidik. Ikhwan al- (spiritual father) pertumbuhan dan perkembangan jiwamu; sebagaimana halnya kedua orang tua adalah pembentuk rupa fisik-biologis, maka guru adalah pembentuk rupa mental dan rohani. Sebab guru telah menyuapi jiwa dengan ragam pengetahuan dan membimbing pada jalan keselamatan dan keabadian, serta apa yang telah dilakukan orang tua yang menyebabkan tubuh seseorang lahir ke dunia, mengasuh dan mengajari mencari nafkah hidup di dunia ini.

Senada dengan pendapat Ikhwan al-Shafa, pendidik dalam Islam adalah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didiknya dengan upaya mengembangkan seluruh potensi peserta didik, baik potensi afektif (rasa), kognitif (cipta), psikomotorik (karsa).Pendidik juga berarti orang dewasa yang bertanggung jawab memberi pertolongan pada peserta didiknya dalam perkembangan jasmani dan rohaninya, agar mencapai tingkat kedewasaannya, mampu mandiri dalam memenuhi tugasnya sebagai khalifah Allah, dan mampu melakukan tugas sebagai makhluk sosial dan makhluk individu yang mandiri.

5. Lingkungan Pendidikan

Lingkungan dalam perspektif pendidikan Islam adalah sesuatu yang ada di sekeliling anak melakukan adaptasi. Oleh karena itu lingkungan dapat meliputi:

a. Lingkungan alam, seperti: Udara, daratan, pegunungan, sungai, danau, lautan, dan sebagainya.

b. Lingkungan sosial, seperti: Rumah tangga, sekolah, dan masyarakat luas.

Ki Hajar Dewantara mengartikan lingkungan dalam makna yang lebih simple dan spesifik.Ia menyebut yang dimaksud dengan lingkungan pendidikan berada dalam tiga pusat lembaga pendidikan. Tiga pusat lembaga pendidikan yang dimaksud adalah: Lingkungan keluarga, Lingkungan sekolah, dan lingkungan organisasi pemuda atau kemasyarakatan.

Menurut Ikhwan al-Shafa, lingkungan sangat berpengaruh terhadap pembentukan moral36 dan pendidikan seseorang.Dalam Shafa dijelaskan bahwa ada 2 yang mempengaruhi pembentukan moral seseorang yaitu melalui pembawaan dan pengaruh lingkungan.Ikhwan al-Shafa sangat menganjurkan seorang anak itu tumbuh di lingkungan yang kondusif dengan pendidikan, karena jiwa bayi sebelum terisi apapun laksana kertas putih yang bersih tidak ada tulisan apapun.Sewaktu jiwa telah diisi suatu pengetahuan atau kepercayaan, baik yang benar atau yang bathil, maka sebagian darinya telah tertulisi dan sulit untuk dihapuskan.Maka itu, kalangan Ikhwan alShafa menuntut para orang tua, pengasuh dan pendidik untuk memahami watak perkembangan inderawi anak serta tahapan-tahapannya.

Jiwa pada dasarnya memiliki pengetahuan yang banyak secara aktual, tetapi setelah memasuki tubuh, ia menjadi lupa sama sekali dengan pengetahuannya, dan jadilah pengetahuan itu terdapat dalam jiwa secara potensial saja. Dengan bantuan tubuh dan pancaindera sebagai alat jiwa, secara berangsur-angsur jiwa manusia dapat memiliki kembali pengetahuan secara aktual. Menurut Ikhwan al-Shafa karena jiwa berada dalam tubuh, pada mulanya tidak mengetahui apa-apa seperti yang dikatakan dalam al- -Nahl ayat 78  tapi, memiliki kemampuan untuk menerima pengetahuan secara berangsurangsur. Manusia hendaklah di didik sedemikian rupa dengan ajaranajaran yang diwahyukan dan pengajaran filsafat sehingga mengaktual pada jiwanya, pandangan, keyakinan serta pengetahuan yang benar, baik tentang realitas maupun tentang apa perbuatan yang seharusnya dibiasakan manusia. Dengan pendidikan yang benar, jiwa manusia menjadi suci, tidak bergelimangan dosa karena memperturutkan hawa nafsu.

6. Kurikulum Pendidikan Perspektif Ikhwan al-Shafa

Kurikulum adalah serangkaian strategi pengajaran yang dipergunakan di sekolah untuk menyediakan kesempatan terwujudnya pengalaman belajar bagi anak didik untuk mencapai hasil belajar yang diinginkan.Sedangkan Kurikulum Pendidikan Islam adalah bahan-bahan pendidikan Islam berupa kegiatan, pengetahuan dan pengalaman yang dengan sengaja dan sistematis yang diberikan kepada anak didik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan Islam itu sendiri.

Ikhwan al-Shafa adalah sebuah kelompok cendekiawan Islam yang mengabdikan diri pada peningkatan pendidikan di dunia Islam, dengan mengembangkan program pendidikannya secara menyeluruh dalam serangkaian Risalah.Mereka mendalami ilmu pada zamannya dan menulis 51 Risalah yang berusaha mengaitkan kurikulum dengan ilmu-ilmu kefilsafatan di sekolah-sekolah Islam, dan memang kelompok organisasi ini mempunyai faham terkenal dalam pendidikan yang dalam batas-batas tertentu sesuai dengan prinsip-prinsip pendidikan modern.Mereka mengajak ke arah penciptaan teori-teori dasar dalam pendidikan/pengajaran, dan diantara teori-teori mereka adalah keharusan mengajar anak di mulai pada pengamatan melalui pancaindera sebelum dipikirkan secara rasional.Oleh karena itu, mereka memandang pengamatan pancaindera sebagai alat mempelajari bahanbahan pengetahuan rasional yang harus dikaitkan dengan ilmu ketuhanan (theology).

Pandangan mereka tersebut, merupakan metode baru yang mereka ciptakan pada masanya sehingga mereka mampu mengetengahkan akidah islam secara ilmiah dan akurat. Pemikiran mendasar tentang kurikulum yang mereka inginkan adalah mengarah kepada integrasi antara agama dan akal pikiran.Pandangan Ikhwan alShafa tentang penyusunan kurikulum tingkat atas ini sejalan dan didukung oleh Ibnu Khaldun.

7. Epistemologi Pendidikan

Epistemologi adalah teori pengetahuan, yaitu membahas tentang bagaimana cara mendapatkan pengetahuan dari obyek yang ingin dipikirkan.Sedangkan A.M. Saefuddin meneybutkan bahwa aspek epistemologi mencakup pertanyaan yang harus dijawab, apakah ilmu itu, dari mana asalnya, dari mana sumbernya, apa hakikatnya, bagaimana membangun ilmu yang tepat dan benar, apa kebenaran itu, mungkinkah kita mencapai ilmu yang benar, apa yang dapat kita ketahui dan sampai dimanakah batasnya. Semua pertanyaan itu dapat diringkas menjadi dua yakni, masalah sumber ilmu dan aspek masalah benarnya ilmu. Mengingat epistemologi begitu luas, maka pada pembahasan epistemologi Ikhwan al-Shafa ini akan lebih di fokuskan pada metode mencari ilmu pengetahuan.

Epistemologi Ikhwan al-Shafa menggunakan metode rasional.Metode rasioanal adalah metode yang dipakai untuk memperoleh ilmu pengetahuan dengan menggunakan pertimbanganpertimbangan atau kriteria-kriteria kebenaran yang bisa diterima rasio. Menurut metode ini sesuatu dianggap benar apabila bisa diterima oleh oleh akal seperti sepuluh lebih banyak dari lima. Tidak ada orang yang mampu menolak kebenaran contoh ini berdasarkan penggunaan akal sehatnya, karena secara rasional sepuluh lebih banyak daripada lima adalah merupakan pernyataan yang tidak terbantahkan.

KESIMPULAN

Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa Ikhwan al-Shafa merupakan persaudaraan suci yang terdiri dari para ilmuwan dan filsuf muslim. Mereka bergerak secara rahasia dan memiliki tujuan politis melakukan transformasi sosial, namun tidak melalui cararadikal-revolusioner, tetapi melalui cara transformasi pola pikir masyarakat luas. Mereka sangat peduli dengan nasib Islam di zamannya.Kepedulian tersebut terutama dalam pemikiran pendidikan, yang selanjutnya terefleksi dalam karya spektakulernya, Shafa, sebuah karya dalam bentuk ensiklopedi yang di dalamnya terdapat beberapa disiplin ilmu pengetahuan sekaligus kurikulum pendidikan.

Perhatian Ikhwan al-Shafa terhadap pendidikan intelektual telah menyebabkan mereka dikelompokkan ke dalam golongan rasional, namun pada hakikatnya mereka hanya bertujuan untuk mengarahkan tindakan dan tingkah laku peserta didik. Hal itu didasarkan atas keyakinan bahwa akal yang terlatih dan terbina dengan baik akan mampu mengarahkan dan mengendalikan tindak tanduk manusia sesuai dengan fungsinya sebagai Khalifatullah. Perhatian Ikhwan al-Shafa terhadap pendidikan moral dan keterampilan sesungguhnya tidak lebih kecil dibanding perhatian mereka terhadap pendidikan intelektual, bahkan dapat dikatakan bahwa sasaran utama pendidikan Ikhwan al-Shafa adalah pendidikan moral.Dilihat dari segi moral dan keterampilan, isi pendidikan yang diinginkan Ikhwan al-Shafa adalah moral dan keterampilan yang sesuai dengan fungsi manusia sebagai Khalifah Allah di muka bumi.

 

REFRENSI

Ahmadi,Abu dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, Jakarta PT Rieneka Cipta, 1997

al-Nimr,Abdul Mun’iem, Sejarah dan Dokumen-Dokumen Syi’ah, Terj. Yayasan Alumni Timur Tengah, Tanpa Penerbit, 1988

al-Shafa, Ikhwan, Risalat al-Jami’ah, (Damascus: Al-Tarqqi Press, 1994

Alavi, Zianuddin, Pemikiran Pendidikan Islam Pada Abad Klasik dan Pertengahan, Bandung: Penerbit Angkasa, 2003

Bakri,Sam’un,Menggagas Ilmu Pendidikan Islam, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005

Darajat, Zakiyah, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2006

Farukh, Omar A dalam M.M. Syarif (editor), Aliran-Aliran Filsafat Islam, Bandung: Nuansa Cendekia, 2004

Fakhry, Majid, Sejarah Filsafat Islam; Sebuah Peta kronologis,(Terj.) Zainul Am. Bandung: Mizan,2002

http://www.scribd.com/doc/35794728/Dimensi-Filsafat-Dalam-PemikiranPendidikan-Ikhwan-Al-Shafa, 125

http://faridfann.wordpress.com/2008/05/21/biografi-dan-pemikiranikhwan-al-shafa

http://sumgaiman.blogspot.com/2012/06/pemikiran-ikhwan-al-safa.html

http://groups.yahoo.com/group/buku-islam/message/8807

http://allabout-semuaada.blogspot.com/2008/11/pendidikan-dalamperspektif-ikhwan-al.shafa.html

Iqbal, Muhammad, Plato; Pemikiran tentang Metafisika, Epistemologi, dan Etika. Dalam Kumpulan Makalah Dialog Islam dan Filsafat Barat, Jakarta: Program Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah, 2000

Muhammad, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, Mataram: Tanpa Penerbit, 2000

Mujib, Abdul & Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana, 2006

Mulyono, Kajian Nilai Pendidikan Islam dalam Teks Tembang Macapat; Studi Nilai Pendidikan Islam Berbasis Kultural, Malang: Lembaga Penelitian dan Pengembangan UIN Malang, 2007

Nata, Abudin, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001

Nizar,Samsul, Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis, Teoritis, dan Praktis, (Jakarta: Ciputat Press, 2002

Partanto, Pius A & M. Dahlan Al-Barry, Kamus Ilmiah Populer, Surabaya: Arkola, 1994

Qadir, C.A. (Penyunting), Ilmu Pengetahuan dan Metodenya, (terj.) Bosco Carvalo, dkk., Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1998

Qamar, Mujammil, Epistemologi Pendidikan Islam dari Metode Rasional Hingga Metode Kritik, Jakarta: Penerbit Erlangga, 2002

Ramayulis & Samsul, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam; Mengenal Tokoh Pendidikan di Dunia Islam dan Indonesia, Jakarta: PT. Ciputat Press Group, 2005

Ridla,Muhammad Jawwad, Tiga Aliran Utama Teori Pendidikan Islam, Yogyakarta: Al-Amin Press, 2002

Sulhan, Najib,Pembangunan Karakter Pada Anak,Surabaya: Intelektual Club,2006

Suwito et.al., Sejarah Pemikiran Para Tokoh Pendidikan, Bandung: Percetakan Angkasa, 2003

Tafsir, Ahmad, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992

Tim Dosen Fakultas Tarbiyah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, Pendidikan Islam; Dari Paradigma Klasik Hingga Kontemporer, Malang: UIN Malang Press (Anggota IKAPI), 2009

Tim Penyusun Ensiklopedi Islam, Ensiklopedia Islam, Jilid II, Jakarta: Intan, 1994

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH MODEL PEMBELAJARAN

MAKALAH LANDASAN PENDIDIKAN

MAKALAH STRATEGI KEWIRAUSAHAAN