MAKALAH TAFSIR AYAT-AYAT AL-QUR’AN TENTANG OBJEK BELAJAR / MUTARABBY
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
TAFSIR AYAT-AYAT AL-QUR’AN TENTANG OBJEK BELAJAR / MUTARABBY
By: Mariani, dkk.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pendidikan sangat penting bagi semua umat manusia untuk menjalani
kehidupan di dunia dan akhirat.Tanpa adanya pendidikan manusia tidak dapat
menjalani kehidupan dengan baik.Oleh karena itu dalam pendidikan melibatkan
sebuah peserta didik maupun obyek yang sekiranya dapat membantu untuk
memperoleh ilmu, sehingga dapat terselenggaranya sebuah pendidikan.Yang
bertujuan memperoleh manfaat di dunia maupun diakhirat.Maka dari itu setiap
manusia diwajibkan untuk menuntut ilmu melalui pendidikan dengan
bersungguh-sungguh sehingga tercapai tujuan untuk mendapatkan keridhaan Allah
dalam mencari ilmu.
Al-Qur’an adalah pedoman dan pegangan yang diyakini umat islam
sebagai kalamullah yang benar, dan firman allah ini berlaku sepanjang zaman dan
mengandung ajaran serta petunjuk tentang berbagai hal yang berkaitan dengan
kehidupan manusia didunia ini dan di akhirat kelak. Ajaran dan petunjuk
al-Qur’an tersebut berkaitan dengan berbagai konsep yang sangat dibutuhkan oleh
umat manusia dalam mengarungi kehidupannya didunia ini dan diakhirat kelak.
Ayat suci Al-Qur’an berbicara tentang banyak hal seperti ibadah,
aqidah, mu’amalah dan berbicara juga tetang pendidikan atau belajar. Berbicara
masalah pendidikan tentunya tidak terlepas dari yang namanya ilmu pengetahuan,
adanya tujuan pendidikan, subjek pendidikan, metode pengajaran, dan tentunya
terdapat objek pendidikan pula. Didalam al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang
menjelaskan masalah-masalah pendidikan tersebut.
Al-Qur’an bukanlah kitab suci yang siap untuk dipakai kapan dan
dimana saja dan untuk masalah apa saja. Dan untuk memahami ajaran al-Qur’an
tetang berbagai masalah tersebut mau tidak mau seseorang harus melewati jalur
tafsir sebagaimana yang telah dilakukan oleh para ulama.
Dan dimakalah ini akan kami bahas tentang ayat-ayat yang terkait
dengan objek belajar.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apakah yang dimaksud tentang objek belajar/Mutarabby?
2.
Siapakah objek pendidikan berdasarkan Q.S At-Tahrim 66: 6?
3.
Siapakah objek pendidikan berdasarkan Q.S Asy-Syura’ 26: 214?
4.
Siapakah objek pendidikan berdasarkan Q.S Al-Hijr 15: 94?
5.
Siapakah objek pendidikan berdasarkan Q.S At-Taubah 9:122?
6.
Siapakah objek pendidikan berdasarkan Q.S Saba 34: 28?
C.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui yang dimaksud tentang objek belajar/Mutarabby
2.
Untuk mengetahui Siapakah objek pendidikan berdasarkan Q.S
At-Tahrim 66: 6
3.
Untuk mengetahui Siapakah objek pendidikan berdasarkan Q.S
Asy-Syura’ 26: 214
4.
Untuk mengetahui Siapakah objek pendidikan berdasarkan Q.S Al-Hijr
15: 94
5.
Untuk mengetahui Siapakah objek pendidikan berdasarkan Q.S At-Taubah
9:122
6.
Untuk mengetahui Siapakah objek pendidikan berdasarkan Q.S Saba 34:
28
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Objek Belajar/Muttarabby
Objek ilmu
pengetahuan adalah sesuatu yang merupakan bahan dari penelitian atau pembentukn
pengetahuan. Inti pembahasan atau pokok persoalan dan sasaran material dalam
ilmu pengetahuan sering disebut sebagai objek material ilmu pengetahuan.
Sedangkan cara pandang atau pendekatan-pendekatan terhadap objek material ilmu
pengetahuan biasa disebut sebagai objek formal. Dari berbeda-bedanya objek lmu
pengetahuan ini timbullah ragam dan corak ilmu pengetahuan. Objek material
adalah bahan yang menjadi sasaran suatu ilmu pengetahuan. Misalnya, ilmu jiwa
dan ilmu manusia kedua macam ilmu pengetahuan itu mempunyai objek material sama
(manusia), akan tetapi objek formalnya berbeda. Oleh karena itu, objek material
ilmu pengetahuan dapat sama, sedangkan objek formalnya berbeda.
Dengan memahami
tentang objek pendidikan ini. Hal ini kurang tepat sebetulnya ada pemahaman
yang perlu dirubah. Yang mana pada umumnya dikatakan bahwa manusia adalah objek
pendidikan. Hal itu kurang tepat. Sejatinya, manusia juga merupakan subjek
pendidikan, selain menjadi objek pendidikan itu sendiri. Sebagai objek
pendidikan, manusia khususnya anak-anak menjadi sasaran untuk melaksanakan
proses pendidikan. Sedangkan sebagai subjek pendidikan, manusia bertanggung
jawab menyelenggarakan pendidikan. Mendidik manusia bermaksud mendidik insaniah
manusianya, insaniah manusia terdiri dari empat elemen, yaitu akal, roh atau
hati, nafsu, dan fisikal atau jasmani.[1]
B.
Q.S AT-TAHRIM 66:6
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#þqè% ö/ä3|¡àÿRr& ö/ä3Î=÷dr&ur #Y$tR $ydßqè%ur â¨$¨Z9$# äou$yfÏtø:$#ur $pkön=tæ îps3Í´¯»n=tB ÔâxÏî ×#yÏ© w tbqÝÁ÷èt ©!$# !$tB öNèdttBr& tbqè=yèøÿtur $tB tbrâsD÷sã ÇÏÈ
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.
Mengenai firman Allah subhanahu wa ta’ala, “Peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api Neraka”, Mujahid (Sufyan As-Sauri mengatakan, “Apabila
datang kepadamu suatu tafsiran dari Mujahid, hal itu sudah cukup bagimu”)
mengatakan : “Bertaqwalah kepada Allah dan berpesanlah kepada keluarga kalian
untuk bertaqwa kepada Allah”. Sedangkan Qatadah mengemukakan : “Yakni,
hendaklah engkau menyuruh mereka berbuat taat kepada Allah dan mencegah mereka
durhaka kepada-Nya. Dan hendaklah engkau menjalankan perintah Allah kepada
mereka dan perintahkan mereka untuk menjalankannya, serta membantu mereka dalam
menjalankannya.Jika engkau melihat mereka berbuat maksiat kepada Allah,
peringatkan dan cegahlah mereka.”
Demikian itu pula yang dikemukakan oleh Adh Dhahhak dan Muqatil bin
Hayyan, dimana mereka mengatakan : “Setiap muslim berkewajiban mengajari
keluarganya, termasuk kerabat dan budaknya, berbagai hal berkenaan dengan
hal-hal yang diwajibkan Allah Ta’ala kepada mereka dan apa yang
dilarang-Nya.”Dari uraian diatas, dapat kita ambil poin-poin penting yang dapat
kita jadikan pegangan dalam membina diri sendiri dan orang lain yaitu Proses
pembinaan dimulai dari diri sendiri.
Hal ini tersurat dengan jelas dalam At Tahrim yaitu “Peliharalah
dirimu dan keluargamu dari api neraka”. Disini dikatakan “peliharalah dirimu”
terlebih dahulu baru setelah itu dikatakan “keluargamu”.Sebagaimana apa yang
dikatakan oleh Mujahid : ”Bertaqwalah kepada Allah dan berpesanlah kepada
keluarga kalian untuk bertaqwa kepada Allah”. Disini Mujahid mengatakan bahwa
kita diharuskan bertaqwa kepada Allah terlebih dahulu, baru setelah itu kita
berpesan kepada keluarga kita untuk bertaqwa kepada Allah.
Perintah menjaga diri sendiri dengan tetap menjalankan perintah
Allah SWT, menjauhi larangan Allah, dan bertaubat dari perkara yang menjadikan
murka Allah dan mendatangkan siksa. Kemudian, untuk mendidik diri sendiri
dengan cara menjalankan terlebih dahulu perintah Allah dan rasulnya dan jauhkan
larangan Allah dan rasulnya, sampai seseorang merasa senang dalam
menjalankannya.[2]
C.
Q.S ASY-SYUARA’ 26: 214
öÉRr&ur y7s?uϱtã úüÎ/tø%F{$# ÇËÊÍÈ
Artinya: dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat
Setelah Allah memerintahkan agar menyembah Tuhan yang maha esa pada
ayat 213, pada ayat 214 ini Allah memerintahkan kepada Nabi Muhammad SAW agar
menyampaikan agama Allah kepada keluarganya yang dekat, menyampaikan kepada
mereka janji dan ancaman Allah terhadap orang-orang yang memungkiri dan
mensyarikatkannya. Selain itu juga Allah. menyuruh Rosulullah SAW agar memberi
peringatan kepada kerabat kerabatnya yang terdekat dan bahwasanya tidak ada yang
dapat menyelamatkan para kerabat kecuali keimana mereka kepada tuhan-nya 2 [3]Sehubungan
dengan turun-nya ayat ini, terdapat Hadits-hadits yang diantaranya sebagai
berikut:
Imam Ahmad meriwayatkan bahwa Abu Hurairah na Berkata, "
setelah ayat," dan berilah peringatan kepada keluargamu terdekat"
diturunkan maka Rosullullah saw. Memanggil kaum
Quraisi. Beliau memanggil baik secara umum maupun khusus. Beliau bersabda,
Wahai kaum Quraisy, selamatkanlah dirimu dari neraka, wahai bani ka'ab
selamatkanlah dirimu dari neraka, wahai bani hasyim selamatkanlah dirimu dari
neraka, wahai bani abdul muthalib, selamatkanlah dirimu dari neraka, wahai
fatimah binti Muhammad, selamatkanlah dirimu dari neraka. sesungguhnya aku,
demi Allah, tidak memiliki kekuasaan sedikitpun untuk menolak siksa Allah
darimu kecuali tari persaudaraan yang dapat aku teguhkan karena
kerusakan-nya.(HR.Muslim dan Tirmidzi)
Iman Ahmad meriwayatkan bahwa Aisyah berkata:Tatkala ayat dan
berilah peringatan kepada keluargamu yangterdekat diturunkan, Rosulullah saw
bersabda, hai fatimah binti Muhammad, hai syafiyah binti Abdul Muthalib, hai
bani Abdul Muthalib, aku tidakmemiliki kekuasaan sedikitpun untuk menolak siksa
Allah darimu. Mintalah sebagian hartaku yang
kamu kehendaki."[4]
Dan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa setiap insan harus memberi
peringatan terhadap kerabat-kerabat-nya yang terdekat karena kelak yag akan
menyelamatkan mereka pada hari kiamat hanyalah iman mereka kepada Allah SWT dan
bukan hubungan kekeluargaan mereka. Sebagaimana Allah menyeru kepada Rosulnya
untuk mempertakuti dan memberi peringatan kepada kerabat-kerabat yang terdekat
.Tidak aneh jika Islam sangat memperhatikan pendidikan anak-anak dari aspek
iman dan mengeluarkan petunjuk yang sangat berharga didalam melahirkan anak dan
kebiasaan-kebiasaan yang tinggi.
D. Q.S Al-Hijr 15: 94
÷íyô¹$$sù $yJÎ/ ãtB÷sè? óÚÌôãr&ur Ç`tã tûüÏ.Îô³ßJø9$# ÇÒÍÈ
Artinya: Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik.
Ayat ini memerintahkan Nabi Muhammad saw agar
menyiarkan agama Islam dengan terang-terangan, tidak lagi dengan
sembunyi-sembunyi, menantang orang-orang musyrik, tidak mempedulikan mereka dan
apa yang mereka katakan, dan tidak takut kepada mereka yang menghalanginya
dalam menyiarkan agama Allah, karena Allah melindunginya dari gangguan mereka.
Sebagian ahli tafsir menafsirkan "Berpalinglah dari orang-orang
musyrik" maksudnya adalah janganlah mempedulikan segala macam
tindak-tanduk orang-orang musyrik yang telah mendustakan, memperolok-olok, dan
menentang kamu. Janganlah tindakan mereka itu
menghalangimu menyiarkan agama Allah, karena Allah memelihara kamu dari
gangguan mereka.
E.
Q.S At-Taubah 9:122
* $tBur c%x. tbqãZÏB÷sßJø9$# (#rãÏÿYuÏ9 Zp©ù!$2 4 wöqn=sù txÿtR `ÏB Èe@ä. 7ps%öÏù öNåk÷]ÏiB ×pxÿͬ!$sÛ (#qßg¤)xÿtGuÏj9 Îû Ç`Ïe$!$# (#râÉYãÏ9ur óOßgtBöqs% #sÎ) (#þqãèy_u öNÍkös9Î) óOßg¯=yès9 crâxøts ÇÊËËÈ
Artinya: tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.
Asbabun Nuzul Surah At Taubah Ayat 122
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ikrimah, ia berkata, "Ketika
turun ayat "Jika kamu tidak berangkat (untuk berperang), niscaya Allah
akan menghukum kamu dengan azab yang pedih". Ada sekelompok orang yang
tidak ikut berperang karena sedang mengajarkan urusan agama kepada kaumnya.
Lantas orang-orang munafikun berkata, "Ada sekolompok orang di padang pasir.
Sungguh, binasalah penduduk padang pasir" Selanjutnya turunlah ayat,
"Dan tidak sepatutnya orang orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan
perang)". Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Abullah bin Ubaidullah bin
Umair, ia berkata, "Begitu bergeloranya semangat kaum mukminin untuk
berjihad maka ketika Rasulullah mengirim ekspedisi, merke pun keluar menuju
ekspedisi itu dan meninggalkan Nabi di Madinah bersama beberapa orang maka
turunlah ayat tersebut. [5]
Kandungan Surah At Taubah Ayat 122
Tatkala kaum mukminin dicela oleh Allah apabila tidak ikut ke medan
perang. kemudian Rasulullah saw, mengirimkan syariyahnya, akhirnya mereka semua
berangkat ke medan perang tanpa ada seseorang pun yang tinggal, maka turunlah
firman Allah dalam Surah At Taubah ayat 122 "Tidak sepatutnya bagi orang
orang yang mukmin itu pergi ke medan perang semuanya. Mengapa tidak pergi dari
tiap tiap golongan suatu kabilah diantara mereka beberapa orang dan beberapa
golongan saja kemudian sisanya tetap tinggal di tempat untuk memperdalam
pengetahuan mereka yakni ringgal di tempat mengenai agama dan untuk memberi
peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya dari medan
perang, yaitu dnegan mengajarkan kepada mereka hukum hukum agama yang telah
dipelajarinya supaya mereka dapat menjaga dirinya dari siksaan Allah, yaitu
dengan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan Nya.
Sehubungan dnegaan ayat ini Ibnu Abbas ra. Memberikan penakwilannya
bahwa ayat ini penerapannya khusus untu sariyah sariyah, yakni bilamana pasukan
dalam bentuk sariyah lantaran Nabi SAW tidak ikut. Sedangkan ayat sebelumnya
juga melarang seseorang tetap tinggal di tempatnya dan tiddak ikut berangkat ke
medan perang, maka hal ini pengertiannya tertuju kepada bila Nabi SAW berangkat
ke suatu ghazwah.Tidak patut bagi orang orang mukmin, dan juga tidak dituntut
supaya mereka seluruhnya berangkat menyertai setiap utusan perang yang keluar
menuju medan perjuangan. Karena perang itu sebenarnya fardu kifayah, yang
apabila telah dilaksanakan oleh sebagian maka gugurlah yang lain, bukan fardhu
ain yang wajib dilakukan setiap orang. Perang barulah menjadi wajib, apabila
rasul sendiri keluar dan mengarahkan kaun Mukminin menuju medan perang. Ayat
tersebut merupakan isyarat tentang wajibnya pendalaman agama dan bersedia
mengajarkannya di tempat pemukinan serta memahamkan orang lain kepada agama.
Sehingga mereka mengetahui hukum agama secara umum yang wajib diketahui setiap
orang mukmin.[6]
Orang-orang yang beruntung, dirinya memperoleh kesempatan untuk mendalami agama
dengan maksud seperti ini. Mereka mendapat keududkan yang tin ggi disisi Allah
SWT dan tidak kalah tingginya dengan para pejuang yang mengorbankn harta dan
jiwa dalam meninggikan kaliat Allah, membela agama dan ajaran Islam. Bahkan
boleh jadi lebih utama dari para pejuan selain situasi ketika mempertahankan
agama menjadi wajib "ain bagi setiap orang.
Kaitan Surah At Taubah Ayat 122 dengan Pendidikan
Allah SWT menurunkan sesuatunya pasti memiliki maksud dan tujuan
tertentu yang mungkin tidak semua orang mengetahuinya, seperti ayat satu ini
merupakan ayat yang mempunyai makna yang begitu dalam dan maksud tertentu
mengenai manfaat ilmu dan bagaimana cara kita mendapatkan pahala dengan
berbagai cara, seperti menuntut, mengajarkan, dan mengamalkan ilmu. Segala
macam bentuk ilmu pengetahuan yang kita umat muslim miliki merupakan titipan
dari Allah SWT, kita harus bias menjaga apa yang telah Allah SWT titipkan
kepada kita sebagai umat muslim. Disamping itu setelah Allah SWT memberikan
ilmu kepada kita, kita harus bisa memanfaatkannya sebaik mungkin.Ayat ini telah
menetapkan bahwa fungsi ilmu adalah untuk mencerdaskan umat, maka tidaklah
dapat dibenarkan bila ada orang-orang Islam yang menuntut Allah SWT menurunkan
sesuatunya pasti memiliki maksud dan tujuan tertentu yang mungkin tidak semua
orang mengetahuinya, seperti ayat satu ini merupakan ayat yang mempunyai makna
yang begitu dalam dan maksud tertentu mengenai manfaat ilmu dan bagaimana cara
kita mendapatkan pahala dengan berbagai cara, seperti menuntut, mengajarkan,
dan mengamalkan ilmu.Segala macam bentuk ilmu pengetahuan yang kita umat muslim
miliki merupakan titipan dari Allah SWT, kita harus bias menjaga apa yang telah
Allah SWT titipkan kepada kita sebagai umat muslim. Disamping itu setelah Allah
SWT memberikan ilmu kepada kita, kita harus bisa memanfaatkannya sebaik
mungkin.
Ayat ini telah menetapkan bahwa fungsi ilmu adalah untuk
mencerdaskan umat, maka tidaklah dapat dibenarkan bila ada orang-orang Islam
yang menuntut ilmu pengetahuannya hanya untuk keuntungan pribadi saja atau
menggunakan ilmu pengetahuan sebagai kebanggaan serta kesombongan diri terhadap
orang orang yang belum menerima pengetahuan. Orang-orang yang memiliki ilmu
pengetahuan akan menjadi pusat bagi umatnya. la bertanggung jawab untuk
menyebarluaskan ilmunya, dan membimbing orang lain untuk memiliki ilmu
pengetahuan pula. Disamping itu, ia juga harus mengamalkan ilmunya supaya
menjadi contoh teladan bagi orang orang sekitarnya dalam menjalankan ketaatan
peraturan dan ajaran-ajaran agama Islam. Jadi, dapat diambil suatu pengertian,
bahwa dalam bidang ilmu pengetahuan, setiap orang muslim dan mukmin mempunyai
tiga macam kewajiban, yaitu: menuntut ilmu, mengamalkannya dan mengajarkannya
kepada orang lain. Maksud yang tersurat dari ayat ini kewajiban menuntut ilmu
pengetahuan yang ditekankan adalah dalam bidang ilmu agama. Akan tetapi agama
adalah suatu sistem hidup yang telah mencakup seluruh aspek dan mencerdaskan
kehidupan mereka, sehingga tidak bertentangan dengan norma-norma segi kehidupan
manusia.
Setiap ilmu pengetahuan yang berguna, bermanfaat dan dapat
mencerdaskan kehidupan mereka serta tidak bertentangan dengan norma-norma
agama, wajib dipelajari dan didalami. Umat Islam diperintahkan untuk
memakmurkan bumi ini dengan menciptakan kehidupan yang baik. Sedangkan ilmu
pengetahuan adalah sarana untuk mencapai tujuan yang dicita citakan. Setiap sarana
yang diperlukan untuk melaksanakan kewajiban adalah wajib pula hukumnya untuk
dilaksanakan.
F.
Q.S SABA’ 34:28
!$tBur y7»oYù=yör& wÎ) Zp©ù!$2 Ĩ$¨Y=Ïj9 #Zϱo0 #\ÉtRur £`Å3»s9ur usYò2r& Ĩ$¨Z9$# w cqßJn=ôèt ÇËÑÈ
Artinya:dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui.
Menurut Hamka dalam menafsirkan ayat ini adalah segala manusia yang
mendiami permukaan bumi ini adalah tujuan misi pendidikan Nabi Muhammad dengan
tidak memandang bangsa, tidak memandang batas daerah dan tidak memandang warna
kulit, “ menghibur dan mengancam”, menghibur, memberikan kabar gembira tentang
kebahagiaan jiwa di dunia ini keluar dari gelap gulita kebodohan menuju terang
benderang iman yang nyata, mengancam, berarti memberi peringatan barang siapa
yang tdak mematuhi ajaran-Nya maka hidupnya akan gelap dan tidak terarah.
Nilai-nilai pendidikan Q.s Saba’ ayat 28 yaitu:
1.
Pendidikan Tauhid
2.
Pendidikan yang Bernuansan Duniawi dan Ukhrowi
3.
Peningkatan kualitas
4. Pendidikan Akhlak dan Suri Tauladan (Uswah Hasanah)
Q.s Saba’ ini menjelaskan kenabian Nabi Muhammad, dengan menyatakan
bahwa Allah yang Maha Esa telah mengutus Nabi Muhammad dengan membawa bukti
kebenaran yaitu Risalah Nabi Muhammad tidak terfokus pada orang-orang Arab
Badui saja tetapi meliputi seluruh manusia, dan tidak memandang bangsa, batas
daerah dan warna kulit.[7]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Objek material
adalah bahan yang menjadi sasaran suatu ilmu pengetahuan. Misalnya, ilmu jiwa
dan ilmu manusia kedua macam ilmu pengetahuan itu mempunyai objek material sama
(manusia), akan tetapi objek formalnya berbeda. Oleh karena itu, objek material
ilmu pengetahuan dapat sama, sedangkan objek formalnya berbeda.
Dalam Q. S At Tahrim ayat 6 yaitu “Peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka”. Disini dikatakan “peliharalah dirimu” terlebih
dahulu baru setelah itu dikatakan “keluargamu”.Sebagaimana apa yang dikatakan
oleh Mujahid : ”Bertaqwalah kepada Allah dan berpesanlah kepada keluarga
kalian untuk bertaqwa kepada Allah”. Disini Mujahid mengatakan bahwa kita
diharuskan bertaqwa kepada Allah terlebih dahulu, baru setelah itu kita berpesan
kepada keluarga kita untuk bertaqwa kepada Allah.
Setiap insan harus memberi peringatan terhadap kerabat-kerabat-nya
yang terdekat karena kelak yag akan menyelamatkan mereka pada hari kiamat
hanyalah iman mereka kepada Allah SWT dan bukan hubungan kekeluargaan mereka.
Sebagaimana Allah menyeru kepada Rosulnya untuk mempertakuti dan memberi
peringatan kepada kerabat-kerabat yang terdekat .Tidak aneh jika Islam sangat
memperhatikan pendidikan anak-anak dari aspek iman dan mengeluarkan petunjuk
yang sangat berharga didalam melahirkan anak dan kebiasaan-kebiasaan yang
tinggi.
B.
Saran
Demikianlah
penyusunan makalah ini kami sebagai penyusun makalah ini sangat menyadari bahwa
isi makalah ini masih banyak kekurangannya oleh karenanya kritik dan saran yang
membangun sangat kami harapkan untuk proses penyusunan makalah selanjutnya yang
lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Al Mahalli, Tafsir
Jalalain Berikut Ashabun Nuzul Ayat 122,( Bandung: Sinar Baru
Aglesindo,2000), hlm. 84.
Ahmad Mustafa
Al Maraghi, Terjemah Tafsir Al Maraghe Juz 10-11 12,( Semarang: CV Toha
Putra, 1992), hlm. 15.
Aisyah
Anggraeni, “Menegaskan Manusia Sebagai Objek dan Subjek Ilmu Pendidikan”, Jurnal
PPKN & Hukum, Volume. 15, No. 1, hlm. 60-74.
Farah Al Kiftiyah,
“Tafsir Ayat-Ayat Tentang Objek dan Peserta Didik dalam Pendidikan Islam”, https://farahalkiftiyah.wordpress.com, diakses 23 maret 2022 pukul 13.48 WIB.
Muhammad Nasib
Ar-rifa'i, Ringkasan Tafsir Ihnu Karsir Jilid 3, Gema Insani
Yahya Aziz,
“Misi Pendidikan Nabi Muhammad,” Jurnal Sosial Humaniora, Vol. 2, No.1,
hlm. 78-88.
[1]Aisyah
Anggraeni, “Menegaskan Manusia Sebagai Objek dan Subjek Ilmu Pendidikan”, Jurnal
PPKN & Hukum, Volume. 15, No. 1, hlm. 60-74.
[2]Farah Al
Kiftiyah, “Tafsir Ayat-Ayat Tentang Objek dan Peserta Didik dalam Pendidikan
Islam”, https://farahalkiftiyah.wordpress.com, diakses 23
maret 2022 pukul 13.48 WIB.
[3]Muhammad Nasib
Ar-rifa'i, Ringkasan Tafsir Ihnu Karsir Jilid 3, Gema Insani
[4]Muhammad Nasir
Artifa's, ibid, hlm. 612.
[5]Al Mahalli, Tafsir
Jalalain Berikut Ashabun Nuzul Ayat 122,( Bandung: Sinar Baru
Aglesindo,2000), hlm. 84.
[6]Ahmad Mustafa
Al Maraghi, Terjemah Tafsir Al Maraghe Juz 10-11 12,( Semarang: CV Toha
Putra, 1992), hlm. 15.
[7]Yahya Aziz,
“Misi Pendidikan Nabi Muhammad,” Jurnal Sosial Humaniora, Vol. 2, No.1,
hlm. 78-88.
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Komentar
Posting Komentar