MAKALAH RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM

RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM By. Retno, dkk. A.       PENDAHULUA N   a.         Latar Belakang Bimbingan dan konseling merupakan kegiatan yang bersumber pada kehidupanmanusia. Kenyataan menunjukkan bahwa manusia di dalam kehidupannya selalu menghadapi persoalan-persoalan yang silih berganti. Persoalan yang satu dapat diatasi, persoalan yanglain muncul, demikian seterusnya. Manusia tidak sama satu dengan yang lain, baik dalamsifat maupun kemampuannya. Ada manusia yang danggup mampu mengatasi persoalan tanpa bantuan dari pihak lain, tetapi tidak sedikit manusia yang tidak mampu mengatasi persoalan bila tidak dibanntu orang lain, maka dari inilah bimbingan konseling dibutuhkan. Bimbingan dan konseling merupakan salah satu komponen dari pendidikan.Mengingat bahwa bimbingan dan konseling adalah suatu kegiatan bantuan dan tuntunan yangdiberikan kepada individu pada umumnya, dan siswa pada khususnya di sekol...

MAKALAH ILMU KALAM PEMIKIRAN KALAM JABARIYAH DAN QADARIYAH

ILMU KALAM PEMIKIRAN KALAM JABARIYAH DAN QADARIYAH

By: Mardaih, Dkk.

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Persoalan iman (akidah) merupakan aspek utama dalam ajaran Islam yang didakwahkan oleh Nabi Muhammad SAW. Pentingnya masalah akidah ini dalam ajaran Islam tanpak jelas pada misi pertama dakwah Nabi ketika berada di Mekkah. Munculnya berbagai kelompok teologi dalam Islam tidak terlepas dari faktor historis yang menjadi landasan kajian. Bermula ketika Nabi Muhammad SAW wafat, perpecahan diantara kaum muslim timbul kepermukaaan. Perbedaaan pendapat dikalangan sahabat tentang siapa pengganti pemimpin setelah Rasul, memicu pertikaian yang tidak bisa dihindari. Semua terdapat dalam isu-isu yang bernuansa politik, dan kemudian berkembang pada persoalan keyakinan tentang tuhan dengan mengikut sertakan kelompok-kelompok mereka sebagai pemegang predikat kebenaran.

Ada beberapa kelompok besar yang pemahamannya sangat ekstrim (berlebihan) dan saling bertolak belakang. Kelompok ini muncul diakhir era para sahabat. Diantara kelompok tersebut adalah kelompok Jabariyah dan Qodariyah. Pemikiran Jabariyah mempunyai corak pemikiran tradisional dan pemikiran Qodariyah bercorak liberal. Munculnya corak pemikiran yang beragam dalam Islam disebabkan karena semakin luasnya wilayah Islam ketimur dan keberat. Umat Islam mulai bersentuhan dengan keyakinan dan pemikiran dari ajaran-ajaran lain,terutama filsafat Yunani.

B.     Rumusan Masalah

1.      Apa yang dimaksud dengan aliran Jabariyah dan Qodariyah ?

2.      Bagaimana larar belakang munculnya aliran Jabariyah dan Qadariyah ?

3.      Bagaimana pokok-pokok pikiran aliran jabariyah dan qadariyah ?

4.      Apa dasar Qura’ni aliran kalam Jabariyah dan Qadariyah ?

C.    Tujuan Pembahasan

1.      Mengetahui yang dimaksud dengan aliran Jabariyah dan Qadariyah

2.      Mengetahui latar belakang munculnya alliran Jabariyah dan Qadariyah

3.      Mengetahui pokok-pokok pikiran aliran Jabariyah dan Qadariyah

4.      Mengetahui dasar Qur’ani aliran kalam Jabariyah dan Qadariyah

 

BAB II

PEMBAHASAN

A.    Aliran Jabariyah

1.      Pengertian Aliran Jabariyah

Kata jabariyah berasal dari kata jabara yang bearti “memaksa”. Didalam Al-munjid dijelaskan bahwa nama jabariyah berasal dari kata jabara yang mengadung arti memaksa dan mengharuskan melakukan sesuatu. Kalau dikatakan Allah mempunyai sifat Al-jabar (dalam bentuk mubalaghah),artinya Allah maha memaksa. Ungkapan Al-insan majbur (bentuk isim maf’ul) mempunyai arti bahwa manusia dipaksa atau terpaksa. Selanjutnya kata jabarah (bentuk pertama), setelah ditarik menjadi Jabariyah (dengan menambah ya nisbah), artinya adalah suatu kelompok atau aliran (isme). Lebih lanjut asy-syahratsany menegaskan bahwa paham al-jabr bearti menghilangkan perbuatan manusia dalam arti yang sesungguhnya dan menyandarkannya kepada Allah SWT. Dengan kata lain, manusia mengerjakan perbuatanya dalam keadaan terpaksa. Dalam bahasa inggris, jabriyah disebut fatalism atau free destination, yaitu paham bahwa perbuatan manusia telah ditentukan dari semula oleh qadha dan qadhar tuhan.[1]

2.      Latar Belakang Aliran Jabariyah

Paham al-jabar pertama kali diperkenalkan oleh Ja’d bin Dirham (terbunuh 124 H) yang kemudian disebarkan oleh Jahm Shafwan (125 H) dari Kahurasan. Dlam sejarah teologi Islam, Jahm tercatat sebagai took yang mendirikan aliran Jamiah dalam kalangan Murjiah. Iya duduk sebagai sekretaris Syuraih bin Alharis dan menemaninya dalam gerakan melawan kekuasaan bani umayyah.

Dalam perkembanganya, paham ajabar ternyata tidak hanya dibawa oleh dua tokoh diatas. Masih banyak tokoh-tokoh lain yang berjasa dalam mengembagkan paham ini, diantaranya adalah Al-husain bin Muhammad An-najjar dan ja’d Dirar Mengenai kemunculan paham al-jabar para ahli sejarah pemikiran mengkajinya melalui pendekaatan geokurtural bangsa Arab. Diantara ahli yang dimaksud Ahmad Amin. Dia menggambarkan kehidupan bangsa arab yang dikungkungboleh gurun pasir sahara yang memberikan ipengaruh besar kedalam hidup mereka. Ketergantungan mereka kepada alam sahara yang ganas telah mencuatkan sikap penyerahan diri terhadap alam.[2]

Harun Nasution menjelaskan bahwa dalam situasi demikian, masyarakat arab tidak banyak melihat jalan untuk mengubah keadaan sekeliling mereka sesuai denagn keinginannya. Mereka merasa dirinya lemah dan tidak kuasa dalam menghadapi kesukaran-kesukaran hidup. akhirnya, mereka banyak bergantung pada kehendak alam. Hal ini membawa mereka pada sikap fatalism.

Sebenarnya, benih-benih paham al-jabar sudah muncul jauh sebelum kedua tokoh diatas. Benih-benih itu terlihat dalam sejarah berikut ini:

a.    Suatu ketika, nabi menjumpai sahabatnya yang sedang bertengkar dalam masalah takdir Tuhan. Nabi melarang mereka untuk memperdebatkan persoalan tersebut, agar terhindar dari kekeliruan penafsiran tentang ayat-ayat Tuhan mengenai takdir.

b.   Khalifah Umar Bin khatab pernah menangkap seseorangi yang pernah mencuri. Ketika diinterogasi, pencuri itu berkata “tuhan telah menentukan aku mencuri”. Mendengar ucupan itu, Umar marah sekali dan menganggap orang itu telah berdusta kepada Tuhan. Oleh karena itu, Umar memberikan dua jenis hukuman pada pencuri itu. Pertama, hukuman potong tangan karena mencuri. Kedua, hukuman dera karena mengunakan dalil takdir Tuhan.

c.    Khalifah Ali Bin Thalib sesuai Perang shiffin ditanya oleh seorang tua tentang kadar (ketentuan) Tuhan dalam kaitannya dengan pahala dan siksa. Orang tua itu bertanya “apabila perjalanan (menuju perang shiffin) itu terjadi dengan qadha dan qadar Tuhan, tidak ada pahala sebagai balasannnya, “kemudian Ali menjelaskan bahwa qadhar dan qadar bukanlah paksaan Tuhan. Oleh karena itu, ada pahala dan siksa sebagai balasan amal perbatan manusia. Ali selanjutnya mjelaska, sekiranya qhadar dan qadar merupakan paksaan, batallah pahala dan siksa, gugur pulalah maksa janji dan ancaman Tuhan, serta tidak ada celaan Allah atas perlaku dosa dan ujiannya bagi orang-orang yang baik.

d.   Pada pemerintah daulah bani Umayyah, pandangan tentang al-jabar semakin mencuat kepermukaan. Abdullah Bin Abbas melalui suratnya memberikan reaksi keras kepada pendudukan Syiriah yang diduga berpaham “Jabariah”.

Paparan diatas menjelaskan bahwa bibit paham al-jabar telah muncul sejak awal periode islam. Akan tetapi, al-jabar sebagai pola pikir atau aliran yang dianut, dipelajari dan dikembangkan terjadi pada masa-masa pemerintahan Daulah Bani Umayyah, yaitu oleh kedua tokoh yang telah disebutkan. Berkaitan dengan kemunculan aliran jabariah dalam islam, ada teori yang mengatakan kemunculannya diakibatkan oleh pengaruh pemikiran asing, yaitu pengaruh agama Yahudi bermazhab Qurra dan agama Kristen bermazhab Yacobit. Akan tetapi tanpa pengaruh-pengaruh asing itu sesungguhnya paham al-jabar akan muncul di kalangan umat islam.[3]

3.      Para Pemuka dan Doktrin-Doktrin Pokok Jabariah

Menurut Asyi-syahrastani, Jabariah ini dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu ekstrem dan moderat. Diantara doktrin Jabariah ekstrem adalah pendapatnya bahwa segala perbuaatan manusia bukan merupakan perbuatan yangbtimbul dari kemauannya melainkan perbuatan yang dipaksa atas dirinya. Misalnya kalau seseorang mencuri, perbuatan mencuri itu bukan terjadi atas kehendak sendiri, melainkan karena qadha dan qadar Tuhan yang menghendaki demikian. Diantaranya pemuka Jabariah ekstrem adalah sebagai berikut:

a.    Jahm Bin Shafwan

Diantara pendapat-pendapat Jahm beraitan dengan persoalan teologi adalah sebagai berikut:

1.    Manusia tidak mampu untuk berbuat apa-apa. Ia tidak mempunyai daya, tidak mempunyai keehendak sendiri dan tidak mempunyai pilihan. Pendapat Jahm tetang keterpaksaan lebih terkenal dibandigkan pendapatnya tentang surga dan neraka, konsep iman, kalam Tuhan, meniadakan sifat Tuhan (nafyu asifat), dan meliht Tuhan diakhirat.

2.    Surga dan neraka tidak kekal tidak ada yang kekal selain Tuhan.

3.    Iman adalah makripat atau membenarkan dalam hati. Dalam hal ini, pendapatnya sama dengan konsep iman yang dimajukan kaum Murji’ah.

4.    Kalam Tuhan adalah makhluk. Allah Maha suci dari segala sifat dan keserupaan dengan manusia, seperti berbicara, mendengar, dan melihat. Begitu pula Tuhan tidak dapat dilihat dengan indra mata diakhirat kelak.

b.   Ja’d bin Dirham

Doktrin pokok ja’d secara umum sama dengan pikiran Jahm Al-Ghauraby menjelaskannya sebagai berikut:

1.    Al-quran itu adalah makhluk. Oleh karena itu, dia baru. Sesuatu yang tidak dapat ditafsirkan kepada Allah.

2.    Allah tidak mempunyai sifat yang serupa dengan makhluk, seperti berbicara, melihat, dan mendengar.

3.    Manusia terpaksa oleh Allah daan segala-galanya.

Berbeda dengan Jabariah ekstrem moderat mengatakan bahwa Tuhan menciptakan perbuatan manusia, baik perbuatan jahat maupun perbuatan baik, tetapi manusia mempunyai bagiaan didalamnya. Tenaga yang diciptaakan dalam diri manusia mempunyai efek untuk mewujudkan perbuatanya.

Tokoh yang termasuk dalam Jabariah moderat sebagai berikut:

a.       Al-najjar

Diantara pendapat-pendapatnya adalah:

1)      Tuhan menciptakan segala perbuatan manusia, tetapi manusia mengambil bagian atau peran dalam mewujudkan perbuatan-perbuatan itu. Itulah yang disebut kasab dalam teori Al-Asy’ari. Dengan demikian, manusia dalam pandangan An-najjar. Tidak lagi seperti wayang yang gerakannya bergantung pada dalang. Sebab, tenaga yang diciptakan Tuhan, dalam manusia mempunyai efek untuk mewujudkan perbuatan-perbuatannya.

2)      Tuhan tidak dapat dilihat diakhirat. Akan tetapi, An-najjar menyatakan bahwa Tuhan dapat memindahkan potensi hati (makripat) pada mata sehingga manusia dapat melihat Tuhan.

b.      Adh-Dhirar

Pendapatnya tentang perbuatan manusia sama dengan Husein An-najjar, yaitu bahwa manusia tidak hanya merupakan wayang yang digerakan dalang. Manusia mempunyai bagian dalam perwujudan perbuatannya, dan tidak semata-mata dipaksa daalam melakukan perbuatannya. Secara tegas, Dhirar mengatakan satu perbuatan dapat Ditimbulkan oleh dua pelaku secara bersamaan, artinya perbuatan manusia tidak hanya ditimbulkan oleh Tuhan, tetapi juga oleh manusianya. Manusia turut berperan dalam mewujudkan perbuatan-perbuatannya.Mengenai ru’yat Tuhan diakhirat, Dhirar mengatakan bahwa Tuhan dapat dilihat dikhirat melalui “indra ke-6” ia juga berpendapat bahwa hudjjah yang dapat diterima setelah Nabi adalah ijtihad. Hadits ahad tidak dapat dijadikan sumber dalam menetapkan hukum.[4]

4.    Dasar qurani aliran kalam jabariyah

Adapun ayat-ayat Al-Qur’an yang bisa membawa kepada paham Jabariyah, di antaranya yaitu surat:[5]

·      Al-An’am ayat 112:

ۗوَلَوْ شَاۤءَ رَبُّكَ مَا فَعَلُوْهُ فَذَرْهُمْ وَمَا يَفْتَرُوْنَ

Artinya: “Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan”.

·      Al-Shaffat ayat 96

وَاللّٰهُ خَلَقَكُمْ وَمَا تَعْمَلُوْنَ

Artinya: “Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu kerjakan”. 

·      Al-Anfal ayat 17:

فَلَمْ تَقْتُلُوْهُمْ وَلٰكِنَّ اللّٰهَ قَتَلَهُمْۖ وَمَا رَمَيْتَ اِذْ رَمَيْتَ وَلٰكِنَّ اللّٰهَ رَمٰىۚ

Artinya: “Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allah-lah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar”.

 

B.     Aliran Qodariyah

1.      Pengertian Aliran Qodariyah

Qadariah berasal dari bahasa arab qadara yang artinya kemampuan dan kekuatan. Menurut pengertian terminology, Qadariah adalah aliran yang percaya bahwa segala tindakan manusia tidak diintervensi tangan Tuhan. Aliran ini berpendapat bahwa tiap-tiap orang adalah pencipta bagi segala perbuatannya ia dapat berbuat sesuatu atau meninggalkannya atas kehendaknya sendiri. Berdasarkan pengertian tersebut, dapat dipahami bahwa Qadariah digunakan untuk nama aliran yang member penekanan atas kebebasan dan kekuatan manusia dalam mewujudkan perbuatan-perbuatannya.

Dalam hal ini, Harun Nasution turut menegaskan bahwa kaum Qadariah berasal dari pengertian bahwa manusia mempunyai qudrah atau kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya, dan bukan berasal dari pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk pada qadar Tuhan. Seharusnya, sebutan Qadariah diberikan pada aliran yang berpendapat bahwa qadar telah menentukan segala tingkah laku manusia, baik yang bagus maupun yang jahat. Sebutan tersebut telah melekat pada aliran yang percaya bahwa manusia mempunyai kebebasan berkehendak. Demikianlah pemahaman kaum sunni pada umumnya. Menurut Ahmad Amin, sebutan ini diberikan kepada para pengikut paham qadar oleh lawan mereka dengan merujuk pada hadist yang membuat negatif nama Qadariah. Yang artinya: Kaum Qadariah adalah majusinya umat ini.

2.      Latar Belakang Aliran Qadariyah

Ahmad Amin, ada para ahli teologi yang mengatakan bahwa Qadariah pertama dimunculkan oleh Ma’bad Al-Jauhani (w.80 H) dan Ghailan Ad-Dimasyqy. Ma’bad adalah seorang taba’I yang dapat dipercaya dan pernah berguru kepada Hasan Al Bisri.

Sementara Ghailan adalah seorang orator berasal dari Damaskus dan ayahnya menjadi maula Ustman bin Affan. Ibnu Nabatah dalam kitabnya Syart Al-uyun, seperti dikutip Ahmad Amin (1886-1954 M), memberi informasi lain bahwa yang pertama kali memunculkan paham Qadariah adalah orang Irak yang semula beragama Kristen kemudian masuk Islam dan kembali ke agama Kristen. Dari orang inilah, Ma’bad dan Ghailan mengambil paham ini. Orang Irak yang dimaksud, sebagaimana dikatakan Muhammad Ibnu Syu’ib yang memperoleh informasi dari Al-Auzal adalah Susan.

Paham Qadariah yang terdapat dalam kitab Risalah dan ditulis untuk khalifah Abdul Malik oleh Hasan Al-Basri sekitar tahun 700 M. Hasan Al-Basri (642-728) adalah seorang anak pada tahun 657 pergi ke Basrah dan tinggal di sana sampai akhir dan tinggal disana sampai akhir hayatnya. Apakah Hasan Al-Basri orang Qadariah atau bukan, hal ini memang terjadi perdebatan. Akan tetapi, yang jelas berdasarkan catatannya yang terdapat dalam kitab Risalah ini ia percaya bahwa manusia dapat memilih secara bebas antara baik dan buruk. Hasan yakin bahwa manusia bebas memilih antara berbuat baik atau berbuat buruk.[6]

3.      Doktrin-Doktrin Aliran Qadariyah

a.       Ahmad Amin menjelaskan bahwa doktrin Qadar kiranya leebih luas dikupas oleh kalangan Mu’tazilah, sehingga orang sering menamakan Qadarian dengan Mu’tazilah karena mereka sama-sama percaya bahwa manusia mempunyai kemampuan untuk mewujudkan tindakan tanpa campur tangan Tuhan.

b.      Harun Nasution menjelaskan pendapat Ghailan tentang doktrin Qadariah bahwa manusia berkuasa atas perbuatan-perbuatannya manusia yang melakukan baik atas kehendak maupun kekuasaannya, dan manusia pula yang melakukan atau menjauhi perbuatan-perbuatan jahat atau kemauan dan dayanya.

c.       An-Nazza, mengemukakan bahwa manusia mempunyai daya, ia berkuasa atas segala perbuatannya.

Dari beberapa penjelasan diatas, dapat dipahami bahwa doktrin Qadariah pada dasarnya menyatakan bahwa segala tingkah laku manusia dilakukan atas kehendaknya sendiri. Manusia dalam hal ini mempunyai kewenangan untuk melakukan segala perbuatannya atas kehendaknya sendiri, baik berbuat baik maupun berbuat jahat. Oleh karena itu, Ia berhak mendapatkan pahala atas kebaikan- kebaikan yang dilakukannya dan berhak pula memperoleh hukuman atas kejahatan-kejahatan yang diperbuatnya. Dalam kaitan ini, apabila seorang diberi ganjaran, baik dengan balasan surga maupun diberi ganjaran siksa sdengan balasan neraka kelak di akhirat berdasarkan pilihan pribadinya, bukan oleh takdir Tuhan. Sungguh tidak pantas manusia menerima siksaan atau tindakan salah yang dilakukan bukan atas keinginan dan kemampuan. Paham takdir dalam pandangan Qadariah bukan dalam pengertian takdir yang umum dipakai oleh bangsa Arab ketika itu, yaitu paham yang mengatakan bahwa nasib manusia telah ditentukan terlebih dahulu. Dalam perbuatan-pebuatannya, manusia hanya bertindak menurut nasib yang telah ditentukan semenjak ajal terhadap dirinya. Dalam paham Qadariah, takdir adalah ketentuan Allah yang diciptakan-Nya berlaku untuk alam semesta beserta seluruh isinya semenjak ajal, yaitu hukum yang dalam istilah Al-Qur’an adalah sunnatulla. Secara alamiah sesungguhnya manusia telah memiliki takdir yang tidak dapat diubah. Manusia dalam dimensi fisiknya tidak dapat berbuat lain kecuali mengikuti hokum alam.[7]

4.      Dasar qur’ani aliran qadariyah

Al-Kahfi ayat 29:

وَقُلِ الْحَقُّ مِنْ رَّبِّكُمْۗ فَمَنْ شَاۤءَ فَلْيُؤْمِنْ وَّمَنْ شَاۤءَ فَلْيَكْفُرْۚ

Artinya: “Dan katakanlah, kebenraran itu datagnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir”.

Fushshilat ayat 40:

اِعْمَلُوْا مَا شِئْتُمْ ۙاِنَّهٗ بِمَا تَعْمَلُوْنَ بَصِيْرٌ

Artinya: “Perbuatlah apa yang kamu kehendaki; sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan”

Al-Ra’d ayat 11:

اِنَّ اللّٰهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتّٰى يُغَيِّرُوْا مَا بِاَنْفُسِهِمْۗ

Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak akan merobah keadaan sesuatu kaum, sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada mereka sendiri”.[8]

 

BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

1.    Jabariyah adalah pahm yang menafikan perbuatan dari hamba secara hakikat dan menyerahkan perbuatan tersebut kepada Allah SWT. Artinya, manusia tidak mempunyai andil sama sekali dalam melakukaaaan perbuatannya, Tuhanlah yang menentukan segala-galanya.

2.    Qadariyah adalah sebuah firqah yang mengingkari ilmu Allah terhadap perbuatan hamba-Nya dan berkeyakinan bahwa Allah belum membuat ketentuan terhadap makhluk-Nya.

3.    Takdir adalah sesuatu yang harus kita imani, dan ini merupakan salah satu rukun dari enem rukun iman.

4.    Agama kita adalah agama rasional, sesuai dengan sabda Rasulullah SAW “ laa diina liman laa ‘aqla lah”. Tetapi tidak semuanya yang bisa kita terima dengan akal, ada beberapahal yang harus kita terima dengan iman.

B.     Saran

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita, terutama dalam memahami paham-paham Qadariyah dan Jabariyah. Namun kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dengan kata sempurna, baik dari segi bahasa, sistematika penulisan, dan lain-lain. Oleh karena itu kami mengharapkan kitik dan saran yang membangun dari pada pembaca.

Kami mohon maaf atas semua kekurangan dan keterbatasan. Terima kasih atas kerjasama dan saran dari pembaca semua.


DAFTAR PUSTAKA

 

Muliati, Paham Qadariyah dan Jabariyah. ISTIQRA’. Vol. 3. N0. 2. 2016.

Nunu Burhanuddin. Ilmu Kalam Dari Tauhid Menuju Keadilan. Jakarta : Prenada Media. 2017.

Hasan Basri dkk. Ilmu Kalam Sejarah dan Pokok Pikiran Aliran-Aliran. Bandung: Azkia Pustaka Utama. 2006.

Harun Nasution. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspek. Cet. VI. Jakarta: UI Press. 1986.

Yunan Yusuf. Alam pikiran Islam Pemikiran Kalam. Jakarta: Kencana. 2014.



[1]Nunu Burhanuddin, Ilmu Kalam Dari Tauhid Menuju Keadilan (Jakarta : Prenada Media, 2017), hlm 81.

[2]Hasan Basri dkk, Ilmu Kalam Sejarah dan Pokok Pikiran Aliran-Aliran (Bandung: Azkia Pustaka Utama, 2006), hlm. 33.

[3]Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspek, Cet. VI (Jakarta: UI Press, 1986), hlm. 37.

[4]Yunan Yusuf, Alam pikiran Islam Pemikiran Kalam (Jakarta: Kencana, 2014), hlm. 69.

[5]Hasan Basri, op. Cit. hlm. 36.

[6]Hasan Basri, op. Cit. hlm. 31.

[8] Hasan Basri, op. Cit. hlm. 35.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH MODEL PEMBELAJARAN

MAKALAH ILMU SOSIAL DASAR

MAKALAH ILMU AL-JARH WA AT-TA’DIL