MAKALAH PASAR UANG DAN SISTEM KEUANGAN DI INDONESIA
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
PASAR UANG DAN SISTEM KEUNGAN DI INDONESIA
BY. WIDI, ALAM
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tugas
utama manajemen bank tidak terkecuali Bank Syariah, adalah memaksimalkan laba,
meminimalkan risiko dan menjamin tersedianya likuiditas yang cukup. Manajemen
tidak dapat semaunya menarik nasabah untuk menyimpan dananya di bank, tanpa
adanya keyakinan bahwa dana itu dapat diinvestasikan secara menguntungkan dan
dapat dikembalikan ketika dana itu sewaktu-waktu ditarik oleh nasabah, atau
dana tersebut telah jatuh tempo. Disamping itu manajemen juga harus secara
simultan mempertimbangkan berbagai risiko yang akan berpengaruh pada perubahan
tingkat laba yang diperoleh Tanpa adanya fasilitas Pasar Uang, Bank-bank akan
menghadapi masalah yang sama, mengingat pada umumnya perbankan sulit
menghindari posisi keuangan yang mismatched.
Untuk memanfaatkan dan yang idle itu, bank
haras dapat melakukan investasi jangka pendek di Pasar Uang; dan sebaliknya,
untuk memenuhi kebutuhan dana bagi likuiditas jangka pendek, karena mismatched,
bak juga harus dapat memperolehnya di Pasar Uang. Karena surat-surat berharga
yang ada di pasar keuangan konvensional, kecuali saham, berbasis pada sistem
bunga, maka perbankan Islam menghadapi kendala karena mereka tidak
diperbolehkan untuk menjadi bagian dari aktiva atau pasiva yang berbasis bunga.
Masalah ini berdampak negatif bagi pengelolaan likuidasi maupun pengelolaan
investasi jangka panjang Akibat perbankan syariah terpaksa hanya memusatkan
portofolio mereka pada aktiva jangka pendek, yang terkait dengan perdagangan,
dan berlawanan dengan keperluan investasi dan pem- bangunan ekonomi. Untuk
memenuhi kebutuhan likuiditas jangka pendek bank, bank-bank memerlukan akses ke
pasar uang, baik dalam rangka penanaman dana yang sementara waktu belum
digunakan maupun untuk memenuhi kebutuhan dana dengan segera. Untuk keperluan
tersebut diperlukan instrumentinstrumen likuiditas, berupa surat-surat berharga
yang berasal dari sekuritisasi aset.
B. Rumusan Masalah?
1. Bagaimana yang dimaksud dengan pasar
uang?
2. Bagaimana sistem keuangan di indonesia?
C. Tujuan Masalah
Untung mengetahui apa itu pasar uang
Untuk mengetaui bagaimana sistem keuangan di indonesia
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pasar Uang
Harga
dalam Pasar Uang Konvensional biasanya dinyatakan dalam suatu prosentase yang
mewakili pendapatan (retutrn) berkaitan dengan penggunaan uang untuk jangka
waktu tertentu. Pelaku dalam Pasar Uang umumnya disebut peminjam (borrowers)
dan pemberi pinjaman (lenders). Peminjam adalah individu yang membeli hak
penggunaan dana untuk jangka waktu yang ditentukan sebelumnya[1].
Pemberi pinjaman adalah individu yang menjual hak penggunaan dana untuk jangka
waktu tersebut. Harga yang diterima oleh pemberi pinjaman untuk melepaskan hak
penggunaan dana itu disebut tingkat bunga (interest rate). Milsanya di dalam
pinjaman sebesar Rp.100, bila pemberi pinjamansebesar Rp.100, bila pemberi
pinjaman menerima Rp.120 pada akhir tahun, maka kelebihan sebesar Rp.20 yang
diterima tersebut dinyatakan dalam prosentase yaitu 20% tingkat bunga per
tahun. Pandangan Islam terhadap uang hanyalah sebagai alat tukar bukan sebagai
komoditas atau barang dagangan.
Maka motif permintaan terhadap uang adalah
untuk memenuhi kebutuhan transaksi (money demand for transaction), bukan
digunakan untuk spekulasi atau perdagangan. Dalam pandangan Islam, uang adalah
flow concept, karenanya uang haruslah selalu berputar dalam perekonomian.
Semakin cepat uang berputar dalam perekonomian, akan semakin tinggi tingkat
pendapatan masyarakat dan akan semakin baik perekonomian tersebut[2].
Pasar Uang Konvensional jika dibandingkan dengan Pasar uang Syariah maka
terdapat persamaan dan perbedaan antara lain; memiliki fungsi yang sama yaitu
sebagai pengatur likuiditas. Apabila bank kelebihan likuiditas maka digunakan
instrumen pasar uang untuk investasi, dan pabila bank kekurangan likuiditas
maka bank menerbitkan instrumen pasar
uang untuk dapatkan dana tunai (cash funding).
Perbedaan
mendasar diantara keduanya adalah: pada mekanisme penerbitan dan sifat
instrumen masing-masing. Pada pasar uang konvensional yang diterbitkan adalah
instrumen hutang yang dijual dengan diskon dan didasarkan atas perhitungan
bunga (interest); sedangkan pasar uang syariah lebih kompleks dan mendekati
mekanisme pasar modal. Instrumen pasar uang konvensio- nal di Indonesia adalah;
Surat Utang Negara (SUN), Repurchase Agreements (Repo), Commercial Paper (CP),
Negotiable Certificates of Deposit (CDs) dan Bankers Acceptances. 1. Penciptaan
Instrumen Pasar uang Syariah Surat-surat berharga yang beredar di pasar
keuangan konvensional adalah surat-surat berharga berbasis bunga, sehingga bank
Islam tidak bisa memanfaatkan pasar uang yang ada[3].
Kalaupun ada saham sebagai surat tanda
penyertaan modal yang berbasis bagi hasil, dan masih diperlukan penelitian
apakah obyek penyertaan tersebut terbebas dari kegiatan yang tidak disetujui
Islam. Perbedaan pokok antara lembaga keuangan syariah dengan lembaga keuangan
konvensional adalah dilarangnya riba (bunga) pada lembaga keuangan syariah,
baik riba nasiah (dari pinjam meminjam) maupun riba fadl, yaitu riba dalam
perdagangan. Pendapatan dan keuntungan hanya boleh didapat dengan bekerja atau
melakukan kegiatan perniagaan yang tidak dilarang oleh Islam. Untuk menghindari
pelanggaran terhadap batasbatas yang telah ditentukan oleh syariah islam
tersebut, maka piranti keuangan yang diciptakan harus didukung oleh aktiva,
proyek aktiva atau transaksi jual-beli yang melatar belakangi nya (underlying
transaction). Piranti keuangan itu dapat dibentuk melalui sekuritisasi aktiva/
proyek (asset securitization), yang merupakan bukti penyertaan, baik dalam bentuk
penyertaan masyarakat, yang meliputi modal tetap dengan hak mengelola,
mengawasi dan hak suara dalam pengambilan keputusan (voting right), maupun
dalam bentuk penyertaan mudharabah (participation share), yang mewakili modal
kerja (variable capital), dengan hak atas modal dan keuntungan dari modal
tersebut, tapi tanpa adanya voting right. 2. [4]
Mekanisme
Operasi Pasar Uang Syariah Mekanisme perdagangan surat-surat berharga berbasis
syariah harus tetap berkaitan dan berada dalam batas-batas toleransi dan ketentuan-ketentuan
yang digariskan syariah, seperti:
a. Fatwa ulama pada simposium yang disponsori
Dallah al Baraka Group pada November 1934 di Tunis menyatakan: "Adalah
dibolehkan menjual bagian modal dari setiap perusahaan dimana manajemen
perusahaan tetap berada di tangan pemilik nama dagang {owner of trade name)
yang telah terdaftar secara legal. Pembeli hanya mempunyai hak atas bagian
modal dan keuntungan tunai atas modal tersebut, tanpa hak pengawasan atas
manajemen atau pembagian aset kecuali untuk menjual bagian saham yang mewakili
kepentingannya".
b. Lokakarya Ulama tentang Reksadana Syariah,
Peluang dan Tantangannya di Indonesia, yang diselenggarakan di Jakarta pada
30-31 Juli 1997, telah membolehkan diperdagangkan nya reksadana yang berisi
surat-surat berharga dari perusahaan-perusahaan yang produk maupun operasinya
tidak bertentangan dengan syariah Islam.
Setiap instrumen harus memenuhi beberapa
syarat, antara lain:
1. Pendapatan yang baik (good return)
2. Risiko yang rendah (low risk)
3. Mudah
dicairkan (redeemable)
4. Sederhana (simple)
5. Fleksibel
Dalam rangka memenuhi syaratsyarat
tersebut, tanpa mengabaikan batasbatas yang diperkenankan oleh syariah,
diperlukan adanya suatu special purpose company (selanjutnya disebut
"compny") dengan fungsi sebagai berikut[5]:
a. Memastikan keterkaitan antara
sekuritisasi dengan aktivitas produktif atau pembangunan proyek-proyek aset
baru, dalam rangka penciptaan pasar primer melalui kesempatan investasi baru
dan menguji kelayakan (feasibility) nya. Tahap ini disebut transaction making
yang didukung oleh Initial Investor.
b. Menciptakan pasar sekunder yang dibangun
melalui berbagai pendekatan yang dapat mengatur dan mendorong terjadinya
konsensus perdagangan antar. para dealer, termasuk fasilitas pembelian kembali
(redemtion).
c. Menyediakan layanan kepada nasabah
dengari mendirikan lembaga pembayar (paying agent).
d. Konsep ini dapat diterapkan secara lebih luas
dengan pendayagunaan sumber-sumber dari lembaga-lembaga lain dan para nasabah
dari perbankan Islam sehingga memungkinkan adanya:
1. Penciptaan proyek-proyek besar dan
penting;
2. Para penabung kecil dan para investor
berpenghasilan rendah dapat memperoleh keuntungan dari proyekproyek yang layak
(feasible) dan sukses di mana mereka dapat dengan mudah mencairkan kembali
dengan pendapatan yang baik
3. Memperluas basis bagi pasar primer
4. Menjembatani kesulitan menemu- kan
perusahaan yang bersedia ikut berpartisipasi dalam permodalan (joint stock
companies) dan mengutip nya di pasar.
5. Pertemuan dalam Konferensi Pasar Modal
yang diadakan di Beirut, Libanon, menegaskan kembali perlunya pengembangan
konsep berikut pedoman lebih lanjut. Para pengembang (developper) dan para
pengambil inisiatif memerlukan kebijakan dan prosedur Pasar Uang, terutama
dalam hal jaminan pembelian kembali bagi para investor.
Oleh karena itu lembaga marketing
yang berkualitas juga diperlukan. Kalau semua kebutuhan tersebut dapat dipenuhi
maka akan banyak instrumen- instrumen keuangan baru yang menarik, yang terkait
dengan proyek-proyek produktif, yang dapat dikembangkan di Pasar Sekunder.
Ketentuan Pasar Uang Antar Bank sesuai syariah di Indonesia diatur dengan fatwa
Dewan Syariah Nasional sebagai berikut:
1. Ketentuan Umum; pasar uang antar bank yang
tidak dibenarkan menurut syariah yaitu pasar uang antar bank yang berbasis
bunga, yang dibenarkan adalah berdasarkan prinsip-prinsip syariah, kegiatan
transaksi nya berjangka pendek antar peserta pasar berdasar prinsipprinsip
syariah, dan peserta tersebut adalah bank syariah sebagai pemilik atau penerima
dana dan bank konvensional hanya sebagai pemilik dana.
2. Ketentuan Khusus; akad yang digunakan dalam
pasar uang antar bank berdasarkan prinsip syariah adalah; mudharabah
(muqadharah/ qiradh), masyarakat, qard, wadi'ah dan al-sharf. Pemindahan
kepemilikan instrumen pasar uang tersebut di atas menggunakan akad-akad syariah
yang hanya boleh dipindah- tangankan sekali.
B. Sistem Keuangan Di Indonesia
Sistem keuangan pada
dasarnya adalah tatanan dalam perekonomian suatu negara yang memiliki peran
terutama dalam menyediakan fasilitas jasa-jasa di bidang keuangan oleh
lembaga-lembaga keuangan dan lembaga-lembaga penunjang lainnya. Menurut Dr.
Insukindro, M.A.[6],
dalam bukunya, Ekonomi Uang dan Bank, sistem keuangan (financial
system) pada umumnya merupakan suatu kesatuan sistem yang dibentuk dari
semua lembaga keuangan yang ada dan yang kegiatan utamanya di bidang keuangan
adalah menarik dana dari dan menyalurkannya kepada masyarakat.
Sistem keuangan Indonesia pada prinsipnya dapat dibedakan dalam
dua jenis, yaitu sistem perbankan dan sistem lembaga keuangan bukan bank.
Lembaga keuangan yang masuk dalam sistem perbankan, yaitu lembaga keuangan yang
berdasarkan peraturan perundangan dapat menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau
bentuk-bentuk lainnya dan dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran. Karena lembaga keuangan ini dapat menerima simpanan dari
masyarakat, maka juga disebut depository financial institutions, yang
terdiri dari atas Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat. Adapun lembaga
keuangan bukan bank adalah lembaga keuangan selain dari
bank yang dalam kegiatan usahanya tidak diperkenankan menghimpun dana secara
langsung dari masyarakat dalam bentuk simpanan. Lembaga keuangan bukan bank
disebut non depository financial institutit[7].
Yang termasuk sebagai lembaga keuangan bukan bank adalah Asuransi, Pegadaian,
Lembaga Pensiun, Lembaga Pembiayaan, Lembaga Keuangan Mikro, Reksadana.
Sistem keuangan pada dasarnya adalah tatanan dalam perekonomian suatu
Negara yang memiliki peran terutama dalam menyediakan fasilitas jasa-jasa
dibidang keuangan oleh lembaga-lembaga keuangan penunjang lainnya misalnya
pasar uang dan pasar modal. Sistem keuangan Indonesia pada prinsipnya dapat
dibedakan dalam dua jenis yaitu sistem perbankan dan sistem lembaga keuangan
bukan bank. Lembaga keuangan ini dapat menerima simpanan dari masyarakat, maka
juga disebut depository financial institutions yang terdiri dari bank umum dan
bank perkreditan rakyat. Sedangkan lembaga keuangan bukan bank adalah lembaga
keuangan selain dari bank yang dalam kegiatan usahanya tidak diperkenankan
menghimpun dana secara langsung dari masyarakat dalam bentuk simpanan. Dalam
perjalanan sejarah perkembangan sistem keuangan Indonesia, sistem lembaga
keuangan mengalami perubahan yang sangat fundamental terutama setelah memasuki
era deregulasi, paket kebijakan 27 Oktober 1988 yang kemudian berlanjut dengan
diundangkannya beberapa undang-undang dibidang keuangan dan perbankan sejak
tahun 1992 yaitu[8]
:
1.
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan;
2.
Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 tentanga Asuransi;
3.
Undang-undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun;
4.
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal;
5.
Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 7
Tahun 1992 tentang Perbankan;
6.
Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.
Konsekuensi dikeluarkannya undang-undang
tersebut diatas, adalah perubahan struktur sistem lembaga-lembaga keuangan di
Indonesia. Di samping itu, dari aspek pengaturan dan pembinaan, lembaga-lembaga
keuangan menjadi semakin jelas dan kuat karena telah memiliki kekuatan hukum
terutama dibidang perasuransian dan dana pensiun yang sebelumnya undang-undang
diatas dasar hukum pengaturannya hanya dilakukan dengan keputusan-keputusan
mentri keuangan. SISTEM MONETER
DAN PERBANKAN Yang termasuk dalam sistem moneter adalah bank-bank
atau lembaga-lembaga yang ikut menciptakan uang giral. Di Indonesia yang dapat
digolongkan kedalam sistem moneter adalah otoritas moneter dan bank-bank
pencipta uang giral. Oleh karena itu, sistem perbankan merupakan bagian
integral dari suatu sistem moneter. Otoritas moneter sebagai lembaga yang
berwenang dalam pengambilan kebijakan dibidang moneter, juga merupakan sumber
uang primer, baik bagi perbankan, masyarakat maupun pemerintah.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pasar
uang (money market) adalah pasar dimana diperdagangkan surat-surat berharga
jangka pendek, sedang pasar valuta asing (foreign exchange market) adalah pasar
dimana diperdagangkan surat-surat berharga dalam suatu mata uang dengan
melibatkan mata uang lain. Harga dalam Pasar Uang Konvensional biasanya
dinyatakan dalam suatu prosentase yang mewakili pendapatan (return) berkaitan
dengan penggunaan uang untuk jangka waktu tertentu Pasar Uang Antar bank Ber-
dasarkan Prinsip Syariah (PUAS) adalah kegiatan investasi jangka pendek dalam
rupiah antar peserta pasar berdasarkan prinsip Mudharabah, yaitu
perjanjian antara penanam dana dan pengelola dana untuk melakukan kegiatan
usaha guna memperoleh keuntungan, dan keuntungan tersebut akan dibagikan kepada
kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang teiah disepakati sebelumnya. Surat
Wadiah Bank Indonesia (SWBI) telah diganukan dengan instrumen yang dinamakan
Fasilitas Simpanan Bank Indonesia Syariah disingkat FASBIS. FASBIS adalah
fasilitas simpanan yang disediakan Bank Indonesia kepada Bank untuk menempatkan
dananya di bank Indonesia dalam rangka standing jucilities Syariah.
DAFTAR PUSTAKA
Dahlan Siamat,
2000: 21, dikutip dalam Djoni S. Gazali dan Rachmadi Usman, Hukum Perbankan,
Sinar Grafika, Jakarta, 2010
Hermansyah, Hukum
Perbankan Nasional Indonesia, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2005
Julius R.
Laturnaerissa, SE, MM, Esensi-Esensi Perbankan Internasiprial, Bumi
Aksara, Surabaya, 2005.
Sukidin, M.Pd, Sosiologi
Ekonomi, Cetakan iv, Penerbit Center for Society Studies (CSS), Jember,
2008.
Tim Pengembangan Perbankan
Syariah, Institut Perbankan Indonesia, Konsep Produk dan Implementasi
Operasional Bank Syariah, Penerbit Djambatan, Jakarta, 2002.
Zainul Arifin, Dasar-Dasar
Manajemen Bank Syariah, Penerbit Azkia,Tangerang, 2009
.
[1] Zainul
Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah, Tenggerang: Azkia, 2009, hlm.56
[2] Julius
R. Laturnaerissa, SE, MM, Esensi-Esensi Perbankan Internasiprial,
Surabaya: Bumi Aksara, 2005, hlm. 67
[3] Tim
Pengembangan Perbankan Syariah, Institut Perbankan Indonesia, Konsep, Produk
dan Implementasi Operasional Bank Syariah, Jakarta: Djambatan, 2002,
hlm.102
[4]
Sukidin, M.Pd, Sosiologi Ekonomi, Cetakaniv, Jember: Center for Society
Studies (CSS), 2008, hlm.47
[5] Sukidin, M.Pd, Sosiologi
Ekonomi,ibid,hlm.50
[6] Hermansyah, Hukum Perbankan
Nasional Indonesia, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2005, hlm.
1.
[7] Dahlan Siamat, 2000: 21,
dikutip dalam Djoni S. Gazali dan Rachmadi Usman, Hukum Perbankan, Sinar
Grafika, Jakarta, 2010, hlm. 39.
[8] Hermansyah,
Hukum Perbankan Nasional Indonesia,ibi, hlm. 4
Komentar
Posting Komentar