MAKALAH KEBIJAKAN FISKAL MASA RASULLULAH
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
KEBIJAKAN FISKAL MASA RASULLULAH
BY: Yuli, dkk.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kebijakan
fiskal merupakan kebijakan yang mempengaruhi Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN). Kebijakan Fiskal dapat diartikan sebagai langkah pemerintah
untuk membuat perubahan-perubahan dalam sistem pajak atau dalam pembelanjaan
(dalam konsep makro disebut dengan goverment expenditure), tujuan kebijakan
fiskal dalam perekonomian adalah tercapainya kesejahteraan sebagai adanya
benefit maksimal bagi individu dalam kehidupan, terutama ditujukan untuk
mencapai alokasi sumber daya secara efisien, stabilisasi ekonomi, pertumbuhan,
dan distribusi pendapatan serta kepemilikan.
Lahirnya kebijakan fiskal di dalam dunia
Islam dipenngaruhi oleh banyak faktor salah satunya karena fiskal merupakan
bagian dari instrumen ekonomi publik. Untuk itu faktor-faktor seperti sosial,
budaya dan politik inklud di dalamnya.
Tantangan Rasulullah sangat besar dimana
beliau dihadapkan pada kehidupan yang tidak menentu baik dari kelompok internal
maupun kelompok eksternal. Kelompok internal yang harus diselesaikan oleh
Rasulullah yaitu bagaimana menyatukan antara kaum Anshor dan kaum Muhajirin
pasca hijrah dari mekah ke Madinaha (Yastrib). Sementara tantangan dari
kelompok eksternal yaitu bagaimana Rasul mampu mengimbangi rongrongan dan
serbuan dari kaum kafir Kuraiys. Akan tetapi Rasulullah mampu mengatasi berkat
pertolongan Allah SWT.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian kebijakan fiskal ?
2. Bagaimana kebijakan fiskal masa rasulullah
?
3. Bagaimana sistem kebijakan fiskal masa
rasullulah?
1
4. Bagaimana Kebijakan Ekonomi Pada Masa
Rasulullah SAW ?
C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui apa pengertian kebijakan fiscal
2. Mengetahui kebijakan fiskal masa
rasullulah ?
3. Mengetahui sistem kebijakan fiskal masa
rasulullah
4. Mengtahui kebijakan ekonomi pada masa
rasulullah SAW?
PEMBAHASAN
A.
Pengertian kebijakan fiscal
Kebijakan
fiskal merupakan kebijakan yang mempengaruhi Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN). Kebijakan Fiskal dapat diartikan sebagai langkah pemerintah
untuk membuat perubahan-perubahan dalam sistem pajak atau dalam pembelanjaan
(dalam konsep makro disebut dengan goverment expenditure). Tujuan kebijakan
fiskal dalam perekonomian adalah tercapainya kesejahteraan sebagai adanya
benefit maksimal bagi individu dalam kehidupan, terutama ditujukan untuk
mencapai alokasi sumber daya secara efisien, stabilisasi ekonomi, pertumbuhan,
dan distribusi pendapatan serta kepemilikan[1].
Menurut buku “Pengenalan Eksklusif Ekonomi
Islam” oleh Mustofa Edwin dkk, Kebijakan fiskal dan keuangan mendapat perhatian
serius dalam perekonomian Islam sejak awal. Dalam negara Islam, kebijakan
fiskal merupakan salah satu perangkat untuk mencapai tujuan syari’ah yang di
jelaskan Imam Al-Ghazali termasuk meningkatkan kesejahteraan dengan tetap
menjaga keimanan, kehidupan, intelektualitas, kekayaan dan kepemilikan[2].
B.
KebijakanFiskal Masa Rasulullah
Di
awal masa pemerintahan Rasulullah, negara tidak mempunyai kekayaan apapun,
karena sumbr penerimaan negara hampir tidak ada. Dengan adanya perang Badar
pada abad ke-2 H, negara mulai mempunyai pendapatan dari seperlima rampasan
perang (ghanimah) yand disebut dengan khums, sesuai dengan firman Allah dalam
Q.S. Al-Anfal (8) ayat 41, Artinya: Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang
dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima untuk
Allah, Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnu sabil, jika kamu
beriman kepada Allah dan kepada apa yang kami turunkan kepada hamba kami
(Muhammad) di hari Furqan, yaitu hari bertemunya dua pasukan[3].
Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Dalam ayat tersebut Allah SWT menjelaskan bahwa bagian 1/5 adalah hak Allah,
Rasul dan kerabatnya, golongan yatim, golongan miskin dan ibnu sabil. Sedangkan
4/5 sisanya adalah milik para pejuang yang berhak atas rampasan perang
tersebut. Dengan demikian, bagian yang 1/5 dibagi menjadi 5 bagian yaitu:
bagian untuk Allah, para fakir, para miskin dan bagi ibnu sabil. Hal ini
berlangsung selama masa Rasulullah, sedangkan setelah beliau wafat maka
Khulafaur Rasyidin membagi bagian yang 1/5 itu kepada 3 bagian dengan menghapuskan
saham Rasul dan kerabatnya[4].
Mulanya tantangan yang dihadapi oleh
Rasulullah Saw sangat berat. Sebagai seorang perintis sebuah keberadaan negara
Islam tentunya dimulai dari serba nol. Mulai dari tatanan politik, kondisi
ekonomi, sosial maupun budaya semuanya ditata dari awal. Dari kondisi nol
tersebut membutuhkan jiwa seorang pejuang dan jiwa seorang yang ikhlas dalam
menata sebuah rumah tangga pemerintahan, menyatukan kelompok-kelompok
masyarakat yang sebelumnya terkenal dengan perpecahan yang mana masing-masing
kelompok menonjolkan karakter dan budayanya. Dalam buku “Pengenalan Eksklusif
Ekonomi Islam” oleh Mustafa Edwin dkk di sisi lain Rasulullah S.A.W harus
mengendalikan depresi yang dialami oleh kaum muslimin melaui strategi dakwahnya
agar ummat muslim mempunyai keteguhan hati (beriman) dalam berjuang, mentata
perekonomian yang carut marut dengan menyuruh kaum muslimin bekerja tanpa
pamrih dan lain sebagainya[5].
Upaya Rasulullah s.a.w dalam mencegah
terjadinya perpecahan di kalangan kaum muslimin maka beliau mempersatukan kaum
Anhsor (sebagai tuan rumah) dengan kaum Muhajirin (sebagai kelompok pendatang).
Rasulullah menganjurkan agar kaum Anshor yang notabene memiliki kekayaan dapat
membantu saudara-saudaranya dari kaum Muhajirin. Maka hasil dari upaya tersebut
terjadilah akulturasi budaya antara kaum Anshor dengan kaum Muhajirin sehingga
kekuatan kaum Muslim bertambah. Untuk mengantisipasi kondisi keamanan yang
selalu mengancam maka Rasulullah saw. mengeluarkan kebijakan bahwa daerah Madinah
dipimpim oleh beliau sendiri dengan sebuah sistem pemerintahan al-Rasul. Dari
kepemimpinan beliau maka lahirlah berbagai macam kreativitas kebijakan yang
dapat menguntungkan bagi kaum muslim. Kebijakan utama beliau adalah membangun
masjid sebagai pusat aktivitas kaum muslimin.
Istilah yang populernya penulis sebut
dengan istilah Madinah Muslims Center (MMC). Menurut Sabzwari, terdapat tujuh
kebijakan yang dihasilkan oleh Rasulullah sebagai kepala negara, diantaranya
ialah:
1) Membangun masjid utama sebagai tempat
untuk mengadakan forum bagi para pengikutnya.
2) Merehabilitasi Muhajirin Mekkah di
Madinah.
3) Meciptakan kedamaian dalam negara.
4) Mengeluarkan hak dan kewajiban bagi warga
negaranya.
5) Membuat konstitusi negara.
6) Menyusun sistem pertahanan Madinah.
7) Meletakkan dasar-dasar sistem keuangan
negara.
Menurut
Edwin Mustafa dalam bukunya yang berjudul “Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam”,
namun yang paling utama dibangun oleh Rasulullah s.a.w. adalah masjid karena
dengan adanya masjid menandakan perjungan beliau tidak hanya berada pada
tataran duniawi saja akan tetapi berdimensi akhirat. Jika ini ditafsirkan
dengan akal (tafsir bil ra’yi) maka sesungguhnya terdapat sesuatu ajaran yang
cukup dalam dimana Rasulullah saw. meletakkan dasar ideologi perjuangan yang
selalu bergandengan antara kepentingan dunia dengan kepentingan akhirat.
Sebagai mediasinya adalah dibangunlah masjid[6].
Perjuangan
dalam tataran ideologi sudah dibenahi, maka rasulullah s.a.w. melangkah pada
tahap berikutnya yaitu dengan mereformasi bidang ekonomi dengan berbagai macam
kebijakan beliau. kondisi ekonomi dalam keadaan nol. Kas negara kosong, kondisi
gegrafis tidak menguntungkan dan aktivitas ekonomi berlajan secara tradisional.
Melihat kondisi yang tidak menentu seperti ini maka Rasulullah saw. melakukan
upaya-upaya yang terkenal dengan Kebijakan Fiskal beliau sebagai pemimpin di
Madinah yaitu dengan meletakkan dasar-dasar ekonomi diantara kebijakan tersebut
adalah:
a) Memfungsikan Baitul Maal
Baitul maal sengaja dibentuk oleh
Rasulullah saw sebagai tempat pengumpulan dana atau pusat pengumpulan kekayaan
negara Islam yang digunakan untuk pengeluaran tertentu. Karena pada awal
pemerintahan Islam sumber utama pendapatannya adalah Khums, zakat, kharaj, dan
jizya (bagian ini akan dijelaskan secara mendetail pada bagian
komponen-komponen penerimaan negara Islam).
Pendirian Baitul Maal ini masih banyak
sumber yang berbeda pendapat, ada yang mengatakan didirikan oleh Rasulullah
saw. dan ada sumber yang mengatakan bahwa secara resmi baitul maal didirikan
oleh Sayidina Umar ibn Khaththab r.a. Di dalam buku Kebijakan Ekonomi Umar Bin
Khaththab dikatakan bahwa salah satu keberhasilan beliau adalah mampu
mendirikan Baitul Maal.
Namun disisi lain secara implisit fungsi
akan Baitul Maal sudah dibentuk oleh Rasulullah saw terbukti dengan membangun
masjid bersama kekayaan fungsi di dalamnya (Muslims Centre). Akan tetapi secara
eksplisit pendirian Baitul Maal dilakukan oleh Khalifah Umar ibn Khaththab r.a.
Kesimpulannya, tidak ada perbedaan yang mendasar dari semua pendapat, hanya
saja dikompromikan kapan fungsi secara implisit dari Baiyul Maal dan kapan
pendirian secara eksplisit.
Untuk itu fungsi dari Baitul Maal disini
adalah sebagai mediasi kebiajakan fiskal Rasulullah saw. dari pendapat negara
Islam hingga penyalurannya. Tidak sampai lama harta yang mengendap di dalam
Baitul Maal, ketika mendapatkannya maka langsung disalurkan kepada yang berhak
menerimanya yaitu kepada Rasul dan kerabatnya, prajurt, petugas Baitul Maal dan
fakir miskin.
b) Pendapatan Nasional dan Partisipasi Kerja
Salah satu kebijakan Rasulullah saw dalam pengaturan perekonomian yaitu peningkatan pendaptan dan kesempatan kerja dengan mempekerjakan kaum Muhajirin dan Anshor. Upaya tersebut tentu saja menimbulkan mekanisme distrubusi pendapatan dan kekayaan sehingga meningkatkan permintaan agregat terhadap output
yang
akan diproduksi. Disi lain Rasullah membagikan tanah sebagai modal kerja.
Kebijakan ini dilakukan oleh Rasulullah saw karena kaum Muhajirin dan Anshor
keahliannnya bertani dan hanya pertanian satu-satunya pekerjaan yang
menghasilkan. Kebijakan beliau sesuai dengan teori basis, yaitu bahwa jika
suatu negara atau daerah ingin ekonominya maju maka jangan melupakan potensi basis
yang ada di negara atau daerah tersebut.
c) Kebijakan Pajak.
Kebijakan pajak ini adalah kebijakan yang
dikeluarkan pemerintah muslim berdasarkan atas jenis dan jumlahnya (pajak
proposional). Misalnya jika terkait dengan pajak tanah, maka tergantung dari
produktivitas dari tanah tersebut atau juga bisa didasarkan atas zonanya.
d) Kebijakan Fiskal Berimbang
Untuk kasus ini pada masa pemerintahan
Rasulullah saw dengan metode hanya mengalami sekali defisit neraca Anggaran
Belanja yaitu setelah terjadinya “Fathul Makkah”, namun kemudian kembali
membaik (surplus) setelah perang Hunain.
e) Kebijakan Fiskal Khusus
Kebijakan ini dikenakan dari sektor
voulentair (sukarela) dengan cara meminta bantuan Muslim kaya. Jalan yang
ditempuh yaitu dengan memberikan pijaman kepada orang-orang tertentu yang baru
masuk Islam serta menerapkan kebijakan insentif.
C.
Sistem Perekonomian Pada Masa Rasulullah
Menurut Ibnuddin dalam Jurnal Pendidikan dan Studi Islam yang berjudul “Pemikiran Ekonomi Islam Pada Masa Nabi Muhammad”, awal mula terbangunnya perekonomian berawal dari kepemimpinan Rasulullah SAW
pada
periode madinah meskipun konsepnya relatif sederhana
tetapi beliau telah menunjukkan prinsip-prinsip yang
mendasar bagipengelolaan ekonomi[7]. Dalam Jurnal yang berjudul “Analisis Harga dan Mekanisme
Pasar Dalam Perspektif Islam” karya Idris Parakkasi dan Kamiruddin, praktik
ekonomi pada masa Rasulullah dan Khulafaurrasyidin menunjukkan adanya peranan pasar yang besar. Rasulullah
sangat menghargai harga yang dibentuk oleh
pasar sebagai harga yang adil[8].
Dalam jurnal yang berjudul “Baitul Maal
sebagai Lembaga Keuangan Islam dalam Memperlaancar Aktivitas Ekonomi Islam”
karya Agus Marimin, Rasulullah SAW adalah pemimpin pertama yang memperkenalkan konsep baru di bidang
keuangan negara di abad ke-7. Semua hasil
penghimpunan kekayaan negara dikumpulkan terlebih dahulu kemudian dikeluarkan sesuai dengan kebutuhan negara.
Tempat pusat pengumpulan dana disebut bai al
mal yang pada masa Nabi Muhammad SAW terletak
di Masjid Nabawi[9]. Peran dan fungsi baitul mal sendiri bukan hanya sekedar mengumpulkan uang dan membagikannya kepada
masyarakat yang membutuhkan, namun lebih
kepada pengolahan yang menopang perekonomian
sehingga tidak terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan.
Dalam jurnal yang berjudul “Paradigma
Konsep Teori dan Praktek Baitul Maal dalm Perspektif Sistem Ekonomi Islam”
karya Sumadin dan Muhammad Tho’I, pada masa Rasulullah SAW ini, baitul mal lebih mempunyai
pengertian sebagai pihak (al-jihat) yang
menangani setiap harta benda kaum muslimin, baik berupa pendapatan maupun pengeluaran[10]. Sumber-sumber pendapatan negara berasal dari Kharaj,
Zakat, Khums, Jizyah, dan penerimaan lainnya.
Kharaj yaitu pajak terhadap tanah, yang penentuannya
berdasarkan tingkat produktivitas tanah atau berdasar pada tiga hal yaitu karakteristik atau tingkat kesuburan tanah, jenis
tanaman dan jenis irigasi. Zakat, dikumpulkan dalam bentuk uang tunai yang
diambil dari hasil peternaka dan hasil pertanian. Khums, yaitu pajak
proporsional yang diambil dari barang temuan
dan barang tambang, besarannya sebanyak 20%. Jizyah, yaitu pajak yang dibebankan kepada orang-orang non muslim sebagai pengganti
layanan sosial ekonomi dan jaminan perlindungan
keamanan dari negara lain. Penerimaan lainnya seperti kaffarah dan harta waris
dari orang yang tidak menjadi ahli waris.
D.
Kebijakan
Ekonomi Pada Masa Rasulullah SAW
1.
Kebijakan Moneter
Salah satu
penyebab terjadinya peredaran uang terlalu tinggi adalah terjadinya defisit anggaran yang ditutup dengan pinjaman.
Pada awal pemerintahan islam, defisit anggaran
jarang terjadi dan sistem pengolahan moneter
diserahkan kepada baitul mal. Setiap harta yang menjadi hak kaum muslimin, sementara pemiliknya tidak jelas maka harta
tersebut merupakan hal baitul mall. Apabila
harta itu telah diambil, maka pengambilan tersebut harta tadi telah menjadi hak baitul mall, baik harta itu dimasukkan ke
dalam kasnya ataupun tidak[11]. Menurut Hoirul Amri dalam jurnalnya yang berjudul
“Kebijakan Moneter Pada Awal Pemerintahan Islam dalam Pembangunan
Perekonomian”, dan Di dalam pengelolaan moneter awal pemerintahan islam, dana
dialokasikan untuk penyebaran islam,
pendidikan dan kebudayaan, pengembangan ilmu pengetahuan,
pengembangan infrastruktur, dan penyediaan layanan kesejahteraan sosial[12].
2. Kebijakan Fiskal
Pada masa Rasulullah SAW sisi penerimaan APBN terdiri atas kharaj,
zakat, khums, jizyah, dan penerimaan lain-lain. Di
sisi pengeluaran terdiri atas pengeluaran
untuk kepentingan dakwah, pendidikan dan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi, kesejahteraan sosial, Penerimaan
zakat dan khums dihitung secara proporsional yang dalam persentase dan bukan ditentukan nilai nominalnya. Sistem zakat perniagaan
tidak akan mempengaruhi harga dan jumlah
penawaran karena zakat dihitung dari
hasil
usaha[13].
PENUTUP
a)
Kesimpulan
Kebijakan
fiskal merupakan kebijakan yang mempengaruhi Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN). Kebijakan Fiskal dapat diartikan sebagai langkah pemerintah
untuk membuat perubahan-perubahan dalam sistem pajak atau dalam pembelanjaan
(dalam konsep makro disebut dengan goverment expenditure). Tujuan kebijakan
fiskal dalam perekonomian adalah tercapainya kesejahteraan sebagai adanya
benefit maksimal bagi individu dalam kehidupan, terutama ditujukan untuk
mencapai alokasi sumber daya secara efisien, stabilisasi ekonomi, pertumbuhan,
dan distribusi pendapatan serta kepemilikan.
Upaya Rasulullah s.a.w dalam mencegah terjadinya perpecahan di kalangan
kaum muslimin maka beliau mempersatukan kaum Anshor (sebagai tuan rumah) dengan
kaum Muhajirin (sebagai kelompok pendatang). Rasulullah menganjurkan agar kaum
Anshor yang notabene memiliki kekayaan dapat membantu saudara-saudaranya dari
kaum Muhajirin. Maka hasil dari upaya tersebut terjadilah akulturasi budaya
antara kaum Anshor dengan kaum Muhajirin sehingga kekuatan kaum Muslim
bertambah.
Untuk mengantisipasi kondisi keamanan yang selalu mengancam maka Rasulullah saw. mengeluarkan kebijakan bahwa daerah Madinah dipimpim oleh beliau sendiri dengan sebuah sistem pemerintahan al-Rasul. Dari kepemimpinan beliau maka lahirlah berbagai macam kreativitas kebijakan yang dapat menguntungkan bagi kaum muslim. Kebijakan utama beliau adalah membangun masjid sebagai pusat aktivitas kaum muslimin.
Menurut Sabzwari, terdapat tujuh kebijakan yang dihasilkan oleh
Rasulullah sebagai kepala negara, diantaranya ialah:
a. Membangun masjid utama sebagai tempat
untuk mengadakan forum bagi para pengikutnya.
b. Merehabilitasi Muhajirin Mekkah di
Madinah.
c. Meciptakan kedamaian dalam negara.
d. Mengeluarkan hak dan kewajiban bagi warga
negaranya.
e. Membuat konstitusi negara.
f.
Menyusun
sistem pertahanan Madinah.
DAFTAR PUSTAKA
Amri, Hoirul. 2016. Kebijakan Moneter
pada Awal Pemerintahan Islam dalam Pembangunan Perekonomian (Studi Analisis pada Masa
Rasulullah SAWdan Sahabat,
Muqtashid, I(01): 9–24
Edwin, Mustofa dkk. Pengenalan
Eksklusif Ekonomi Islam, PT. Kencana Predana
Media Group, Jakarta : 2007, hlm. 112
Fildayanti, Devita Ayu. Konsep Ekonomi
Pada Masa Rasulullah SAW, 90100118020
Ibnuddin. 2019. Pemikiran Ekonomi Islam
Pada Masa Nabi Muhammad. Jurnal Pendidikan dan Studi Islam, 5(1):51–61.
Marimin, Agus. 2014. Baitul Mall
sebagai Lembaga Keuangan Islam dalam Memperlancar Aktivitas Perekonomian, Jurnal Akuntansi dan
Pajak,14(02):39–42.
Parakkasi, Idris dan Kamiruddin. 2018. Analisis
Harga dan Mekanisme Pasar dalam Perspektif Islam. Laa Maysir, 5(1):107-120.
Sumadi, Muhammad Tho'in. 2020. Paradigma
Konsep Teori dan Praktik Baitul Mal dalam Perspektif Sistem Ekonomi Islam. Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam,
6(02):330–38.
[1] Dewi Sinta Sumanti. Kebijakan Fiskal Masa Rasulullah SAW dan Kebijakan
Fiskal Masa Khulafaur Rasyidin, 29 November 2016
[2] Mustofa Edwin dkk. Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, PT. Kencana Predana Media Group, Jakarta : 2007, hlm. 112
[3] Dewi Sinta Sumanti. Kebijakan Fiskal Masa Rasulullah SAW dan Kebijakan
Fiskal Masa Khulafaur Rasyidin, 29 November 2016
[5] Mustofa Edwin dkk. Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, PT. Kencana Predana Media Group, Jakarta : 2007, hlm. 112
[7] Ibnuddin,
Pemikiran Ekonomi Islam Pada Masa Nabi Muhammad, Jurnal Pendidikan dan Studi
Islam, Vol. 5 No. 1, 2019, hal. 51–61.
[8] Idris Parakkasi
dan Kamiruddin, Analisis Harga dan Mekanisme Pasar dalam Perspektif Islam, Laa
Maysir, Vol. 5 No.1, 2018, hal. 107-120.
[9] Agus Marimin Baitul Maal Sebagai Lembaga Keuangan Islam dalam Memperlancar Aktivitas Perekonomian, Jurnal Akuntansi dan Pajak, Vol. 14 No. 02, 2014, hal.39–42.
[10] Sumadi dan Muhammad Tho'in, Paradigma Konsep Teori Dan Praktek Baitul Mal Dalam Prespektif Sistem Ekonomi Islam, Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, Vol. 6 No. 02, 2020, hlm.30–38.
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Komentar
Posting Komentar