MAKALAH TENTANG ETIKA GURU TERHADAP SESAMA GURU (TEMAN SEJAWAT)
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
MAKALAH TENTANG ETIKA GURU TERHADAP SESAMA GURU (TEMAN SEJAWAT)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Guru
adalah salah satu unsur manusia dalam proses pendidikan di sekolah sekaligus
memegang tugas dan fungsi ganda, yaitu sebagai pengajar dan sebagai pendidik.
Sebagai pengajar guru hendaknya mampu menuangkan sejumlah bahan pelajaran ke
dalam otak anak didik, sedangkan sebagai pendidik guru diharapkan dapat
membimbing dan membina anak didik agar menjadi manusia susila yang cakap,
aktif, kreatif, dan mandiri (Deden, 2011). Namun demikian, untuk mengetahui
keterlaksanaan tugas guru tersebut, diperlukan penilaian kinerja dengan
kriteria-kriteria penilaian yang sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
Interaksi seorang guru dalam melaksanakan tugas
kependidikannya, tidak saja terjadi antara guru dengan siswa, akan tetapi juga
terjadi dengan rekan sejawat, orang tua siswa, dan masyarakat. Dalam interaksi
tersebut, perbedaan pendapat, persepsi, dan harapan sulit untuk dielakkan. Dan
perbedaan-perbedaan tersebut sering kali menimbulkan masalah apalagi di era
globalisasi saat ini.
Dalam berinteraksi dengan siswa, guru harus menciptakan iklim belajar yang kondusif dan harmonis. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan kehangatan, perhatian, keterbukaan, ketulusan dan sebagainya. Dengan kondisi belajar seperti ini, akan menunjang keberhasilan proses belajar-mengajar.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian
etika profesi keguruan?
2. Bagaimana etika guru terhadap sesama guru?
3. Bagaimana adab bergaul dalam Islam?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian etika profesi keguruan.
2. Untuk mengetahui etika guru terhadap sesama guru.
3. Untuk mengetahui adab bergaul dalam Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian etika profesi keguruan
Secara etimologis, kata etika berasal dari bahasa yunani, ethos,
yang artinya adat kebiasaan atau watak kesusilaan (costum). Etika berkaitan
erat dengan moral, istilah bahasa Latin yaitu mos, atau dalam bentuk jamaknya
mores, yang artinya adat kebiasaan atau cara hidup seseorang dengan hal-hal
yang baik dan menghindari perbuatan yang buruk.
Profesi adalah
pekerjaan yang dilakukan sebagai kegiatan pokok untuk menghasilkan nafkah hidup
dan yang mengandalkan suatu keahlian atau jabatan yang memiliki fungsi dan
signifikan social, yang menentukan keterampilan dengan keahlian tertentu,
memerlukan pendidikan tingkat tinggi dengan waktu yang lama.
Guru adalah
orang yang mempunyai banyak ilmu, mau mengamalkan dengan sungguh-sungguh,
toleran dan menjadikan peserta didiknya lebih baik dalam segala hal. Dalam
islam makna guru atau pendidik pada prinsipnya tidak hanya mereka yang
mempunyai kualifikasi keguruan secara formal diperoleh dari bangku sekolah
perguruan tinggi, melainkan yang terpenting adalah mereka yang mempunyai
kompetensi keilmuan tertentu dan dapat menjadikan orang lain pandai dalam segi
kognitif, afektif, dan psikomotorik.[1]
Berdasarkan
ketiga pegertian tersebut, maka etika profesi keguruan dapat diartikan sebagai
ilmu yang mempelajari tentang perbuatan baik yang harus dilakukan oleh guru
dalam melaksanakan pekerjaannya sebagai pendidik professional. Sebagai
filsafat, etika profesi keguruan, memberikan pengetahuan secara mendalam
mengenai perbuatan baik yang harus dikakukan oleh guru ketika menjalin relasi
dengan dirinya sendiri, peserta didik, wali peserta didik, rekan sederajat, dan
masyarakat.
Sementara itu sebagai filsafat dan ilmu, etika profesi keguruan menghendaki ukuran atau standar perilaku yang umum dilakukan oleh guru ketika menjalin relasi dengan dirinya sendiri, peserta didik, wali peserta didik, rekan sederajat, dan masyarakat. Tujuannya adalah untuk mendeskripsikan seperti apakah standar perilaku yang harus dilakukan oleh guru secara umum.[2]
B. Etika Guru Terhadap Sesama Guru
Dalam hubungan guru
dengan rekan sejawat ada beberapa hal yang harus dilakukan, menghendaki supaya
guru menjalankan kewajiban-kewajibannya sebagai berikut :
1. Membantu dalam menentukan dan menjalankan kebijakan-kebijakan
sekolah.
2. Membantu teman-temannya dengan nasihat-nasihat yang konstruktif dan
pikiran-pikiran yang membantu.
3. menghargai dengan ikhlas bantuan yang diterima dan
kemajuan-kemajuan yang dicapai.
4. Membantu teman-teman untuk memperoleh promosi yang patut di dapat.
5. Menjauhkan diri campur tangan, perkara-perkara antara guru-guru dan
murid-murid kecuali jika kedudukannya yang resmi mengharuskan.
6. Menjauhkan ocehan atau kecaman yang bersifat menentang tentang guru-guru
lain.
7. Berbicara secara konstruktif tentang guru-guru lain, akan tetapi
melaporkan secara jujur kepada pejabat-pejabat yang berwenang dalam
perkara-perkara yang menyangkut kesejahteraan murid-murid, sekolah dan jabatan.
8. Menggabungkan
diri dengan aktif dalam organisasi-organisasi guru.
Dalam ayat 7 Kode Etik
Guru disebutkan bahawa “Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat
kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial.” Ini berarti bahwa:
1. Guru hendaknya menciptakan dan memlihara hubngan sesama guru dalam lingkungan kerjanya, dan
2. Guru hendaknya menciptakan dan memelihara semangat kekeluargaan dan
kesetiakawanan sosial di dalam dan di luar lingkungan kerjanya.
Dalam hal ini Kode Etik Guru Indonesia menunjukkan kepada
kita betapa pentingnya hubungan yang harmonis perilaku diciptakan dengan
mewujudkan persaan bersaudara yang mendalam antara sesama anggota profesi.
Hubungan sesama anggota profesi dapat dilihat dari dua segi, yakni hubungan
formal dan hubungan kekeluargaan.
Hubungan formal ialah
hubungan yang perlu dilakukan dalam rangka melakukan tugas kedinasan. Sedangkan
hubungan keleuargaan ialah hubungan persaudaraan yang perlu dilakukan, baik
dalam lingkungan kerja maupun dalam hubungan keseluruhan dalam rangka menunjang
tercapainya keberhasilan anggota profesi dalam membawakan misalnya sebagai
pendidik bangsa.[3]
Etika guru terhadap teman sejawat
1. Dalam bergaul dengan sesama guru hendaknya bersifat terus
terang jujur dan terbuka.
2. Diantara sesama guru hendaknya selalu ada kesediaan untuk
saling memberi saran, nasehat dalam rangka melaksanakan jabatan masing-masing.
3. Di dalam menunaikan tugas dan memecahkan persoalan
bersama hendaknya saling tolong menolong dan penuh toleransi.
4. Guru hendaknya tidak saling menggunjing sesama guru.[4]
Selain itu adab sesama guru juga antara lain:
1. Bergaul dengan mukmin
sebaiknya kita berteman dekat dengan orang mukmin. Ingatlah
bahwa teman dekat sangat mempengaruhi karakter kita nantinya. Rasul sendiri
telah menyarankan agar kita dekat dengan mukmin.
Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata
bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah
engkau bergaul kecuali dengan seorang mukmin. Janganlah memakan makananmu
melainkan orang bertakwa,” (HR. Abu Daud no. 4832 dan Tirmidzi no. 2395.
Hadits ini hasan kata Syaikh Al Alba ).
Rasululah shallallahu ‘alaihi wa sallam kembali
menjelaskan,
مَثَلُ
الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالسَّوْءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيرِ ،
فَحَامِلُ الْمِسْكِ إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ ، وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ ،
وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً ، وَنَافِخُ الْكِيرِ إِمَّا أَنْ
يُحْرِقَ ثِيَابَكَ ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَة
“Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat
seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak wangi
mungkin akan memberimu minyak wangi, atau engkau bisa membeli minyak wangi
darinya, dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau harum darinya.
Sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan apinya) mengenai pakaianmu, dan
kalaupun tidak engkau tetap mendapatkan bau asapnya yang tak sedap.” (HR.
Bukhari 5534 dan Muslim 2628).
2. Selalu berkata baik
Ketika kita
berbicara dengan teman, hendaknya gunakanlah perkataan yang baik.
Berkomunikasilah dengan tutur kata yang lembut dan penuh kasih sayang.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا
أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا
Mukmin yang paling sempurna imannya adalah mukmin yang
paling baik akhlaknya (HR. Abu Dawud No. 4682 dan At-Tirmidzi No. 1163. (Ash-Shahihah
No. 284).
3. Berpakaian yang baik
Sebagaimana Allah telah mewajibkan kita untuk selalu
menjaga aurat dalam Al Quran,
يَا أَيُّهَا
النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ
عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا
يُؤْذَيْنَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
Wahai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak
perempuanmu dan isteri-isteri orang Mukmin, “Hendaklah mereka mengulurkan
jilbabnya ke seluruh tubuh mereka !” Yang demikian itu supaya mereka lebih
mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allâh adalah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang. [al-Ahzâb (33) :59]
Maka ketika kita bergaul, hendaknya kita juga tetap menjaga
pakaian yang kita gunakan untuk selalu sopan dan menutu aurat dengan sempurna,
terutama jika berada di keramaian.
4. Tidak memotong pembicaraan
Ketika teman sedang berbicara, maka janganlah kamu memotong
pembicaraan mereka. Memotong pembicaraan seseorang merupakan perbuatan yang
tidak sopan dan tidak menghargai orang lain.
Rasulullah bersabda, “Jika engkau mengatakan ‘diamlah’
kepada orang-orang ketika mereka sedang berbicara, sungguh engkau mencela
dirimu sendiri.” (HR. Ahmad 2/318, dishahihkan Al Albani dalam Silsilah
Ash Shahihah 1/328)
5. Menghindari debat
Untuk menjaga pertemanan yang baik, maka sudah sebaiknya
kita menghindari debat. Bahkan meskip[un kita tahu bahwa kita berada di pihak
yang benar, namun hendaknya kita menghindarinya.
Nabi Sulaiman ‘alaihis sallam berkata
kepada anaknya,
يَا بُنَيَّ،
إِيَّاكَ وَالْمِرَاءَ، فَإِنَّ نَفْعَهُ قَلِيلٌ، وَهُوَ يُهِيجُ الْعَدَاوَةَ
بَيْنَ الْإِخْوَانِ
“Wahai anakku,
tinggalkanlah mira’ (jidal, mendebat karena ragu-ragu
dan menentang) itu, karena manfaatnya sedikit. Dan ia membangkitkan permusuhan
di antara orang-orang yang bersaudara.” (Syu’abul Iman: 8076 Al-Baihaqi).
6. Saling menasehati
Salah satu adab berteman yang baik yang saat ini banyak
ditinggalkan adalah saling menasehati. Sebagai seorang muslim yang baik,
hendaknya kita saling mengingatkan dan menasehati. Saling menasehati juga
merupakan perintah Allah SWT yang termaktub dalam Al Quran,
Allah Ta’ala berfirman,
كُنْتُمْ
خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ
عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk
manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan
beriman kepada Allah.” (QS. Ali Imron: 110)
7. Saling memberi hadiah
Rasa kasih sayang dalam sebuah pertemanan akan semakin
indah jika dibarengi dengan saling memberi hadiah. Tidak perlu memberikan
hadiah yang mewah, namun hanya dengan hadiah yang kecil saja sudah sangat
menyenangkan hati teman.
Rasulullah pernah bersabda:
تَهَادُوْا
تَحَابُّوْا
“Saling menghadiahilah kalian niscaya kalian akan saling
mencintai.” (HR. Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad no. 594, dihasankan Al-Imam
Al-Albani t dalam Irwa`ul Ghalil no. 1601).
8. Menjaga rahasia
Dalam pertemanan, jika terdapat sebuah rahasia yang disampaikan
maka hendaklah disimpan rapat-rapat. Sebagaimana yang telah dicontohkan para sahabat.
Dari Tsabit, dari Anas
radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,
أتَى عَلَيَّ
رسول الله – صلى الله عليه وسلم – وَأنَا ألْعَبُ مَعَ الغِلْمَانِ ، فَسَلمَ
عَلَيْنَا ، فَبَعَثَني إِلَى حاجَةٍ ، فَأبْطَأتُ عَلَى أُمِّي . فَلَمَّا جِئْتُ
، قالت : مَا حَبَسَكَ ؟ فقلتُ : بَعَثَني رسولُ الله – صلى الله عليه وسلم –
لِحَاجَةٍ ، قالت : مَا حَاجَتُهُ ؟ قُلْتُ : إنَّهاَ سرٌّ . قالت : لا
تُخْبِرَنَّ بِسرِّ رسول الله – صلى الله عليه وسلم – أحَداً ، قَالَ أنَسٌ :
وَاللهِ لَوْ حَدَّثْتُ بِهِ أحَداً لَحَدَّثْتُكَ بِهِ يَا ثَابِتُ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mendatangiku dan di waktu itu aku sedang bermain-main dengan beberapa orang anak. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam mengucapkan salam kepada kami, kemudian menyuruhku untuk sesuatu keperluannya. Oleh sebab itu aku terlambat mendatangi ibuku. Selanjutnya setelah aku datang, ibu lalu bertanya, ‘Apakah yang menahanmu?’” Aku pun berkata, “Aku diperintah oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk sesuatu keperluannya.” Ibu bertanya, “Apakah hajatnya itu?” Aku menjawab, “Itu adalah rahasia.” Ibu berkata, “Kalau begitu jangan sekali-kali engkau memberitahukan rahasia Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tersebut kepada siapapun juga.” Anas berkata, “Demi Allah, andaikata rahasia itu pernah aku beritahukan kepada seseorang, sesungguhnya aku akan memberitahukan hal itu kepadamu pula, wahai Tsabit.” (HR. Muslim, diriwayatkan pula oleh Al Bukhari dengan ringkas).[5]
BAB III
PENUTUP
2. Membantu teman-temannya dengan nasihat-nasihat yang konstruktif dan pikiran-pikiran yang
3. menghargai dengan ikhlas bantuan yang diterima dan kemajuan-kemajuan yang dicapai.
4. Membantu teman-teman untuk memperoleh promosi yang patut di dapat.
5. Menjauhkan diri campur tangan, perkara-perkara antara guru-guru dan murid-murid kecuali jika
6. Menjauhkan ocehan atau kecaman yang bersifat menentang tentang guru-guru lain.
7. Berbicara secara konstruktif tentang guru-guru lain, akan tetapi melaporkan secara jujur kepada
8. Menggabungkan diri dengan aktif dalam organisasi-organisasi guru.
1. Bergaul dengan mukmin.
2. Selalu berkata baik.
3. Berpakaian yang baik.
4. Tidak memotong pembicaraan.
5. Menghindari debat.
6. Saling menasehati.
7. Saling member hadiah.
8. Menjaga rahasia.
DAFTAR PUSTAKA
Dewi ,Annisa
Anita, Guru Mata Tombak Pendidikan, Jawa Barat :: CV Jejak, 2018.
DalamIslam.com, 8 Adab Berteman dalam Islam dan Dalilnya, diakses pada 02-11-2020, pukul 00:41.
[1] Ayunidalisa.blogspot.com, Makalah
Etika Guru Terhadap Teman, diakses pada 01-11-12, pukul 21:38.
[2] Reycal78.wordpress.com, Etika
Profesi Keguruan, diakses pada 01-11-2020, pukul 22:06.
[3] Tenntang rasa.blogspot.com, Makalah
Etika Teman Sejawat, diakses pada 01-11-2020, pukul 21:53.
[4] Annisa Anita Dewi, Guru Mata Tombak
Pendidikan, (Jawa Barat :: CV Jejak, 2018), hal. 32.
[5] DalamIslam.com, 8 Adab Berteman dalam Islam dan Dalilnya, diakses pada 02-11-2020, pukul 00:41.
Komentar
Posting Komentar