MAKALAH PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA ABBASIYAH (KEJAYAAN)
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
MAKALAH PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA ABBASIYAH (KEJAYAAN)
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Menurut
ajaran islam, manusia adalah mahluk ciptaan Allah SWT. Yang paling dimuliakan
oleh-Nyamelebihi mahluk-mahluk lainnya. Sebagaimana dijelaskan Allah dalam
firman-Nya yang artinya:
“Dan
sesungguhnya kami telah muliakan anak-anak Adam. Kami anggkat mereka di daratan
dan dilautan. kami berikan rezky yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan
kelebihan yang sempurna atas kebanyakan mahkluk lain yang telah kami ciptakan”.(QS.
17: 70).
Kelebihan
manusia di anatara mahluk lainya ialah mempunyai akal dan daya kehidupan yang
dapat membentuk peradaban. Manusia adalah mahluk yang selalu mengimginkan
kesempurnaan baik secara lahir maupun batin. Untuk mencapai kesempurnaan
manusia dituntut untuk bergaul dengan orang lain dan dalam alam semesta yang
senantiasa berubah-rubah, sehingga dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya
dan mempertahankan kehidupannya. Usaha-Usaha untuk menemukan diri ini disebut
“belajar”.
Manusia
setiap saat, membutuhkan pelajaran dari alam semesta sampai ia menemukan cara
bertindak yang tepat untuk mempertahankan kehidupanya. untuk memenuhi kebutuhan
belajar ini oleh imam santoso disebut dengan istilah “pendidikan”.[1]
Karenanya, pendidkan adalah suatu yang esensial bagi manusia, melalui
pendidikan, manusia bisa belajar mempelajari alam semesta demi mempertahankan
kehidupannya, karena pentingnya pendidikan, islam menempatkan pendidikan pada
kedudukan yang sangat penting dan tinggi. Antara lain dalam surah al- Mujadalah
Allah Berfirman yang artinya:
“Allah akan meninggikan derajat orang-orang yang beriman diantara
kamu dan orang-orang yang diberi pengetahuan beberapa derajat”. (QS. al-Mujadalah,58: 11).
Umat
manusia dalam sejarahnya telah memperlihatkan tentang pentingnya pendidikan.
Hal ini dapat ditelusuri sejak dari masa rasul hingga masa sekarang ini.
kegiatan yang dilakukan Rasulullah seperti mengadakan Ta’lim (pembelajaran)
kepada para sahabatnya, guna mengetahui ajaran ajaran islam, sehingga rasul
membuat kompleks belajar Dar-al-Arqam, ini semua salah satu bukti besarnya
perhatian rasul terhadap pendidikan.
Usaha pendidikan ini kemudian ditindaklanjuti oleh generasi berikutnya, pendidikan dan pengajaran terus tumbuh dan berkembang pada masa Khulafaur Rasyidin , Bani Umayah, dan masa Bani Abbasiyah. Pada masa awal Daulat Abbasiyah, pendidikan dan pengajaran berkembang dengan sangat pesat diseluruh negara islam hingga lahir madrasah-madrasah yang tidak terhitung banyaknya, bahkan madrasah berdiri di kota hingga ke desa. Anak-anak dan orang dewasa berlomba-lomba menuntut ilmu pengetahuan, melawat ke pusat –pusat pendidikan meninggalkan kampung halaman mereka, demi untuk mendapatkan ilmu pengetahuan. Tujuan pendidikan dalam islam sama dengan tujuan hidup manusia, yakni menjadi “Insan Pengabdi Allah”. Untuk mencapai tujuan pendidikan tentunya diperlukan metode sistem dan materi pendidikan.
B.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pendidikan Pada Masa Daulah Abbasiyah ?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Untuk mengetahui sejarah pendidikan Pada Masa Daulah Abbasiyah.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Konteks Historis Pada Masa Daulah Abbasiyah
Berdirinya Daulah Abbasiyah diawali dengan dua strategi, yaitu satu
dengan sistem mencari pendukung dan penyebaran ide secara rahasia, hal ini
sudah berlangsung sejak akhir abad pertama hijriah yang bermarkas di Syam dan
tempatnya di Al Hamimah, sistem ini berakhir dengan bergabungnya Abu muslim
al-Khurasani pada jum’iyah yang sepakat atas terbentuk Daulah Abbasiyah.
Sedangkan strategi ke dua dilanjutkan dengan terang-terangan dan
himbauan-himbauan di forum-forum resmi untuk mendirikan Daulah Abbasiyah
berlanjut dengan peperangan melawan Daulah Umaiyah. Dari dua strategi yang
diterapkan oleh Muhammad bin Al- Abasy dan kawan-kawanya sejak alhir abad
pertama sampai 132 H akhirnya membuahkan hasil dengan berdirinya Dulah
Abbasiyah.
Berbagai teknis diterapkan oleh pengikut Muhammad Al-Abbasy seperti
sambil berdagang dan melaksanakan haji di balik itu terprogram bahwa mereka
menyebarkan ide dan mencari pendukung terbentuknya Daulah. [2]
Daulah
Abbasiyah didirikan oleh keturunan Abbas paman Rasulullah, yaitu: Abdullah al-
Saffah Ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah al- Abbas. Selama dinasti ini berkuasa
pola pemerintah yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan politik, sosial, dan
kultur budaya yang terjadi pafda masa-masa tersebut. Kekuasaan Daulah Abbasiyah
daibagi dalam lima periode, yaitu:
1.
Periode I (132 H/750 M-232 H/847 M), masa pengaruh persia pertama.
2.
Periode II (232 H/847 M-334 H/945 M), masa pengaruh Turki pertama.
3.
Periode III (334 H/945 M-447 H/1055 M), masa kekuasaan Dinasti
Buwahi, pengaruh persia kedua.
4.
Periode IV (447 H/1055 M-590 H/1194 M), masa Bani Saljuk, pengaruh
Turki kedua.
5.
Periode V (590 H/1104 M-656 H/1250 M), masa kebebasan dari pengaruh
Dinasti lain.
Daulah Abbasiyah mencapai puncak keemasan dan kejayaan pada periode
I. Para Khalifah pada masa periode I dikenal sebagai tokoh yang kuat, pusat
kekuasaan politik, dan agama sekaligus. Kemakmuran masyarakat pada saat ini
mencapai tingkat yang tinggi. Popularitas Daulah Abbasiyah mencapai puncaknya
pada masa khalifah Harun Al-Rasyid (786 M-809 M) dan putranya Al-Ma’mun (813 M-833
M). Kekayaan yang dimiliki khalifah Harun Al-Rasyid dan putranya Al-Ma’mun
digunakan untuk kepentingan sosial seperti: lembaga pendidikan, kesehatan,
rumah sakit, pendidikan ilmu pengetahuan, dan kebudayaan serta kesusasteraan
berada pada zaman keemasaan. Al-Ma’mun khalifah khalifah yang cinta kepada
ilmu, dan banyak mendidirikan sekolah.[3]
Pada masa inilah negara islam menempatkan dirinya sebagai negara terkuat dan
tak tertandingi.
Al-Ma’mun, pengganti Harun ar-Rasyid, memiliki kegairahan dalam
mencari ilmu pengetahuan sehigga mendorongnya untuk menyibukkan diri demgam
mempelajari kebudayaan dan mendiskusikan filsafat di Merv.[4]
Pada masa pemerintahannya, penerjemah buku-buku asing digalakkan. Untuk
menerjemahkan buku-buku Yunani, ia menggaji penerjemah-penerjemah dari golongan
keristen dan penganut agama lain yang ahli, ia juga banyak mendirikan sekolah,
salah satu karya besarnya yang terpenting adalah pembangunan Baitul Hikmah,
pusat penerjemah yang berfungsi sebagai pusat kajian akademis dengan perpustakaan
yang sangat besar, serta memiliki sebuah observatorium. Pada saat itu,
observatorium-observatorium yang banyak bermunculan juga berfungsi sebagai
pusat-pusat pembelajaran astonomi. Fungsi lembaga itu persis sama dengan
lembaga rumah sakit, yang pada awal kemunculannya sekaligus berfungsi sebagai
pusat pendidikan kedokteran. Akan tetapi, akademi islam pertama yang meyediakan
berbagai kebutuhan fisik untuk mahasiswanya, dan menjadi model bagi pembangunan akademi-akademi
lainya adalah Nazhamiyah yang didirikan pada tahun 1065-1067 oleh Nizhman
Al-Mulk, seorang meneteri dari persia pada kekhalifahan Bani Saljuk, Sultan Alp
Arslan, dan maliksyah yang juga penyokong Umar Al-Khayyam.[5]
Pada masa ini pula ilmu-ilmu umum masuk ke dalam islam melalui
terjemahan dari bahasa Yunani dan Persia ke dalam bahasa Arab. Sehingga lembaga
pendidikan pada masa ini mengalami perkembangan dan kemajuan yang sangat pesat.
Ini sangat ditentukan oleh perkembangan bahasa Arab, baik sebagai bahasa
administrasi yang sudah berlaku sejak masa Bani Umayah, maupun sebagai bahasa
ilmu pengetahuan.
B.
Faktor-Faktor Perkembangan Pendidikan Pada Masa Bani Abbasiyah
Kegemilangan yang dicapai Umat Islam pada saat ini telah mengukir
sejarah yang dikenal dengan zaman keemasan islam, yang meliputi segala bisang,
terutama ilmu pengetahuan, ekonomi, dan administrasi pemerintahan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kegemilangan pendidikan dan ilmu
pengetahuan pada masa Bani Abbasiyah, yaitu faktor intern dan faktor esktern.
Faktor intern adalah faktor yang mempengaruhi dari dalam ajaran agama islam itu
sendiri yang mendorong manusia untuk menuntut imu dan mengembanggkan ilmu
pengetahuan, yaitu:[6]
1.
Agama Islam
Menurut Al-Hassan dan Hill, agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad
Saw ini memberikan dorongan yang sangat kuat kepada ummatnya untuk melakukan
pencapaian-pencapaian dibidang sains dan teknologi. Al-Quran memerintahkan umat
islam agar menggunakan akalnya dalam mengamati alam semesta. Perintah semacam
itu dijelaskan dalam surah Ar-Rum ayat 22. Disamping itu islam sudah menyatukan
seluruh umatnya yang menyebar dari Cina hingga Samudra Antlantik di bawah suatu
pengaruh satu bahasa dan ilmu pengetahuan. Dengan demikian, semua orang bebas
mengembara ke berbagai kota pusat ilmu pengetahuan, seperti Baghdad, Cordoba,
dan lain-lain untuk belajar.
2.
Pemerintah yang berpihak pada ilmu pengetahuan
Menurut Howard R Turner dalam Sains islam yang mengagumkan
mengatakan bahwa pencapaian dibidang sains dan teknologi sudah menjadi
ciri-ciri umum semua dinasti islam, baik itu dinasti kecil maupun besar. Hampir
disetiap kota islam terdapat gerakan Arabisasi dan penerjemahan. Disamping itu
didirikan akademi-akademi, observatorium, dan perpustakaan.
3.
Bahasa Arab
Sejak awal pemerintahan Bani Umayyah, ilmu pengetahuan Yunani dan
India diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Menurut Hasan dan Hill para sultan
ketika itu sepenuhnya menyadari bahwa tidak mungkin ilmu pengetahuan berkembang
di dunia islam jika ilmu-ilmu tersebut tertulis di dalam bahasa non-Arab.
Melalui aktivitas terjemahan itu, ilmu pengetahuan menyebar tidak hanya
dikalangan penguasa dan intelektual, tetapi juga di masyarakat awam.
4.
Pendidikan
Untuk memacu laju perkembangan ilmu pengetahuan itu para khalifah
mendirikan sekolah-sekolah, lembaga pendidikan tinggi, observatorium, dan
perpustakaan. perpustakaan yang sangat terkenal pada Masa Bani Abbasiyah
bernama Bayt Al-Hikmah (Rumah Kearifan). Perpustakaan ini banyak dicatat oleh
sejarawan Islam memberikan sumbangan yang penting dalam penerjemahan buku-buku
matematika dari Yunani adalah Tsabit Bin Qurrah (836-901).
5.
Penghormatan Kepada Ilmuan
Al-Hassan dan Hill mencatat bahwa para ilmuan pada era keemasan
islam mendapatkan perhatian yang besar dari kerajaan. Para ilmuan saat itu
dipenuhi kebutuhan finansialnya bahkan diberi uang pensiun. kebijakan ini
diambil supaya merekabisa mencurahkan waktu sepenuhnya untuk kegiatan mengajar,
membimbing murid, menulis, dan meneliti.
6.
Maraknya Penelitian
Kerajaan mendorong para ilmuan untuk melakukan penelitian di
berbagai bidang. salah satu contohnya yaitu adalah riset matematika oleh
al-Khawarizmi.
7.
Perdagangan Internasional
Perdagangan internasional penjadi sarana komunikasi yang efektif
antar peradaban dan mempercepar proses kemajuan teknologi. Misalnya, karena
maraknya kegiatan dagang antara bangsa Arab dan bangsa-bangsa lain di dunia,
ditemukanlah teknologi navigasi.[7]
Sedangkan faktor ekstern
adalah faktor yang datang dari luar ajaran agama islam, yaitu:
1.
Akultrasi Kebudayaan
Adanya intervansi peradaban Yunani
terutama dibidang ilmu pengetahuan dan filsafat ke dalam Islam merupakan cikal
bakal yang sangat potensial untuk berkembangnya Hal ini dilatarbelakangi oleh
kondisi Daulah Abbasiyah yang terbuka terhadap kebudayaan asing serta cinta
terhadapilmu pengetahuan, sehingga kondisi ini memotivasi orang Persia pindah
ke Baghdad yang pada awalnya mereka adalah mereka adalah ahli hukum,
kedokteran, dan negarawan.
2.
Munculnya usaha penerjemahan ilmu pengetahuan kedalam bahasa Arab.
Usaha-usaha penerjemahan ini timbil
karena adanya kemauan yang kuat dari pihak penguasa untuk mentransfer ilmu
pengetahuan dan filsafat dari Irak, Syam, Persia, ke dalam bahasa Arab. Hal ini
mendapat respons yang baik dari masyarakat terutama prang-orang yang ahli
menerjemah. Selain Kitu dalam usaha penerjemahan ini juga dari inisiatif
pribadi para ahli itu sendiri.
Khalifah al- Mansur memerintahkan usaha penerjemahan buku dari
berbagai ilmu pengetahuan banyak, demikian juga dengan Harun al-Rasyid
membentuk satu badan penerjemah khusus, Khalifah al-Ma’mun mengirim tim-tim
sarjana ke berbagai pusat ilmu di dunia, untuk mencari kitab-kitab penting yang
harus diterjemahkannya. Pada umumnya para Khalifah Daulah Abbasiyah sangat
mementingkan gerakan penerjemahan.
3.
Maula (Mawali)
Maula(Mawali) adalah orang-orang yang baru masuk Islam bukan dari
keturunan Arab atau bekas budak. Mereka ikut membentuk Abbasiyah dari dalam
merebut kekuasaan dari Daulah Bani Umayyah. Jadi mereka ikut membangun
eksistensi Daulah Bani Abbasiyah tersebut, sehingga ada diantara mereka itusebagai
politisi dan ilmuan demi kemajuan ilmu pengetahuan itu sendiri. Mereka
mencurahkan perhatian, kemampuan dan ilmu pengetahuan yang mereka miliki.
4.
Adanya perhatian pemerintah
terhadap kemajuan ilmu pengetahuan.
5.
Tersedianya fasilitas-fasilitas yang mendukung
Kemajuan-kemajuan peradaban yang dicapai pada masa Bani Abbasiyah
tidak terlepas dari fasilitas-fasilitas yang diperuntukkan bagi kemajuan ilmu
pengetahuan seperti perpustakaan, lembaga-lembaga penelitian dan buku-buku.
6.
Minat masyarakat yang tinggi dalam menuntut ilmu
Masyarakat yang ada pada saat kejayaan pendidikan Islam, merupakan
masyarakat yang cinta ilmu pengetahuan mereka berlomba-lomba untuk menuntut
ilmu.[8]
C.
Lembaga Pendidikan Pada Masa Daulah Abbasiyah
1.
Masjid
Masjid menjadi lembaga pendidikan pada masa ini. Sebuah masjid yang
indah didirikan di cordova dengan maksud untuk mengimbangi masjid di Mekkah dan
Yarusalem, di Cordova terdapat 700 masjid.[9]
Pengajaran
yang diberikan di masjid-masjid dan jami’ boleh dikatan serupa dengan
pendidikan tingkat college, tetapi sistemnya masih lemah, pelajar-pelajar yang
masih mengikuti kegiatan belajar belum teratur. Anak-anak yang belum cukup usia
bisa mengikuti halaqah-halaqah asal mereka tertarik belajar pada ulama yang megajar.
Masid di Cordova sebagai lembaga pendidikan Islam berjumlah ribuan, telah
menjadi pusat kemempelajari filsafat dan ilmu pengetahuan.
2.
Perpustakaan
Pemerintah Islam di Spanyol mempunyai perhatian terhadap
perpustakaan. Perpustakaan yang terkenal di Andalus adalah Khazanatul
Hukmits-tsani yang mempunyai bubku-buku 400.000 jilid. Disamping perpustakaan
tersebut ada perpustakaan lain yang didirikan oleh perorangan untuk orang umum,
bahkan kebanyakan orang-orang berlomba-lomba untuk mendirikanya. Untuk wanita
tidak mau ketinggalan untuk mengumpulkan buku sehingga didirikan perpustakaan
khusus untuk mereka.[10]
Jika dibandingkan perpustakaan yang ada di dalam dunia Islam dengan
orang Erofa pada saat itu, tidak sebanding. Perpustakaan orang kristen yang
termegah saat itu adalah perpustakaan Gereja Canterbury menurut Catholic
Encyclopedy memiliki buku jilid 1.800 jilid.
3.
Universitas
Uiversitas-universitas di berbagai kota Spanyol berdiri dengan
megahnya seperti di Cordova, Sevilla, Malaga, dan Granada. Di pintu gerbang
universitas Granada tertulis sebuah semboyan yang terjemahannya kira-kira
berbunyi: Ketentraman dan ketertiban dunia terdiri hanya atas empat perkara:
ilmu pengetahuan para cendekiawan,keadilan para penguasa, shalatnya ahli agama
dan keberanianpara pahlawan. [11]
Materi
pelajaran yang diberikan di universitas ini terdiri berbagai ilmu pengetahuan
baik ilmu agama, ilmu sosial, ilmu ilmu alam, ilmu budaya, ilmu falak, ilmu
sejarah, ilmu kimia, bahasa Arab. Adapun para mahasiswa yang datang dari
berbagai penjuru Eropa, bahkan beberapa pendeta datang untuk belajar.
Fakultas-fakultas yang terdapat di Universitas Cordova adalah
fakultas astronomi, fakultas ilmu ukur, fakultas kedokteran,dan fakultas hukum,
sedangkan di Universitas Granada terdiri dari teologi, yurispridensi,
kedokteran, kimia, filsafat, dan astronomi.
4.
Toko-toko buku
Toko-toko buku mempunyai peranan dan mentransmisi pengetahuan,
disini tidak hanya menjual buku-buku tapi juga sebahgai tempat pelajar dan
ulama untuk berdiskusi.
5.
Al-kuttab
Al-kuttab merupakan tempat belajar untuk pendidikan dasar, tempat
belajar Al-Quran bagi anak-anak. Al-kuttab ini berkembang secara biasa dan
ulama untuk berdiskusi.
6.
Halaqat al-Dars dan al-Ijtima’at al-Ilmiah
Salah satu ciri dari sistem pendidikan Islam adalah mudah dan
elastis. Dan sebagai bukti untuk itu telah terdapat halaqat al-Dars dan
Ijtima;at al-Ilmiah. Halaqat ini bertujuan untuk menyebarkan ilmu dengan cara
mudah dan tidak terikat dengan tempat dan waktu. Halaqat diadakan di
rumah-rumah para ulama, di stana raja-raja dan pembesar-pembesar.
Salah
satu cara untuk memuaskan kesenangan otak para khalifah dan penguasa adalah
dengan memanggil para ulama ke rumah mereka untuk berdiskusi masalah keagamaan
dan ilmu pengetahuan. Para ulama dan ahli fikih Andalus menghafal mahzab-mahzab
yang lainyang dibahas di hadapan raja-raja mereka atau istana para khalifah dan
orang-orang kaya.[12]
7.
Madrasah
Umat Islam di Andalus mendirikan madrasah sebagai tempat belajar
yang tidak sedikit jumlahnya, seperti di Cordova, Sevilla, Toledo, dan Granada.
Terdapat 17 madrasah besar dan 120 madrasah kecil.[13]
D.
Metode Pendidikan Pada Masa Bani Abbasiyah
Dalam proses belajar mengajar, metode pendidikan atau pengajaran
merupakan salah satu aspek pendidikan atau yang sangat penting guna mentransfer
pengetahuan atau kebudayaan dari seseorang guru kepada para muridnya. Melalui
metode pengajaran terjadi proses
internalisasi dan pemilikan pengetahuan oleh murid hingga murid dapat menyerap
dan memahami dengan baik apa yang telah disamapikan gurunya.
Pada Masa Bani Abbasiyah metode pendidikan atau pengajaran yang
digunaka dapat dikelompokkan menjadi tiga macam: lisan, hafalan, dan tulisan.
a.
Metode Pendidikan
1.
Metode Lisan
Berupa dikte, ceramah, qiraah, dan diskusi. Metode dikte (imla)
adalah metode penyampaian pengetahuan yang dianggap baik dan aman karena dengan
imla ini murid mempunyai catatan yang akan dapat membantunya ketika ia lupa.
Metode ini dianggap penting karena pada masa-masa klasik buku-buku cetak
seperti masa sekarang susah dimiliki. Metode ceramah disebut juga metode
al-sama’ sebab dalam metode ceramah, guru menjelaskan isi buku dengan hafalan,
sedangkan murid mendengarkanya. Metode qirs’ah biasanya digunakan untuk belajar
membaca sedangkan diskusi merupakan metode yang khas pada masa ini.
2.
Metode Menghafal
Merupakan ciri umum pendidikan pada masa ini. Murid-murid membaca
dengan cara berulang-ulangpelajarannya sehingga pelajaran tersebut melekat pada
benak mereka, sebagaimana dijelaskan oleh Imam Hanafi seorang murid harus
membaca suatu pelajaran berulang kali sampai dia menghafalnya.[14]
sehingga dalam proses selanjutnya, murid akan mengeluarkan kembali dan
mengkontekstulisasikanpelajaran yang dihafalnya sehingga dalam diskusi dan
perdebatan murid dapat merespons,mematahkan lawan, atau memunculkan sesuatu
yang baru.
3.
Metode Tulisan
Dianggap metode yang paling penting pada masa ini. Metode tulisan
ini adalah penglopian karya-karya ulama. Dalam penguasaan ilmu murid semakin
meningkat. Metode ini berguna bagi proses penguasaan ilmu pengetahuan yang
sangat penting artinya bagi penggandaan jumlah buku teks, karena pada masa ini
belom ada mesin cetak, dengan pengkopian buku-buku kebutuhan terhadap teks buku
sedikit teratasi.[15]
b.
Materi Pendidikan
Materi pendidikan dasar pada masa Daulah Abbasiyah terlihat ada
unsur demokrasinya, disamping materi pelajaran yang bersifat wajib (ijbari)
bagi setiap murid ada juga materi yang bersifat pilihan (ikhtiari), hal ini
tampaknya sangat berbeda dengan materi pendidikan dasar pada masa sekarang.
Disaat sekarang ini materi pendidikan tingkat dasar pada menengah semuanya
adalah materi wajib, tidak ada materi pilihan. Materi pilihan baru ada pada
tingkat dasar perguruan tinggi.
Materi
pelajaran yang bersifat wajib (ijbari) ialah:
1.
Al-Quran
2.
Shalat
3.
Doa
4.
Sedikit ilmu nahwu dan bahasa Arab
5.
Membaca dan menulis
Sedangkan
materi pelajaran ikhtiari adalah:
1.
Berhitung
2.
Semua ilmu nahwu dan bahasa Arab
3.
Syair-syair
4.
Riwayat atau Tarikh Arab[16]
E.
Aspek Pendanaan Pada Masa Bani Abbasiyah
Pada masa Bani Abbasiyah sumber pembiayaan pendidikan antara lain:
1.
Subsidi pemerintah
Para penguasa dan pimpinan muslim memiliki perhatian yang besar
terhadap ilmu pengetahuan sejak masa Khulafaur Rasyidin. Mereka mendirikan dan
menghidupi berbagai sarana penunjang ilmu pengetahuan dan pendidikan, termasuk
lembaga-lembaganya. Masjid jami’ yang
banyak bermunculan di masa Bani Abbasiyah dibiayai keberadaanya dan
operasionalnya oleh pemerintah sepenuhnya. Selain itu, madrasah-madrasah yang
berdiri pada Masa Turki Saljuk dilembagakan dibawah pengawasan dan bantuan
negara. Diantaranya, memberikan beasiswa murid pensiun dan ransum kepada murid
yang patut menerimanya.
2.
Wakaf
Lembaga wakaf menjadi sumber pembiayaan kegiatan pendidikan saat
itu. Sistem wakaf dalam islam disebabkan oleh system ekonomi islam, yang
menganggap bahwa ekonomi berhubungan erat dengan akidah dan syariat Islam,
serta adanya keseimbangan antara ekonomi dan kemaslahatan masyarakat. Dengan
dipelopori oleh penguasaIslam yang cinta ilmu, seperti Harun ar-Rasyid dan
Ma’mun, berdiri lembaga-lembaga pendidikan
keilmuan, seperti kegiatan penerjemahan yang di zaman al-Ma’mun
kegiatanya lebih sempurna sehingga berdirilah Baitul Hikmah. Pada perkembangan
selanjutnya kebutuhan untuk mendirikan lembaga-lembaga pendidikan maka lahirlah
ide tentang perlunya lembaga wakaf yang akan menjadi sumber keuangan.
Menurut Syalabi,bahwa khalifah al-Ma’mun adalah orang yang pertama kali mengemukakan pendapat tentang pembentukan badan wakaf. Ia berpendapat bahwa kelangsungan kegiatan keilmuan tidak tergantung pada subsidi Negara dan kedermawanan penguasa-penguasa, tetapi juga membutuhkan kesadaran masyarakat untuk bersama-sama Negara menanggung biaya pelaksanaan pendidikan.[17]
3.
Orang Tua
Biaya pendidikan yang bersumber dari orang tua ini bervariasi dan
sangat fleksibel tergantung pada kondisi finansial orang tua murid. Biaya ini
juga mereflesikan kemajuan murid. Sebab, disampingnya biaya pendaftaran biaya
tambahan akan diambil ketika murid telah menyelesaikan suatu paket tertentu
dari pelajaran, ditambah sumbangan-sumbangan non-finansial seperti bahan pangan
dan sandang sesuai keadan keluarga murid.
Biaya pendidikan agama tidak pernah diadakan kecuali sedikit jika
materi pelajaran ditambah dengan pendidikan non-keagamaan, seperti tata bahasa
dan menulis .
Hal
ini didasarkan pada anggapan penyebaran misi ilahi harus dilakukan dengan
ikhlas.[18]
4.
Murid
Seorang ilmuan yang mengajar di Masjid , madrasah atau lembaga
pendidikan lainya diperbolehkan memungut biaya dari muridnya, biasanya jumlah
disepakati antara murid dan guru. Para penuntut ilmu yang berasal dari keluarga
yang tidak mampu atau belajar atas inisiatif sendiri sering bekerja di
tengah-tengah masyarakat untuk membiayai pendidikanya. Ada jugapelajar yang
tidak tetap yang terdiri dari para pekerja.
5.
Sumber lain
Pandangan bahwa ilmu agama, terutama Al-Quran harus diajarkan
kepada orang lain sebagai bentuk ibadah mendorong para pengajarnya tidak
menerima dan meminta bantuan finansial dari siapapun. Mereka berusaha untuk
membiayai kegiatan pendidkan dan kehidupanya hanya dari hasil keringat sendiri
diluar pekerjaan mengajar.
Selain para pengajar juga ada dari kesadaran para hartawan dan
dermawan untuk membiayai pendidikan, seperti misalnya mereka membangun kuttab
lalu mengaji para guru-gurunya dengan uang mereka sendiri. [19]
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari
semua deskripsi yang dituliskan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa masa
dinasti Abbasiyah berdiri selama kurang
lebih 5 abad, dengan para khalifah yang cinta pada ilmu pengetahuan sehingga
mengantarkan pendidikan Islam ke Masa puncak kejayaan ilmu pengetahuan.
Sehingga menjadi kiblat ilmu pengatahuan bagi negara lainya.
Adapun
pola pendidikan yang dijalankan saat itu benar-benar tidak lepas dari perhatian
negara terhadap ilmu pengetahuan dan masyarakat, sehingga semua kompomen dan
kebijakan pendidikan saat itu di desain pro rakyat.
Mulai
pembiayaan yang bersumber dari negara, wakaf, oramg tua, murid,dan perorangan.
Pendidikan yang harus memiliki syarat alim dan berakhlak mulia, peserta didik
yang memiliki kesiapan lahir dan batin sampai kepada metode pendidikan yang
dikembangkan saat itu yaitu lisan, menghafal dan tulisan.
lembaga-lembahga
pendidikan terus berbenah menjadi lebih baik, dari beberapa lembaga pendidikan
yang telah dituliskan diatas yaitu: kuttab, perpustakaan, Masjid, Universitas,
toko-toko buku, madrasah dan halaqah. Untuk lembaga pendidikan yang lainya,
merupakan warisan ide dari pemerintah dinasti umayah, sehingga pemerintahan
abbasiyah tinggal mekanjutkan atau merenovasi.
Dari
beberapa keterangan diatas, hemat penulis terdapat relevansi anatara konsep
pendidikan islam pada masa Bani Abbasiya dengan pendidikan Islam pada masa sekarang,
seperti model pendidikan multiculture,home schooling dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA
Asrahah,
Hanum, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : PT Logos Wacana Ilmu, 1419.
Dalimunthe,
Rozy, Fakhrur, Sejarah Pendidikan Islam, Medan : Rimbow, 1986.
Fahmi,
Hasan, Asma, Sejarah Filsafat Pendidikan, Jakarta : Bulan Bintang, 1987.
Fauzan,
Surwito, Sejarah Sosial Pendidikan Islam, Jakarta : Kencana, 2008.
Maksidi, George, The Rice Of Colleges Institutions Of Learning
In Islam And The West, Endinburg : Endinburg University Press, 1981.
Mahmudunnasir, Syed, Islam Konsepsi Dan Sejara hnya, Bandung
: Remaja Rosda Karya, 2011.
Nizar, Samsul, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : Kencana,
2009.
Nata, Abbuddin, Sejarah Islam Pada Masa Klasink, Jakarta :
Bulan Bintang, 1970.
Santoso, Iman, Slamet, Pendidikan di Indonesia dari Masa Ke Masa,
Jakarta : CV Haji Mas Agung, 1987.
Supriyadi, Dedi, Sejarah Peradaban Islam, Bandung : Pustaka
Setia, 2008.
Supardi, Sejarah dan Filsafat, Jakarta : Bandung Angkasa,
1985.
Sriyanto,
Faktor-Faktor Pemicu Sain dan Teknologi, https://m.republika.co.id/berita
ok99r1313/7-faktor-pemicu-kemajuan-sains-dan-teknologi-peradaban-islam, 24
Januari 2017.
[1] Slamet Iman Santoso, Pendidikan di Indonesia dari Masa ke Masa,
(Jakarta: CV Haji Mas Agung, 1987), hlm.52.
[2]
Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam,(Jakarta: Kencana,2009),hlm.67.
[3] 2Surwito,
Fauzan, Sejarah Sosial Pendidikan Islam,(Jakarta: Kencana,2008),hlm.11.
[4]
Syed Mahmudunnasir, Islam Konsepsi Dan Sejarahnya,(Bandung: Remaja Rosda
Karya, 2011),hlm.228.
[5]
Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia,
2008),hlm,136.
[6]
Zulhimma, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: KENCANA,2021),hlm.61.
[7] Sriyanto,
Faktor-Faktor Pemicu Sain Dan Teknologi,(24 Januari 2017),https://m.republika.co.id/berita
ok99r1313/7-faktor-pemicu-kemajuan-sains-dan-teknologi-peradaban-islam.
[8]. Zulhimma, Sejarah Pendidikan Islam,
(Jakarta: KENCANA,2021),hlm.61-62.
[9]. Supardi,
Sejarah dan Filsafat, (Jakarta: Bandung Angkasa,1985),hlm.132.
[10]
Asma Hasan Fahmi,Sejarah Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan
Bintang,1987),hlm.50.
[11]
Fakhrur Rozy Dalimunthe, Sejarah Pendidikan Islam,(Medan:
Rimbow,1986),hlm.50.
[12]
Asma Hasan Fahmi, Sejarah Filsafat Pendidikan, (Jakarta: Bulan
Bintang,1987),hlm.49.
[13]
Zulhimma, Sejarah Pendidikan Islam,(Jakarta: KENCANA,2021),hlm.49-51.
[14] George
Maksidi, The Rice Of Colleges Institutions Of Learning In Islam And The
West,(Endinburg: Endinburg University Press,1981),hlm.104.
[15]
Hanum Asrahah, Sejarah Pendidikan Islam,(Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu,
1419), hlm.77-79.
[16]
Suwito, Sejarah Sosial Pendidikan Islam,(Jakarta:
Kencana,2008),hlm.13-15.
[17]
Abbuddin Nata, Sejarah Islam Pada Masa Klasik, (Jakarta: Bulan
Bintang,1970),hlm.254-256.
[18] Ibid.,
18
[19] Ibid.,
20
Komentar
Posting Komentar