MAKALAH RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM

RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM By. Retno, dkk. A.       PENDAHULUA N   a.         Latar Belakang Bimbingan dan konseling merupakan kegiatan yang bersumber pada kehidupanmanusia. Kenyataan menunjukkan bahwa manusia di dalam kehidupannya selalu menghadapi persoalan-persoalan yang silih berganti. Persoalan yang satu dapat diatasi, persoalan yanglain muncul, demikian seterusnya. Manusia tidak sama satu dengan yang lain, baik dalamsifat maupun kemampuannya. Ada manusia yang danggup mampu mengatasi persoalan tanpa bantuan dari pihak lain, tetapi tidak sedikit manusia yang tidak mampu mengatasi persoalan bila tidak dibanntu orang lain, maka dari inilah bimbingan konseling dibutuhkan. Bimbingan dan konseling merupakan salah satu komponen dari pendidikan.Mengingat bahwa bimbingan dan konseling adalah suatu kegiatan bantuan dan tuntunan yangdiberikan kepada individu pada umumnya, dan siswa pada khususnya di sekol...

MAKALAH PENERAPAN QARD DI PERBANKAN SYARIAH

 MAKALAH PENERAPAN QARD DI PERBANKAN SYARIAH
By: Purnama, Dkk.


 BAB I PENDAHULUAN 

A.     LATAR BELAKANG

        Secara umum, bank sebagai intermediary finance adalah lembaga yang melaksanakan tiga fungsi utama, yaitu menghimpun dana (Funding) baik berupa tabungan, deposito, giro kemudian menyalurkan dana (Landing) yang direalisasikan berupa kredit (konvensional) atau pembiayaan (syariah) dan memberikan pelayanan jasa lainnya. Perbankan syariah merupakan institusi/lembaga keuanagn yang tumbuh dan berkembang di Indonesia sejak 16 tahun yang lalu diawali dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia. Perkembangan bank syariah diikuti dengan berkembangnya lembaga keuangan syariah di luar struktur perbankan. Di Indonesia saat ini dalam Pasal 2 Undang-undang No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang menegaskan bahwa “Perbankan Syariah dalam melakukan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah, demokrasi, dan prinsip kehati-hatian”. Dari ketentuan Undang-undang tersebut dapat diketahui secara jelas bahwa perbankan syariah dalam melakukan kegiatan usaha diwajibkan berasaskan dan mengimplementasikan prinsip syariah.

     “Qardh adalah harta yang diberikan seseorang dari harta mitsli (yang memiliki perumpamaan) untuk kemudian dibayar atau dikembalikan. Atau dengan ungkapan yang lain, qardh adalah suatu perjanjian yang khusus untuk menyerahkan harta (mal mitsli) kepada orang lain untuk kemudian dikembalikan persis seperti yang diterimanya.” Dari definisi menurut ahli fiqih tersebut Qardh berarti suatu pinjaman harta yang diberikan kepada pihak yang meminjam yang dikemudian hari peminjam itu wajib atau harus mengembalikan harta pinjaman tersebut sesuai dengan jumlah harta yang dipinjamnya ketika peminjam sudah mampu untuk membayarnya.

 

B.    RUMUSAN MASALAH

1.      Apa itu qard?

2.      Apa rukun dan syarat qard?

3.      untuk mengetahui dasar hukum qard?

4.      Apa manfaat dari qard?

5.      Bagaimana penerapan qard di perbankan syariah?

 

BAB II PENDAHULUAN 

A.     PENGERTIAN QARD

  Qardh secara bahasa berasal dari kata al-Qath’ harta yang dipinjamkan merupakan bagian dari harta milik pihak yang memberi pinjaman. Maksudnya, jadi harta yang di pinjamkan kepada seseorang itu bukan milik orang lain tetapi miliknya sendiri[1]. Sayyid Sabiq memberikan definisi qardh sebagai berikut: “Al-Qardh adalah harta yang diberikan oleh pemberi hutang (muqridh) kepada penerima utang (muqtarid) untuk kemudian dikembalikan kepadanya (muqridh) seperti yang diterimanya, ketika ia telah mampu membaya Menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah (KHES) Qardh adalah penyediaan dana atau tagihan antarlembaga keuangan syari’ah dengan pihak peminjam yang mewajibkan pihak peminjam untuk melakukan pembayaran secara tunai atau cicilan dalam jangka waktu tertentu.        

   Menurut Fatwa DSN No. 19/DSNMUI/IV/2001, Al-Qardh adalah pinjaman yang  diberikan kepada nasabah (muqtaridh) yang memerlukan. Nasabah Al-Qardh wajib mengembalikan jumlah pokok yang diterima pada waktu yang telah disepakati bersama.

    Menurut Sjahdeini (2014), Qardhul Hasan adalah perjanjian Qardh yang khusus untuk tujuan sosial. Penerima Qardhul Hasan hanya diharuskan untuk melunasi jumlah pokok pinjaman tanpa harus memberikan tambahan apapun.

     Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa akad Qardh pada hakikatnya adalah bentuk pertolongan dan  kasih sayang bagi yang meminjam, bukan suatu sarana untuk mencari keuntungan bagi yang memijamkan, di dalamnya tidak ada imbalan dan kelebihan pengembalian. Namun dalam Qardh ini mengandung nilai kemanusiaan dan sosial dimana dalam akad ini peminjam tidak boleh mensyaratkan keuntungan dalam pinjaman dan ia boleh menerima lebih jika peminjam memberikannya dalam jumlah yang lebih selama tidak dipersyaratkan di awal dan tidak diperjanjikan.     

   Menurut Syafi’i Antonio, Qard adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharap imbalan.

    Menurut bank indonesia, Qard adalah akad pinjaman dari bank (muqridh) kepada pihak tertentu yang wajib dikembalikan dengan jumlah yang sama sesuai pinjaman[2].

    Qard merupakan fasilitas pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah dan membantu pengusaha kecil. Pembiayaan qard diberikan tanpa adanya imbalan. Al-Qard juga merupakan harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kepada sesuai dengan jumlah uang yang dipinjamkan tanpa adanya tambahan atau imbalan yang diminta oleh bank syariah.

         Dalam perjanjian qard, pemberi pinjaman (bank syariah) memberikan pinjaman kepada pihak nasabah denganketentuan bahwa penerima pinjaman akan mengembalikan pinjamannya sesuai dengan jangka waktu yang telah diperjanjikan dengan jumlah yang sama dengan pinjaman yang diterima. Artinya, nasabah penerima pinjaman tidak perlu memberikan tambahan atau pinjamannya.

     Bank syariah memberikan pinjaman qard dalam akad qardul hasan dengan tujuan sosial. Bank syariah tidak mengalami kerugian atas pinjaman qardul hasan, meskipun tidak ada hasil atas pemberian pinjaman ini,karena sumber dana qard sebagian besar bukan berasal dari harta bank syariah tetapi dari sumber-sumber lain.

  

B.      DASAR HUKUM QARD

1.   Landasan Al-Quran

Dalil al-quran tentang qard terdapat dalam (QS Al-Hadid :11) yang artinya “ siapakah yang mau meminjam kepada Allah pijaman yang baik, maka Allah akan melipatgandakan balasan pinjaman itu untuknya dan dia akan memperoleh pahala yang banyak[3].

2.    Landasan Hadis

    Terdapat dua hadist yang meriwayatkan tentang qard yaitu Ibnu Mas’ud meriwayatkan bahwa nabi SAW berkata “tidaklah seorang muslim yang meminjamkan muslim lainnya  dua kali kecuali yang salah satunya berniai shadaqah.”( HR.Ibnu Majah,Ibnu Hibban, dan Baihaqi.)4]

    Dan hadis dari Anas Bin Malik berkata rasulullah SAW “Aku melihat waktu malam di isra’kan pada pintu surga tertulis: shadaqah dibalas 10 kali lipat dan qard 18 kali. Aku bertanya: ‘wahai jibril mengapa qard lebih utama dari shadaqah ?’ Ia menjawab : ‘karena peminta-minta memiliki sesuatu dan ia punya, sedangkan yang meminjam tidak akan meminjam kecuali karena keperluan’.” (HR.Ibnu Majah dan Baihaqi).

3.    Ijma

      Para ulama telah menyepakati bahwa qard boleh dilakukan. Kesepakatan ulama ini didasari dari tabiat manusi yang tidak bisa hidup tanpa pertolongan dan bantuan saudaranya. Tidak ada seorangpun yang memiliki segala barang yang ia butuhkan. Oleh karena itu, pinjam-meminjam sudah menjadi satu bagian dari kehidupan di dunia ini. Islam adalah agama yang sangat memperhatikan segenap kebutuhan ummatnya[5].

      Bahwa semua kaum muslimin telah sepakat dibolehkan utang piutang karena Qardh memiliki kebaikan bagi kedua belah pihak untuk saling tolong menolong. Abu Hurairah berkata, “Rasulullah SAW bersabda, barangsiapa melepaskan dari seorang muslim satu kesusahan dari kesusahan-kesusahan dunia, niscaya Allah melepaskan dia dari kesusahan-kesusahan hari kiamat. Barangsiapa memberi kelonggaran kepada seseorang yaNG sedang kesusahan, niscaya Allah akan memberi kelonggaran baginya di dunia dan diakhirat. Dan Allah selamanya menolong hamba-Nya, selama hamba-Nya mau menolong saudaranya.

 

C.     RUKUN DAN SYARAT QARD

1.Rukun Qard

      Rukun Qardh menurut ulama Hanafiyah adalah ijab dan kabul. Sementara menurut Jumhur ulama rukun Qardh ada tiga, yaitu: dua orang yang berakad yang terdiri dari: muqridh (yang memberikan utang) dan muqtaridh (orang yang berutang), Qardh (barang atau objek yang dipinjamkan), shigat ijab dan kabul. Dengan demikian, syarat sahnya diperbolehkan untuk melakukan Qardh memang harus ada keseluruhan rukun tersebut. Jika salah satunya tidak ada, maka peminjaman tersebut dinyatakan tidak sah secara hukum islam.

         Ijab dan kabul dalam Qardh sama seperti ijab kabul dalam jual-beli. Ijab dan kabul dalam Qardh, merupakan ucapan yang disampaikan langsung oleh peminjam kepada penerima pinjaman bahwa peminjam mengijinkan secara langsung uang tersebut dipinjam. Keduanya saling ridha terhadap akad tersebut.

 Rukun Al-qard ada 4 yaitu[6]:

1.      pihak yang meminjam ( muqtaridh)

2.      pihak yang memberikan pinjaman ( muqridh)

3.      dana (qardh)

4.      ijab qabul ( sighat)

2.Syarat Qard

        Ketentuan dan syarat harta qardh dari segi kepemilikan berlaku ketentuan dan syarat al-mabi’ (benda yang diperjualbelikan), yaitu harta yang diqardh-kan harus milik muqridh karena sifat al-tamlik-nya sama, yaitu harta Qardh berpindah kepemilikannya dari milik muqridh menjadi milik muqtaridh sehingga muqridh harus memiliki hak untuk memindahkan kepemilikan barang yang di qardh-kan.

      Harta yang boleh dijadikan objek akad Qardh harus harta yang miliknya yang disepakati ukurannya, baik secara kuantitas maupun kualitasnya.

        Personalia akad (muqridh) harus termasuk pihak yang memiliki kemampuan untuk melakukan tabarru’ karena akad qardh termasuk akad yang menyebabkan terjadinya perpindahan kepemilikan objek akad tanpa disertai imbalan. Tidak boleh mengambil manfaat dari akad ini meskipun sudah disetujui oleh kedua belah pihak.

    Syarat sah dari Al-qard yaitu:

1.      Qard atau barang yang dipinjamkan harus barang yang memiliki manfaat, tidak sah jika tidak ada kemungkinan pemanfaatan, karena qard adalah akad terhadap harta.

2.      Akad qard tidak bisa dilaksanakan kecuali dengan ijab dan qabul, seperti halnya dengan jual beli.[7]

3.      Besar pinjaman ( Al-qarhdu) harus diketahui dengan takaran, timbangan atau jumlahnya.

4.      Sifat pinjaman dan usianya harus diketahui jika dalam bentuk hewan.[8]

 

D.     MANFAAT QARD

          Al-Qardh dan al-Qardhul Hasan merupakan misi sosial perbankan syariah. Misi sosial ini sebagai upaya tanggung jawab sosial perbankan syariah yang bertujuan meningkatkan citra bank, meningkatkan loyalitas masyarakat terhadap bank syariah, dan menumbuhkan pemberdayaan masyarakat. Hal ini, senada dengan dengan perspektif ajaran Agama Islam, bahwa aktivitas finansial dan perbankan dalam dunia modern seperti sekarang ini mengandung dua prinsip, yaitu prinsip al-ta’awun.

         Qardh dalam Praktik Perbankan syariah memiliki banyak manfaat tidak hanya bagi nasabah karena dirasa sangat membantu dan tertolong juga bagi Bank itu sendiri, Qardh ini tidak akan merugikan Bank Syariah dan justru itulah kelebihan dari Bank syariah yang dalam operasionalnya berbeda dari Bank Konvensional, tidak hanya mengejar keuntungan tetapi di dalamnya terdapat unsur sosial tabarru’ atau tolong menolong.

       Manfaat yang didapat oleh bank dari transaksi qard adalah biaya admistrasi utang dibayar oleh nasabah. Manfaat lainnya berupa nonfinansial, yaitu kepercayaan dan loyalitas nasabah kepada namk tersebut. Resiko dalam qard terhitung tinggi karena dianggap pembiayaan yang tidak ditutup dengan jaminan.

       Manfaat akad Qardh dalam praktik perbankan syariah banyak sekali diantaranya sebagai berikut:

1)      Memungkinkan nasabah yang sedang dalam kesulitan mendesak untuk mendapatkan talangan jangka pendek.

2)      Al-Qardhul Hasan juga merupakan salah satu ciri pembeda antara bank syariah dan bank konvensional yang di dalamnya terkandung misi sosial, di samping misi komersial.

3)      Adanya misi sosial kemasyarakatan ini akan meningkatkan loyalitas masyarakat terhadap bank syariah.

4)      Pedagang kecil memperoleh bantuan dari bank syariah untuk mengembangkan usahanya, sehingga misi sosial bagi bank syariah dalam membantu masyarakat miskin.

5)      Dapat mengalihkan pedagang kecil dari ikatan utang rentenir, dengan mendaptkan utang dari bank syariah tanpa bunga.

 

E.      PENERAPAN QARD DI PERBANKAN SYARIAH

             Satu-satunya akad berbentuk pinjaman yang diterapkan dalam perbankan syariah adalah Qardh dan turunannya Qardhul Hasan. Karena bunga dilarang dalam Islam, maka pinjaman Qardh maupun Qardhul Hasan merupakan pinjaman tanpa bunga. Lebih khusus lagi, pinjaman Qardhul Hasan merupakan pinjaman kebajikan yang tidak bersifat komersial, tetapo bersifat sosial[9]. 

           Pinjaman kebaikan, Al-Qardh digunakan untuk membantu keuangan nasabah secara cepat dan berjangka pendek. Produk ini digunakan untuk membantu usaha kecil dan keperluan sosial. Dana ini diperoleh dari dana zakat, infaq dan sodaqoh. Ketentuan mengenai Qardhul Hasan telah diatur dalam Fatwa DSN No. 19/DSN-MUI/IX/2000.[10]

         Persoalan yang mendasar dalam aplikasi perbankan syariah adalah apakah al-Qardh dan al-Qardhul Hasan dapat menjadi sebuah pertanggung jawaban sosial di perbankan syariah? Dalam undang-undang nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Pasal 2, 3, dan 4, menjelaskan bahwa perbankan syariah dalam menjalankan fungsinya bertujuan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalm rangka meningkatkan keadilan, kebersamaan dan pemerataan kesejahteraan rakyat. Sebagai salah satu implementasi tujuan tersebut perbankan syariah dapat menjalankan fungsi sosialnya dalam bentuk baitul mal, yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infak, sedekah, atau dana sosial lainnya dan menyalurkannya kepada masyarakat.       

        Implementasi produk sosial didasarkan pada fatwa MUI No. 19/DSNMUI/IV/2001 tentang Qardh yang dananya bersumber dari bagian modal dan keuntungan yang disisihkan dari Lembaga Keuangan Syariah (LKS), serta lembaga lain atau individu yang mempercayakan penyaluran infaqnya lewat LKS. Pada tahun 2011, MUI kembali mengeluarkan fatwa Qardh dengan No. 79/DSN-MUI/III/2011 yang sumber dananya berasal dari nasabah. Jika dibandingkan dengan fatwa MUI tahun 2001, fatwa MUI 2011 ini dimungkinkan dapat menimbulkan kemudharatan yang lebih besar apabila terjadi piutang Qardh yang tidak tertagih karena sumber dananya dari nasabah.

       Dalam melaksanakan fungsinya bank syariah melaksanakan transaksi yang sifatnya tolong menolong yaitu pinjaman Qardh atau Qardhul Hasan, yaitu pinjaman uang Cuma-Cuma. Sesuai karakteristik ekonomi syariah uang bukan komoditi sehingga tidak diperkenalkan menghasilkan atau bertambah uang. Pinjaman dengan akad ini dilakukan oleh Bank Syariah dalam transaksi yang bersifat tolong menolong, penyaluran Zakat Nasional (BAZNAZ), bisa juga untuk talangan Haji, talangan cerukan atau overdraf dari rekening wadiah, transaksi rahn, hawalah dan sejenisnya.[11]

  Objek dari pinjaman Qardh biasanya adalah uang atau alat tukar lainnya, yang merupakan transaksi pinjaman murni tanpa bunga ketika peminjam mendapatkan uang tunai dari pemilik dana (Bank) dan hanya wajib mengembalikan pokok utang pada waktu tertentu di masa yang akan datang. Peminjam atas prakarsa sendiri dapat mengembalikan lebih besar sebagai ucapan terima kasih.

    Akad Qardh biasanya diaplikasikan di perbankan syariah seperti:

1)        Penyaluran dan zakat yang bersifat produktif (dana bergulir) yang diperuntukan sesuai syariat yaitu diberikan kepada delapan hasnaf. Biasanya penyaluran zakat ini merupakan produk kerja sama antara BAZNAS dengan bank syariah, BAZNAS sebagai lembaga penghimpun dana dan penyalurannya melewati model transaksi bank.

2)   Pembiayaan pengurusan haji, berdasarkan Fatwa DSN No: 29/DSN-MUI/VI/2002 tentang Pembiayaan Pengurusan Haji Lembaga Keuangan Syariah, menetapkan ketentuan sebagai berikut:

a)        Dalam pengurusan haji bagi nasabah, LKS dapat memperoleh imbalan jasa (ujrah) dengan menggunakan prinsip al-ijarah sesuai Fatwa DSN-MUI No. 9/DSNMUI/IV/2000

b)        Apabila diperlukan, LKS dapat membantu menalangi pembayaran BPIH nasabah dengan menggunakan prinsip al-Qardh sesuai Fatwa DSN-MUI No. 19/DSNMUI/IV/2001

c)        Jasa pengurusan haji dilakukan LKS tidak boleh dipersyaratkan dengan pemberian talangan haji.        

d)        Besar imbalan jasa al-Ijarah tidak boleh didasarkan pada jumlah talangan al-Qardh yang diberikan LKS kepada nasabah.

3)    Anjak piutang yang berlandaskan pada Fatwa DSN No. 67/DSN-MUI/III/2008 tentang Anjak piutang syariah.

4)     Letter of Credit (L/C) Impor dan Letter of Credit Ekspor, yang berlandaskan pada Fatwa DSN-MUI No. 34/DSNMUI/IX/2002 tentang L/C Impor Syariah dan Fatwa DSN-MUI No. 35/DSNMUI/IX/2002 tentang L/C Ekspor Syariah.  

5)        Sebagai produk pelengkap kepada nasabah yang telah terbukti loyalitas dan bonefiditasnya yang menumbuhkan dana talangan segera untuk masa yang relatif pendek. Nasabah tersebut akan mengembalikan secepatnya sejumlah dana yang dipinjamnya tersebut.

6)        Sebagai fasilitas yang memerlukan dana cepat sedangkan ia tidak bisa menarik dananya karena misalnya pengusaha tersimpan dalam bentuk deposito.

7)        Sebagai pinjaman kepada pengusaha kecil, dimana menurut perhitungan bank akan memberatkan si pengusaha bila diberikan pembiayaan dengan skema jual beli, ijarah, atau bagi hasil.

8)        Sebagai produk untuk menyumbang ke sektor kecil atau membantu sektor sosial. Ulama-ulama tertentu membolehkan pemberi pinjaman untuk membebani biaya jasa pengadaan pinjaman. Biaya jasa ini bukan merupakan keuntungan, melainkan merupakan biaya aktual yang dikeluarkan oleh pemberi pinjaman, seperti biaya sewa gedung, gaji pegawai dan peralatan kantor. Hukum Islam memperbolehkan pemberi pinjaman untuk meminta kepada peminjam untuk membayar biaya-biaya operasi di luar pinjaman pokok, tetapi agar biaya ini tidak menjadi bunga terselubung komisi atau biaya ini tidak boleh dibuat proporsional terhadap jumlah pinjaman.

  

BAB III PENUTUP

             Akad Qardh pada hakikatnya adalah bentuk pertolongan dan kasih sayang bagi yang meminjam, bukan suatu sarana untuk mencari keuntungan bagi yang memijamkan, di dalamnya tidak ada imbalan dan kelebihan pengembalian. Namun dalam Qardh ini mengandung nilai kemanusiaan dan sosial dimana dalam akad ini peminjam tidak boleh mensyaratkan keuntungan dalam pinjaman dan ia boleh menerima lebih jika peminjam memberikannya dalam jumlah yang lebih selama tidak dipersyaratkan di awal dan tidak diperjanjikan.

        Sifat Qardh tidak memberikan keuntungan finansial. Karena itu, pendanaan Qardh dapat diambil menurut kategori. Pertama, akad Al-Qardh yang diperlukan untuk membantu usaha sangat kecil dan keperluan sosial, dapat bersumber dari dana zakat, infaq, dan sedekah. Kedua, akad Al-Qardh yang diperlukan untuk membantu keuangan nasabah secara cepat dan berjangka pendek. Talangan dana tersebut dapat diambilkan dari modal bank.

         Implementasi produk sosial didasarkan pada fatwa MUI No. 19/DSNMUI/IV/2001 tentang Qardh yang dananya bersumber dari bagian modal dan keuntungan yang disisihkan dari Lembaga Keuangan Syariah (LKS), serta lembaga lain atau individu yang mempercayakan penyaluran infaqnya lewat LKS.

              Dalam Praktiknya Qardh di Perbankan Syariah banyak di implementasikan pada produk-produk seperti Produk kerjasama dalam Penyaluran Zakat Produktif dengan BAZNAS, Dana Talangan Haji, Pembiayaan Usaha, Letter of Credit (L/C) Impor dan Ekspor Syariah dan lain-lain yang merujuk berdasarkan Fatwa DSNMUI yang telah dikeluarkan.

             Bank boleh menerima Ujrah atau Imbalan dari akad Qardh selama tidak diperjanjikan oleh bank dan bersifat sukarela dari nasabah sebagai tanda terima kasih.

          Qardh dalam Praktik Perbankan syariah memiliki banyak manfaat tidak hanya bagi nasabah karena dirasa sangat membantu dan tertolong juga bagi Bank itu sendiri, Qardh ini tidak akan merugikan Bank Syariah dan justru itulah kelebihan dari Bank syariah yang dalam operasionalnya berbeda dari Bank Konvensional, tidak hanya mengejar keuntungan tetapi di dalamnya terdapat unsur  sosial tabarru’ atau tolong menolong. 

 

DAFTAR PUSTAKA

Sunarto Zulkifli,(2003). panduan praktis transaksi perbankan syariah,  Jakarta: Zikrul Hakim,  27

Sjahdeini, & Remy, S. (1999). Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam Tata Hukum Perbankan Indonesia. Jakarta: PT. Pustaka Utama Grafiti.

 Departemen Ghopur Ansori, (2005).Payung Hukum Perbankan Syariah di Indonesia. Yogyakarta: PT. Syaamil cipta media, 538

Muhammad Syafii Antonio, (2001). Bank Syariah dari Teori ke Praktik,  Jakarta: Gema Insani, 132

Muhammad, (2009). Model-Model Akad Pembiayaan di Bank Syariah, Yogyakarta: UII pres, 140.

Imaniyati, P. D. (2011). Pengaruh Perbankan Syariah terhadap Hukum Perbankan Nasional. Syiar Hukum, 214.

Nurnasrina, & Adiyes, P. (2017). Kegiatan Usaha Bank Syariah. Yogyakarta: Kalimedia.


[1] Sjahdeini, Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam Tata Hukum Perbankan Indonesia, (Jakarta: PT. Pustaka Utama Grafiti,1999)

[2] Sunarto Zulkifli, panduan praktis transaksi perbankan syariah, ( Jakarta: Zikrul Hakim,2003), hal. 27

[3] Departemen Ghopur Ansori, Payung Hukum Perbankan Syariah di Indonesia, ( Yogyakarta: PT. Syaamil cipta media, 2005), hlm.538

[4] HR. Ibnu Majah, Juz 7, Bab Hutang, No. 2524

[5] Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, ( Jakarta: Gema Insani,2001),hlm. 132

[6] Muhammad, Model-Model Akad Pembiayaan di Bank Syariah, (Yogyakarta: UIIpres, 2009), hlm. 140

[7] Nurul Huda dan Mohammad Heykal, Lembga Keuangan Islam” Tinjauan Teoritis dan Praktik, ( Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 62

[8] Ismail Nawawi, Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2012), hlm. 178-179

[9] Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, ( Jakarta: PT. RajaGrafindo persada, 2007)

[10] Imaniyati, P. D,Pengaruh Perbankan Syariah terhadap Hukum Perbankan Nasional. Syiar Hukum, (2011), hlm. 214

[11] Nurnasrina, & Adiyes, P., Kegiatan Usaha Bank Syariah, (Yogyakarta: Kalimedia,2017)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH MODEL PEMBELAJARAN

MAKALAH ILMU SOSIAL DASAR

MAKALAH ILMU AL-JARH WA AT-TA’DIL