MAKALAH RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM

RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM By. Retno, dkk. A.       PENDAHULUA N   a.         Latar Belakang Bimbingan dan konseling merupakan kegiatan yang bersumber pada kehidupanmanusia. Kenyataan menunjukkan bahwa manusia di dalam kehidupannya selalu menghadapi persoalan-persoalan yang silih berganti. Persoalan yang satu dapat diatasi, persoalan yanglain muncul, demikian seterusnya. Manusia tidak sama satu dengan yang lain, baik dalamsifat maupun kemampuannya. Ada manusia yang danggup mampu mengatasi persoalan tanpa bantuan dari pihak lain, tetapi tidak sedikit manusia yang tidak mampu mengatasi persoalan bila tidak dibanntu orang lain, maka dari inilah bimbingan konseling dibutuhkan. Bimbingan dan konseling merupakan salah satu komponen dari pendidikan.Mengingat bahwa bimbingan dan konseling adalah suatu kegiatan bantuan dan tuntunan yangdiberikan kepada individu pada umumnya, dan siswa pada khususnya di sekolah. Hal inisangat relevan jika dilihat dari perumusan bahwa pend

MAKALAH KONTEKS TUTURAN

 MAKALAH KONTEKS TUTURAN

By: Safitri


Salah satu cabang dari linguistik yang mempelajari tentang ujaran dari sang penutur adalah pragmatik. Seorang ahli bahasa Leech mengemukakan bahwa pragmatik adalah studi mengenai makna ujaran di dalam situasi-situasi tertentu atau dalam konteks tertentu. Atau dengan kata lain pragmatik adalah ilmu cabang lnguistik yang mengkaji hubungan timbal balik antara fungsi dan bentuk tuturan. Dan dalam pragmatik inilah terdapat prinsip-prinsip tentang bagaimana seorang manusia bertutur dalam situasi tertentu. Salah satu dari prinsip tersebut adalah prinsip kesantunan atau kesopanan. Dengan mengetahui prinsip-prinsip kesantunan kita sebagai penutur bisa menerapkan atau mengimplementasikanany dalam situasi atau konteks tertentu dalam membuat tuturan.

B.     Rumusan Masalah

1.      Apa Yang Dimaksud Dengan Konteks Tuturan?

2.      Bagaimana Situasi Tutur dan Peristiwa Tutur?

3.      Apa Saja Tindak Tutur?

C.    Tujuan Penulisan

1.      Untuk Mengetahui Apa Yang Dimaksud Dengan Konteks Tuturan.

2.      Untuk Mengetahui Bagaimana Situasi Tutur dan Peristiwa Tutur.

3.      Untuk Mengetahui Apa Saja Tindak Tutur.

 


BAB II

PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN KONTEKS TUTURAN

Pragmatik memandang konteks sebagai pengetahuan bersama antara pembicara dan pendengar dan pengetahuan tersebut mengarah pada interpretasi suatu tuturan. Pengetahuan atau konteks tertentu dapat mengakibatkan manusia mengidentifikasi jenis-jenis tindak tutur yang berbeda. Konteks adalah seperangkat asumsi yang dibangun secara psikologis oleh penutur dan pendengar sesuai dengan pengetahuannya tentang dunia. Konteks ini tidak hanya terbatas pada ujaran saat ini dan ujaran sebelumya, tetapi menyangkut semua yang dapat terlibat dalam interpretasi, seperti harapan masa depan, hipotesis ilmiah, kepercayaan terhadap keagamaan, kenangan lucu, asumsi tentang kebudayaan (faktor sosial, norma sosial, dan sebagainya) dan kepercayaan terhadap penutur atau sebaliknya. Konteks ini mempengaruhi interpretasi pendengar terhadap ujaran (wacana). Konteks terdiri atas unsur-unsur seperti situasi, pembicara, pendengar, waktu, tempat, adegan, topik, peristiwa, bentuk amanat, kode, dan sarana. Sementara itu, unsur konteks yang berupa sarana adalah wahana komunikasi yang dapat berwujud pembicaraan bersemuka atau melalui telepon, surat, dan televisi.[1]

Konteks tuturan penelitian linguistik adalah konteks dalam semua aspek fisik atau setting sosial yang relevan dari tuturan bersangkutan. Konteks yang bersifat fisik lazim disebut koteks (cotext), sedangkan konteks setting sosial disebut konteks. Konteks tuturan linguistic adalah konteks dalam semua aspek fisik atau setting sosial yang relevan dari tuturan bersangkutan. Konteks tuturan mencakupi aspek fisik atau latar sosial yang relevan dengan tuturan yang bersangkutan. Konteks yang berupa bagian ekspresi yang dapat mendukung kejelasan maksud disebut dengan konteks. Sementara itu, konteks yang berupa situasi yang berhubungan dengan suatu kejadian disebut konteks.

Pada hakikatnya konteks dalam pragmatic merupakan semua latar belakang pengetahuan (background knowledge) yang dipahami bersama antara penutur dengan mitra tuturnya. Contohnya sebagai berikut:

Konteks : Rintan bertemu dengan Rizal saat menunggu angkutan
Rizal     : Hai, Rintan!, mau kemana nih, kok sendirian aja?
Rintan     : Eh, Rizal, mau kuliah. Biasanya juga sendirian. (agak malu)

Konteks yang ditampilkan dalam peristiwa tutur yang terjadi antara Rintan dan Rizal tersebut adalah Rizal bertanya kepada Rintan sedangkan koteks ditunjukkan pada raut wajah Rintan yang agak malu menjawab pertanyaan Rizal.

Tujuan tuturan adalah apa yang ingin dicapai penutur dengan melakukan tindakan bertutur. Semua tuturan memiliki tujuan, hal tersebut memiliki arti bahwa tidak ada tuturan yang tidak mengungkapkan suatu tujuan. Bentuk-bentuk tuturan yang diutarakan oleh penutur selalu dilatarbelakangi oleh maksud dan tujuan tuturan. Dalam hubungan tersebut, bentuk tuturan yang bermacam-macam dapat digunakan untuk menyatakan satu maksud dan sebaliknya satu tuturan dapat menyatakan berbagai macam maksud.

Konteks : Adi datang berkunjung ke rumah Bu Nori untuk meminjam

       buku catatan

              Adi         :  Kemarin aku gak sempat nyatet kuliahnya Pak Tomo nih.
              Bu Nori  :  Nah, kamu pasti mau pinjam buku catatanku lagi kan?

Berdasarkan peristiwa tutur tersebut dapat diungkapkan bahwa penutur dalam hal ini Adi memiliki tujuan dalam menuturkan tuturan ‘Kemarin aku gak sempat nyatet kuliahnya Pak Arifin nih.’ Tujuan dari tuturan tersebut adalah bahwa Adi bermaksud meminjam buku catatan Bu Nori, karena kemarin dia tidak sempat mencatat materi kuliah yang disampaikan Pak Arifin.

 

B.     Situasi Tutur dan Peristiwa Tutur

Sebagai salah satu cabang ilmu bahasa yang berkaitan langsung dengan peristiwa komunikasi, maka pragmatik tidak dapat dipisahkan dari konsep situasi tutur. Dengan menggunakan analisis pragmatis, maksud atau tujuan dari sebuah peristiwa tutur dapat diidentifikasikan dengan mengamati situasi tutur yang menyertainya. Situasi tutur adalah situasi yang melahirkan tuturan. Hal tersebut berkaitan dengan adanya pendapat yang menyatakan bahwa tuturan merupakan akibat, sedangkan situasi merupakan penyebab terjadinya tuturan. Situasi tutur adalah situasi yang melahirkan tuturan. Di dalam komunikasi, tidak ada tuturan tanpa situasi tutur. Pernyataan ini sejalan dengan pandangan bahwa tuturan merupakan akibat, sedangkan situasi tutur merupakan sebabnya. Di dalam sebuah tuturan tidak senantiasa merupakan representasi langsung elemen makna unsur-unsurnya. Pada kenyataannya terjadi bermacam-macam maksud dapat diekspresi dengan sebuah tuturan, atau sebaliknya, bermacam-macam tuturan dapat mengungkapkan sebuah maksud. Sehubungan dengan bermacam-macamnya maksud yang mungkin dikomunikasikan oleh penuturan sebuah tuturan.[2]

Sebuah peristiwa tutur dapat terjadi karena adanya situasi yang mendorong terjadinya peristiwa tutur tersebut. Situasi tutur sangat penting dalam kajian pragmatik, karena dengan adanya situasi tutur, maksud dari sebuah tuturan dapat diidentifikasikan dan dipahami oleh mitra tuturnya. Sebuah tuturan dapat digunakan dengan tujuan untuk menyampaikan beberapa maksud atau sebaliknya. Hal tersebut dipengaruhi oleh situasi yang melingkupi tuturan tersebut. Keanekaragaman maksud yang mungkin disampaikan oleh penutur dalam sebuah peristiwa tutur. Peristiwa tutur (Inggris: speech event) adalah terjadinya atau berlangsungnya interaksi linguistik dalam satu bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan lawan tutur, dengan satu pokok tuturan, di dalam waktu, tempat, dan situasi tertentu. Jadi interaksi yang berlangsung antara seorang pedagang dan pembeli di pasar pada waktu tertentu dengan menggunakan bahasa sebagai alat komunikasinya adalah sebuah peristiwa tutur. Peristiwa serupa kita dapati juga dalam acara diskusi di ruang kuliah, rapat dinas di kantor, sidang di pengadilan, dan sebagainya.[3]

C.    Tindak Tutur

Tindak tutur merupakan aksi (tindakan) dengan menggunakan bahasa. Bahasa digunakan pada hampir semua aktivitas. Kita menggunakan bahasa untuk menyatakan informasi (permohonan informasi, memerintah, mengajukan, permohonan, mengingatkan, bertaruh, menasehati, dan sebagainya). Kemudian tindak tutur adalah pengajaran kalimat untuk menyatakan agar suatu maksud dari pembicara diketahui oleh pendengar mengemukakan bahwa tindak tutur (dalam arti yang sempit sekarang) adalah istilah minimal dari pemakaian situasi tutur/peristiwa tutur/tindak tutur. Ketika kita berbicara, kita melakukan tindakan-tindakan seperti memberi laporan, membuat pernyataan-pernyataan, mengajukan pertanyaan, memberi peringatan, memberi janji, menyetujui, menyesal dan meminta maaf. Pada bagian lain ia juga mengemukakan bahwa tindak tutur dapat diberikan sebagai sesuatu yang sebenarnya kita lakukan ketika berbicara. Ketika kita terlihat dalam percakapan, kita melakukan beberapa tindakan seperti : melaporkan, menyatakan, memperingatkan, menjanjikan, mengusulkan, menyarankan, mengkritik, meminta dan lain-lain. Suatu tindak tutur dapat didefinisikan sebagai unit terkecil aktivitas berbicara yang dapat dikatakan memiliki fungsi.[4] Dilihat dari konteks situasinya, ada dua macam tindak tutur, yaitu tindak tutur langsung dan tindak tutur tidak langsung. Sebagai berikut:[5]

 

1.      Tindak Tutur Langsung

Tindak tutur langsung mudah dipahami oleh pendengar karena ujaran-ujarannya berupa kalimat-kalimat dengan makna lugas.
Contoh: Tempat  : Halaman rumah

Bapak     : Aisyah, tolong sapu halaman itu!

Aisyah    : Baik Pak, segera saya sapu.

a.       Tindak Tutur Langsung Literal

Tindak tutur langsung literal (direct literal speech act) adalah tindak tutur yang diutarakan dengan modus tuturan dan makna yang sama dengan maksud pengutaraannya. Maksud memerintah disampaikan dengan kalimat perintah, memberitakan dengan kalimat berita, menanyakan dengan kalimat Tanya, dan sebagainya.
Contoh:

(a) Orang itu sangat pandai.

(b) Buka mulutmu!

(c) Jam berapa sekarang?

Tuturan (a), (b), dan (c) merupakan tindak tutur langsung literal bila secara berturut-turut dimaksudkan untuk memberitakan bahwa orang yang dibicarakan sangat pandai, menyuruh agar lawan bicara membuka mulut, dan menanyakan pukul berapa ketika itu. Maksud memberitakan dengan kalimat berita (a), maksud memerintah dengan kalimat perintah (b), dan maksud bertanya dengan kalimat Tanya (c).

b.      Tindak Tutur Langsung Tidak Literal

       Tindak tutur langsung tidak literal (direct nonliteral speech act) adalah tindak tutur yang diutarakan dengan modus kalimat yang sesuai dengan dengan maksud tuturan, tetapi kata-kata yang menyusunnya tidak memiliki makna yang sama dengan maksud penuturnya. Maksud memerintah diungkapkan dengan kalimat perintah, dan maksud menginformasikan dengan kalimat berita.
Contoh:

(a) Suaramu bagus, kok.

(b) Kalau makan biar kelihatan sopan, buka saja mulutmu!

            Dengan tindak tutur langsung tidak literal penutur dalam (a) memaksudkan bahwa suara lawan tuturnya tidak bagus. Sementara itu dengan kalimat (b) penutur menyuruh lawan tuturnya yang mungkin dalam hal ini adalah anaknya atau adiknya untuk menutup mulut sewaktu makan agar terlihat sopan. Kalimat (a) dan (b), menunjukkan bahwa di dalam analisis tindak tutur bukanlah apa yang dikatakan yang penting, tetapi bagaimana cara mengatakannya. Hal lain yang perlu diketahui adalah kalimat Tanya tidak dapat digunakan untuk mengutarakan tindak tutur langsung tidak literal.

2.      Tindak Tutur Tidak Langsung

Tindak tutur yang tidak langsung hanya dapat dipahami oleh si pendengar yang sudah cukup terlatih dalam memahami kalimat kalimat yang bermakna konteks situsional (menggunakan istilah maksud bukan makna). Contoh :

Tempat : Halaman rumah

Bapak    : Halaman rumah kita tampak kotor ya?

Aisyah   : Baik Pak, segera saya sapu.

a.       Tindak Tutur Tidak Langsung Literal

     Tindak tutur tidak langsung literal (indirect literal speevh act). Adalah tindak tutur yang diungkapkan dengan modus kalimat yang tidak sesuai dengan maksud pengutaraannya, tetapi makna kata-kata yang menyusunnya sesuai dengan apa yang dimaksudkan penuturnya.

  Dalam tindak tutur ini maksud memerintah diutarakan dengan kalimat berita atau kalimat tanya. Contoh:

(a) Lantainya kotor.

(b) Di mana handuknya?

Dalam konteks seorang ibu rumah tangga berbicara dengan pembantunya pada kalimat (a), tuturan ini tidak hanya informasi tetapi juga terkandung maksud memerintah yang diungkapkan secara tidak langsung dengan kalimat berita. Demikian pula dalam konteks suami bertutur dengan istrinya pada kalimat (b) maksud memerintah untuk mengambilkan handuk diungkapkan secara tidak langsung dengan kalimat Tanya.

b.      Tindak Tutur Tidak Langsung Tidak Literal

Tindak tutur tidak langsung tidak literal (indirect nonliteral speech act) adalah tindak tutur yang diutarakan dengan modus kalimat dan makna kalimat yang tidak sesuai dengan maksud yang hendak diutarakan. Contoh:

(a) Lantainya bersih sekali.

(b) Radionya terlalu pelan, tidak kedengaran.

(c) Apakah radio yang pelan seperti itu dapat kau dengar?

Untuk menyuruh seorang pembantu menyapu lantai yang kotor, seorang majikan dapat saja mengutarakan kalimat (a). Demikian pula untuk menyuruh seorang teman mematikan atau mengecilkan volume radionya, penutur dapat mengutarakannya dengan kalimat berita (b) dan kalimat Tanya (c).


BAB III

PENUTUP

 Kesimpulan

         Dalam komunikasi tidak ada tuturan tanpa situasi tutur dengan kata lain maksud tuturan yang sebenarnya hanya dapat diidentifikasi melalui situasi tutur yang mendukungnya. Situasi tutur adalah situasi yang melahirkan tuturan. Situasi tutur berbeda dengan peristiwa tutur. Peristiwa tutur (Inggris: speech event) adalah terjadinya atau berlangsungnya interaksi linguistik dalam satu bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan lawan tutur, dengan satu pokok tuturan, di dalam waktu, tempat, dan situasi tertentu.

            

DAFTAR PUSTAKA

 

Nuramila, “Kajian Pragmatik”,  Banten:YPSIM, 2019.

Chaer, Abdul dan Leonie Agustina, “Sosiolinguistik Perkenalan awal”, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004.

Rahardi Kunjana,Dimensi Bahasa”, Jakarta: Erlangga, 2006.

Henry Guntur, “Pengajaran Pragmatik”,Bandung: Penerbit Angkasa, 2009.

Silvia Marni, “Buku Ajar Pragmatik”, Bojongsari: Eureka Media Aksara. 2021.



[1]Nuramila, “Kajian Pragmatik”, (Banten:YPSIM, 2019), hlm. 32.

[2]Chaer, Abdul dan Leonie Agustina, “Sosiolinguistik Perkenalan awal”, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004), hlm. 47.

[3]Rahardi Kunjana,Dimensi Bahasa“, (Jakarta: Erlangga, 2006), hlm.74.

[4] Henry Guntur, “Pengajaran Pragmatik”, (Bandung: Angkasa, 2009), hlm. 22.

[5] Silvia Marni, “Buku Ajar Pragmtik”, (Bojongsari: Eureka Media Aksara, 2021),       Hlm. 60-62.

 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH MODEL PEMBELAJARAN

MAKALAH LANDASAN PENDIDIKAN

MAKALAH ILMU AL-JARH WA AT-TA’DIL