MAKALAH RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM

RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM By. Retno, dkk. A.       PENDAHULUA N   a.         Latar Belakang Bimbingan dan konseling merupakan kegiatan yang bersumber pada kehidupanmanusia. Kenyataan menunjukkan bahwa manusia di dalam kehidupannya selalu menghadapi persoalan-persoalan yang silih berganti. Persoalan yang satu dapat diatasi, persoalan yanglain muncul, demikian seterusnya. Manusia tidak sama satu dengan yang lain, baik dalamsifat maupun kemampuannya. Ada manusia yang danggup mampu mengatasi persoalan tanpa bantuan dari pihak lain, tetapi tidak sedikit manusia yang tidak mampu mengatasi persoalan bila tidak dibanntu orang lain, maka dari inilah bimbingan konseling dibutuhkan. Bimbingan dan konseling merupakan salah satu komponen dari pendidikan.Mengingat bahwa bimbingan dan konseling adalah suatu kegiatan bantuan dan tuntunan yangdiberikan kepada individu pada umumnya, dan siswa pada khususnya di sekol...

MAKALAH TAFSIR ALMANAR

 MAKALAH TAFSIR ALMANAR


    BAB I

PENDAHULUAN

 Tafsir adalah salah satu upaya dalam memahami, menerangkan maksud, mengetahui kandungan ayat-ayat Al-Qur‟an. Upaya ini telah dilakukan sejak masa Rasulullah SAW, sebagai utusan-Nya yang ditugaskan agar menyampaikan ayat-ayat tersebut sekaligus menandainya sebagai mufassir awwal (penafsir pertama). Sepeninggalan Nabi hingga saat ini, tafsir telah mengalami banyak perkembangan yang sangat bervariatif dengan tidak melepas kategori masanya. Dan tak lepas keanekaragaman secara metode (manhaj thariqah), corak (laun’) maupun pendekatan-pendekatan (alwan) yang digunakan merupakan hal yang tidak dapat dihindari dalam sebuah karya tafsir hasil manusia yang tak pernah sempurna.

 Rasyid Ridha adalah seorang intelektual muslim dari Suriah yang mengembangkan gagasan modernisme Islam yang awalnya digagas oleh Jamaluddin al-Afghani dan Muhammad Abduh. Ridha mempelajari kelemahan-kelemahan masyarakat muslim saat itu, dibandingkan masyarakat kolonialis Barat, dan menyimpulkan bahwa kelemahan tersebut antara lain kecenderungan umat untuk mengikuti tradisi secara buta (taqlid), minat yang berlebihan terhadap dunia sufi dan kemandegan pemikiran ulama yang mengakibatkan timbulnya kegagalan dalam mencapai kemajuan di bidang sains dan teknologi.

 

BAB II

PEMBAHASAN

       A.    BIOGRAFI MUFASSIR ( RASYID RIDHA)

1.      Keluarga

Nama lengkap Rasyid Ridha adalah Sayyid Muhammad Rasyid Ridha bin al- Sayyid Ali Ridha bin al- Sayyid Muhammad Syamsuddin bin Muhammad Bahauddin bin Al-Sayyid Ali Khalifah al-Baghdadi. Beliau lahir pada hari rabu, tanggal 27 jumadi al- Ula atau 18 oktober 1865 masehi di Qalamun sebuah desa yang terletak dipantai laut tengah. Kira- kira tiga mil jauhnya  di sebelah selatan kota Tripoli, Libanon. Pada saat itu libanon merupakan bagian dari wilayah Turki Utsmani. Rasyid Ridha adalah seorang bangsawan arab yang mempunyai garis keturunan langsung dari, Putra Ali bin Abi Thalib dan Fatimah putri Rasulullah SAW, dan sekaligus cucu Rasulullah SAW. Ayahnya bernama Sayyid Ali Ridha al- Husayn dan ibunya bernama Fatimah.[1]

Rasyid Ridha di depan namanya memakai gelar ‘’ Sayyid’’ terkadang ia juga di panggil dengan sebutan ‘’syaikh’’ hal ini di sebabkan karena ia dikenal di lingkungannya sebagai orang yang taat dan memahami ilmu-ilmu agama. Ayahanda beliau merupakan seorang penganut tarekat syadzilliah, oleh sebab itu dimasa kecilnya seringkali Rasyid Ridha memakai sorban dan jubah, serta tekun dalam mengikuti pengajian dan wirid sebagaimana kebiasaan pengikut tarekat syadzililliah.

Ibunda beliau ( Rasyid Ridha ) mengatakan dia tidak pernah melihat Rasyid Ridha tertidur, hal ini bukan karena Rasyid Ridha memang tidak pernah tidur akan tetapi, Rasyid Ridha tidur setelah keluarganya tidur dan bangun sebelum mereka terbangun kembali. Dia mempunyai seorang adik bernama Sayyid Saleh. Sayyid saleh pernah berkata: saya tadinya menganggap saudara saya Rasyid Ridha adalah seorang Nabi, tetapi ketika saya mengetahui bahwa Nabi kita Muhammad SAW adalah penutup Nabi, timbullah keyakinan di dalam diri saya bahwa saudara saya itu adalah seorang wali.

2.      Pendidikan

Rasyid Ridha pada awal mulanya, memulai pendidikannya di sebuah Madrasah tradisional didesanya al-Qalamun. Disinilah beliau belajar membaca al-Qur’an bahasa arab dan berbagai pengetahuan dasar lainnya. Kemudian beliau melanjutkan pendidikannya di Madrasah Rasyidiah milik pemerintah di Tripoli. Adapun yang ia pelajari disini adalah ilmu nahwu, sharaf, berhitung, ilmu bumi, kemudian bahasa Turki sebagai bahasa pengantarnya. Setelah itu beliau meninggalkan Madrasah ini belum sampai setahun lamanya, dikarenakan dengan alasan ia merasa metode yang disiapkan kurang sesuai dengan metode yang diingin kannya. Dan karena Madrasah ini adalah milik pemerintah yang bertujuan mempersiapkan sumber daya manusia yang tersebar di seluruh dunia. Ia berpendapat bahwa kesempatan menjadi pegawai maupun bekerja di sekolah-sekolah adalah misi orang barat yang tujuannya untuk melemahkan umat Islam.

Kerena praktis mereka akan lebih muda mengatur para generasi muda Islam yang dipekerjakan tersebut, apalagi Negara maupun sekolah yang ada saat itu berada di bawah pengaruh dan penguasaan mereka. Meskipun demikian, bukan berarti Rasyid Ridha anti pendidikan barat karena menurut dia meskipun lembaga pendidikan Barat didirikan mempunyai misi tertentu yang merugikan, akan tetapi di dalamnya terdapat ilmu pengetahuan yang di terima atau di ambil.[2]

Kemudian pada tahun 1299H/ 1882 M. Rasyid Ridha melanjutkan pendidikan ke Madrasah al- Wathaniyah al- Islamiyah di Tripoli. Sekolah ini di maksudkan untuk mengimbangi sekolah-sekolah asing yang di dirikan oleh orang Eropa dan Amerika. Seperti yang di tuturkan Husain al-Jisr, bahwa jika umat Islam ingin lepas dari kemunduran kemudian ingin maju caranya adalah memadukan ilmu-ilmu agama dengan ilmu pengetahuan umum yang menggunakan metode Eropa modern pada pendidikan Islam nasional.

Materi yang di pelajari Rasyid Ridha di madrasah tersebut meliputi bahasa arab, bahasa Turki dan bahasa prancis, ia juga memperoleh pengetahuan tentang hukum berhitung, ilmu mantik, dan filsafat serta pengetahuan modern. Tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan, pada saat yang bersamaaan ia juga memperdalam ilmu-ilmu lain dari beberapa tokoh diantaranya: kepada syaikh Muhammad al- wawawijy yang mengajarkan salah satu kitabnya yaitu al-lu’lu al-Marsyu’ fi manusia la ashla lahu au bi aslihi maudhu’. Penguasaan dalam ilmu-ilmu hadis mendapat pengakuan dari guru-gurunya, terbukti dengan ijazah yang di berikan kepadanya.

Kemudian kepada syaikh Abd Ghani al-Rafi’ ia memperdalam kitab Nail al-Author karangan al-Syaukani. Keinginannya untu memperdalam ilmu pengetahuan semakin terlihat setelah beliau menemukan ide pemikiran modern dari Husain al- Jisr Pemikiran itupun mampu membuka tabir pemikiran sempitnya dalam memahami Islam. Kepindahan Rasyid Ridha ke Mesir tahun 1987 M juga tidak terlepas dari tekadnya untuk menuntut ilmu terutama kepada Abduh. Sebagaima diketahui, bahwa kepindahannya ke Mesir selain untuk turut bersama-sama dengan gurunya Abduh melakukan pembaharuan, juga untuk mendapatkan ilmu pengetahuan secara langsung dari Abduh.

3.      Karya-karya

Sebagai seorang cendekiawan Muslim Rasyid Ridha banyak menghasilkan karyanya di dalam sebuah tulisan. Sayyid M. Rasyid Ridha cukup mnghasilkan banyak karya semasa hidupnya diantaranya: Tarikh Al-Ustadz Al-Imama Asy-Syaikh’Abduh (Sejarah Hidup Imam Syaikh Muhanmmad Ridha), di dalam buku ini menceritakan tentang  sejarah hidup Muhammad Ridha mulai dari beliau lahir, pendidikannya, penulisan al-Manar sampai beliau wafat.  Nida’ Li Al-Jins Al- Latif ( Panggilan Terhadap Kaum Wanita), Al- Wahyu Muhammad ( Wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw), Yusr Al-Islam Wa usul At-Tasyri’Al ‘Am ( Kemudahan Agama Islam dan dasar-dasar umum umum penetapan hukum Islam), Al-Khilafah wa Al-Imamah Al-Uzma ( kekhalifaan dan Imam-imam besar), Muhawarah Al-Muslih wa Al-Muqallid ( dialog antara kaum pembaharu dan konservatif), Zikra Al-Maulid An-Nabawiy (Peringatan Kelahiran Nabi Muhammad Saw.), dan Haquq Al-Mar’ah As-Salihah (Hak-hak Wanita Muslim).[3]

Kemudian majalah al-Manar sebuah jurnal namun terkadang juga dinamakan sebuah majalah yang diterbitkan di Kairo, Mesir, yang pernah di pimpin syekh Muhammad Rasyid Ridha (1865-1935), murid dan kolega Syekh Muhammad Ridha (1849-1905) kedua syekh ini, tidak ragu lagi mereka merupakan pembaharu Islam untuk melakukan pembaharuan dalam rangka menggapai kembali kebangkitan Islam. Namun, diantara semua karya itu Tafsir Al-Manar merupakan karya Rasyid Ridha yang paling fenomenal. Lengkapnya adalah Tafsir al-Quran al-Hakim. Tafsir ini terdiri dari 12 volume, dan ditulis hanya sampai surah Yusuf ayat 53.

       B.     Kitab Tafsir

1.      Latar belakang penulisan tafsir

Secara mendetail tidak ada referensi atau penjelasan mengenai alasan-alasan penulisan Tafsir al-Manar. Namun beberapa pengamat menyebutkan pada dasarnya penulisan Tafsir al-Manar bermula dari gagasan pemikiran dari tiga tokoh pembaharu dalam Islam yaitu Jamaluddin Al- Afghani syekh Muhammad Abduh dan Sayyid Rasyid Ridha. Meski mereka sepakat mengatakan bahwa penulis karya Tafsir al-Manar adalah hasil tokoh yang ketiga. Kitab tafsir al-Manar yang bernama tafsir al-Hakim  karya Muhammad Abduh dan Muhammad Rasyid Ridha ditulis pada saat perkembangan pemikiran Islam memasuki era modern. Ketika Islam berada pada era kegelapan (abad 19), permasalahan tafsir pun keluar dari rel yang sebenarnya yaitu terjadi disorientasi dalam penafsiran al-Qur’an.[4]

Penafsiran al-Qur’an yang sebenarnya cepat di mengerti dan terbuka telah dikurangi menjadi sebuah penafsiran yang monologis yaitu Tafsir yang berkisar sekitar karya-karya mufassir terdahulu yang belum tentu mendukung untuk masa sekarang artinya tafsir al-Qur’an tidak membumi. Muhammad Rasyid Ridha murid Muhammad Abduh yang mencatat dan menuangkan kuliah-kuliah gurunya ke dalam majalah al-Manar hal itu sebagai langkah pertama. Langkah selanjutnya ia menghimpun dan menambah penjelasan seperlunya dalam sebuah kitab tafsir al-Manar, kitab tafsir yang mengandung pembaharuan dan sesuai dengan perkembangan zaman .

Setelah itu dia berusaha menghubungkan ajaran al- Qur’an dengan kehidupan Masyarakat, serta membuktikan bahwa Islam adalah agama yang memiliki sifat Universal,umum, abadi, dan cocok bagi segala keadaan, waktu, dan tempat. Di era ini Umat Islam bangkit untuk melakukan perubahan yang lebih maju untuk menghilangkan bagian dari aqidah dan ibadah yang dinilai tidak memiliki dasar dalam al-Qur’an. Ajaran agama Islam setelah selama tujuh abad mengalami kemunduran. Al-Manar terbit pertama kalinya pada tanggal 22 syawal 1315 H atau 17 maret 1898 M, yang di latarbelakangi oleh keinginan Rasyid Ridha untuk menerbitkan sebuah surat kabar yang mengolah masalah-masalah sosial-budaya dan agama.

Sebulan setelah pertemuannya yang ketiga dengan Muhammad Abduh, awalnya berupa mingguan sebanyak delapan halaman dan ternyata mendapat sambutan hangat, bukan hanya di Mesir atau Negara-negara Arab sekitarnya, juga sampai ke Eropa dan Indonesia, namun belum sempat terselesaikan  karena beliau meninggal dunia. Penafsiran dari mulai surat al-Fatihah sampai surat an-Nisa ayat 125, (413ayat) di ambil dari pemikiran Abduh, kemudian di lanjutkan oleh Rasyid Ridha sebanyak 930 ayat mulai dari surat an- Nisa ayat 126 sampai surat yusuf ayat 111 dengan berpatokan pada metode Abduh. Kemudian dirampungkan oleh Muhammad Bahjah al- Baytar, surat yusuf sampai an-Nas.

2.      Metode

Secara umum metode yang digunakan dalam penulisan Tafsir al-Manar adalah metode tahlili atau yang sering di sebut dengan metode analisis. Hal tersebut dapat dilihat dari penafsiran suatu ayat dengan menjelaskan makna yang terkandung dalam ayat tersebut. Dalam memahami dan menjelaskan suatu ayat beliau menggunakan kerasionalitasannya dan memperhatikan beberapa kitab Tafsir terdahulu untuk dijadikan sebagai bahan rujukan dalam menafsirkan suatu ayat. Kemudian yang pertama keluasan-keluasan pembahasan yang menyangkut ayat-ayat yang ditafsirkan dengan hadis-hadis Nabi, kedua keluasan pembahasan penafsiran ayat-ayat satu dengan ayat lainnya, ketiga penyisipan pembahasan yang luas menyangkut permasalahan yang dibutuhkan Masyarakat, keempat keluasan pembahasan kosa kata dan ketelitian susunan Redaksi.[5]

Adapun yang dimaksud metode Tahlili adalah menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dengan memaparkan segala aspek yang terkandung di dalam ayat-ayat yang di tafsirkan itu, kemudian menerangkan makna yang tercakup di dalam nya sesuai dengan keahlian Mufassir yang menafsirkan ayat-ayat tersebut. Jadi pendekatan analisis ini yaitu Mufassir membahas al-Quran ayat demi ayat , sesuai dengan rangkaian ayat yang tersusun di dalam al- Quran. Maka tafsir yang memakai penjelasan ini mengikuti naskah al-Qur’an dan menjelaskan dengan cara sedikit demi sedikit.

Berikut adalah contoh penafsiran al-Qur’an di dalam tafsir al-Manar yang terdapat dalam Qs. al-Baqarah ayat ke 25.

وَبَشِّرِ الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ كُلَّمَا رُزِقُوا مِنْهَا مِنْ ثَمَرَةٍ

ِزْقًا قَالُوا هَذَا الَّذِي رُزِقْنَا مِنْ قَبْلُ وَأُتُوا بِهِ مُتَشَابِهًا وَلَهُمْ فِيهَا أَزْوَاجٌ مُطَهَّرَةٌ وَهُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

البدنية ، والتمتع بالشهوات الحسية ، فمثل هؤلاء المرضى النفوس المحرومين من الكمال الروحي والعقلي كمثل من غلبت عليه الصفراء فصار يذوق الحلو مراً ، و إن من المرضى من يشتهي في طور النقه ما لا يشتهي في حال الصحة والاعتدال وكذلك الحبالي في مدة الوحم

Teks ini membahas apa-apa balasan Allah untuk orang-orang yang beriman menurut Rasyid Ridha balasan itu bercorak jasmaniah dan rohaniah. Arti dari ayat ini adalah: ‘’dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Setiap mereka diberi rezeki buah-buahan dal;am surga-surga itu, mereka mengatakan: inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu. Mereka diberi buah-buahan  yang serupa dan untuk mereka di dalamnya ada istri-istri yang suci dan mereka kekal di dalamnya.’’

Bagi Rasyid Ridha, balasan yang sama lebih menekankan pada jasmani. Hal ini terlihat perbedaan yang mencolok di antara keduanya. Beberapa sumber menyebut terjadi perbedaan sejumlah tafsiran lantaran Rasyid Ridha masih berpegang pada mazhab salaf yaitu: Imam Hambali, ia menolak takwil untuk ayat-ayat literal. Muhammad Abduh tidak berpegang pada salah satu mazhab tertentu. Ia menggunakan pemikiran bebas sehingga tidak terikat dalam suatu mazhab.

Dari metode yang digunakan seperti yang dijelaskan di atas menunjukkan kitab Tafsir al-Manar mengandung pembaharuan dan sesuai perkembangan zaman. Ia berusaha menghubungkan ajaran-ajaran al-Qur’an dengan kehidupan masyarakat . selain itu membuktikan bahwa Islam adalah agama yang memiliki sifat universal, umum dan cocok bagi segala keadaan, waktu dan tempat.

3.      Corak/ pendekatan

Untuk menemukan suatu penafsiran yang baik dan jelas serta dapat dikenal dan diterima oleh orang-orang yang ingin mendalami tafsir al- Qur’an maka masing-masing mufassir, dalam hal ini bagi para pengarang kitab tafsir baik yang salaf maupun  khalaf mempunyai suatu corak maupun tipe tersendiri di dalam menafsirkan ayat-ayat al- Qur’an seperti apa yang di tempuh Rasyid Ridha.[6]

Tafsir al-Manar adalah tafsir yang menggunakan corak adab al-Ijtima’i. corak ini adalah salah satu corak yang berbeda dengan lainnya. Dalam tafsirnya Abduh dan Ridha menganalisis secara panjang lebar mengenai masalah-masalah sosial yang aktual pada masanya. Menurut Abduh, al-Qur’an pada intinya merupakan jawaban atas situasi dan kondisi kekinian. Disisi lain al-Qur’an juga sebagai petuinjuk yang dapat di terapkan pada masa modern. Lebih lanjut, dapat dilihat ketika ia menafsirkan surah al-Baqarah ayat 170:

وَاِذَا قِيْلَ لَهُمُ اتَّبِعُوْا مَآ اَنْزَلَ اللّٰهُ قَالُوْا بَلْ نَتَّبِعُ مَآ اَلْفَيْنَا عَلَيْهِ اٰبَاۤءَنَا ۗ اَوَلَوْ كَانَ اٰبَاۤؤُهُمْ لَا يَعْقِلُوْنَ شَيْـًٔا وَّلَا يَهْتَدُوْنَ ١٧٠                                                                                                                                                                                                                                                                                  

Terjemah

 Apabila dikatakan kepada mereka, “Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah,” mereka menjawab, “Tidak. Kami tetap mengikuti kebiasaan yang kami dapati pada nenek moyang kami.” Apakah (mereka akan mengikuti juga) walaupun nenek moyang mereka (itu) tidak mengerti apa pun dan tidak mendapat petunjuk?

يسلكون طريق العقل بالاستدلال على أن ما هم عليه من العقائد والعبادات حق ، ولا يهتدون في أحكامه وأعماله بوحي من الله جاءهم به رسول من عند الله ؟ أي حتى في نجردهم من دليلي العقل والنقل . هذا ما أفهمه وقال البيضاوي أي لو كان آباؤهم جهلة لا يفكرون في أمر الدين ولا يهتدون الى الحيلان.وهم. وهو دليل 

Salah satu upaya yang intens dari corak tafsir ini adalah menghilangkan praktik dan keyakinan taqlid buta dalam masyarakat Islam, karena taqlid dianggap dapat menyebabkan kejumudan (kebekuan) pemikiran umat Islam dan mengalami kemunduran. Muhammad Abduh sebagai ulama aliran ini berkeyakinan bahwa al-Qura’an sangat mencela orang-orang yang mengikuti pendapat pendahulunya tanpa sikap kritis dan alasan yang jelas.

  

KESIMPULAN

Al-Manar merupakan karya tafsir modern yang ditulis oleh Muhammad abduh dan Muhammad Rasyid  Ridha .Metode yang digunakan dalam penulisan  kitab tafsir Al Manar  adalah  metode tahlil atau sering dikenal  dengan metode analisis .hal tersebut dapat dilihat dari penafsiran suatu ayat dalam menjelaskan  suatu ayat dengan menjelaskan makna ayat yang terkandung dalam ayat tersebut ,dalam memahami dan menjelaskan suatu ayat ,beliau mengunakkan kerasionalisasi dan memperhatikan berapa kitab tafsir  terdahulu untuk menjadikan sebagai bahan rujuk dalam penafsiran suatu ayat .

Tafsi ini mengunakan pendekataan adabi ijtima’I atau atau tafsir yang beroriaantasi pada sastra ,budaya dan masyarakat .dalam penafsirannya M Abdulah  berpokatkan  dalam dua  landasan ;riwayat  shahihdannalar \rasional .melihat  ini ,berarti  M  adbduh menggunakan  bi  al matafsir  menggunakan bi ma’tasir bi  al-rayi ,ia memudahkan keduanya.

 

DAFTAR PUSTAKA

Harun  Nasution, Pembaharuan dalam Islam:Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Jakarta: Bulan   Bintang, 1996

Harun Nasution, Islam Rasional, Jakarta: Mizan, 1993

Muhammad Yasir , Muhammad Hikmah , Mencari Format Peradaban Islam, Jakarta: Raja Grafindo prasada, 2005

Abdul Qadir Muhammad sai, at-Tafsir wa al- Mufassirun fil als al-Hadid, Beirut: dar ma’rifah,

Quraisy Sihab, Study Kritis Tafsir Al-Manar, Bandung: Pustaka Hidayah, 1994

Samsurrohman, Pengantar Ilmu Tafsir, Jakarta: Amzah, 2014



 [1] Harun  Nasution, Pembaharuan dalam Islam:Sejarah Pemikiran dan Gerakan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1996), hlm.45

[2] Harun Nasution, Islam Rasional, (Jakarta: Mizan, 1993), hlm. 156

[3] Muhammad Yasir , Muhammad Hikmah , Mencari Format Peradaban Islam, ( Jakarta: Raja Grafindo prasada, 2005), hlm.47.

[4] Abdul Qadir Muhammad sai, at-Tafsir wa al Mufassirun fil als al- Hadid, ( Beirut: dar ma’rifah, 2003),

hlm. 202

[5] Quraisy Sihab, Study Kritis Tafsir Al-Manar, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1994), hlm.70-82.

[6] Samsurrohman, Pengantar Ilmu Tafsir, ( Jakarta: Amzah, 2014), hlm.190


Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH MODEL PEMBELAJARAN

MAKALAH ILMU SOSIAL DASAR

MAKALAH ILMU AL-JARH WA AT-TA’DIL