MAKALAH RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM

RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM By. Retno, dkk. A.       PENDAHULUA N   a.         Latar Belakang Bimbingan dan konseling merupakan kegiatan yang bersumber pada kehidupanmanusia. Kenyataan menunjukkan bahwa manusia di dalam kehidupannya selalu menghadapi persoalan-persoalan yang silih berganti. Persoalan yang satu dapat diatasi, persoalan yanglain muncul, demikian seterusnya. Manusia tidak sama satu dengan yang lain, baik dalamsifat maupun kemampuannya. Ada manusia yang danggup mampu mengatasi persoalan tanpa bantuan dari pihak lain, tetapi tidak sedikit manusia yang tidak mampu mengatasi persoalan bila tidak dibanntu orang lain, maka dari inilah bimbingan konseling dibutuhkan. Bimbingan dan konseling merupakan salah satu komponen dari pendidikan.Mengingat bahwa bimbingan dan konseling adalah suatu kegiatan bantuan dan tuntunan yangdiberikan kepada individu pada umumnya, dan siswa pada khususnya di sekolah. Hal inisangat relevan jika dilihat dari perumusan bahwa pend

MAKALAH KEBEBASAN, TANGGUNG JAWAB DAN HATI NURANI


A.   Pendahuluan
Didalam ajaran Islam akhlak memiliki karakter yang khusus. Islam bukanlah agama yang takhayul yang mengajarkan penganutnya untuk mengisolasi diri dari masyarakat umum. Islam juga bukanlah agama yang mengatur masalah ritual belaka. Namun, Islam adalah agama yang mengajarkan kepada para penganutnya untuk bermasyarakat secara Islami sehingga nilai-nilai ditegakkan untuk mengaturnya. Akhlak dalam Islam menyangkut seluruh sisi kehidupan muslim, dengan sesama manusia, akhlak dalam kegiatan mengelola alam, akhlak dalam berhubungan dengan binatang, akhlak dalam dalam kegiatan berekonomi, dalam kegiatan berpolitik, dan dalam kehidupan beragama.
Setiap manusia terlahir kemuka bumi dengan kebebasannya, namun ia hanya boleh menggunakan kebebasannya itu sepanjang tidak melanggar norma-norma dan peraturan-peraturan dalam ajaran agama. Juga harus tetap mengunjung akhlak mulia dalam menggunakan kebebasan dirinya itu. Perlu diketahui bahwa dasar dari keimanan itu adalah akhlak mulia. Akhlak mulia hanya tumbuh diatas akidah Islam yang mantap. Akhlak memiliki dasar yang berkaitan erat dengan keimanan dan ketakwaan. Iman yang kuat melahirkan akhlak yang mulia.



B.   Pengertian Kebebasan
Diantara masalah yang menjadi bahan perdebatan sengit dari sejak dahulu hingga sekarang adalah masalah kebebasan atau kemerdekaan menyalurkan kehendak dan kemauan. Yakni adakah kehendak kita merdeka dalam memilih perbuatan yang kita buat? Adakah orang itu dapat memilih diantara berbuat atau tidak, dan dapatkah ia berbentuk perbuatannya menurut kemauannya? Adakah kita merdeka dalam mengikuti apa yang diperintah etika, atau kita dapat mengikuti dan dapat menolak?[1]
Untuk menjawab pertanyaan tersebut dikalangan ahli teologi terbagi kepada dua kelompok. Pertama kelompok yang berpendapat bahwa manusia memiliki kehendak bebas dan merdeka untuk melakukan perbuatannya menurut kemauannya sendiri. Kedua kelompok yang berpendapat bahwa manusia tidak memiliki kebebasan untuk melaksanakan perbuatannya. Mereka dibatasi dan ditentukan oleh Tuhan. Jika manusia makan, minum, berjalan, bekerja dan seterusnya, pada hakikatnya mengikuti Tuhan.
Di Zaman baru ini berpendapat masalah kebebasan dan keterpaksaan tersebut muncul kembali. Sebagian ahli filsafat seperti Spiniza, Huch dan Malebrache berpendapat bahwa manusia melakukan sesuatu kerena terpaksa. Sebagian ahli filsafat lainnya berpendapat bahwa manusia memilki kebebasan untuk menetapkan perbuatannya. Manakah diantara dua pendapat yang paling benar bukan hak kita untuk menilainya, karena masing-masing memiliki argumentasiyang sama-sama kuat dan meyakinkan. kecendrungan masing-msing pembacalah yang mana diantara dua aliran itu yang lebih diterima akal pikirannya.
Kebebasan adalah tidak dalam keadaan diam, tetapi dapat melakukan apa saja yang diinginkan selama masih dalam norma-norma atau peraturan-peraturan yang ada dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat dan Negara. Dalam arti luas kebebasan dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang menyangkut semua urusan mulai dari sekecil-kecilnya sampai sebesar-besarnyasesuai keinginan, baik individu maupun kelompok namun tidak bertentangan dengan norma-norma, aturan-aturan, dan perundang-undanganyang berlaku. Ada orang yang salah mengartikan tentang kebebasan, sehinnga mereka bisa berbuat sekehendak hati tanpa mengindahkan norma-norma yang ada. Bahkan tidak jarang tingkah laku mereka itu mengganggu ketertiban umum dan merampas hak orang lain.
Islam mengajarkan kebebasan yang bertanggung jawab dan meperhatikan norma-norma yang berlaku. Dengan kata lain, setiap orang memiliki kebebasan, ia bebas melakukan apa saja yang ia kehendaki sehingga ia bisa mempertanggung jawabkan dan tidak melanggar norma-norma yang ada.[2] 
Norma adalah peraturan berupa perintah dan larangan yang mengatur pergaulan dan kehidupan manusia. Norma ada empat jenis yaitu sebagai berikut:
1.   Norma agama, yaitu peraturan hidup yang diterima sebagai perintah-perintah, larangan-larangan, dan anjuran-anjuran yang diyakini oleh pemeluknya berasala dari Tuhan.
2.   Norma kesusilaan, peraturan hidup yang dianggap sebagai suara hati sanubari manusia. Peraturan hidup itu berupa bisikan kalbu atau suara batin yang diinsafi oleh setiap orang sebagai pedoman hidup.
3.   Norma kesopanan, yaitu peraturan yang hidup dan timbul dari pergaulan segolong manusia, diikuti dan ditaati sebagai pedoman manusia yang mengatur tingkah laku manusia terhadap manusia lain.
4.   Norma hukum, yaitu peraturan yang dibuat oleh penguasa Negara, mengikat setiap orang dipaksakan oleh alat Negara.[3]
Kebebasan dapat juga diartikan sebagai kemerdekaan seorang tanpa ada kekangan dari pihak manapun yang menghalangi seorang untuk melakukan suatu perbuatan. Ada faktor ekstral yang dapat menghilangkan kebebasan. Faktor tersebut dari pihak asing yang menjajah dan merampas kebebasan dan paksa. Contohnya:
1.   Kerja paksa yang banyak diperlakukan pada Zaman penjajahan seperti romusa dan kerja rodi.
2.   Amerika serikat yang mengekang kebebasan Negara-negara lain karena ia memiliki kekuatan dalam ekonomi.
3.   Tenaga-tenaga wanita yang sudah hampir disamakan dengan budak.
4.   Di Perancis kebebasan wanita muslim dirampas, tidak dibenarkan memakai jilbab.
Untuk mendapatkan kebebasan, diperlukan pengorbanan yang tidak sedikit, misalnya:
1.   Untuk bisa bebas dan lepas dari penjajahan dan hidup merdeka, harus berkorban harta, tenaga, pikiran, nyawa untuk melawan penjajah.
2.   Untuk bisa memakai jilbab disekolah umum, para siswi telah berjuang sampai kepengadilan.
3.   Pada Zaman orde baru untuk mengemukaakan pendapat yang benar, nyawa bisa menjadi taruhannya, walaupun kebebasan mengemukakakan pendapat telah diatur pasal 28 UUD 1945.
Kebebasan diikat oleh peraturan dan norma yang berlaku kebebasan mengandung pengertian bahwa yang bebas dibenarkan secara hukum syara’ sepanjang tidak merugikan orang lain, tidak bertentangan dengan adat istiadat dan norma yang berlaku.

C.  Arti Kebebasan Menurut Islam
rumusan pasal 18 deklarasi tentang hak-hak asasi manusia menyebutkan bahwa setiap orang berhak memiliki hak atas kebebasan berpikir, keisafan batin dan beragama. Rumusan tersebut sejalan dengan prinsip-prinsip yang terdapat dalam Al-Qur’an. Namun dengan pengecualian bahwa Islam tidak membolehkan seorang manusia (dengan menggunakan kebebasannya) lalu mengganti agamanya dari Islam ke agama lain. Kerena perbuatan ini digolongkan sebagai riddah (murtad) dengan sanksi yang sangat berat.[4]
Manusia berhak memperoleh kehormatan spiritual apabila ia dengan sukarela tanpa ada paksaan memilih jalan yang benar.[5] Oleh karena itu, manusia sebagai makhluk yang dianugrahi oleh Allah dengan akal, budi dan perasaan dapat membedakan sendiri jalan mana yang benar (Al-Mustaqim) dan masa jalan yang salah. Kemana ia melangkah dan jalan mana yang  dipilih, sepenuhnya dengan bebas ditentukan dengan manusia itu sendiri. Allah sudah memperingati segala resiko dan konsekuensinya bagi setiap jalan yang ditempuh oleh manusia di dunia.
Dengan akal manusia membawa fitrahnya menuju kebebasan di alam lingkungannya. Itulah sebabnya manusia melakukan tindakan apapun yang disukainya. Tetapi Allah sebagai kholik yang menciptakan manusia, dengan kasih dan saing tidak membiarkan berperilaku sangat bebas tanpa suatu batasan yang mengatur segala perilakunya. Untuk tujuan itulah Allah telah mengutus nabi-nabi dan rasul. Seperti yang disebutkan dalam Al-Qur’an.
Dalam ajaran Islam, kebebasan yang diberikan kepada manusia adalah kebebasan yang dipimpin oleh wahyu. Manusia bebas untuk berperilaku melandaskan norma-norma seperti yang digariskan dalam Al-Qur’an.
Salah satu kebebasan yang dapat disebutkan di sini adalah kebebasan untuk menyatakan pendapat, namun harus dilandasi pemikiran yang sehat. Kebebasan menyatakan pendapat di salah artikan, yaitu dengan demonstrasi dilakukan oleh sekelompok orang yang menganggap bahwa di dalam masyarakat telah terjadi sesuatu yang tidak sesuai dengan mereka menginginkan adanya perbaikan keadaan.[6]
Demonstrasi adalah salah satu cara untuk menyampaikan keinginan atau aspirasi dengan sopan dan sesuai dengan cara-cara mengemukakan pendapat dalam Islam. Demonstrasi merupkan salah satu bentuk tekanan (pressure) atau pengadilan sosial (social control) yang efektif. Di dalam Islam kebebasan yang dibenarkan adalah kebebasan yang tidak melanggar norma dan ajaran Islam.
Menurut Hobbes, arti kebebasan bagi setiap orang harus berdasarkan prinsip kebaikan bersama dibatasi oleh hak setiap orang pada umumnya, bahwa hak saya merupakan kebebasan saya dan dalam melindungi hak saya pemerintahan menjaminnya.[7] Dari apa yang dikemukakan oleh Hobes, tampak jelas bahwa setiap orang memiliki kebebasan namun dengan toleransi. Maksudnya walaupu setiap orang memiliki kebebasan namun ia harus tetap memerhatikan hak-hak orang lain. Jadi apa saja yang menjadi hak saya begitu juga kebebasan bagi saya.
Dari uaraian ini timbul pertanyaan kapan seorang dapat memperoleh kebebasan maksimum? Setiap orang dapat menikmati kebebasannya maksimum apabila hak dan derajat kebebasan yang dimilikinya sama dengan hak dan derajat kebebasan yang dimiliki oaring lain.

D.  Tanggung Jawab
Selanjutnya kebebasan sebagaimana disebut di atas itu ditantang jika berhadapan dengan kewajiban moral, sikap moral yang dewasa ialah sikap bertanggung jawab tanda ada kebebasan. Di sinilah letak hubungan kebebsan dan tanggung jawab.
Dalam rangka tanggung jawab ini kebebasan mengandung arti kemampuan untuk menentukan dirinya sendiri, kemampuan untuk bertanggung jawab, kedewasaan manusia, dan keseluruhan kondisi yang memungkinkan manusia melakukan tujuan hidupnya. Tingkah laku yang didasarkan pada sikap, sistem nilai dan pola pikir berarti tingkah laku berdasarkan kesadaran, bukan instingtif, melainkan terdapat makna kebebasan manusia yang merupakan objek material etika.
Sejalan dengan adanya kebebasan atau kesengajaan, orang harus bertanggung jawab terhadap tindakannya yang disengaja. Berarti ia harus dapat mengatakan dengan jujur kepada kata hatinya, bahwa tindakannya sesuai dengan penerangan dan tuntutan kata hati itu.
Dengan demikian tanggung jawab dalam kerangka akhlak adalah keyakinan bahwa tindakannya itu baik. Sesuai dengan ungkapan Negara Republik Indonesia, yaitu kalau dikatakan bahwa orang yang melakukan kekacauan sebagai orang yang tidak bertanggung jawab, maka yang dimaksud ialah bahwa perbuatan yang dilakukan orang tersebut secara moral tidak dapat dipertanggungjawabkan. Mengingat perbuatan tersebut tidak dapat diterima masyarakat. Orang yang melakukan perbuatan tapi dalam keadaan tidur atau sedang mabuk dan semacamnya tidak dapat dikatakan sebagai perbuatan yang dipertanggungjawabkan, karena perbuatan tersebut dilakukan bukan karena pilihan akalnya yang sehat.
Selain itu tanggung jawab juga erat hubungannya dengan hati nurani atau intuasi yang ada dalam diri manusia yang selalu menyiarkan kebaikan atau kebenaran. Mengenai etika tanggung jawab Muhammad Yusuf Khair mengemukakan.
Yang paling penting bagi orang-orang Islam adalah bertanggung jawab terhadap yang disajikannya bukan hanya dihadapan para penguasa di dunia saja (karena mungkin mereka telah menyajikan cerita-cerita bohong dalam rangka menyelamatkan diri), yang menjadi patokan ialah mereka harus sadar bahwa mreka suatu saat nanti akan mempertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT pada hari kiamat nanti. Hendaklah mereka mengetahui Allah senantiasa mengetahui dan mengawasi detak hati nuraninya serta akan memperhitungkan khianatan dan kebohongan yang telah diperbuat.
Sebagai komunikator, taggung jawab etis kita dapat tumbuh dari sebuah status atau posisi yang telah diperoleh atau disepakati, lewat komitmen (janji, sumpah, persetujuan) yang telah dibuat lewat konsekuensi (efek, dampak) komunikasi kita dengan orang lain. Tanggung jawab mencakup unsur pemenuhan tugas dan kewajiban, dapat dipertanggungjawabkan sebagai individu dan kelompok lain, ketika dinilai menurut standar yang disepakati, dan dapat dipertanggungjawabkan menurut hati nurani kita sendiri.
Pertanggungjawaban manusia tertuju kepada segala perbuatan, tindakan sikap hidup sebagai pribadi, anggota keluarga, rumah tangga masyarakat, atau Negara. Manusia memiliki tanggung jawab terhadap tuhan dan sesama manusia meliputi sebagai ospek kehidupan.
Tanggung jawab adalah mempertahankan keadilan, keamanan, dan kemakmuran. Contohnya ialah seorang suami bertanggung jawab kepada istri dan keluarganya. Setiap pemimpin bertanggung jawab atas tugas yang dipimpinnya. Contoh yang lain adalah, Abu Bakar, Umar Bin Khattab, Utsman Bin Affan, dan Ali Bin Abi Thalib. Mereka sanggup memikul tanggung jawab yang tidaklah ringan itu sepenuh dan setulus hati hingga terealisasi dalam tindakan mereka.
Para kahlifah ini selalu memperhatikan fakir miskin, orang-orang sakit. Orang tua yang pikun, para pejuang Islam, silemah dan orang-orang yang kesusahan. Yang diajarkan Nabi Muhammad sebagai teladan umat Islam agar terus bertanggung jawab.

E.   Hati Nurani
Hati nurani atau instusi merupakan tempat dimana manusia dapat memperoleh saluran ilham pada manusia. Hati nuraani ini diyakini selalu cenderung kepada kebaikan dan tidak suka kepada keburukan. Atas dasar inilah muncul aliran atau pemahaman intuisisme, yaitu paham yang mengatakan paham bahwa perbuatan yang baik adalah perbuatan yang sesuai dengan kata hati, sedangkan perbuatan yang buruk adalah perbuatan yang tidak sejalan dengan kata hati atau hati nurani, sebagaiman hal ini telah diuraikan panjang lebar diatas.
Karena sifat demikian itu hati nurani harus menjadi salah satu dasar pertimbangan dalam melaksanakan kebebasan yang tidak menyalahi atau membelenggu hati nuraninya, karena kebebasan yang demikian pada hakikatnya adalah kebebasan yang merugikan secara moral.
Dalam jiwa manusia dirasakan ada sesuatu kekuatan yang berfungsi untuk memperingatkan, mencegah dari perbuatan yang buruk. Sebaliknya kekuatan tersebut mendorong terhadap perbutan yang baik. Ada perasaan yang tidak senang jika mengerjakan sesuatu karena tidak tunduk kepada kekuatan ini. Apabila perbuatan jahat, kekuatan tersebut memarahinya dan merasa menyesal atas perbuatan itu. Kekuatan tersebut adalah hati nurani.
Hati nurani timbul dari hati yang paling dalam. Perintah seseorang untuk melakukan kewajiban dan jangan sampai menyalahinya. Contohnya melihat seseorang jatuh dijalan, saat itu tidak ada orang, maka hati nurani berkata biarlah saya tolong, hati nurani menimbulkan seketika itu.
Ciri-ciri hati nurani adalah sebagai berikut:
1.       Apabila kekutan mengiringi suatu perbuatan, dapat memberi petunjuk dan membimbing dari kemsiatan.
2.       Apabila kekuatan mengiringi suatu perbuatan, dapat mendorongnya untuk menyempurnkan perbuatan yang baik dan menahan perbuatan yang buruk.
3.       Apabila kekuatan menyusul setelah perbuatan dapat merasa gembira dan senang. Jika berbuat kesalah dia sakit dan pilu, karena keselahan itu.
Hati nurani menyuruh melakukan kewajiban, bukan karena balasan dan siksaan tetapi lebih disebabkan oleh persaan dalam batin. Hati nurani mempunyai tingkat yaitu:

1.   Perasaan melakukan kewajiban karena ibadah kepada Allah.
2.   Perasaan mengharuskan mengikutinya apa yang telah diperintahkan.
3.   Perasaan yang seharusnya mengikuti apa yang dipandang dirinya benar.
4.   Perasaan melakukan kewajiban karena takut kepada Allah bukan pada manusia atau yang lainnya.
Hati nurani setiap orang berbeda-beda. Hal ini disbabkan sebagai faktor-faktor tersebut adalah
1.   Faktor masa lampau
Beradab-adab yang lalu perbudakan itu adalah hal yang biasa dan pergunakan sebagai pemuas nafsu adalah yang sangat lurah. Namun sekarng, dimanapun di dunia ini mencela dan mengecamnya. Ini bahwasanya hati nurani orang dahulu tidaklah sebaik hati orang zaman sekarang. Pada zaman iu hati nurani mereka tidak peka, tidak tanggap dan menyalahi fitrah manusia.
2.   Faktor perbedaan waktu
Terkadang ia menyaksikan sesuatu yang baik di dalam suatu waktu sehingga bila meningkat dikiranya ia melihatnya buruk dan begitu sebaliknya. Misalnaya seseorang selalu berselisih dengan tetangganya. Ada saja yang diperdebatkan, sebenarnya bisa diselesaikan dengan damai. Namun, setahun berikutnya mereka jarang berkelahi. Mereka menyadari bahwa perselisihan itu tidak baik.
Hati nurani itu kadang salah, namun ia begitu tidak disalahkan apabila nanti terlihat perbuatannya meragukan segala perbuatannya merugikan segala perbuatan diberi hukum baik dan buruknya karena melihat kepada hasil atau buah dari perbuatan tersebut.
Seorang presiden belum tentu memiliki hati nurani bila dibandingkan dengan seorang rakyat kecil. Misalnya peresiden Amerika Serikat J.W. Bus atau Tony Blair yang tampak tidak memiliki hati nurani. Mereka mengobrak-abrik Irak dan Negara Islam dengan berbagai alasan yang dibuat-buat. Amerika Serikat boleh memilki kecerdasan, kekayaan, dan kekuasaan namun tidak ada hebatnya dengan hati nurani.
Para Yahudi Israel yang selalu mengusik dan memusuhi umat Islam dan mereka melakukan pembantaian, penganiayaan, di berbagai Negara Islam. Dengan dalil teroris, padahal kenyataannya justru mereka itulah yang sebagai teroris dunia nyata. Mereka adalah contoh manusia yang tidak memiliki atau mempergunakan hati nuraninya. Hati nurani mendorong kepada kebaikan dan setiap manusia memakluminya. Timbul pertanyaan mengapa masih ada juga orang-orang jahat seperti pembunuh, penjahat, pezina, dan lainnya? 
Karena tidak semua orang menyadari keberadaan hati nuraninya dan pada saat mereka menyadarinya mereka enggan mengikutinya. Setelah terjadi hal buruk barulah mereka menyesal. Penyesalan tidak akan datang sebelum terjadi. Banyak orang yang tiga atau empat kali keluar dari penjara baru menyesal.
Sebagai seorang muslim yang beriman dan bertakwa, wajib mempergunakan kal, pikiran dan hati nurani seorang muslim harus mampu membedakan mana yang merupakan hati nurani dan mana yang merupakan bisika setan yang terkutuk. Untuk bisa membedakannya harus disadari keberadaanya, didalam diri dan mempergunakannya. Apabila setiap manusia menggunakan hati nuraninya dipadukan dengan akal dan pikiran, maka dunia ini kana man, tentram, makmur. Tidak ada lagi kemaksiatan yang merajalela.

F.   Hubungan Kebebasan, Tanggung Jawab Dan Hati Nurani
Pada uraian terdahulu telah disinngung bahwa suatu perbuatan baru dapat dikategorikan sebagai perbuatan akhlak dan perbuatan yang dapat dinilai berakhlak, bukan paksaan dan bukan pila dibuat-buat dan dilakukan denga tulus dan ikhlas. Untuk mewujudkan perbuatan akhlak yang ciri-cirinya demikian baru bisa terjadi apabila orang yang melakukannya memiliki kebebasan atau kehendak yang timbul dari dalam dirinya sendiri. Dengan demikian perbuatan yang berakhlak itu adalah perbuatan yang dilakukan dengan sengaja secara bebas. Disini letak hubungan antara kebebasan dan perbuatan akhlak.
Selanjutnya perbuatan akhlak juga harus dilakukan atas kemauan diri sendiri dan bukan paksaan. Perbuatan yang seperti inilah yang dapat dimintakan pertanggungjawabannya dari orang yang melakukannya. Disinilah letak hubungan antara tanggung jawab dengan akhlak.
Dalam pada itu perbuatan akhlak juga harus muncul dari keikhlasan hati yang melakukannya, dan dapat dipertanggung jawabkan kepada hati sanubari, maka hubungan akhlak dengan kata hati menjadi demikian penting.
Dengan demikian, masalah kebebasan, tanggung jawab dan hati nurani adalah merupakan faktor dominan yang menentukan suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai perbuatan akhlaki. Disinilah letak hubungan fungsional antara kebebasan, tanggung jawab dan hati nurani dengan akhlak. Karenanya dalam membahas akhlak seseorang tidak dapat meninggalkan pembahasan mengenai  kebebasan, tanggung jawab dan hati nurani.
Suatu perbuatan baru dikatakan perbuatan yang akhlaki apabila perbuatan tersebut dilakukan atas kesadaran sendiri dengan tulus ikhlas, bukan paksaan ataupun dibuat-buat. Dengan demikian perbuatan yang berakhlak itu adalah perbuatan yang dilakukan secara sengaja dan bebas. Inilah hubungan antara akhlak dengan kebebsan. Selanjutnya perbuatan akhlak dilakukan atas kesadaran diri sendiri tanpa adanya paksaan. Perbuatan yang demikian dapat dimintai pertangung jawaban dari orang yang melakukannya. Disini letak hubungan antara tanggung jawab dengan akhlak.[8]
Perbuatan akhlaki haruslah muncul dari dalam lubuk hati sehingga keikhlasan hatilah yang dapat melakukannya sehingga dapat dipertanggung jawabkan kepada hati sanubari. Maka hubungan akhlak dan kata hati/ hati nurani muncul. Dengan demikian masalah kebebasan, tanggung jawab dan hati nurani merupakan faktor penting dalam menentukan suatu perbuatan dikatakan akhlaki.

G.  Kesimpulan
Sekalipun manusia dalam perkembangan selanjutnya menjadi berbagai bangsa, memiliki berbagai bahasa, mempunyai warna berbeda, dan agama berlainan, mereka pada hakiktnya berasal dari sumber yang satu. Musli adalah bersaudara mempunyai kedudukan yang sama. kalaupun ada perbedaan diantara itu adalah ketakwaan, perbuatan baiknya, tinggi rendah moralnya dan bagaimana ia mnggunakan hati nuraninya.
Karena manusia adalah bersaudara yang saling mengasihi, sama derajatnya, tidak boleh diperbudak oleh manusia. Manusia dalam Islam adalah bebas. Bebas dalam kemauan dan perbuatan, bebas dari paksaan orang lain dan bebas dari pemilikan orang lain, bebas dari eksploitas orang lain dan bebas dari pemilikan orang lain. Manusia dalam Islam hanyalalah milik Allah, hamba Allah dan tidak boleh menjadi hamba selainnya. Sejalan dengan ajaran kebebasan, dalam Islam terdapat ajaran tidak ada paksaan dalam agama. Dari ajaran dasar persamaan , persaudaraan, dan kebebasan,akan timbul hak dan kewajiban.
Di dalam ajaran Islam, individu tidak berada  diatas masyarakat dan masyarakat tidak pula boleh merugikan individu. Kepentingan keduanya harus seimbang. Kepentingan individi tidak boleh diabaikan tetapi kepentingan masyarakat tidak pila boleh kepentingan individu.
Kebebasan mempunyai batas. Kebebasan megeluarkan pendapat tidak boleh melanggar kepentingan umum. Kebebasan mengumpulkan harta tidak boleh merugikan masyarakat. Kebebasan mengelola tidak boleh membawa kerusakan.
Begitu pula dengan hak dan kewajiban, kelihatannya terdapat perbedaan besar antara kebebasan dengan yang hak yang berkembang. Hak dapat timbul karena adanya kewajiban, begitu pila kewajiban. Sesuatu yang menjadi kewajiban seseorang menjadi hak bagi orang lain. Sesatu yang menjadi hak bagi orang lain merupakan kewajiban bagi seseorang.
Pada hakikatnya, hak iu hanyalah milik Allah, manusia sebagai makhluk Allah hanyalah berkewajiban melaksanakan perintah. Antara hak dan kewajiban terdapat beberapa perbedaan. Manusi sebagai makhluk social bertanggung jawab terhadap semua perbuatannya, baik di dunia maupun di akhirat. Sebagai seorang muslim perbuatan yang tidak dapat dicegah dengan mendalami ilmu pengetahuan keagamaan dan mengamalkannya.




   

DAFTAR PUTAKA
Abdul Nata, Akhlak Tasauf Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2012
Yatimin Abdullah, Studi Akhlak Dalam Perspektif Al- Qur’an Pekan Baru: 2006
Musthafa, Akhlak Tasauf  Bandung: Pustaka Setia, 1995

Mohammad Daud, Islam Untuk Disiplin Hukum, Sosial dan Politik, Jakarta: Dirbinpetra Islam Depag RI, 1986
                                    
Taufik Rahman Dhoriri, sosiologi 2, Jakarta: Yudistira, 2002

Dorothy Pickles, pengantar ilmu politik, Edisi bahasa Inndonesia, Jakarta: Rineka Cipta: 1991

Zahruddin, pengantar studi Akhlak, Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2004
     








[1] Abdul Nata, Akhlak Tasauf (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2012) hlm. 129
[2] Yatimin Abdullah, Studi Akhlak Dalam Perspektif Al- Qur’an (Pekan Baru: 2006) hlm. 101
[3] Musthafa, Akhlak Tasauf ( Bandung: Pustaka Setia, 1995) hlm. 114
[4] Mohammad Daud, Islam Untuk Disiplin Hukum, Sosial dan Politik, (Jakarta: Dirbinpetra Islam Depag RI, 1986) hlm. 60
[5]Ibid, hlm. 60
[6] Taufik Rahman Dhoriri, sosiologi 2, (Jakarta:Yudistira, 2002) hlm. 67
[7] Dorothy Pickles, Pengantar Ilmu Politik, Edisi Bahasa Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991) hlm. 210
[8] Zahruddin, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004) hlm. 132

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH MODEL PEMBELAJARAN

MAKALAH LANDASAN PENDIDIKAN

MAKALAH STRATEGI KEWIRAUSAHAAN