PENDIDIKAN LOGIKA DALAM HADITS
A. PENDAHULUAN
Pendidikan logika tidak mengajar kan manusia untuk
berpikir, karena semua manusia telah allah swt ciptakan dengan memiliki potensi
serta kemampuan untuk berpikir. Pendidikan
logika ialah ilmu yang tentang aturan-aturan agar manusia dapat berpikir
dengan benar. Dengan kata lain, pendidikan logika ialah berupa aturan-aturan
logika yang menjadi tolak ukur dan sarana penilaian pada saat kita ingin
berpikir dan berargumentasi dalam obyek-obyek keilmuan dan filsafat.
Pendidikan
akal (rasio) adalah membentuk pola pikir anak terhadap segala sesuatu yang
bermanfaat, baik berupa ilmu syar‟i, kebudayaan, ilmu modern, kesadaran,
pemikiran, dan peradaban.Sehingga akal anak menjadi matang secara pemikiran dan
terbentuk secara ilmu dan kebudayaan. Dalam konsep pendidikan, akal dan
intelektual perlu dikembangkan, mendidik akal melalui kurikulum yang tersistem,
agar ia mampu mengembangkan potensi akalnya ke jenjang yang lebih tinggi, yang
pada gilirannya akan menjadi manusia cerdas, pintar dan kreatif.
B. PEMBAHASAN
1. Pengertian pendidikan dalam hadist
Kata
pendidikan pada awalnya berasal dari bahasa Yunani, paedagogie yang terdiri
atas dua kata, paes dan ago. Kata paes
berarti anak, dan kata ago berarti aku membimbing. Dengan demikian, pendidikan
secara etimologis selalu dihubungkan dengan kegiatan bimbingan terutama kepada
anak, karena anak yang menjadi objek didikan. Selanjutnya, kata pendidikan
dalam bahasa Inggris disebut dengan education
dan dalam bahasa Arab ditemukan penyebutannya dalam tiga kata, yakni
al-tarbiyah, al-ta’līm, dan al-ta’dīb yang secara etimologis kesemuanya bisa
berarti bimbingan dan pengarahan.
Mengenai
kata al-ta’līm menurut Abd. al-Fattah, adalah lebih universal dibandingkan
dengan al-tarbiyah dengan alasan bahwa al-ta’līm berhubungan dengan pemberian
bekal. pengetahuan. Pengetahuan ini dalam Islam dinilai sesuatu yang memiliki
kedudukan yang sangat tinggi. Selain
itu, al-Attās justru menyatakan bahwa al-tarbiyah terlalu luas pengertiannya,
tidak hanya tertuju pada pendidikan manusia, tetapi juga mencakup pendidikan
untuk hewan sehingga dia lebih memilih penggunaan kata al-ta’dīb karena kata
ini menurutnya, terbatas pada manusia.
Berkaitan dengan uraian-uraian yang telah
dikemukakan, dan dengan merujuk pada makna dasar term-term pendidikan tersebut,
penulis merumuskan bahwa kata al-ta’dīb lebih mengacu pada aspek pendidikan
moralitas (adab); sementara kata al-ta’līm lebih mengacu pada aspek intelektual
(pengetahuan); sedangkan kata tarbiyah, lebih mengacu pada pengertian
bimbingan, pemeliharaan, arahan, penjagaan, dan pembentukan kepribadian. Karena
itu, term yang terakhir ini, kelihatannya menunjuk pada arti yang lebih luas,
karena di samping mencakup ilmu pengetahuan dan adab, juga mencakup aspek-aspek
lain, yakni pewarisan peradaban, sebagaimana yang dikatakan Ahmad Fu’ad
al-Ahwaniy.
أن الرتبية عبارة عن نقل احلضارة من جيل إىل جيل
Pada dasarnya, istilah al-tarbiyah
mengandung makna pewarisan peradaban dari generasi ke generasi. Lebih lanjut,
Muhammad al-Abrāsy menyatakan bahwa al-tarbiyah mengandung makna kemajuan yang
terus menerus menjadikan seseorang dapat hidup dengan berilmu pengetahuan
berakhlak mulia, mempunyai jasmani yang sehat, dan akal cerdas. Dengan demikian, kata tarbiyah lebih cocok
digunakan dalam mengkonotasikan pendidikan menurut ajaran Islam.
2. Pengertian logika
Logika merupakan cabang filsafat yang bersifat praktis berpangkal pada
penalaran, dan sekaligus juga sebagai dasar filsafat dan sebagai sarana ilmu.
Dengan fungsi sebagai dasar filsafat dan sarana ilmu karena logika merupakan
“jembatan penghubung” antara filsafat dan ilmu, yang secara terminologis logika
didefinisikan: Teori tentang penyimpulan yang sah. Penyimpulan pada dasarnya
bertitik tolak dari suatu pangkal-pikir tertentu, yang kemudian ditarik suatu
kesimpulan.
لكل شيء معدن ومعدن التقوى قلوب العاقلين
“Segala
sesuatu memiliki tambang dan tambang takwa didapat pada hati orang
yang berpikir .”
Penyimpulan yang sah, artinya sesuai dengan pertimbangan akal dan runtut
sehingga dapat dilacak kembali yang sekaligus juga benar, yang berarti dituntut
kebenaran bentuk sesuai dengan isi. Logika sebagai teori penyimpulan,
berlandaskan pada suatu konsep yang dinyatakan dalam bentuk kata atau istilah,
dan dapat diungkapkan dalam bentuk himpunan sehingga setiap konsep mempunyai
himpunan, mempunyai keluasan.
لما خلق الله العقل قال له
أقبل فأقبل ثم قال له أدبر فأدبر فقال ما خلقت خلقا أكرم علي منك بك آخذ وبك أعطي
“Tatkala Allah
menciptakan akal, Allah menyerunya, “Mari sini.” Ia pun memenuhi seruan
tersebut. Lantas dikatakan lagi padanya, “Baliklah”. Ia lantas balik. Tidak ada satu makhluk pun yang diciptakan yang lebih mulia darimu
(dari akal). Karenamu diambil dan karenamu diberi.”
3. Pengertian pendidikan logika dalam hadist
Pendidikan dalam Undang-undang No.20 Tahun 2003, tentang Sistem
Pendidikan Nasional, diartikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara.
Menurut Omar Muhammad al-Toumy al-Syibani
pendidikan adalah proses mengubah tingkah laku individu, pada kehidupan
pribadi, masyarakat, dan alam sekitarnya, dengan cara pengajaran sebagai suatu
aktivitas asasi dan sebagai profesi di antara profesi-profesi asasi dalam
masyarakat. Sedangkan akal, berasal dari bahasa Arab „aqala „aqlan(عقل عقال) yang
artinya akal pikiran.
Dari
pengertian ini kemudian dihubungkan bahwa akal adalah daya yang terdapat dalam
diri manusia yang dapat menahan atau mengikat pemiliknya dari perbuatan buruk
atau jahat. Dalam kitab al-Tarbiyah alaqliyah menyebutkan:
Ketahuilah kiranya, bahwa ini sebahagian dari ilmu mukasyafah. Maka tidak layak
diterangkan dengan ilmu mu'amalah. Dan maksud kami sekarang menerangkan ilmu
mu'amalah. Dari Anas ra. bahwa dia menerangkan : "Suatu
rombongan memujikan seorang laki-laki di sisi Nabi saw. dengan bersangatan
sekali. Lalu Nabi menegur : "Bagaimanakah akal orang
itu?". Menjawab rombongan tadi : "Kami menerangkan kepada
engkau, tentang kesungguhannya pada beribadah dan bermacam-macam kebajikan
lain. Dan engkau menanyakan kami tentang akal?
Maka menjawab Nabi saw. :
إن
الأحمق يصيب بجهله أكثر من فجور الفاجر وإنما يرتفع العباد غدا في الدرجات الزلفى
من ربهم على قدر عقولهم
"Sesungguhnya orang bebal itu memperoleh lebih banyak dengan
kebodohannya daripada kedhaliman orang yang dholim. Sesunguhnya pada hari esok,
terangkatlah hamba Allah itu ke tingkat tinggi pada sisi Tuhannya menurut
tingkat akal pikirannya".
Dari Umar ra. bahwa Nabi saw. bersabda :
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : ما
اكتسب رجل مثل فضل عقل يهدي صاحبه إلى هدى ويرده عن ردى وما تم إيمان
عبد ولا استقام دينه حتى يكمل عقله
(Maktasaba rajulun
mitsla fadlli 'aqlin yahdii shaahibahu ilaa hudan wa yarudduhu 'an radan wa maa
tamma iimaanu 'abdin wa lasta-qaama diinuhu hattaa yakmula
'aqluhu). Artinya : "Tidak adalah usaha seseorang seperti
keutamaan akal, yang memberi petunjuk kepada yang empunya akal itu kepada
petunjuk dan menarikkannya dari jalan yang hina. Tidak sempurnalah iman
seseorang dan tidak berdiri tegak agamanya sebelum akalnya itu sempurna". )
Pendidikan
akal (rasio) adalah membentuk pola pikir anak terhadap segala sesuatu yang
bermanfaat, baik berupa ilmu syar‟i, kebudayaan, ilmu modern, kesadaran,
pemikiran, dan peradaban.Sehingga akal anak menjadi matang secara pemikiran dan
terbentuk secara ilmu dan kebudayaan.
Dalam konsep pendidikan, akal dan intelektual perlu dikembangkan,
mendidik akal melalui kurikulum yang tersistem, agar ia mampu mengembangkan
potensi akalnya ke jenjang yang lebih tinggi, yang pada gilirannya akan menjadi
manusia cerdas, pintar dan kreatif.
Mendidik akal adalah mengaktualisasikan
potensi dasarnya. Potensi yang sudah ada sejak lahir, berkembang menjadi akal
yang baik bahkan sebaliknya sesuai pendidikan yang didapatnya.Akal yang telah
teraktualkan melalui pendidikan dapat didayagunakan untuk kepentingan
kemanfaatan kemanusiaan baik berupa agama, pengetahuan, kebudayaan, peradaban
dan lain sebagainya.
4. Tujuan Pendidikan Logika
Tujuan
pendidikan pada dasarnya sama dengan tujuan manusia. Manusia menginginkan semua
manusia, termasuk anak keturunannya menjadi manusia yang baik. Sekarang ini,
pendidikan menjadi alat mobilisasi sosial ekonomi individu atau Negara.Dominasi
sikap yang seperti ini dalam dunia pendididkan telah melahirkan patologi
psiko-sosial, terutama di kalangan peserta didik dan orangtua, yang terkenal
dengan sebutan penyakit diploma (diploma disease), yaitu usaha dalam meraih
suatu gelar pendidikan bukan karena kepentingan pendidikan itu sendiri,
melainkan karena nilai-nilai ekonomi dan sosial.
Tercapainya tujuan pendidikan akal atau
pengembangan intelektual tergantung pada kesadaran dan kesediaan para pencari
ilmu, seharusnya dengan bukti dan fakta yang relevan yang dipelajari member
pemahaman yang lebih baik.
Dirawikan Dawud bin AI Majar dari Abi Hurairah.
Bersabda Nabi saw. :
أول ما خلق الله العقل فقال له أقبل فأقبل ثم قال له أدبر فأدبر ثم قال
الله عز وجل وعزتي وجلالي ما خلقت خلقا أكرم على منك بك آخذ وبك أعطي وبك أثيب وبك
أعاقب
"Yang mula pertama dijadikan oleh Allah, ialah
akal.
Maka berfirman Allah kepadanya :
"Menghadaplah!". Lalu menghadaplah dia. Kemudian Allah berfirman
kepada akal : "Membelakang-lah?'. Lalu membelakanglah dia. Kemudian
berfirman Allah Ta'ala : "Demi kemuliaanKu dan demi kebesaranKu! Tidak Aku
jadikan suatu makhlukpun yang lebih mulia pada sisiKu selain engkau. Dengan
engkau Aku mengambil, dengan engkau Aku memberi,dengan engkau Aku memberi
pahala dan dengan engkau Aku memberi siksaan".
C. KESIMPULAN
Pendidikan akal (rasio) adalah membentuk pola pikir
anak terhadap segala sesuatu yang bermanfaat, baik berupa ilmu syar‟i,
kebudayaan, ilmu modern, kesadaran, pemikiran, dan peradaban.Sehingga akal anak
menjadi matang secara pemikiran dan terbentuk secara ilmu dan kebudayaan. Dalam konsep pendidikan, akal dan intelektual
perlu dikembangkan, mendidik akal melalui kurikulum yang tersistem, agar ia
mampu mengembangkan potensi akalnya ke jenjang yang lebih tinggi, yang pada
gilirannya akan menjadi manusia cerdas, pintar dan kreatif.
Mendidik akal adalah mengaktualisasikan potensi
dasarnya. Potensi yang sudah ada sejak lahir, berkembang menjadi akal yang baik
bahkan sebaliknya sesuai pendidikan yang didapatnya.Akal yang telah
teraktualkan melalui pendidikan dapat didayagunakan untuk kepentingan kemanfaatan
kemanusiaan baik berupa agama, pengetahuan, kebudayaan, peradaban dan lain
sebagainya.
DAFTAR
PUSTAKA
Ali Nashif, Syekh Manshur. Materi
Pokok-Pokok Hadist Rasulullah SAW Jilid 5. Bandung: Sinar Baru Algesindo
Offset, 1996.
Komentar
Posting Komentar