MAKALAH RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM

RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM By. Retno, dkk. A.       PENDAHULUA N   a.         Latar Belakang Bimbingan dan konseling merupakan kegiatan yang bersumber pada kehidupanmanusia. Kenyataan menunjukkan bahwa manusia di dalam kehidupannya selalu menghadapi persoalan-persoalan yang silih berganti. Persoalan yang satu dapat diatasi, persoalan yanglain muncul, demikian seterusnya. Manusia tidak sama satu dengan yang lain, baik dalamsifat maupun kemampuannya. Ada manusia yang danggup mampu mengatasi persoalan tanpa bantuan dari pihak lain, tetapi tidak sedikit manusia yang tidak mampu mengatasi persoalan bila tidak dibanntu orang lain, maka dari inilah bimbingan konseling dibutuhkan. Bimbingan dan konseling merupakan salah satu komponen dari pendidikan.Mengingat bahwa bimbingan dan konseling adalah suatu kegiatan bantuan dan tuntunan yangdiberikan kepada individu pada umumnya, dan siswa pada khususnya di sekol...

MAKALAH TATA KELOLA PEMERINTAHAN YANG BAIK DAN BERSIH (Good and Clean Governence).


BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
INDONESIA di tengah dinamika perkembangan global maupun nasional, saat ini menghadapi berbagai tantangan yang membutuhkan perhatian serius semua pihak. Istilah good and clean governence merupakan wacana yang mengiringi gerakan reformasi. Wacana good and clean governence sering kali dikaitkan dengan tuntutan akan pengelolaan pemerintahan yang profesional, akuntabel, dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
Sebuah kritik terhadap pengelolaan pemerintahan orde baru yang sarat dengan KKN yang berakhir dengan krisis ekonomi berkepanjangan. Isu dan perdebatan good and clean governence merupakan bagian penting dari wacana umum demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani yang diusung oleh gerakan reformasi. Pemerintahan yang bersih dari (KKN) adalah bagian penting dari pembangunan demokrassi, HAM, dan Masyarakat Madani di Indonesia.
Pada pembahasan ini akan dibahas seputar pengertian, prinsip, dan unsur-unsur terkait dengan implementasi good and clean governence.

B.  Rumusan Masalah
1.   Bagaimana yang dimaksud Good And Clean Governence ?
2.   Apa prinsip-prinsip pokok Good And Clean Governence ?
3.   Bagaimana kebijakan pemerintah terkait dengan paradigma Good And Clean Governence ?

C.  Tujuan Masalah
1.   Untuk memahami Good And Clean Governence ?
2.   Untuk memahami prinsip-prinsip pokok Good And Clean Governence ?
3.   Untuk memahami kebijakan pemerintah terkait dengan paradigma Good And Clean Governence ?


BAB II
PEMBAHASAN

A.      PENGERTIAN GOOD AND CLEAN GOVERNENCE
Istilah good and clean governence merupakan wacana baru dalam kosa kata ilmu politik. Ia muncul pada awal 1990-an. Secara umum, istilah good and clean governence memiliki pengertian akan segala hal yang terkait dengan tindakan atau tingkah laku yang bersifat mengarahkan, mengendalikan, atau memengaruhi urusan publik untuk mewujudkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari.[1] Dalam konteks ini, pengertian good governence tidak sebatas pengelolaan lembaga pemerintah semata, tetapi menyangkut semua lembaga baik pemerintah maupun non pemerintah (lembaga swadaya masyarakat) dengan istilah good corporate. Bahkan, prinsip-prinsip good governence dapat pula diterapkan dalam pengelolaan lembaga sosial dan kemasyarakatan dari yang paling dsederhan hingga yang berskala besar, seperti arisan, pengajian, perkumpulan olahraga di tingkat rukun tetangga (RT), organisasi kelas, hingga organisasi di atasnya.
Di Indonesia, sebutan good governence dapat dipadankan dengan istilah pemerintahan yang baik, bersih, dan berwibawa. Pemerintahan yang baik adlah sikap dimana kekuasaan dilakukan oleh masyarakat yang di atur oleh berbagai tingkatan pemerintah negara yang berkaitan dengan sumber-sumber sosial, budaya, politik, serta ekonomi. Dalam praktiknya, pemerintahan yang bersih (good governence) adlah model pemerintahan yang efektif, efisien, jujur, transparan, dan bertanggung jawab.
Sejalan dengan prinsip di atas, pemerintah yang baik itu berarti baik dalam proses maupun pada hasil-hasilnya. Semua unsur dalam pemerintahan bisa bergerak secara sinergis, tidak saling berbenturan, dan memperoleh dukungan dari rakyat. Pemerintah juga bisa dikatakan baik jika pembangunan dapat dilakukan dengan biaya yang sangat minimal namun dengan hasil yang sangat maksimal. Faktor lain yang tak kalah penting, suatu pemerintahn dapat dikatakan baik jika produktivitas bersinergi dengan peningkatan indikator kemampuan ekonomi rakyat, baik dalam asspek produktivitas, daya beli, maupun kesejahteraan spiritualitasnya.[2]
Untuk mencapai kondisi sosial ekonomi di atas, proses pembentukan pemerintahan yang berlangsung secara demokratis mutlak dilakukan. Sebagai sebuah paradikma pengelolaan lembaga negara, good and clean governence dapat terwujud secara maksimal jika ditopang oleh dua unsur yang saling terkait, negara dan Masyarakat Madani yang di dalamnya terdapat skor swasta. Negara dengan birograsi pemerintahannyadituntun untuk mengubah pola pelayanan publik dari perspektif birokrasi populis. Birokrasi populis adalah tata kelola pemerintahan yang berorientasi melayani dan berpihak pada kepentingan masyarakat.
Pada saat yang sama, sebagai komponen diluar birokrasi negara, sektor swasta ( corporate sectors) harus pula bertanggung jawab dalam proses pengelolaan sumber daya alam dan perumusan kebijakan publik dengan menjadikan massyarakat sebagai mitra strategis. Dalam hal ini, sebagai bagian dari pelaksanaan good and clean governence, dunia usaha berkewajiban untuk memiliki tanggung jawab sosial (corporate social responsibility/CSR), yakni dalam bentuk kebijakan sosial perusahaan yang bertanggung jawab langsung dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat dimana suatu perusahan beroperasi. Bentuk tanggung jawab sosial (CSR) ini dapat diwujudkan dalam program-program pengembangan masyarakat (community empowerment) dan pelestarian lingkungan hidup.

B.      PRINSIP-PRINSIP POKOK GOOD AND CLEAN GOVERNENCE
Untuk merealisasikan pemerintahan yang profesional dan akuntabel yang berstandar pada prinsip-prinsip good governence, Lembaga Administrasi Negara (LAN) merumuskan sembilan aspek fundamental (asas) dalam good governence yang harus diperhatikan, yaitu:

1.   Partisipasi (participation)
Asa partisipasi adalah bentuk keikutsertaan warga masyarakat dalam pengambilan keputusan, baik langsung maupun melalui lembaga perwakilan yang sah yang mewakili kepentingan mereka. Bentuk partisipassi menyeluruh ini dibangun berdasarkan prinsip demokrasi yakni kebebasan berkumpul dan mengungkapkan pendapat secara konstruktif. Untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam seluruh aspek pembangunan, termasuk dalam sektor-sektor kehidupan sosial lainnya selain kegiatan politik, maka regulasi birokrasi harus diminimalisasi.[3]
Paradigma birograssi sebagai pusat pelayanan publik seyogianya di ikuti dengan deregulasi berbagai aturan, sehingga proses sebuah usaha dapat dilakukan dengan efektif dan efisien. Efisien pelayanan publik meliputi pelayanan yang tepat waktu dengan biaya murah. Paradigma ini tentu saja menghajadkan perubahan orientasi birokrasi dari yang dilayani menjadi birokrasi yang melayani.
2.   Penegakan Hukum (rule of  law)
Asas penegakan hukum adalah pengelolaan pemerintahan yang profesional harus di dukung oleh penegakan hukum yang berwibawa.[4] Tanpa di topang oleh sebuah aturan hukum dan penegakan nya secara konsekuen, partisipasi publik dapat berubah menjadi tindakan publik yang anarkis. Publik membutuhkan ketegasan dan kepastian hukum. Tanpa kepastian dan aturan hukum, proses politik tidak akan berjalan dan tertata dengan baik.
Sehubungan dengan hal tersebut, realisasi wujud good and clean governence, harus di imbangi dengan komitmen pemerintah untuk menegakkan hukum yang mengandung unsur-unsur sebagai berikut:
a.       Supremasi hukum (supremacy of law), yakni setiap tindakan unsur-unsur kekuasaan negara, dan peluang partisipasi masyarakat dalam kehidupan berbangsan dan bernegara di dasarkan pada hukum dan aturan yang jelas dan tegas, dan dijam,in pelaksanaannya secara benar serta independen. Supremasi hukum akan menjamin tidak terjadinya tindakan pemetintah atas dasardi skresi (tindakan sepihak berdasarkan pada kewenangan yang dimilikinya).
b.       Kepastian hukum (legal certainty), bahwa setiap kehidupan berbangsa dan bernegara di atur oleh hukum yang jelas dan pasti, tidak duplikatif dan tidaj bertentangan antara satu dengan lainnya.[5]
c.       Hukum yang responsif, yakni aturan-aturan hukum disusunberdasarkan aspirasi masyarakat luas, dan mampu mengakomodasi berbagai kebutuhan publik secara adil.
d.       Penegakan hukum yang konsisten dan nondiskripsiminatif, yakni penegakan hukum berlaku untuk semua orang tanpa pandang bulu. Untuk itu, dioerlukan penegak hukum yang memiliki integritas moral dan bertanggung jawab terhadap kebenaran hukum.
e.       Independensi peralihan, yakni peralihan yang independen bebas dari pengaruh penguasa atau kekuatan lainnya.

3.   Transparansi (transfarency)
Asas transparansi adalah unsur lain yang menopang terwujudnya good and clean governence. Akibat tidak adanya prinsip transparansi ini, menutut banyak ahli, Indonesian telah terjerembab ke dalam kubangan korupsi yany sangat parah. Untuk tidak mengulangi pengalaman masa lalu dalam pengelolaan kebijakan publik. Khususnya bidang ekonomi, pemerintah di semua tingkatan harus menerapkan prinsip transparansi dalam proses kebijakan publik. Hal ini mutlak dilakukan dalam rangka menghilangkan budaya korupsi dikalangan pelaksana pemerintahan baik pusat maupun yang dibawahnya.
Dalam pengelolaan negara terdapat delapan unsur yang harus dilakukan secara transparan, yaitu:
a.   Penetapan posisi, jabatan, atau kedudukan
b.   Kekayaan pejabat publik
c.   Pemberian penghargaan
d.   Penetapan kebijakan yang terkait dengan pencerahan kehidupan
e.   Kesehatan
f.    Moralitas para pejabat dan aparatur pelayanan publik
g.   Keamanan dan ketertiban
h.   Kebijakan strategis untuk pencerahan kehidupan masyarakat
Dalam hal penetapan posisi jabatan publik harus dilakukan melalui mekanisme test and proper test (uji kelayakan) yang dilakukan oleh lembaga-lembaga independen. Uji kelayakan dilakukan oleh lembaga legislatif maupun komosi independen, seperti komisi yudisial, kepolisian, dan pajak.
4.   Responsif (responsiveness)
Asas responsif adalah dalam pelaksanaan prinsip-prinsip good and clean governence bahwa pemerintah harus tanggap terhadap persoalan-persoalan masyarakat. Pemerintah harus memahami kebutuhan masyarakat nya. Bukan menunggu mereka menyampaikan keinginan-keinginannya, tetapi pemerintah harus proaktif mempelajari dan menganalisis kebutuhan-kebutuahan masyarakat.
Sesuai dengan asas responsif, setiap unsur pemerintah harus memiliki dua etika, yakni etika individual dan sosial. Kualifikasi etika individul menuntun pelaksana birokrasi pemerintah agar memiliki kriteria kapabilitas dan loyalitas profesional. Adapun etik sosial menuntut mereka agar memiliki sensitivitas terhadap berbagai kebutuhan publik.
5.   Konsensus (consensus orientation)
Asas konsensus adalah bahwa keputusan apa pun harus dilakukan melalui proses musyawarah melalui konsensus. Cara pengambilan keputusan konsensus, selain dapat memuaskan semua pihak atau sebagian besar pihak, cara ini akan mengikat sebagian besar komponen yang bermusyawarah dan memiliki kekuatan memaksa (coersive power) terhadap semua yang terlibat untuk melaksanakan keputusan tersebut.
Sekalipun para pejabat pada tingkatan tertentu dapat mengambil kebijakan secara personal sesuai batas kewenangan, tetapi menyangkut kebijakan-kebijakan pentibng dan bersifat publik seyogianya diputuskan secara bersama dengan seluruh unsur terkait. Kebijakan individual hanya dapat dilakukan sebatas menyangkut teknis pelaksanaan kebijakan, sesuai batas kewenangan nya.
Paradigma ini perlu dikembangkan dalam konteks pelaksanaan pemerintahan, karena urusan yang mereka kelola adalah persoalan-persoalan publik yang harus dipertanggungjawabkan kepada rakyat. Semakin banyak yang terlibat  dalam proses pengambilan keputusan secara partisipatif, maka akan semakin banyak aspirasi dan kebutuhan masyarakat yang terwakili. Selain itu, semakin banyak yang melakukan pengawasan serta kontrol terhadap kebijakan-kebijakan umum, maka akan semakin tinggi tingkat kehati-hatiannya, dan akuntabilitas pelaksanaannya dapat semakin dipertanggungjawabkan.
6.   Kesetaraan (equity)
Asas kesetaraan (equity) adalah kesamaan dalam perlakuan dan pelayanan publik. Asas kesetaraan ini mengharuskan setiap pelaksanaan pemerintah untuk bersikap dan berperilaku adil dalam hal pelayanan publik tanpa mengenal perbedaan keyakinan, suku, jenis kelamin, dan kelas sosial.
7.   Efektivitas (effectiveness) dan efisiensi (eficiency)
Untuk menunjang asas-asas yang telah disebutkan di atas, pemerintahan yang baik dan bersih juga harus memenuhi kriteria efektif dan efisien, yakni berdaya guna dan berhasil guna. Kriteria efektivitas biasanya di ukur dengan parameter produk yang dapat menjangkau sebesar-besarnya kepentingan masyarakat dari berbagai kelompok dan lapisan sosial. Adapun, asas efisiensi umumnya di ukur dalam rasionalitas biaya pembangunan untuk memenuhi kebutuhan semua masyarakat. Semakin kecil biaya yang terpakai untuk kepentingan yang terbesar, maka pemerintahan tersebut termasuk dalam kategori pemerintahan yang efisien.
8.   Akuntabilitas (accountability)
Asas akuntabilitas adalah pertanggungjawaban pejabat publik terhadap masyarakat yang memberinya kewenangan untuk mengurusi kepentingan mereka. Setiap pejabat publik dituntut untuk mempertanggungjawabkan semua kebijakan, perbuatan, moral, maupun netralitas sikapnya terhadap masyarakat. Inilah yang dituntut dalam asas akuntabilitas dalam upaya menuju pemerintahan yang bersih dan berwibawa.
9.   Visi Strategis (strategic vision)
Visi strategis adalah pandangan-pandangan strategis untuk menghadapi masa yang akan datang. Kualifikasi ini menjadi penting dalam rangka realisasi good and clean governence.  Dengan kata lain kebijakan apa pun yang akan diambilsaat ini, harus diperhitungkan akibatnya pada sepuluh atau dua puluh tahun ke depan. Tidak sekedar memiliki agenda strategis untuk masa yang akan datang, seorang yang menempati jabatan publik atau lembaga profesional lainnya harus mempunyai kemampuan menganalisis persoalan dan tantangan yang akan dihadapi oleh lembaga yang dipimpin.

C.      GOOD AND CLEAN GOVERNENCE DAN KONTROL SOSIAL
Sejalan denga prinsip demokrasi, partisipasi masyarakat merupakan salah satu tujuan dan implementasi good and clean governence. Keterlibatan masyarakat dalam proses pengelolaan lembaga pemetintahan pada akhirnya akan melahirkan kontrol masyarakat akan berdampak pada tata pemerintahan yang baik, efektif, dan bebas dari KKN. Untuk mewujudkan pemerintahan yang baik dan bersih berdassarkan prinsip-prinsip pokok good and clean governence, setidaknya dapat dilakukan melalui pelaksanaan prioritas program, yakni:
1.   Penguatan fungsi dan peran lembaga perwakilan
Penguatan peran lembaga perwakilan rakyat, MPR, DPR, dan DPRD, mutlak dilakukan dalam rangka peningkatan fungsi mereka sebagai pengontrolan jalannya pemerintahan. Selain melakukan check and balance , lembaga legislatif harus mampu pula menyerap dan mengartikulasikan asspirasi masyarakat dalam bentuk usulan pembangunan yang berorientasi pada kepentingan masyarakat kepada lembaga-lembaga eksekutif.
Tidak sekedar menyuarakan kepentingan rakyat, peningkatan fungsi kontrol lembaga legislatif dapat dilakukan melalui keterlibatan setiap anggota legislatif untuk mengontrol dan mengawasi akuntabilitas pelaksanaan program pembangunan. Melalui kontrol lembaga legislatif diharapkan dapat terwujud pemerintahan yang bersih dan berwibawa.
2.   Kemandirian lembaga peradilan
Untuk meningkatkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa berdasarkan prinsip good and clean governence peningkatan profesionalitas aparat penegak hukumdan kemandirian peradilan mutlak dilakukan. Selain itu akuntabilitas aparat penegak hukum dan lembaga yudikatif juga menjadi pilar yang menentukan dalam penegakan asas dan perwujudan keadilan.
3.   Profesionalitas dan integritas aparatur pemerintahan
Perubahan paradigma aparatur negara dari birokrasi elitis menjadi birokrasi populis (pelayan rakyat) harus dibareng dengan peningkatan profesionalitas dan integritas moral jajaran birokrasi pemerintahan. Akuntabilitas jajaran birokrasi akan berdampak pada naiknyaakuntabilitas dan legitimasi birokrasi itu sendiri. Aparatur birokrasi yang mempunyai karakter tersebut dapat menjadikan pelayanan birokrasi secara cepat dan berkualitas secara efektif
4.   Penguatan partisipasi massyarakat madani
Peran aktif masyarakat dalam proses kebijakan publik pada dasarnya dijamin oleh prinsip-prinsip HAM. Masyarakat mempunyai hak atas informasi, hak untuk menyampaikan usulan, dan juga hak untuk menyampaikan usulan, dan juga hak untuk melakukan kritik terhadap berbagai kebijakan pemerintah. Kritik dapat dilakukan melalui lembaga-lembaga perwakilan, pers maupun dilakukan secara langsung melalui dialog-dialog terbuka dengan LSM, partai politik, organisasi massa, atau  institusi sosial lalinnya.
5.   Peningkata kesejahteraan rakyat dalam kerangka otonomi daerah
Pengelolaan pemerintahanyang bersih dan berwibawa dapat dilakukan disemua tingkatan, baik pusat maupun daerah. Untuk merealisasikan prinsip-prinsip good and clean governence, kebijakan otonomi daerah dapat dijadikan sebagai media transportasi perwujudan model pemerintahan yang menopang tumbuhnyakultur demokrasi di indonesia.
Lahirnya UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah memberikan wewenang pada daerah untuk melakukan pengelolaan dan memajukan masyarakat dalam politik, ekonomi, sosial dan budaya dalam kerangka menjaga keutuhan NKRI. Dengan pelaksanaan otonomi daerah tersebut, pencapaian tingkat kesejahteraan dapat diwujudkan secara lebih cepat yang pada akhirnya akan mendorong kemandirian masyarakat.

D.      KORUPSI PENGHAMBAT UTAMA TATA KELOLA PEMERINTAHAN YANG BAIK DAN BERSIH
Arus deras demokrasi di indonesia menghadapi kendala sangat serius yakni perilaku korup dikalangan penyelenggara negara, pegawai pemerintah maupun wakil rakyat. Hamppir setiap hari masyarakat di banjiri berita kasus-kasus penyalahgunaan kekuasaan melalui tindakan pencurian uang rakyat yang sangat memperihatinkan, partai politik dan dunia pendidikan pun ternyata tidak bebas dari praktik-praktik korupsi. Otonomi daerah yang selama ini dilakukan masih diwarnai oleh pengalihan tradisi korupsi di pusat pemerintahan ke daerah. Tindakan penyalahgunaan Aggaran pembanguna dan Biaya Daerah (APBD) yang dilakukan oleh pemerintah daerah (pemda)dan anggota legislatif (DPRD) tak kalah ramainya diberitakan oleh media massa. Pengawasan yang dilakukan oleh sejumlah lembaga, seperti Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKB) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) maupun Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), seakan belum cukup untuk mengikis tindakan korupsi di kalangan pejabat negara.
Menurut Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKB), korupsi merupakan tindakan yang merugikan kepentingan umum dan masyarakat luas demi keuntungan pribadi atau kelompok tertentu.[6] kasus-kasus korupsi indonesia tidaklah berdiri sendiri. Banyak kalangan korupsi kolektif banyak dilakukan para politisi disaat mereka melakukan dan menentukan anggaran pembanguna hingga penyelenggaran tender proyek dan pelaksanaan proyek pembangunan.
1.   Gerakan Anti Korupsi
JEREMY pope menawarkan strategi untuk memberantas korupsi yang mengedepankan kostrol kepada dua unsur paling berperan di dalam tindak korupsi. Pertama, peluang korupsi. Kedua, keinginan korupsi. Pada hakikatnya korupsi tidak bisa ditangkal hanya dengan satu cara. Penamggulangan korupsimharus dilakukan dengan pendekatan komperehensif, sistemis dan terus menerus. Penanggulangan anti korupsi dapat dilakukan antara lain dengan:
a.       Adanya political will dan Political action dari pejabat negara dan pimpinan lembaga pemerintah pada setiap satuan kerja organisasi untuk melakukan langkah proaktif pencegahan dan pemberantasan perilakudan tindak pidana korupsi. Tanpa kemauan pemerintah untuk memberantas korupsi di segala lini pemerintahan, kampanye pemberantasan korupsi hanya slogan kosong belaka.
b.       Penegakan hukum secara tegas dan berat. Proses eksekusi mati bagi koruptor di Cina, misalnya telah membuat sejumlah pejabat tinggi dan pengusaha di negeri ini jera untuk melakukan tindak korupsi. Hal yang sama terjadi pula di negara-negara maju di Asia, seperti Korea Selatan, Singapura, dan Jepang termasuk negara yang  tidak kenal kompromi dengan pelaku korupsi. Tindakan ini merupakan shock therapy untuk membuat tindakan korupsi berhenti.
c.       Membangun lembaga-lembaga yang mendukung upaya pencegahan korupsi, misalnya Komisi Ombudsman sebagai lembaga yang
d.       memeriksa pengaduan pelayanan administrasi publik yang buruk. Pada beberapa negara, mandat Ombudsman mencakup pemeriksaan dan inspeksi atas sistem administrasi pemerintahan dalam hal kemampuannya mencegah tindakan korupsi aparat birokrasi
e.       Membangun mekanisme penyelenggaraan pemerintahan yang menjamin terlaksananya praktik good and clean governence, baik di sektor pemerintahan, swasta, atau organisasi kemasyarakatan
f.        Memberikan pendidikan anti korupsi, baik melalui pendidikan formal maupun non formal. Dalam pendidikan formal, sejak pendidikan dasar sampai perguruan tinggi diajarkan bahwa nilai korupsi adalah bentul lain dari kejahatan.
g.       Gerakan agama anti korupsi, yaitu gerakan membangun kesadaran keagamaan dan mengembangkan spiritualitas anti korupsi.

E.       TATA KELOLA PEMERINTAHAN YANG BAIK DAN KINERJA BIROGRASI PELAYANAN PUBLIK
Pelayanan umum atau pelayanan publik adalah pemberian jasa baik oleh pemerintah, pihak swasta atas nama pemerintah ataupun pihak swasta kepada masyarakat, dengan atau tanpa pembayaran guna memenuhi kebutuhan dan/atau kepentingan masyarakat.[7] Dengan demikian yang bisa memberikan pelayanan publik kepada masyarakat luas bukan hanya instansi pemerintah, melainkan juga pihak swasta. Pelayanan publik yang dijalankan oleh instansi pemerintah bermotif sosial dan politik, yakni menjalankan tgas pokok serta mencari dukungan suara. Adapun, pelayanan publik oleh pihak swasta bermotif ekonomi, yakni mencari keuntungan.
Pelayanan publik kepada masyarakat bisa diberikan secara cuma-cuma ataupun diertai dengan pembayaran. Pelayanan publik yang bersifat cuma-cuma sebenarnya merupakan kompensasi dari pajak yang telah dibayar oleh masyarakat itu sendiri. Adapun, pemberian pelayanan publik yang disertai dengan penarikan bayaran, penentuan tarifnya di dasarkan pada harga pasar ataupun di dasarkan menurut harga yang paling terjangkau bukan berdasarkan ketentuan sepihak aparat atau instansi pemerintah. Dalam hal ini rasionalitas dan transparansi biaya pelayanan publik harus dijalankan oleh aparat pelayanan publik, demi tercapainya penerapan prinsip-prinsip good and clean governence.
Ada beberapa alasan mengapa pelayanan publik menjadi titik strategis untuk memulai pengembangan dan penerapan good and clean governence di indonesia. Pertama, Pelayanan publik selama ini menjadi area dimana negara yang diwakili pemerintah berintegrasi dengan lembaga nonpemerintah. Kedua, Pelayanan publik adalah wilayah dimana berbagai aspek good and clean governence bisa di artikulasikan secara lebih mudah. Ketiga, Pelayanan publik melibatkan kepentingan semua unsur governence, yaitu pemerintah, masyarakat, dan mekanisme pasar. Dengan demikian, pelayan publik menjadi titik pangkal efektifnya kinerja birograsi.
Kinerja birograsi adalah ukuran kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan dengan mempertimbangkan elemen-elemen indikator sebagai berikut:
1.       Indikator masukan adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar birokrasi mampu menghasilkan produknya, baik barang atau jasa, yang meliputi sumber daya manusia, informasi kebijakan dan sebagainya.[8]
2.       Indikator proses yaitu sesuatu yang berkaitan dengan proses pekerjaan berkaitan dengan pelaksanaan yang diharapkan langsung dicapai dari suatu kegiatan yang berupa fisik ataupun nonfisik.
3.       Indikator produk yaitu sesuatu yang diharapkan langsung dicapai dari suatu kegiatan yang berupa fisik ataupun nonfisik
4.       Indikator hasil adalah sesuatu yang mencerminkan berfungsinya produk kegiatan pada jangka menengah
5.       Indikator manfaat adalh sesuatu yang terkait dengan tujuan akhir dari pelaksanaan kegiatan
6.       Indikator dampak adalah pengaruh yang ditimbulkan, baik fositif maupun negatif pada setiap tingkatan indikator berdasarkan asumsi yang telah ditetapkan.
BAB III
KESIMPULAN
good and clean governence adalah pelaksanaan politik, ekonomi dan administrasi dalam mengelola masalah-masalah bangsa. Pelaksanaan kewenangan tersebut dapat dikatakan baik jika dilakukan efektif dan efisien, responsif terhadap kebutuhan rakyat, dalam suasana demokratis, akuntabel, serta transparan. Responsif terhadap kebutuhan rakyat, dalam suasana demokratis, akuntabel serta transparan. Prinsip-prinsip tersebut tidak hanya terbatas dilakukan dikalangan birokrasi pemerintahan, tetapi juga di sektor swasta dan lembaga-lembaga non pemerintahan. Untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa sesuai dengan cita-cita good and clean governence, seluruh mekanisme pengelolaan negara harus dilakukan secara terbuka. Mekanisme negara yang harus dilakukan secara transparan, yaitu:a. Penetapan posisi, jabatan, atau kedudukan, b. Kekayaan pejabat publik, c. Pemberian penghargaan, d. Penetapan kebijakan yang terkait dengan pencerahan kehidupan, e. Kesehatan, f. Moralitas para pejabat dan aparatur pelayanan publik, g. Keamanan dan ketertiban, h. Kebijakan strategis untuk pencerahan kehidupan masyarakat.
Kontrol masyarakat akan berdampak pada tata pemerintahan yang baik dan efektif dan bersih, bebas dari KKN. Untuk mewujudkan pemerintahan yang baik dan bersih berdasarkan prinsip-prinsip pokok good and clean governence, setidaknya dapat dilakukan melalui pelaksanaan prioritas program, yakni: a. Penguatan fungsi dan peran perwakilan, b. Kemandirian lembaga peradilan, c. Profesionalitas dan integritas aparatur pemerintahan, d. Penguatan partisipasi Masyarakat Madani, e. Peningkatan kesejahteraan rakyat dalam rangka otonomi daerah.





DAFTAR PUSTAKA
Bega Ragawino, Hukum Administrasi Negara (Yogyakarta: Universitas Pajajaran, 2006)
Dwiyanto dan Agus, Merwujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik (Yogyakarta; JICA-UGM Press, 2005)
Lembaga Administrasi Negara, Akuntabilitas dan good Governance (Jakarta; LAN, 2000)
Philipus M. Hadjon, Hukum Administrasi dan Tindak Pidana Korupsi (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2011)
Philipus M. Hadjon, Hukum Administrasi Dan Good Governence (Yogyakarta: Universitas Trisakti, 2010)
Ubaedillah dan Abdul Rozak, Pancasila, Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani (Jakarta; ICCE UIN Syarif Hidayatullah, 2003)



[1] Ubaedillah dan Abdul Rozak, Pancasila, Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani (Jakarta; ICCE UIN Syarif Hidayatullah, 2003), hlm. 198.
[2]Ibid., hlm. 199.
[3]  Lembaga Administrasi Negara, Akuntabilitas dan good Governance (Jakarta; LAN, 2000), hlm. 208
[4] Bega Ragawino, Hukum Administrasi Negara (Yogyakarta: Universitas Pajajaran, 2006), hlm. 103  
[5] Philipus M. Hadjon, Hukum Administrasi Dan Good Governence (Yogyakarta: Universitas Trisakti, 2010), hlm. 30.
[6] Philipus M. Hadjon, Hukum Administrasi dan Tindak Pidana Korupsi (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2011), hlm. 20
[7] Dwiyanto dan Agus, Merwujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik (Yogyakarta; JICA-UGM Press, 2005), hlm. 240.
[8] Ibid., hlm. 242

<script data-ad-client="ca-pub-3224888017981904" async src="https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js"></script>

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH MODEL PEMBELAJARAN

MAKALAH ILMU SOSIAL DASAR

MAKALAH ILMU AL-JARH WA AT-TA’DIL