BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
INDONESIA di tengah dinamika
perkembangan global maupun nasional, saat ini menghadapi berbagai tantangan
yang membutuhkan perhatian serius semua pihak. Istilah good and clean governence
merupakan wacana yang mengiringi gerakan reformasi. Wacana good and
clean governence sering kali dikaitkan dengan tuntutan akan pengelolaan
pemerintahan yang profesional, akuntabel, dan bebas dari korupsi, kolusi dan
nepotisme (KKN).
Sebuah kritik terhadap pengelolaan
pemerintahan orde baru yang sarat dengan KKN yang berakhir dengan krisis
ekonomi berkepanjangan. Isu dan perdebatan good and clean governence merupakan
bagian penting dari wacana umum demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani yang
diusung oleh gerakan reformasi. Pemerintahan yang bersih dari (KKN) adalah
bagian penting dari pembangunan demokrassi, HAM, dan Masyarakat Madani di
Indonesia.
Pada pembahasan ini akan dibahas seputar
pengertian, prinsip, dan unsur-unsur terkait dengan implementasi good and
clean governence.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana yang dimaksud Good And
Clean Governence ?
2. Apa prinsip-prinsip pokok Good And
Clean Governence ?
3. Bagaimana kebijakan pemerintah terkait
dengan paradigma Good And Clean Governence ?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk memahami Good And Clean Governence
?
2. Untuk memahami prinsip-prinsip pokok Good
And Clean Governence ?
3. Untuk memahami kebijakan pemerintah
terkait dengan paradigma Good And Clean Governence ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN GOOD AND CLEAN GOVERNENCE
Istilah good and clean governence merupakan
wacana baru dalam kosa kata ilmu politik. Ia muncul pada awal 1990-an. Secara
umum, istilah good and clean governence memiliki pengertian akan segala
hal yang terkait dengan tindakan atau tingkah laku yang bersifat mengarahkan,
mengendalikan, atau memengaruhi urusan publik untuk mewujudkan nilai-nilai
tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam konteks ini, pengertian good governence tidak sebatas pengelolaan
lembaga pemerintah semata, tetapi menyangkut semua lembaga baik pemerintah
maupun non pemerintah (lembaga swadaya masyarakat) dengan istilah good
corporate. Bahkan, prinsip-prinsip good governence dapat pula
diterapkan dalam pengelolaan lembaga sosial dan kemasyarakatan dari yang paling
dsederhan hingga yang berskala besar, seperti arisan, pengajian, perkumpulan
olahraga di tingkat rukun tetangga (RT), organisasi kelas, hingga organisasi di
atasnya.
Di Indonesia, sebutan good governence
dapat dipadankan dengan istilah pemerintahan yang baik, bersih, dan
berwibawa. Pemerintahan yang baik adlah sikap dimana kekuasaan dilakukan oleh
masyarakat yang di atur oleh berbagai tingkatan pemerintah negara yang
berkaitan dengan sumber-sumber sosial, budaya, politik, serta ekonomi. Dalam
praktiknya, pemerintahan yang bersih (good governence) adlah model
pemerintahan yang efektif, efisien, jujur, transparan, dan bertanggung jawab.
Sejalan dengan prinsip di atas,
pemerintah yang baik itu berarti baik dalam proses maupun pada hasil-hasilnya.
Semua unsur dalam pemerintahan bisa bergerak secara sinergis, tidak saling
berbenturan, dan memperoleh dukungan dari rakyat. Pemerintah juga bisa
dikatakan baik jika pembangunan dapat dilakukan dengan biaya yang sangat
minimal namun dengan hasil yang sangat maksimal. Faktor lain yang tak kalah
penting, suatu pemerintahn dapat dikatakan baik jika produktivitas bersinergi
dengan peningkatan indikator kemampuan ekonomi rakyat, baik dalam asspek
produktivitas, daya beli, maupun kesejahteraan spiritualitasnya.
Untuk mencapai kondisi sosial ekonomi di
atas, proses pembentukan pemerintahan yang berlangsung secara demokratis mutlak
dilakukan. Sebagai sebuah paradikma pengelolaan lembaga negara, good and
clean governence dapat terwujud secara maksimal jika ditopang oleh dua
unsur yang saling terkait, negara dan Masyarakat Madani yang di dalamnya
terdapat skor swasta. Negara dengan birograsi pemerintahannyadituntun untuk
mengubah pola pelayanan publik dari perspektif birokrasi populis. Birokrasi
populis adalah tata kelola pemerintahan yang berorientasi melayani dan berpihak
pada kepentingan masyarakat.
Pada saat yang sama, sebagai komponen
diluar birokrasi negara, sektor swasta ( corporate sectors) harus pula
bertanggung jawab dalam proses pengelolaan sumber daya alam dan perumusan
kebijakan publik dengan menjadikan massyarakat sebagai mitra strategis. Dalam
hal ini, sebagai bagian dari pelaksanaan good and clean governence, dunia
usaha berkewajiban untuk memiliki tanggung jawab sosial (corporate social
responsibility/CSR), yakni dalam bentuk kebijakan sosial perusahaan yang
bertanggung jawab langsung dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat dimana
suatu perusahan beroperasi. Bentuk tanggung jawab sosial (CSR) ini dapat
diwujudkan dalam program-program pengembangan masyarakat (community
empowerment) dan pelestarian lingkungan hidup.
B. PRINSIP-PRINSIP POKOK GOOD AND CLEAN
GOVERNENCE
Untuk merealisasikan pemerintahan yang
profesional dan akuntabel yang berstandar pada prinsip-prinsip good governence,
Lembaga Administrasi Negara (LAN) merumuskan sembilan aspek fundamental
(asas) dalam good governence yang harus diperhatikan, yaitu:
1. Partisipasi (participation)
Asa partisipasi adalah bentuk
keikutsertaan warga masyarakat dalam pengambilan keputusan, baik langsung
maupun melalui lembaga perwakilan yang sah yang mewakili kepentingan mereka.
Bentuk partisipassi menyeluruh ini dibangun berdasarkan prinsip demokrasi yakni
kebebasan berkumpul dan mengungkapkan pendapat secara konstruktif. Untuk
mendorong partisipasi masyarakat dalam seluruh aspek pembangunan, termasuk
dalam sektor-sektor kehidupan sosial lainnya selain kegiatan politik, maka
regulasi birokrasi harus diminimalisasi.
Paradigma birograssi sebagai pusat
pelayanan publik seyogianya di ikuti dengan deregulasi berbagai aturan,
sehingga proses sebuah usaha dapat dilakukan dengan efektif dan efisien.
Efisien pelayanan publik meliputi pelayanan yang tepat waktu dengan biaya
murah. Paradigma ini tentu saja menghajadkan perubahan orientasi birokrasi dari
yang dilayani menjadi birokrasi yang melayani.
2. Penegakan Hukum (rule of law)
Asas penegakan hukum adalah pengelolaan
pemerintahan yang profesional harus di dukung oleh penegakan hukum yang
berwibawa.
Tanpa di topang oleh sebuah aturan hukum dan penegakan nya secara konsekuen,
partisipasi publik dapat berubah menjadi tindakan publik yang anarkis. Publik
membutuhkan ketegasan dan kepastian hukum. Tanpa kepastian dan aturan hukum,
proses politik tidak akan berjalan dan tertata dengan baik.
Sehubungan dengan hal tersebut,
realisasi wujud good and clean governence, harus di imbangi dengan
komitmen pemerintah untuk menegakkan hukum yang mengandung unsur-unsur sebagai
berikut:
a. Supremasi hukum (supremacy of law), yakni
setiap tindakan unsur-unsur kekuasaan negara, dan peluang partisipasi
masyarakat dalam kehidupan berbangsan dan bernegara di dasarkan pada hukum dan
aturan yang jelas dan tegas, dan dijam,in pelaksanaannya secara benar serta
independen. Supremasi hukum akan menjamin tidak terjadinya tindakan pemetintah
atas dasardi skresi (tindakan sepihak berdasarkan pada kewenangan yang
dimilikinya).
b. Kepastian hukum (legal certainty), bahwa
setiap kehidupan berbangsa dan bernegara di atur oleh hukum yang jelas dan
pasti, tidak duplikatif dan tidaj bertentangan antara satu dengan lainnya.
c. Hukum yang responsif, yakni
aturan-aturan hukum disusunberdasarkan aspirasi masyarakat luas, dan mampu
mengakomodasi berbagai kebutuhan publik secara adil.
d. Penegakan hukum yang konsisten dan
nondiskripsiminatif, yakni penegakan hukum berlaku untuk semua orang tanpa
pandang bulu. Untuk itu, dioerlukan penegak hukum yang memiliki integritas
moral dan bertanggung jawab terhadap kebenaran hukum.
e. Independensi peralihan, yakni peralihan
yang independen bebas dari pengaruh penguasa atau kekuatan lainnya.
3. Transparansi (transfarency)
Asas
transparansi adalah unsur lain yang menopang terwujudnya good and clean
governence. Akibat tidak adanya prinsip transparansi ini, menutut banyak
ahli, Indonesian telah terjerembab ke dalam kubangan korupsi yany sangat parah.
Untuk tidak mengulangi pengalaman masa lalu dalam pengelolaan kebijakan publik.
Khususnya bidang ekonomi, pemerintah di semua tingkatan harus menerapkan
prinsip transparansi dalam proses kebijakan publik. Hal ini mutlak dilakukan
dalam rangka menghilangkan budaya korupsi dikalangan pelaksana pemerintahan
baik pusat maupun yang dibawahnya.
Dalam
pengelolaan negara terdapat delapan unsur yang harus dilakukan secara
transparan, yaitu:
a. Penetapan posisi, jabatan, atau
kedudukan
b. Kekayaan pejabat publik
c. Pemberian penghargaan
d. Penetapan kebijakan yang terkait dengan
pencerahan kehidupan
e. Kesehatan
f. Moralitas para pejabat dan aparatur
pelayanan publik
g. Keamanan dan ketertiban
h. Kebijakan strategis untuk pencerahan
kehidupan masyarakat
Dalam hal
penetapan posisi jabatan publik harus dilakukan melalui mekanisme test and
proper test (uji kelayakan) yang dilakukan oleh lembaga-lembaga independen.
Uji kelayakan dilakukan oleh lembaga legislatif maupun komosi independen,
seperti komisi yudisial, kepolisian, dan pajak.
4. Responsif (responsiveness)
Asas
responsif adalah dalam pelaksanaan prinsip-prinsip good and clean governence
bahwa pemerintah harus tanggap terhadap persoalan-persoalan masyarakat.
Pemerintah harus memahami kebutuhan masyarakat nya. Bukan menunggu mereka
menyampaikan keinginan-keinginannya, tetapi pemerintah harus proaktif
mempelajari dan menganalisis kebutuhan-kebutuahan masyarakat.
Sesuai
dengan asas responsif, setiap unsur pemerintah harus memiliki dua etika, yakni
etika individual dan sosial. Kualifikasi etika individul menuntun pelaksana
birokrasi pemerintah agar memiliki kriteria kapabilitas dan loyalitas
profesional. Adapun etik sosial menuntut mereka agar memiliki sensitivitas
terhadap berbagai kebutuhan publik.
5. Konsensus (consensus orientation)
Asas
konsensus adalah bahwa keputusan apa pun harus dilakukan melalui proses
musyawarah melalui konsensus. Cara pengambilan keputusan konsensus, selain
dapat memuaskan semua pihak atau sebagian besar pihak, cara ini akan mengikat
sebagian besar komponen yang bermusyawarah dan memiliki kekuatan memaksa (coersive
power) terhadap semua yang terlibat untuk melaksanakan keputusan tersebut.
Sekalipun
para pejabat pada tingkatan tertentu dapat mengambil kebijakan secara personal
sesuai batas kewenangan, tetapi menyangkut kebijakan-kebijakan pentibng dan
bersifat publik seyogianya diputuskan secara bersama dengan seluruh unsur
terkait. Kebijakan individual hanya dapat dilakukan sebatas menyangkut teknis
pelaksanaan kebijakan, sesuai batas kewenangan nya.
Paradigma
ini perlu dikembangkan dalam konteks pelaksanaan pemerintahan, karena urusan
yang mereka kelola adalah persoalan-persoalan publik yang harus
dipertanggungjawabkan kepada rakyat. Semakin banyak yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan secara
partisipatif, maka akan semakin banyak aspirasi dan kebutuhan masyarakat yang
terwakili. Selain itu, semakin banyak yang melakukan pengawasan serta kontrol
terhadap kebijakan-kebijakan umum, maka akan semakin tinggi tingkat
kehati-hatiannya, dan akuntabilitas pelaksanaannya dapat semakin
dipertanggungjawabkan.
6. Kesetaraan (equity)
Asas kesetaraan (equity) adalah
kesamaan dalam perlakuan dan pelayanan publik. Asas kesetaraan ini mengharuskan
setiap pelaksanaan pemerintah untuk bersikap dan berperilaku adil dalam hal
pelayanan publik tanpa mengenal perbedaan keyakinan, suku, jenis kelamin, dan
kelas sosial.
7. Efektivitas (effectiveness) dan
efisiensi (eficiency)
Untuk menunjang asas-asas yang telah
disebutkan di atas, pemerintahan yang baik dan bersih juga harus memenuhi
kriteria efektif dan efisien, yakni berdaya guna dan berhasil guna. Kriteria
efektivitas biasanya di ukur dengan parameter produk yang dapat menjangkau
sebesar-besarnya kepentingan masyarakat dari berbagai kelompok dan lapisan
sosial. Adapun, asas efisiensi umumnya di ukur dalam rasionalitas biaya
pembangunan untuk memenuhi kebutuhan semua masyarakat. Semakin kecil biaya yang
terpakai untuk kepentingan yang terbesar, maka pemerintahan tersebut termasuk
dalam kategori pemerintahan yang efisien.
8. Akuntabilitas (accountability)
Asas akuntabilitas adalah
pertanggungjawaban pejabat publik terhadap masyarakat yang memberinya
kewenangan untuk mengurusi kepentingan mereka. Setiap pejabat publik dituntut
untuk mempertanggungjawabkan semua kebijakan, perbuatan, moral, maupun
netralitas sikapnya terhadap masyarakat. Inilah yang dituntut dalam asas
akuntabilitas dalam upaya menuju pemerintahan yang bersih dan berwibawa.
9. Visi Strategis (strategic vision)
Visi strategis adalah
pandangan-pandangan strategis untuk menghadapi masa yang akan datang.
Kualifikasi ini menjadi penting dalam rangka realisasi good and clean governence.
Dengan kata lain kebijakan apa pun
yang akan diambilsaat ini, harus diperhitungkan akibatnya pada sepuluh atau dua
puluh tahun ke depan. Tidak sekedar memiliki agenda strategis untuk masa yang
akan datang, seorang yang menempati jabatan publik atau lembaga profesional
lainnya harus mempunyai kemampuan menganalisis persoalan dan tantangan yang
akan dihadapi oleh lembaga yang dipimpin.
C. GOOD AND CLEAN GOVERNENCE DAN KONTROL
SOSIAL
Sejalan denga prinsip demokrasi,
partisipasi masyarakat merupakan salah satu tujuan dan implementasi good and
clean governence. Keterlibatan masyarakat dalam proses pengelolaan lembaga
pemetintahan pada akhirnya akan melahirkan kontrol masyarakat akan berdampak
pada tata pemerintahan yang baik, efektif, dan bebas dari KKN. Untuk mewujudkan
pemerintahan yang baik dan bersih berdassarkan prinsip-prinsip pokok good
and clean governence, setidaknya dapat dilakukan melalui pelaksanaan
prioritas program, yakni:
1. Penguatan fungsi dan peran lembaga
perwakilan
Penguatan peran lembaga perwakilan
rakyat, MPR, DPR, dan DPRD, mutlak dilakukan dalam rangka peningkatan fungsi
mereka sebagai pengontrolan jalannya pemerintahan. Selain melakukan check
and balance , lembaga legislatif harus mampu pula menyerap dan
mengartikulasikan asspirasi masyarakat dalam bentuk usulan pembangunan yang
berorientasi pada kepentingan masyarakat kepada lembaga-lembaga eksekutif.
Tidak sekedar menyuarakan kepentingan
rakyat, peningkatan fungsi kontrol lembaga legislatif dapat dilakukan melalui
keterlibatan setiap anggota legislatif untuk mengontrol dan mengawasi
akuntabilitas pelaksanaan program pembangunan. Melalui kontrol lembaga
legislatif diharapkan dapat terwujud pemerintahan yang bersih dan berwibawa.
2. Kemandirian lembaga peradilan
Untuk meningkatkan pemerintahan yang
bersih dan berwibawa berdasarkan prinsip good and clean governence peningkatan
profesionalitas aparat penegak hukumdan kemandirian peradilan mutlak dilakukan.
Selain itu akuntabilitas aparat penegak hukum dan lembaga yudikatif juga
menjadi pilar yang menentukan dalam penegakan asas dan perwujudan keadilan.
3. Profesionalitas dan integritas aparatur
pemerintahan
Perubahan paradigma aparatur negara dari
birokrasi elitis menjadi birokrasi populis (pelayan rakyat) harus dibareng
dengan peningkatan profesionalitas dan integritas moral jajaran birokrasi
pemerintahan. Akuntabilitas jajaran birokrasi akan berdampak pada
naiknyaakuntabilitas dan legitimasi birokrasi itu sendiri. Aparatur birokrasi
yang mempunyai karakter tersebut dapat menjadikan pelayanan birokrasi secara
cepat dan berkualitas secara efektif
4. Penguatan partisipasi massyarakat madani
Peran aktif masyarakat dalam proses kebijakan
publik pada dasarnya dijamin oleh prinsip-prinsip HAM. Masyarakat mempunyai hak
atas informasi, hak untuk menyampaikan usulan, dan juga hak untuk menyampaikan
usulan, dan juga hak untuk melakukan kritik terhadap berbagai kebijakan
pemerintah. Kritik dapat dilakukan melalui lembaga-lembaga perwakilan, pers
maupun dilakukan secara langsung melalui dialog-dialog terbuka dengan LSM,
partai politik, organisasi massa, atau
institusi sosial lalinnya.
5. Peningkata kesejahteraan rakyat dalam
kerangka otonomi daerah
Pengelolaan pemerintahanyang bersih dan
berwibawa dapat dilakukan disemua tingkatan, baik pusat maupun daerah. Untuk
merealisasikan prinsip-prinsip good and clean governence, kebijakan
otonomi daerah dapat dijadikan sebagai media transportasi perwujudan model
pemerintahan yang menopang tumbuhnyakultur demokrasi di indonesia.
Lahirnya UU No.32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah telah memberikan wewenang pada daerah untuk melakukan
pengelolaan dan memajukan masyarakat dalam politik, ekonomi, sosial dan budaya
dalam kerangka menjaga keutuhan NKRI. Dengan pelaksanaan otonomi daerah
tersebut, pencapaian tingkat kesejahteraan dapat diwujudkan secara lebih cepat
yang pada akhirnya akan mendorong kemandirian masyarakat.
D. KORUPSI PENGHAMBAT UTAMA TATA KELOLA
PEMERINTAHAN YANG BAIK DAN BERSIH
Arus deras demokrasi di indonesia
menghadapi kendala sangat serius yakni perilaku korup dikalangan penyelenggara
negara, pegawai pemerintah maupun wakil rakyat. Hamppir setiap hari masyarakat
di banjiri berita kasus-kasus penyalahgunaan kekuasaan melalui tindakan
pencurian uang rakyat yang sangat memperihatinkan, partai politik dan dunia
pendidikan pun ternyata tidak bebas dari praktik-praktik korupsi. Otonomi
daerah yang selama ini dilakukan masih diwarnai oleh pengalihan tradisi korupsi
di pusat pemerintahan ke daerah. Tindakan penyalahgunaan Aggaran pembanguna dan
Biaya Daerah (APBD) yang dilakukan oleh pemerintah daerah (pemda)dan anggota
legislatif (DPRD) tak kalah ramainya diberitakan oleh media massa. Pengawasan
yang dilakukan oleh sejumlah lembaga, seperti Badan Pengawas Keuangan dan
Pembangunan (BPKB) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) maupun Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM), seakan belum cukup untuk mengikis tindakan korupsi di
kalangan pejabat negara.
Menurut Badan Pengawas Keuangan dan
Pembangunan (BPKB), korupsi merupakan tindakan yang merugikan kepentingan umum
dan masyarakat luas demi keuntungan pribadi atau kelompok tertentu.
kasus-kasus korupsi indonesia tidaklah berdiri sendiri. Banyak kalangan korupsi
kolektif banyak dilakukan para politisi disaat mereka melakukan dan menentukan
anggaran pembanguna hingga penyelenggaran tender proyek dan pelaksanaan proyek
pembangunan.
1. Gerakan Anti Korupsi
JEREMY pope menawarkan strategi untuk
memberantas korupsi yang mengedepankan kostrol kepada dua unsur paling berperan
di dalam tindak korupsi. Pertama, peluang korupsi. Kedua, keinginan korupsi.
Pada hakikatnya korupsi tidak bisa ditangkal hanya dengan satu cara.
Penamggulangan korupsimharus dilakukan dengan pendekatan komperehensif,
sistemis dan terus menerus. Penanggulangan anti korupsi dapat dilakukan antara
lain dengan:
a. Adanya political will dan Political
action dari pejabat negara dan pimpinan lembaga pemerintah pada setiap
satuan kerja organisasi untuk melakukan langkah proaktif pencegahan dan
pemberantasan perilakudan tindak pidana korupsi. Tanpa kemauan pemerintah untuk
memberantas korupsi di segala lini pemerintahan, kampanye pemberantasan korupsi
hanya slogan kosong belaka.
b. Penegakan hukum secara tegas dan berat.
Proses eksekusi mati bagi koruptor di Cina, misalnya telah membuat sejumlah
pejabat tinggi dan pengusaha di negeri ini jera untuk melakukan tindak korupsi.
Hal yang sama terjadi pula di negara-negara maju di Asia, seperti Korea
Selatan, Singapura, dan Jepang termasuk negara yang tidak kenal kompromi dengan pelaku korupsi.
Tindakan ini merupakan shock therapy untuk membuat tindakan korupsi
berhenti.
c. Membangun lembaga-lembaga yang mendukung
upaya pencegahan korupsi, misalnya Komisi Ombudsman sebagai lembaga yang
d. memeriksa pengaduan pelayanan administrasi
publik yang buruk. Pada beberapa negara, mandat Ombudsman mencakup pemeriksaan
dan inspeksi atas sistem administrasi pemerintahan dalam hal kemampuannya
mencegah tindakan korupsi aparat birokrasi
e. Membangun mekanisme penyelenggaraan
pemerintahan yang menjamin terlaksananya praktik good and clean governence,
baik di sektor pemerintahan, swasta, atau organisasi kemasyarakatan
f.
Memberikan
pendidikan anti korupsi, baik melalui pendidikan formal maupun non formal.
Dalam pendidikan formal, sejak pendidikan dasar sampai perguruan tinggi
diajarkan bahwa nilai korupsi adalah bentul lain dari kejahatan.
g. Gerakan agama anti korupsi, yaitu
gerakan membangun kesadaran keagamaan dan mengembangkan spiritualitas anti
korupsi.
E. TATA KELOLA PEMERINTAHAN YANG BAIK DAN
KINERJA BIROGRASI PELAYANAN PUBLIK
Pelayanan umum atau pelayanan publik
adalah pemberian jasa baik oleh pemerintah, pihak swasta atas nama pemerintah
ataupun pihak swasta kepada masyarakat, dengan atau tanpa pembayaran guna
memenuhi kebutuhan dan/atau kepentingan masyarakat.
Dengan demikian yang bisa memberikan pelayanan publik kepada masyarakat luas
bukan hanya instansi pemerintah, melainkan juga pihak swasta. Pelayanan publik
yang dijalankan oleh instansi pemerintah bermotif sosial dan politik, yakni
menjalankan tgas pokok serta mencari dukungan suara. Adapun, pelayanan publik
oleh pihak swasta bermotif ekonomi, yakni mencari keuntungan.
Pelayanan publik kepada masyarakat bisa
diberikan secara cuma-cuma ataupun diertai dengan pembayaran. Pelayanan publik
yang bersifat cuma-cuma sebenarnya merupakan kompensasi dari pajak yang telah
dibayar oleh masyarakat itu sendiri. Adapun, pemberian pelayanan publik yang
disertai dengan penarikan bayaran, penentuan tarifnya di dasarkan pada harga
pasar ataupun di dasarkan menurut harga yang paling terjangkau bukan
berdasarkan ketentuan sepihak aparat atau instansi pemerintah. Dalam hal ini
rasionalitas dan transparansi biaya pelayanan publik harus dijalankan oleh
aparat pelayanan publik, demi tercapainya penerapan prinsip-prinsip good and
clean governence.
Ada beberapa alasan mengapa pelayanan
publik menjadi titik strategis untuk memulai pengembangan dan penerapan good
and clean governence di indonesia. Pertama, Pelayanan publik selama
ini menjadi area dimana negara yang diwakili pemerintah berintegrasi dengan
lembaga nonpemerintah. Kedua, Pelayanan publik adalah wilayah dimana
berbagai aspek good and clean governence bisa di artikulasikan secara
lebih mudah. Ketiga, Pelayanan publik melibatkan kepentingan semua unsur
governence, yaitu pemerintah, masyarakat, dan mekanisme pasar. Dengan
demikian, pelayan publik menjadi titik pangkal efektifnya kinerja birograsi.
Kinerja birograsi adalah ukuran
kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian sasaran atau
tujuan yang telah ditetapkan dengan mempertimbangkan elemen-elemen indikator
sebagai berikut:
1. Indikator masukan adalah segala sesuatu
yang dibutuhkan agar birokrasi mampu menghasilkan produknya, baik barang atau
jasa, yang meliputi sumber daya manusia, informasi kebijakan dan sebagainya.
2. Indikator proses yaitu sesuatu yang
berkaitan dengan proses pekerjaan berkaitan dengan pelaksanaan yang diharapkan
langsung dicapai dari suatu kegiatan yang berupa fisik ataupun nonfisik.
3. Indikator produk yaitu sesuatu yang
diharapkan langsung dicapai dari suatu kegiatan yang berupa fisik ataupun
nonfisik
4. Indikator hasil adalah sesuatu yang
mencerminkan berfungsinya produk kegiatan pada jangka menengah
5. Indikator manfaat adalh sesuatu yang
terkait dengan tujuan akhir dari pelaksanaan kegiatan
6. Indikator dampak adalah pengaruh yang
ditimbulkan, baik fositif maupun negatif pada setiap tingkatan indikator
berdasarkan asumsi yang telah ditetapkan.
BAB III
KESIMPULAN
good and
clean governence adalah
pelaksanaan politik, ekonomi dan administrasi dalam mengelola masalah-masalah
bangsa. Pelaksanaan kewenangan tersebut dapat dikatakan baik jika dilakukan
efektif dan efisien, responsif terhadap kebutuhan rakyat, dalam suasana
demokratis, akuntabel, serta transparan. Responsif terhadap kebutuhan rakyat,
dalam suasana demokratis, akuntabel serta transparan. Prinsip-prinsip tersebut
tidak hanya terbatas dilakukan dikalangan birokrasi pemerintahan, tetapi juga
di sektor swasta dan lembaga-lembaga non pemerintahan. Untuk mewujudkan
pemerintahan yang bersih dan berwibawa sesuai dengan cita-cita good and
clean governence, seluruh mekanisme pengelolaan negara harus dilakukan
secara terbuka. Mekanisme negara yang harus dilakukan secara transparan, yaitu:a.
Penetapan posisi, jabatan, atau kedudukan, b. Kekayaan pejabat publik, c. Pemberian
penghargaan, d. Penetapan kebijakan yang terkait dengan pencerahan kehidupan,
e. Kesehatan, f. Moralitas para pejabat dan aparatur pelayanan publik, g. Keamanan
dan ketertiban, h. Kebijakan strategis untuk pencerahan kehidupan masyarakat.
Kontrol
masyarakat akan berdampak pada tata pemerintahan yang baik dan efektif dan
bersih, bebas dari KKN. Untuk mewujudkan pemerintahan yang baik dan bersih
berdasarkan prinsip-prinsip pokok good and clean governence, setidaknya
dapat dilakukan melalui pelaksanaan prioritas program, yakni: a. Penguatan
fungsi dan peran perwakilan, b. Kemandirian lembaga peradilan, c. Profesionalitas
dan integritas aparatur pemerintahan, d. Penguatan partisipasi Masyarakat
Madani, e. Peningkatan kesejahteraan rakyat dalam rangka otonomi daerah.
DAFTAR PUSTAKA
<script data-ad-client="ca-pub-3224888017981904" async src="https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js"></script>
Komentar
Posting Komentar