MAKALAH RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM

RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM By. Retno, dkk. A.       PENDAHULUA N   a.         Latar Belakang Bimbingan dan konseling merupakan kegiatan yang bersumber pada kehidupanmanusia. Kenyataan menunjukkan bahwa manusia di dalam kehidupannya selalu menghadapi persoalan-persoalan yang silih berganti. Persoalan yang satu dapat diatasi, persoalan yanglain muncul, demikian seterusnya. Manusia tidak sama satu dengan yang lain, baik dalamsifat maupun kemampuannya. Ada manusia yang danggup mampu mengatasi persoalan tanpa bantuan dari pihak lain, tetapi tidak sedikit manusia yang tidak mampu mengatasi persoalan bila tidak dibanntu orang lain, maka dari inilah bimbingan konseling dibutuhkan. Bimbingan dan konseling merupakan salah satu komponen dari pendidikan.Mengingat bahwa bimbingan dan konseling adalah suatu kegiatan bantuan dan tuntunan yangdiberikan kepada individu pada umumnya, dan siswa pada khususnya di sekolah. Hal inisangat relevan jika dilihat dari perumusan bahwa pend

MAKALAH PENDIDIKAN ORANG DEWASA DALAM PERSPEKTIF HADITS


PENDIDIKAN ORANG DEWASA DALAM PERSPEKTIF HADITS
Oleh: Nurul Mawaddah Nasution
Nim: 1620100133

A.    PENDAHULUAN
Pendidikan islam dalam padangan para ahli, sekurang-kurangnya ditunjukan untuk mampu mebentuk dan mengembangkan manusia muslim yang minimal menguasai ibadah mahdhah, dan secara maksimal mampu membentuk dan mengembangkan ahli-ahli ilmu agma islam dengan segala aspeknya, demikian pula fungsi pendidikan islam yang bertitik tolak dari prinsip iman-islam-ihsan dan akidah ibadah akhlak adalah untuk menuju suatu sasaran kemuliaan manusia dan budaya yang diridhai oleh Allah SWT.
Dengan demikian terlihat bahwa pendidikan hadist merupakan rohnya peradaban islam, yang sudah tentu Nabi sebagi pembawa Risalah Allah SWT sangat berkepentingan dengan persoalan ini, setidaknya untuk memberikan petunjuk bagi pertumbuhan pendidikan islam, minimal dari segi prinsipnya yang mampu mendasari pendidikan itu sendiri, baik pada masa Beliau hidup maupun sesudahnya.[1]

B.    PEMBAHASAN
1.     Pengertian Pendidikan
Pendidikan dalam islam merupakan sebuah rangkaian proses pemberdayaan manusia menuju taklif/kedewasaan, baik secara akal, mental maupun moral, untuk menjalankan fungsi kemanusiaan yang diemban sebagai “pemelihara/khalifah” di dunia ini. Dengan demikian fungsi utama pendidikan adalah mempersiapkan peserta didik atau generasi penerus dengan kemampuan dan keahlian yang diperlukan agar memiliki kemampuan dan kesiapan untuk terjun ke tengah masyarakat dan lingkungan, sebagai tujuan akhir dari pendidikan. Tujuan akhir dalam pendidikan islam, sebagai proses pembentukan diri peserta didik agar sesuai dengan fitrah kebenarannya.[2]
Pendidikan dalam bahasa Inggris disebut dengan “education” yang berarti pengembangan atau bimbingan, sedangkan dalam bahasa Arab sering diterjemahkan dengan “tarbiyah”. Dengan demikian pendidikan berarti intekrasi dalam diri individu dengan maysrakat sekitarnya baik dilihat dari segi kecerdasannya atau kemampuannya.
Berikut ini hadis yang menjelaskan tentang pendidikan:

حَدَّثَنَا الْقَعْنَبِيُّ عَنْ مَالِكٍ عَنْ أَبِي الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ وَيُنَصِّرَانِهِ كَمَا تَنَاتَجُ الْإِبِلُ مِنْ بَهِيمَةٍ جَمْعَاءَ هَلْ تُحِسُّ مِنْ جَدْعَاءَ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَرَأَيْتَ مَنْ يَمُوتُ وَهُوَ صَغِيرٌ قَالَ اللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا كَانُوا عَامِلِينَ (رواه أبو داود
Menceritakan kepada kamiAl-Qa’nabi dari Malik dari Abi Zinad dari Al–A’raj dari Abu Hurairah berkata Rasulullah saw bersabda : “Setiap bayi itu dilahirkan atas fitroh maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasroni sebagaimana unta yang melahirkan dari unta yang sempurna, apakah kamu melihat dari yang cacat?”. Para Sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah bagaimana pendapat tuan mengenai orang yang mati masih kecil?” Nabi menjawab: “Allah lah yang lebih tahu tentang apa yang ia kerjakan”. (H.R. Abu Dawud)[3]

2.     Pengertian Orang Dewasa
Istilah adult atau dewasa berasal dari kata kerja latin yang berarti tumbuh menjadi dewasa. Oleh karena itu orang dewasa adalah seseorang yang telah menyelesaikan pertumbuhannya dan siap menerima kedudukannya di dalam masyarakat bersama dengan orang dewasa lainnya.
Perkembangan sosial masa dewasa merupakan masa permulaan dimana seseorang mulai menjalin hubungan secara intim dengan lawan jenisnya. Dewasa merupakan suatu masa penyesuaian terhadap pola-pola kehidupan yang baru dan harapan-harapan sosial yang baru, masa dewasa adalah kelanjutan dari masa remaja, sehingga ciri-ciri masa dewasa tidak jauh berbeda dengan masa remaja. Adapun tugas-tugas perkembangan orang dewasa yaitu sebagai berikut:
a.      Memilih teman (sebagai calon istri atau suami)
b.     Belajar hidup bersama dengan suami/istri
c.      Mulai hidup dalam keluarga atau hidup berkeluarga
d.     Mengelola rumah tangga
e.      Mulai bekerja dalam suatu jabatan
f.      Mulai bertanggung jawab sebagai warga Negara[4]

3.     Pengertian Hadist
Hadist atau al-hadist menurut bahasa, berarti al-jadid (sesuatu yang baru), lawan dari kata al-qadim. Kata hadist berarti al-khabar (berita), yaitu sesuatu yang dipercakapkan dan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain. Bentuk plurarnya adalah al-hadist.[5]
Hadist sebagaimana tinjauan Abdul Baqa’ adalah isim dari tahdith yang berarti pembicaraan. Kemudian di defenisikan sebagai ucapan, perbuatan atau penetapan yang disandarkan kepada Nabi SAW.

4.     Pendidikan Orang Dewasa Dalam Prespektif Hadist
Pada penidikan masa dewasa banyak hal yang muncul dari diri individu, pada masa dewasa individu akan mencari solusi sendiri dari permasalahan yang ia temui, dan juga ia akan bisa berpikir sendiri sesuai dengan kemampuan akalnya.[6]
Adapun yang dijelaskan oleh hadist tentang seorang pemuda yang telah mampu menikah, maka rasulullah menganjurkan untuk menikah, dan bagi yang belum sanggup, maka berpuasa untuk menahan gejolak yang ada. Yang demikian tersebut termasuk masalah yang dihadapi pada masa dewasa.
Apabila dewasa tersebut memiliki ilmu agama yang kuat ia akan dapat mengatasi masalah yang muncul, seperti seorang pemuda yang dewasa ia mempunyai keinginan untuk menikah, akan tetapi ia belum cukyp mampu dalam hal materi dalam keluarganya kelak, maka dengan sendirinya ia akan berpikir dan akan menahan keinginannya tersebut, serta lebih berusaha lagi dalam mencukupi hal materi yang kurang.
Pada pendidikan hadist masa dewasa, orang dewasa tersebut seharusnya sudah mampu untuk memahami dan mengaktualisasikan nilai-nilai agama karena orang dewasa sudah bisa berpikir mana yang baik dan mana yang buruk. Sebagaimana hadist berikut ini:
حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ حَفْصٍ حَدَّثَنَا أَبِي حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ قَالَ حَدَّثَنِي إِبْرَاهِيمُ عَنْ عَلْقَمَةَ قَالَ كُنْتُ مَعَ عَبْدِ اللَّهِ فَلَقِيَهُ عُثْمَانُ بِمِنًى فَقَالَ يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ إِنَّ لِي إِلَيْكَ حَاجَةً فَخَلَوَا فَقَالَ عُثْمَانُ هَلْ لَكَ يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ فِي أَنْ نُزَوِّجَكَ بِكْرًا تُذَكِّرُكَ مَا كُنْتَ تَعْهَدُ فَلَمَّا رَأَى عَبْدُ اللَّهِ أَنْ لَيْسَ لَهُ حَاجَةٌ إِلَى هَذَا أَشَارَ إِلَيَّ فَقَالَ يَا عَلْقَمَةُ فَانْتَهَيْتُ إِلَيْهِ وَهُوَ يَقُولُ أَمَا لَئِنْ قُلْتَ ذَلِكَ لَقَدْ قَالَ لَنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنْ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ

“Telah menceritakan kepada kami Umar bin Hafsh Telah menceritakan kepada kami bapakku Telah menceritakan kepada kami Al A'masy ia berkata; Telah menceritakan kepadaku Ibrahim dari 'Alqamah ia berkata; Aku berada bersama Abdullah, lalu ia pun ditemui oleh Utsman di Mina. Utsman berkata, "Wahai Abu Abdurrahman, sesungguhnya aku memiliki hajat padamu." Maka keduanya berbicara empat mata. Utsman bertanya, "Apakah kamu wahai Abu Abdurrahman kami nikahkan dengan seorang gadis yang akan mengingatkanmu apa yang kamu lakukan?" Maka ketika Abdullah melihat bahwa ia tidak berhasrat akan hal ini, ia pun memberi isyarat padaku seraya berkata, "Wahai 'Alqamah." Maka aku pun segera menuju ke arahnya. Ia berkata, "Kalau Anda berkata seperti itu, maka sesungguhnya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam telah bersabda kepada kita: 'Wahai sekalian pemuda, siapa di antara kalian yang telah mempunyai kemampuan, maka hendaklah ia menikah, dan barangsiapa yang belum mampu, hendaklah ia berpuasa karena hal itu akan lebih bisa meredakan gejolaknya.”[7]

C.    KESIMPULAN
Pendidikan dalam prespektif islam yang bersumber pada hadist hendaknya mampu mengaktualisasikan pendidikan sebagai rahmat li al-alamin: utuh dan lengkap semua aspek kemanusiaan dan dorongan untuk berbuat baik dan menghindari perbuatan yang negatif.
Tujuan pendidikan dalam prespektif hadist menghendaki adanya komprehensifitas konsep dan paksis pendidikan. Tujuan pendidikan hadist harus mampu mengembangkan segenap potensi yang ada dalam diri manusia (ruh, jasad, aql, emosi, akhlak aspek sosial)

DAFTAR PUSTAKA
Yusuf, Pokok-pokok Tentang Ilmu Pengetahuan Islam, Bandung: Yayasan Ulul Albab, 1992.
Muhammad Al-Nauqub Al-Attas, Konsep Pendidikan Dalam Islam, Bandung: Mizan, 1984.
Zainul Arifin, Studi Kitab Hadist, Surabaya: al-Muna, 2010.
Factur Rahman, Ikhtisar Mushthalah al Hadist, Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1974.
Subhi As-Shalih, Membahas Ilmu-ilmu Hadist, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2009.
M. Syuhudi Ismail, Kaedah Kesahehan Sanad Hadist, Jakarta: PT Bulan Bintang, 1998.
Syeh Mansur Ali Nashif, Mahkota Pokok-pokok Hadist Rasulullah SAW, Bandung: Sinar Baru Algesindo, 1996.



[1]  Yusuf, Pokok-pokok Tentang Ilmu Pengetahuan Islam, (Bandung: Yayasan Ulul Albab, 1992), hlm. 9.
[2]  Muhammad Al-Nauqub Al-Attas, Konsep Pendidikan Dalam Islam, (Bandung: Mizan, 1984), hlm. 34.
[3]  Zainul Arifin, Studi Kitab Hadist, (Surabaya: al-Muna, 2010), hlm. 1.
[4]  Factur Rahman, Ikhtisar Mushthalah al Hadist, (Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1974), hlm. 20.
[5]  Subhi As-Shalih, Membahas Ilmu-ilmu Hadist, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2009), hlm. 21.
[6]  M. Syuhudi Ismail, Kaedah Kesahehan Sanad Hadist, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1998), hlm. 129.
[7]  Syeh Mansur Ali Nashif, Mahkota Pokok-pokok Hadist Rasulullah SAW, (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 1996), hlm. 89.

<script data-ad-client="ca-pub-3224888017981904" async src="https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js"></script>

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH MODEL PEMBELAJARAN

MAKALAH LANDASAN PENDIDIKAN

MAKALAH STRATEGI KEWIRAUSAHAAN