PENDIDIKAN ANAK
USIA 7-12 TAHUN DALAM PERSPEKTIF HADITS
Oleh: Gusti Arma
Nim: 1620100144
A. PENDAHULUAN
Al-Qur’an dan Hadits merupakan
pedoman hidup bagi ummat muslim agar dapat menjalani kehidupan secara baik dan
benar. Didalamnya terdapat berbagai tuntunan tentang aspek kehidupan, baik
secara rinci maupun prinsip-prinsip yang dapat dijadikan landasan dalam
melakukan segala tindakan, tanpa terkecuali juga tindakan kegiatan pendidikan.
Pendidikan dipandang sesuatu yang urgen bagi umat manusia, karena dengan
penddikan diharapkan dapat menghasilkan manusia yang berkualitas dan
bertanggung jawab serta mampu mengantisipasi dan mengimbangi masa sekarang atau
masa yang akan datang.
Ahmad D. Mariba (1987: 19),
mengatakan bahwa pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh
pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani terdidi menuju terbentunya
kepribadian utama. Pendidikan yang paling pertama dan utama adalah pendidikan
dalam keluarga semenjak anak dilahirkan sampai anak tumbuh dewasa, makanya para
orang tua harus memperhatikan tentang pendidikan anaknya, terutama pendidikan
agama, karena pada usia anak, seorang anak masih sangat membutuhkan bimbingan
dari keluarga terutama orang tuanya.
Pada realitas yang ada masih banyak
orang tua yang tidak memperhatikan tentang pendidikan anaknya dalam keluarga,
sehingga dalam perkembangannya seorang anak tersebut tidak mengerti tentang
nilai-nilai pendidikan, terutama nilai-nilai yang terkanung dalam pendidikan
Agama.
B. PEMBAHASAN
1. Pengertian Pendidikan
Pendidikan adalah usaha membina dan mengembangkan kepribadian
manusia baik dibagian rohani atau dibagian jasmani. Ada juga para beberapa
orang ahli mengartikan pendidikan itu adalah suatu proses pengubahan sikap dan
tingkah laku seseorang atau sekelompok orang dalam mendewasakan melalui
pengajaran dan latihan. Dengan pendidikan kita bisa lebih dewasa karena pendidkan
tersebut memberikan dampak yang sangat positif bagi kita, juga pendidikan bisa
memberantas buta huuf dan akan memberikan keterampilan, kemampuan mental, dan
lain sebagainya.
Seperti yang tertera didalam UU No.20 tahun 2003 pendidkan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan, yang diperlukan dirinya,
masyarakat, dan Negara. Pendidkan adalah usaha yang secara sengaja dari orang
tua yang selalu diartikan mampu menimbulkan tanggung jawab moril dari segala
perbuatannya.
Dari segi bahasa pendidikan berasal dari bahasa arab “tarbiyah” dengan kata kerja “rabba”. Kata pengajaran dalam bahasa
arabnya adalah “ta’lim” dengan kata
kerja “alama”. Pendidkan dan pengajaran dalam bahasa arabnya “tarbiyah wa ta’lim”. Sedangkan
pendidikan Islam dalam bahasa arabnya adalah “tarbiyah Islamiyah”.
Kata kerja rabba (mendidik) sudah digunakan pada zaman Nabi Muhammad SAW,
seperti terlihat dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits Nabi. Dalam ayat Al-Qur’an kata
ini digunakan dalam susunan sebagai berikut:
ôÙÏÿ÷z$#ur $yJßgs9 yy$uZy_ ÉeA%!$# z`ÏB ÏpyJôm§9$# @è%ur Éb>§ $yJßg÷Hxqö$# $yJx. ÎT$u/u #ZÉó|¹ ÇËÍÈ
Artinya: “Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh
kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya,
sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil".
(Al-Israa’: 24).
Drs.
Ahmad D. Marimba dalam bukunya pengantar filsafat pendidikan memberikan
defenisi pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si
pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju
kepribadian yang utama. Prof. H. M. Arifin, M. Ed. Mengatakan bahwa pendidikan
adalah menumbuhkan personalitas (kepribadian) serta menanamkan rasa tanggung
jawab. Dari defenisi di atas dapat disimpulkan, bahwa pendidikan adalah usaha
yang dilakukan orang dewasa secara sadar kepada seseorang atau sekelompok yang
belum dewasa untuk mencapai kedewasaaan, sehingga tumbuh sifat utama dan baik.
Oleh karena itu pengertian pendidikan agama dapat diartikan
sebagai bimbingan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan
rohani peserta didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama. Oleh sebab itu
pendidikan dipandang sebagai salah satu aspek yang memiliki peranan pokok dalam
membentuk generasi muda agar memiliki kepribadian yang utama.
Secara sederhana, istilah Pendidikan Agama Islam dapat
dikatakan sebagai pendidikan menurut Islam atau Pendidikan Islam, yakni
pendidikan yang dipahami dan dikembangkan, dan diajarkan dalam nilai-nilai
fundamental yang terkandung dalam sumber dasarnya yaitu, Al-Qur’an dan Al-Hadits.
Dalam pengertian ini Pendidikan Agama Islam dapat berwujud pemikiran dan teori
pendidikan yang mendasarkan diri atau dibangun dan dikembangkan dari
sumber-sumber dasar tersebut. Sebagaimana tercantum dalam ayat Al-Qur’an Surat
Luqman ayat 12.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa hakekat Pendidikan Agama
Islam tersebut konsep dasrnya dapat dipahami dan dianalisis serta dikembangkan
dari Al-Qur’an dan Al-Hadits, konsep operasionalnya dapat dipahami,
diananlisis, dan dikembnagkan dari proses pemberdayaan pewarisan dan
pengembangan ajaran-ajaran agama, budaya dan peradaban Islam dari segi generasi
ke generasi, sedangkan secara praktis dapat dipahami, dianalisis dan
dikembangkan dari proses pembinaan dan pengembangan (pendidikan) pribadi muslim
pada setiap generasi dalam sejarah umat Islam.
Pendidikan Agama Islam menurut Prof. Dr. Zakiah Daradjat adalah
pendidikan melalui ajaran agama Islam yaitu berupa bimbingan dan asuhan
terhadap anak didik agar nantinya setelah selesai dari pendidikan ia dapat
memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam secara
menyeluruh, serta menjadikan ajaran agama Islam secara menyeluruh, serta
menjadikan ajaran agama Islam itu sebagai pandangan hidupnya (way of life) demi keselamatan dari
kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat kelak.
2. Pengertian Anak
Anak
adalah generasi masa depan untuk kemajuan Negara, maka dari itu anak mempunyai
beban di pundak mereka untuk memajukan masa depan Negaranya. Peran besar yang
disandangkan kepada anak tersebut menyangkut untuk dididik, dibina, dan
dibesarkan yang benar supaya mereka menjadi generasi yang baik sehingga membawa
Negara menjadi lebih baik dan maju. Anak juga sebagai generasi yang akan datang
maka dari itu anak perlu dididik yang benar supaya dia menjadi generasi yang
akan datang yang baik.
Menurut
Alton Philip, anak adalah setiap orang yang umurnya masih belum mencapai 18
tahun. Hak asasi anak telah diakui dan didlindungi mulai dari kandungan orang
tuanya. Tanpa terkecuali kalau anak tersebut usianya 18 tahun maka anak
tersebut berhak mendapatkan hak sebagai anak, sehingga dia juga mendapatkan
perlindungan hukum sebagaimana mestinya. Anak juga harus mendapatkan pendidikan
karena itu adalh suatu hak bagi seorang anak agar dia menjadi generasi yang
baik dan bisa membawa Negara menjadi lebih baik.
3. Pendidikan Anak Usia 7-12 dalam Perspektif Hadits
Perkembangan
jiwa agama pada seseorang yaitu umur 7-12 tahun, yaitu masa Sekolah Dasar
(SD/Anak) perkembangan jiwa agama dimasa ini sangat menonjol pada segala
keinginan untuk mengetahui bagaimana bentuk atau rupa dan keagungan Tuhan.
Kemudian keinginan untuk mengetahui ajaran Tuhan. Pertanyaan ini lahir secara
spontan, seiring dengan kemampuannya meyakini sesuatu terbatas pada meyakini
sesuatu berdasarkan benda nyata, seperti manusia menciptakan sesuatu. Pada masa
ini juga ajaran agama yang lekat dengan pengamalan rumah tangga orangtuanya
itulah yang ditiru untuk diamalkannya. Hafalan, pengamalan secara dasar atas
ilmu agama mulai mau mengikutinya. Misalnya: bacaan shalat, dan akhlak bergaul.
Sebaliknya, kebencian atau
penolakannya terhadap sesuatu agama tumbuh dari kebencian orangtuanaya atas
agama yang ditolaknya. Adapun kritikan anak terhadap ajaran serta praktik agama
yang dilakukan orangtuanya lahir akibat pngamatannya serta bandingannya terhadap
praktik orang yang pernah diamatinya atau konsistensi pengamalan orangtua atas
apa yan perlu dilakukan atau dikatakannya. Masa ini keyakinannya terhadap tuhan
Tuhan dan pengamalan agama semakin jelas, walaupun analisis krisis masih sangat
minim, belum holistis.
Menurut
penelitian Ernest Harms perkermbangan anak-anak melalui beberapa fase. Dalam
buku The Depelopment of Religious on
Children, anak usia sekolah dasar hingga usia adolesens (remaja) merupakan
fase kenyataan (the realistic stage)
pada masa ini ide ketuhanan anak sudah mencerminkan konsep yang berdasarkan
ppadaa kenyataan. Konsep ini timbul melalui lembaga-lembaga keagamaan dan
pengajaran agama dari orang dewasa. Pada
masa ini ide perkembangan keagamaan anak usia 6-12 tahun keagamaan pada anak
didasarkan pada dorongan emosional hingga mereka dapat melahirkan konsep Tuhan
yang formalis.
Berdasarkan
hal itu maka pada masa ini anak-anak tertarik dan senang pada lembaga keagamaan
yang mereka lihat dikelola oleh orang dewasa. Segala bentuk tindak atau amal
keagamaan mereka ikuti dan mempelajarinya dengan penuh minat. Sesuai
dengan ciri yang mereka miliki maka sifat agama pada anak tumbuh mengikuti pola
ideas concept on authority, Ide
keagamaan pada anak hampir sepenuhnya autoritarius, maksudnya konsep keagamaan
pada diri mereka dipengaruhi oleh faktor luar. Mereka telah melihat dan
mengikuti apa-apa yang dikerjakan dan diajarkan orang dewasa tau orang tua.
Mereka hanya meniru dan menyesuaikan diri saja dengan pandangan hidup orang
tuanya.
Dengan
demikian ketaatan pada ajaran agama merupakan kebiasaaan yang mereka pelajari
dari orang tua maupun guru. Bagi mereka sangat mudah untuk menerima ajaran dari
orang dewasa walaupun belum mereka sadari sepenuhnya manfaat ajaran tersebut.
Menurut Fuad Nashori, pada usia 7-10 tahun (fase tamyiz), anak sudah mempunyai
kemampuan membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, antara yang prioritas
dan bukan prioritas melalui kemampuan akalnya. Karena kemampuan itu, maka anak
telah siap untuk berkenalan dan memahami adanya hukuman yang diterimanaya. Dalam suatu hadits di jelaskan bahwa
pada usia 10 tahun anak boleh di hukum (secara fisik) apabila menolak istiqomah
dalam melakukan shalat. Namun demikian, pengenalan akan konsekuensi positif
seperti pahala, surga, semestinya didahulukan daripada konsekuensi negatif
seperti hukuman, adzab, neraka dan seterusnya. Kesan yang mendalam tentang
pahala, hadiah dan surga diharapkan menjadikannya bersemangat berbuat baik.
Sungguh pun demikian, anak-anak harus memahami bahwa ada konsekuansi positif
dan negatif.
عن عمروبن شعيب عن ابيه عن جده قال: رسول الله
صلى الله عليه وسلم : مرواصبيناكم بالصلاة لسبع سنين واضربوهم عليها لعشرسنين
وفرقوا بينهم فى ا لمضاجع. رواه أحمدوابوداود.
Artinya:
“Dari ‘Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya, ia berkata,
“Rasulullah saw bersabda: “Suruhlahanak anak kecil kamu mengerjakan sembayang pada
(usia) tujuh tahun, dan pukullah mereka (bila lalai) atasnya pada (usia )sepuluh
tahun, dan pisahkanlah mereka di tempat-tempat tidur”. (HR Ahmad dan Abu Daud).
Dari hadits diatas dijelaskah bahwasanya
perintah shalat sejak berusia tujuh tahun, di pukul bila lalai pada usia sepuluh
tahun dan dipisahkan dari tempat tidur dalam melaksanakan shalat. Dengan melakukan
hal-hal seperti itu anak nantinya akan terbiasa sampai dia besar dia akan melaksanakan
shalat dan tidak akan melalaikannya.
Dalam kaitannya dengan pemberian
materi agama, disamping mengembangkan pemahamannya juga memberikan latihan atau
pembiasaan keagamaan yang menyangkut ibadah vertikal seperti: melaksanakan
shalat, berdo’a dan membaca Al-Qur’an (anak diwajibkan menghafalkan surat-surat
pendek berikut terjemahannya), juga dibiasakan melakukan ibaadah horizontal,
seperti: hormat pada orang tua, guru dan orang lain, memberikan bantuan pada
orang yang memerlukan pertolongan, bersikap jujur, amanah dan lain-lain.
Pendidikan yang dilakukan anak usia
6-12 tahun seringkali diikutsertakan dalam metode bermain, agar pemahaman
terhadap dapat masuk pada anak-anak. Bermain adalah “any activity engaged in for the enjoyment it gives without
considerationpf the result”. Bermain adalah kesibukan masa anak dan balita.
Dalam bermainlah terjadi banyak pembelajaran dan peregangan pikiran. Bermain
membangun keterampilan motorik, meningkatkan akal anak, dan menyiapkannya
menghadapi dunia.
حدثناالعباس بن الوليدالدمشقي حدثناعلي بن عياش حدثناسعيدبن عمارة
أخبرني الحارث بن النعمان سمعت أنس بن ما لك يحدث عن رسول الله صلى الله عليه وسلم
قال اكرموا أولادكم وأحسنوا أدبهم
Artinya: ‘Abbas bin Walid ad Dimasyqi telah
menceritakan kepada kami ‘Ali bin ‘Ayyas telah menceritakan kepada kami Sa’id
bin ‘Umaroh telah menceritakan kepada kami, haris bin Nu’man memberitahukan
kepadaku bahwa aku medengar anas bin Malik menceritakan dari Nabi Muhammad SAW,
bersabda: “Muliakanlah anak-anakmu dan perbaikilah pendidikan mereka”. (HR.
Ibnu Majah).
Hadits ini menegasakan
pentingnya sebuah pendidikan, khususnya pendidikan bagi seoarang anak. Dari
redaksi hadits di atas jelas bahwa hendaknya orang tua memperhatikan pendidikan
terhadap anak-anaknya. Dari pemaknaan di atas, hadits tersebut lebih jeasnya
menerangkan perintah untuk memuliakan anak serata memperbaiki pendidikan bagi
mereka.
Oleh sebab itu, hadits di atas daat dipahami
bahwa memuliakan anak dengan memperbaiki pendidikannya merupakan dua hal yang
saling berkaitan. Pendidikan khususnya dalam bidang keagamaan yang diberikan
orang tua kepada anak menunjukkan sejauh mana ia memuliakan anak-anaknya.
Semakin bak kualitas pendidikan yang diberikan orang tua semakin baik pula ia
memuliakan anak-anaknya, begitu pula sebaliknya, semakin rendah pendidikan anak
maka menunjukkan semakin rendahnya bentuk pemuliaan terhadap anaknya.
وحدثنى عمرالتقد زابن ابي عمر جميعا عن سفيا قال عمرو حدثنا سفيان بن
عيينه عن الزهري عن أبى هريرة "أن الآقرع بن حابس أبصرالنبي صلى الله عليه
وسلم يقبل الحسن فقل "إن لي عشرة من الولاد ما قبلت واحدا منهم فقال رسول
الله صلى الله عليه وسلم إنه من لم يرحم. "(رواه أبو داود)
Artinya: Menceritakan kepadaku ‘Amar
Al-Naqid dan Ibn Abi ‘Umar, sekalian dari Sufyan. Berkata ‘Amr, “Menceritakan
kepada kami Sufyan Ibn ‘Uyainat, dan Zuhri, dari Abi Salamat, dari Abu
Hurairah, bahwa Aqra’’ bin Habis penah melihat Nabi SAW sedang menciun Hasan.
Dia (Aqra’ bin Habis) lalu berkata, “Sesungguhnya aku mempunyai sepuluh orang
anak tetapi aku tidak pernah mencium seorang pun dari mereka, kemudian
Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya barang siapa yang tidak mengasihi, tidak
akan dikasihi”. (HR. Abu Daud).
Hadits di atas
menggambarkan contoh perilaku Rasulullah dalam menyayangi anak, ditunjukkan
dengan mencium cucunya Hasan. Hadis ini juga memberikan pelajaran untuk selalu
bersikap kasih sayang terhadap sesama sekaligus ancaman bagi siapapun yang
tidak melakukannya.
Secara garis besar,
materi pendidikan bagi anak usia 6-12 tahun terbagi menjadi tiga bagian, yaitu
akidah, akhlak dan syari’ah.
1. Akidah
Istilah
“akidah” berasal dari bahasa Arab “aqada” yang berarti “ikatan yang erat atau janji yang mengikat”. Dalam
hal ini, akidah berarti ikatan erat yang menghubungkan antara hamba dan Sang
Pencipta. Selain itu, akidah juga berarti “benteng”, karena akidah adalah
sebuah benteng dalam diri manusia yang berfungsi sebagai proteksi dan dasar
untuk membangun iman seseorang.
Akidah
biasanya diidentikkan dengan istilah iman, yaitu sesuatu yang diyakini di dalam
hati, diucapkan dengan lisan dan diamalkan dengan anggota tubuh. Akidah juga
diidentikkan dengan istilah tauhid, yakni mengesakan AllahSWT (tahudullah).
Adapun lingkup pembahasan tentang akidah Islam dalam pendidikan Islam,
meliputi rukun iman, yaitu: Iman kepada Allah SWT, Iman kepada
malaikat-malaikat Allah, iman kepada Kitab-kitab Allah, iman kepada Rasul-rasul
Alllah, iman kepada hari akhir dan iman kepada qadla dan qadar.
2. Akhlak
Secara
bahasa “akhlak” berarti “ budi pekerti, kelakuan, perangai, tabiat, kebiasaan,
bahkan agama”. Akhlak menurut istilah adalah aturan tentang perilaku lahir dan
batin yang dapat membedakan antara perilaku yang terpuji dan tercela, antara
yang salah dan yang bebar, antara yang sopan dan tidak sopan, serta antara yang
baik dan yang tidak baik (buruk).
Objek
kajian akhlak meliputi akhlak manusia trhadap Allah, akhlak manusia terhadap
dirinya sendiri, akhlak manusia terhadap orang lain (sesama manusia) dan akhlak
terhadap lingkungan sekitarnya. Akhlak merupakan implementasi iman dalam segala
bentuk perilaku, akhlak yang dibiasakan dalam kebiasaan sehari-hari akan membentuk
watak atau kepribadian, dan watak yang dijiwai akhlak Islami akan mengokohkan
iman seseorang.
3. Syariah
Secara
etimologi, syariah berati jalan yang harus dilalui, tatanan, perundang-undangan
atau hukum. Dan secara terminologi, syariah adalah tata aturan yang mengatur
pola hubungan manusia dengan Allah secara Vertikal yang biasa disebut ibadah,
dan hubungan manusia dengan sesamanya secara horizontal yang biasa disebut muamalah.
Ibadah
dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu ibadah mahdlah (khusus) dan
iabadah ghairu mahdlah (umum). Ibadah mahdlah adalah bentuk
peribadatan yang tata cara, cara-cara, acara dan upacaranya sudah diatur secara
rinci dalam Al-Qur’an maupun Hadits. Bentuk peribadatan ini didasarkan atas
perintah seperti shalat, zakat, puasa, haji dan sebagainya. Sedangkan ibadah ghairu
mahdlah adalah segala bentuk peribadatan yang betolak dari hati yang
ikhlas, begariskan amal shaleh dan bertujuan untuk mencapai ridla Allah
swt. Misalnya mencari nafkah, ber-silaturahmi, menuntut ilmu, menolong
dan menghormati orang lain, berkata dengn sopan, beolah ragadan lainnya.
C.
KESIMPULAN
Perkembangan jiwa agama pada
seseorang yaitu umur 7-12 tahun, yaitu masa Sekolah Dasar (SD/Anak)
perkembangan jiwa agama dimasa ini sangat menonjol pada segala keinginan untuk
mengetahui bagaimana bentuk atau rupa dan keagungan Tuhan. Kemudian keinginan
untuk mengetahui ajaran Tuhan. Pertanyaan ini lahir secara spontan, seiring
dengan kemampuannya meyakini sesuatu terbatas pada meyakini sesuatu berdasarkan
benda nyata, seperti manusia menciptakan sesuatu. Pada masa ini juga ajaran
agama yang lekat dengan pengamalan rumah tangga orangtuanya itulah yang ditiru
untuk diamalkannya. Hafalan, pengamalan secara dasar atas ilmu agama mulai mau
mengikutinya. Misalnya: bacaan shalat, dan akhlak bergaul.
Sebaliknya, kebencian atau
penolakannya terhadap sesuatu agama tumbuh dari kebencian orangtuanaya atas
agama yang ditolaknya. Adapun kritikan anak terhadap ajaran serta praktik agama
yang dilakukan orangtuanya lahir akibat pngamatannya serta bandingannya
terhadap praktik orang yang pernah diamatinya atau konsistensi pengamalan
orangtua atas apa yan perlu dilakukan atau dikatakannya. Masa ini keyakinannya
terhadap tuhan Tuhan dan pengamalan agama semakin jelas, walaupun analisis
krisis masih sangat minim, belum holistis.
DAFTAR PUSTAKA
Komentar
Posting Komentar