MAKALAH RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM

RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM By. Retno, dkk. A.       PENDAHULUA N   a.         Latar Belakang Bimbingan dan konseling merupakan kegiatan yang bersumber pada kehidupanmanusia. Kenyataan menunjukkan bahwa manusia di dalam kehidupannya selalu menghadapi persoalan-persoalan yang silih berganti. Persoalan yang satu dapat diatasi, persoalan yanglain muncul, demikian seterusnya. Manusia tidak sama satu dengan yang lain, baik dalamsifat maupun kemampuannya. Ada manusia yang danggup mampu mengatasi persoalan tanpa bantuan dari pihak lain, tetapi tidak sedikit manusia yang tidak mampu mengatasi persoalan bila tidak dibanntu orang lain, maka dari inilah bimbingan konseling dibutuhkan. Bimbingan dan konseling merupakan salah satu komponen dari pendidikan.Mengingat bahwa bimbingan dan konseling adalah suatu kegiatan bantuan dan tuntunan yangdiberikan kepada individu pada umumnya, dan siswa pada khususnya di sekol...

MAKALAH ZAKAT FITRAH DAN PERMASALAHANNYA


BAB I
PENDAHULUAN

A.          Latar belakang
Membicarakan tentang zakat fitrah, ingatan kita pasti akan tertuju kepada bulan Ramadhan, bulan yang sangat dimulyakan oleh semua umat Islam karena sederet aktifitas ibadah bisa dilakukan di sana sekaligus menjanjikan reward yang tak ternilai, mulai dari dibukanya pintu rahmad dan ampunan sampai pada jaminan akan pembebasan dari api neraka.
Zakat fitrah bagi umat Islam bukan hanya sebuah rutinitas yang berdimensi sosial yang mengiringi ibadah puasa di bulan Ramadhan, akan tetapi lebih dari itu zakat fitrah merupakan kewajiban yang diperuntukkan bagi terwujudnya kesempurnaan ibadah puasa yang dilakukan. Seorang muslim yang menjalankan ibadah puasa akan merasa kurang sempurna apabila tidak mengeluarkan zakat fitrah. Sementara itu, bagi umat Islam yang enggan melaksanakan ibadah puasa sekalipun, zakat fitrah tetap menjadi sesuatu sesuatu yang penting bagi diri mereka.Ada perasaan tidak “enak” bila tidak menunaikannya.
Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila pada akhir setiap bulan Ramadan banyak umat Islam berbondong-bondong membayar zakat fitrah kepada panitia-panitia zakat fitrah yang ada di masjid, musholla atau tempat-tempat yang lain. Selanjutnya pihak panitia akan menyalurkan zakat fitrah tersebut kepada fakir miskin, dan tak jarang pihak panitia juga menyisihkan sebagian zakat yang terkumpul untuk dibagikan kepada para anggotanya.
B.          Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan tersebut dalam makalah ini kami mencoba merumuskan beberapamasalah diantaranya :
1.       Apakah pengertian zakat itu ?
2.       Bagaimana hukum dari menunaikan zakat fitrah ?
3.       Kapan waktu yang dibolehkan untuk membayarkan zakat fitrah ?
4.       Siapa sajakah yang tergolong dalam panitia zakat fitrah itu ?
5.       Siapa sajakah yang tergolong dalam mustahiq zakat fitrah tersebut ?
C.          Tujuan Pembahasan
Dari perumusan masalah diatas maka dalam penyusunan makalah bertujuan agar penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya dapat :
1.       Mengetahui arti dari zakat pada hakikatnya.
2.       Mengetahui hokum dari penunaian zakat fitrah.
3.       Mengetahui waktu pelaksanaan zakat fitrah.
4.       Mengetahui keanitiaan zakat fitrah.
5.       Mengetahui para mustahiq zakat fitrah.












BAB II
PEMBAHASAN
A.          Pengertian Zakat
Zakat fitrah dilihat dari komposisi kalimat yang membentuknya terdiri dari kata “zakat” dan “fitrah”. Zakat secara umum sebagaimana dirumuskan oleh banyak ulama’ bahwa dia merupakan hak tertentu yang diwajibkan oleh Allah terhadap harta kaum muslimin menurut ukuran-ukuran tertentu (nishab dan khaul) yang diperuntukkan bagi fakir miskin dan para mustahiq lainnya sebagai tanda syukur atas nikmat Allah swt. dan untuk mendekatkan diri kepada-Nya, serta untuk membersihkan diri dan hartanya (Qardhawi, 1996:999). Dengan kata lain, zakat merupakan kewajiban bagi seorang muslim yang berkelebihan rizki untuk menyisihkan sebagian dari padanya untuk diberikan kepada saudara-saudara mereka yang sedang kekurangan.
Sementara itu, fitrah dapat diartikan dengan suci sebagaimana hadits Rasul “kullu mauludin yuladu ala al fitrah” (setiap anak Adam terlahir dalam keadaan suci) dan bisa juga diartikan juga dengan ciptaan atau asal kejadian manusia.
Zakat fitrah adalah zakat diri yang diwajibkan atas diri setiap individu baik lelaki maupun perempuan muslim yang berkemampuan dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan. Kata fitrah merujuk pada keadaan manusia saat baru diciptakan sehingga dengan mengeluarkan zakat ini manusia diharapkan akan kembali fitrah / suci.[1]
B.          Hukum Menunaikan Zakat Fitrah
Zakat fitrah hukumnya wajib, berdasarkan hadits Abdullah bin Umar Radiyallahu ‘anhu, bahwa:
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, mewajibkan zakat fitrah satu sha’ dari kurma, atau satu sha’ dari gandum, bagi setiap orang yang merdeka atau budak, laki-lakiatau wanita dari kaum muslimin.” (Muttafaq Alaihi)
Ibnul Mundzir berkata: Para ulama sepakat bahwa sedekah fitrah hukumnya wajib. Setiap muslim diwajibkan untuk mengeluarkan zakat fitrah untuk dirinya , keluarganya dan orang lain yang menjadi tanggungannya baik orang dewasa,anak kecil, laki-laki maupun wanita. Berikut adalah syarat yang menyebabkan individu wajib membayar zakat fitrah:
-      Individu yang mempunyai kelebihan makanan atau hartanya dari keperluan t anggungannya pada malam dan pagi hari raya.
-      Anak yang lahir sebelum matahari jatuh pada akhir bulan Ramadan dan hidup selepas terbenam matahari.
-      Memeluk Islam sebelum terbenam matahari pada akhir bulan Ramadan dan tetap dalam Islamnya.
-      Seseorang yang meninggal selepas terbenam matahari akhir Ramadan.

Besar zakat yang dikeluarkan menurut para ulama adalah sesuai penafsiran terhadap adalah sebesar satu sha’ (1 sha’=4 mud, 1 mud=675 gr) atau kira-kira setara dengan 3,5 liter atau 2.6 kg makanan pokok (tepung, kurma, gandum,) atau yang biasa dikonsumsi di daerah bersangkutan (Mazhab Syaf i’i dan Maliki)[2]
C.          Waktu Pelaksanaan Zakat Fiitrah
Zakat Fitrah adalah ibadah yang tidak bisa dilepaskan dengan rangkaian ibadah di bulan Ramadhan, sebab kewajiban berzakat fitrah hanya boleh dilakukan pada bulan Ramadhan. Dengan kata lain apabila zakat fitrah dilakukan di luar buan Ramadhan, bisa dipastikan bahwa status zakat fitrah yang dibayarkan menjadi tidak sah. Rasulullah dalam salah satu haditsnya yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas menjelaskan
Barangsiapa yang membayar zakat fitrah sebelum dia melaksanaan shalat iedul fitri, maka zakat fitrahnya diterima (dinyatakan sah), akan tetapi barangsiapa yang mengeluarkannya setelah melaksanakan shalat iedul fitri, maka zakat fitrahnya hanya dianggap sebagai sedekah biasa.

-          Waktu yang utama, ditunaikan di pagi hari raya, sebelum berangkatmenuju shalat Ied. Berdasarkan hadits Ibnu Umar, bahwa RasulullahShallallahu ‘alaihi wasallam, memerint ahkan untuk membayar zakat fitrah sebelum manusia keluar menuju shalat .” (Muttafaq alaihi)
-          Waktuwajib, yaitu di saat terbenamnya matahari pada hari akhir di bulanRamadhan, yang menunjukkan masuknya satu syawal.
-          Waktu diperbolehkan, yaitu mengeluarkan zakat fitrah sebelum hari rayasehari, dua hari, atau tiga hari sebelumnya.Hal ini berdasarkan haditsIbnu Umar bahwa mereka (para sahabat Nabi) mengeluarkan zakat fitrah sehari atau dua hari (sebelum hari raya).”(HR.Bukhari).

a.    Niat dan Doa Mengeluarkan Zakat Fitrah secara pribadi
Nawaitu an ukhrija zakatal fitrati ‘an nafsi fardan ‘alayya lillahi ta’ala artinya :
Saya berniat mengeluarkan zakat fitrah untuk diriku sendiri, wajib ataskukarena Allah t a’ala.
b.   Doa Membayar Zakat Fitrah Bagi Keluarga :
Nawaitu an ukhrija zakatal fithrati ‘an nafsi wa ahli……fardan ‘alayyalillahi ta’ala artinya :
Saya berniat mengeluarkan zakat fitrah, bagi diriku dan keluargaku (sebutkan namanya satu persatu,  istri, anak-anak dan yang menjadi tanggungan) wajib atasku karena Allah T a’ala.
c.    Doa Membayar Z akat Fitrah Untuk Orang lain :
Nawaitu an ukhrija zakat al fitrati li…fardhon lillahi ta’ala : Aku berniat mengeluarkan zakat fitrah bagi si  ( … Namanya) karena Allah ta’ala.
d.   Bacaan Doa Menerima Zakat Fitrah :
Ajarakallahu fiimaa a’thaita wa baaraka fiimaa abqaita waja’ala laka tohuuraa
Semoga Allah Membalas apa yang engkau beri dan memberkahi hartayang engkau sisakan dan menjadikannya harta yang bersih untukmu.[3]
D.          Panitia Zakat Fitrah
Seperti dimaklumi bersama bahwa dalam rangka pendistribusian zakat fitrah, banyak diantara umat Islam membentuk kepanitian zakat fitrah. Kepanitian ini biasanya dibentuk pada awal atau pertengahan bulan Ramadhan dan bersifat temporer. Apabila telah selesai menjalankan tugasnya kepanitiaan ini dibubarkan dan akan dibentuk lagi pada tahun berikutnya. Tugas utama kepanitian ini adalah menerima, mengatur dan mendistribusikan zakat fitrah yang dikumpulkan dari kaum muslimin kepada orang-orang yang telah ditentukan.
Dalam realitasnya banyak orang menyebut kepanitian ini dengan sebutan amil. Karena yang diurusi adalah zakat fitrah, mereka selanjutnya disebut amil zakat fitrah. Penamaan amil zakat fitrah didasarkan pada sebuah argumentasinya bahwa karena kepanitian tersebut bertugas mengurusi zakat fitrah. Konsekwensi selanjutnya atas penamaan ini adalah tak jarang para panitia mendapatkan bagian dari zakat fitrah yang mereka kumpulkan.
1.       Mustahiq Zakat fitrah
Al-Qur’an surat At-Taubah ayat 60 menyebutkan ada delapan golongan yang berhak menerima zakat. Mereka adalah fakir, miskin, amil, muallaf, riqab, gharim, sabilillah, dan ibnu sabil.
انما الصدقات للفقراء و المساكين والعاملين عليها والمؤلفة قلوبهم وفى الرقاب والغارمين وفى سبيل الله و ابن السبيل, فريضة من الله والله عليم حكيم.
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, para amil zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”.
Ayat tersebut dimulai dengan redaksi innama al shadaqat. Kata shadaqat yang berarti zakat-zakat merupakan bentuk jamak dari kata shadaqah. Menurut Imam Abu Zahroh apabila dilihat dari perspektif ushul fiqih, kata yang berbentuk jamak dan diikuti dengan partikel “al” yang berfungsi mengkhusukan, maka kata tersebut tergolong ke dalam bentuk kata “umum”. Implikasinya adalah bahwa kata tersebut bersifat umum dalam pemaknaannya yang dengan sendirinya belum boleh dijadikan hujjah terhadap persoalan-persoalan yang bersifat khusus. Oleh karena itu perlu dicarikan dalil lain yang bisa difungsikan sebagai takhsis untuk mempertegas atau menjelaskannya.
Dengan demikian, kata al shadaqat yang terdapat dalam ayat 60 surat At Taubah harus difahami sebagai kata yang bersifat umum demikian juga pihak-pihak yang bisa menerimanya. Pertanyaan yang muncul dalam memahami kata tersebut adalah apakah pendistribusian zakat fitrah termasuk dalam kategori ayat tersebut?
Terkait dengan hal ini, ada dua pendapat yang berkembang :
Pertama, bahwa distribusi zakat fitrah sama dengan distribusi zakat yang lain. Kelompok ini berpendapat bahwa oleh karena kata al shadaqat bersifat umum, maka hal itu mencakup semua bentuk zakat tak terkecuali zakat fitrah (Zuhaili, 1997:1099). Para ulama yang tergabung dalam kelompok ini adalah para ulama’ dari kalangan Syafi’iyyah. 
Kedua, bahwa zakat fitrah tidak bisa dikategorikan ke dalam ayat 60 surat At Taubah. Beberapa alasan yang dikemukakan oleh kelompok ini adalah:
a.        Keberadaan hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas
فرض رسول الله زكاة الفطر طهرة للصائم من اللهو و الرفث و طعمة للمساكين
Merupakan takhshish terhadap keberadaan ayat 60 surat at Taubah.
b.        Kewajiban yang dibebankan oleh zakat fitrah dan zakat yang lain berbeda 
Dalam zakat seseorang baru diwajibkan mengeluarkan zakat atas hartanya apabila
1) Islam 
2) merdeka 
3) harta tersebut merupakan harta miliknya secara penuh 
4) sudah mencapai satu nisab 
5) mencapai satu khaul (untuk barang-barang tertentu) (Syuja’, t.th:90).
Ketentuan-ketentuan tersebut hanya bisa dipenuhi bagi orang-orang muslim yang dalam keadaan berkecukupan harta, sedangkan orang muslim yang miskin rasanya tidak mungkin bisa memenuhi ketentuan di atas. Jika demikian, maka orang muslim yang miskin tidak berkewajiban mengeluarkan zakat atas hartanya. Berbeda dengan hal itu, kewajiban zakat fitrah tidak didasarkan atas berapa banyak harta yang dimiliki, akan tetapi pada:
1) Islam 
2) mampu menjumpai malam iedul fitri 
3) tersedia kelebihan makanan pada malam hari raya untuk dirinya atau keluarganya (Syuja’, t.th:97).
Apabila seorang muslim masih bisa menjumpai malam iedul fitri sedangkan dia mempunyai kelebihan makanan, maka yang bersangkutan berkewajiban mengeluarkan zakat fitrah. Bahkan bayi yang dilahirkan pada iedul fitri sekalipun, apabila orang tuanya mamiliki kelebihan makanan, maka wajib bagi dia mengeluarkan zakat fitrah atas bayinya. Tidak adanya perbedaan antara yang kaya dan miskin antara yang besar dan yang kecil dalam kewajiban membayar zakat fitrah sebagaimana dinyatakan dalam hadits Rasul yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah;
أدوا صدقة الفطر صاعا من قمح – أو قال بر- عن كل إنسان صغير أو كبير, حر أو مملوك, غني أو فقير, ذكر أو أنثى
c.        Tujuan disyariatkannya zakat fitrah bebeda dengan yang zakat lain 
Tujuan ibadah zakat fitrah adalah untuk mensucikan orang-orang yang berpuasa dari perkataan dan pernuatan yang tidak bermanfaat yang mereka lakukan pada saat berpuasa. Sementara itu tujuan ibadah zakat adalah membersihkan kotoran yang terdapat pada manusia. 
Dari tiga argumentasi di atas, kelompok ini berketetapan bahwa perlakuan terhadap zakat fitrah tidak bisa disamakan dengan perlakuan terhadap zakat yang lain. Oleh karena zakat fitrah berbeda dengan zakat yang lain, maka pendistribusiannya juga berbeda. Zakat fitrah tidak bisa diberikan kepada selain fakir dan miskin. Kelompok ini juga berpendapat bahwa redaksi hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas secara tegas menyebut “tu’matun li al masakin” yang artinya makanan bagi orang-orang miskin. Hadits ini memberikan penegasan bahwa mereka yang berhak menerima distribusi zakat fitrah adalah fakir dan miskin dan bukan enam ashnaf (golongan) yang lain.
Yusuf Qardawi (1997:965) menyebut ada beberapa ulama yang tergabung dalam kelompok kedua yang menghususkan distribusi zakat hanya kepada fakir dan miskin. Mereka adalah Imam, Muhammad Ibnu Rusyd al Qurthubi, ulama’-ulama’ dari madzhab Malaki, Ahmad bin Hambal, Ibnu Taymiyyah, Ibnul Qoyyim al Jauziyah, Imam Hadi, Qashim dan Imam Abu Thalib. Sementara itu Wahbah Zuhaili (1997:2048) menyebut bahwa ulama’-ulama dari madzhab Hanafi juga ada dalam barisan ini.
Ibnu Rusyd (t.th:282) berpendapat bahwa para ulama’ bersepakat bahwa zakat fitrah hanya diperuntukkan bagi kaum fakir dan miskin yang muslim. Senada dengan Ibnu Rusyd, Ibnul Qoyyim (1999:74) menyatakan:
“Beliau (Rasulullah) memberikan zakat fitrah ini secara khusus kepada orang-orang miskin dan tidak menyalurkannya kepada delapan kelompok secara merata serta tidak memerintahkannya. Tak seorang pun di antara para sahabat Nabi yang juga melakukannya”
Zuhaili (1997:2048) menjelaskan bahwa para ulama dari madzhab Hanafi telah bersepakat bahwa zakat fitrah hendaknya didistribusikan kepada fakir miskin yang muslim, terkecuali untuk kelurga bani Hasyim. Sebab bani Hasyim adalah orang-orang yang mulia sehingga mereka tidak patut mendapatkannya.
Sementara itu, Qardawi (1997:963) berpendapat bahwa menurut kesepakatan para ulama bahwa zakat fitrah hanya diperuntukkan kepada fakir miskin yang bergama Islam. Qardawi menambahkan bahwa dikhususkannya zakat fitrah untuk kaum fakir dan miskin muslim adalah sejalan dengan perintah Rasul agar umat Islam bisa mebantu saudara muslim lainnya yang sedang kekurangan pada hari raya. Rasulullah s.a.w bersabda: أغنو هم فى هذا اليوم “Cukupkanlah mereka (kaum fakir miskin) pada hari itu (iedul fitri)”.
Di ant ara hikmah disyari’at kannya zakat f it rah adalah:
1. Zakat fitrah merupakan zakat diri, di mana Allah memberikan umurpanjang baginya sehingga ia bertahan dengan nikmat -Nya.
2. Zakat fitrah juga merupakan bentuk pertolongan kepada umat Islam,baik kaya maupun miskin sehingga mereka dapat berkonsentrasi penuh untuk beribadah kepada Allah Ta’ala dan bersukacita dengan segalaanugerah nikmat -Nya.
3. Hikmahnya yang paling agung adalah tanda syukur orang yang berpuasa kepada Allah atas nikmat ibadah puasa. (Lihat Al Irsyaad Ila Ma’rifatilAhkaam, oleh Syaikh Abd. Rahman bin Nashir As Sa’di, hlm. 37.)
4. Di antara hikmahnya adalah sebagaimana yang terkandung dalam hadits Ibnu Abbas radhiAllahu ‘anhuma di atas, yaitu puasa merupakanpembersih bagi yang melakukannya dari kesia-siaan dan perkataanburuk, demikian pula sebagai salah satu sarana pemberian makan kepada fakir miskin[4]






BAB III
PENUTUP

A.          Kesimpulan
Dari pembahasan makalah diatas dapat disimpulkan bahwa zakat fitrah merupakan zakat diri yang diwajibkan atas diri setiap individu baik lelaki maupun perempuan muslim yang berkemampuan dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan. Kata fitrah merujuk pada keadaan manusia saat baru diciptakan sehingga dengan mengeluarkan zakat ini manusia diharapkan akan kembali fitrah / suci.
   Hukum dari pelaksanaan zakat fitrah itu sendiri wajib hukumnya, dan ada beberapa waktu yang diperbolehkan untuk menunaikan zakat fitrah itu sendiri diantaranya :
-          Waktu yang utama, ditunaikan di pagi hari raya, sebelum berangkatmenuju shalat Ied. Berdasarkan hadits Ibnu Umar, bahwa RasulullahShallallahu ‘alaihi wasallam, memerint ahkan untuk membayar zakat fitrah sebelum manusia keluar menuju shalat .” (Muttafaq alaihi)
-          Wakt uwajib, yaitu di saat terbenamnya matahari pada hari akhir di bulanRamadhan, yang menunjukkan masuknya satu syawal.
-          Wakt u diperbolehkan, yaitu mengeluarkan zakat fitrah sebelum hari rayasehari, dua hari, atau tiga hari sebelumnya.Hal ini berdasarkan haditsIbnu Umar bahwa mereka (para sahabat Nabi) mengeluarkan zakat fitrah sehari atau dua hari (sebelum hari raya).”(HR.Bukhari).
Untuk kepanitian zakat fitrah diserahkan kepada amil yang sudah dipercayakan dan dianggap mampu untuk melaksanakan tugasnya. Dan ada 8 golongan yang telah dinash dalam Al-Qur’an yang berhak menerima zakat fitrah, diantaranya : fakir, miskin, amil, muallaf, riqob, ghorim, sabilillah, dan ibnu sabil.
B.          Saran
Penulis telah berusaha membuat makalah yang paling sempurna dan diharapkan dapat menjadikan tambahan wawasan bagi penulis serta para pembacanya, namun kritik serta saran akan kami terima guna menjadikan tambahan yang membangun serta memperbaiki makalah kami selanjutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis serta pembacanya.Amin






DAFTAR PUSTAKA

Moh. Rifa’i, Ilmu Fiqih Islam Lengkap, Semarang : PT. Karya Toha Putra.
Rasjid, Sulaiman, Fiqih Islam, Jakarta : Sinar Baru Agensia, cet. Ke-59 tahun 1954.
Al-Ghazali, Imam, Pedoman Mutiara Ihya ‘Ulumuddin Penyempurna Ibadah sehari-hari, Jakarta : Aprindo, cet. Ke-5 tahun 2010.
Nasution, Lahmuddin, FIQIH 1, Semarang : Lolos, 1995.










[1]Lahuddin Nasution,Fiqih 1,{Semarang:PT Lolos,1995},hal.117.
[2] Rasjid Sulaiman,Fiqih Islam,{Jakarta:Sinar Baru Agnesia,1995},hal.159.
[3]Imam  Al-Ghazali,Ihya Ulumuddin Penyempurnaan Ibadah Sehari- hari,{Jakarta:Aprindo,2010},hal.211.
[4] Moh Rifa’I, Ilmu Fiqih Islam Lengkap, {Semarang:PT Karya Toha Putra,2013},hal.177-179.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH MODEL PEMBELAJARAN

MAKALAH ILMU SOSIAL DASAR

MAKALAH ILMU AL-JARH WA AT-TA’DIL