MAKALAH RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM

RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM By. Retno, dkk. A.       PENDAHULUA N   a.         Latar Belakang Bimbingan dan konseling merupakan kegiatan yang bersumber pada kehidupanmanusia. Kenyataan menunjukkan bahwa manusia di dalam kehidupannya selalu menghadapi persoalan-persoalan yang silih berganti. Persoalan yang satu dapat diatasi, persoalan yanglain muncul, demikian seterusnya. Manusia tidak sama satu dengan yang lain, baik dalamsifat maupun kemampuannya. Ada manusia yang danggup mampu mengatasi persoalan tanpa bantuan dari pihak lain, tetapi tidak sedikit manusia yang tidak mampu mengatasi persoalan bila tidak dibanntu orang lain, maka dari inilah bimbingan konseling dibutuhkan. Bimbingan dan konseling merupakan salah satu komponen dari pendidikan.Mengingat bahwa bimbingan dan konseling adalah suatu kegiatan bantuan dan tuntunan yangdiberikan kepada individu pada umumnya, dan siswa pada khususnya di sekolah. Hal inisangat relevan jika dilihat dari perumusan bahwa pend

MAKALAH ANJURAN MEMPEROLEH KELUARGA SAKINAH, MAWADDAH, WARAHMAH DALAM HADIS


ANJURAN MEMPEROLEH KELUARGA SAKINAH, MAWADDAH, WARAHMAH DALAM HADIS


A.      PENDAHULUAN
Perkawinan atau pernikahan merupakan sunatullah yang berlaku bagi semua makhluk Allah swt, termasuk manusia. Di dalam ajaran Islam perkawinan merupakan salah satu sunnah Rasulullah saw yang harus kitalaksanakan sebagai salah satu kebutuhan biologis manusia untuk hidup bersama, saling menyayangi, saling mengasihi dan saling mencintai. Allah swtberfirman dalam Al-Qur’an surat Yaasin ayat 36, yang artinya “Maha suci (Allah) yang telah menciptakan semuanya berpasang-pasangan, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka sendiri, maupun dari apayang tidak mereka ketahui” (QS. 36:36).
Kemudian dalam surat Al Hujarat ayat 13, Allah swt berfirman, yangartinya “Hai Manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dariseorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha teliti” (QS: 49:13).
Rasulullah saw dengan tegas menyatakan bahwa orang-orang yang tidak mau menikah, padahal sudah mampu menurut syari’at Islam untuk melaksanakan pernikahan maka orang tersebut bukan termasuk dari golongan umat Nabi Muhammad saw, sebagaimana beliau bersabda, yang artinya“Nikah itu adalah sunnahku, maka barang siapa yang membenci sunnahku (tidak mau menikah), maka bukanlah mereka termasuk dalam golonganku”(Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim).
Di dalam Al-Qur’an Allah menyatakan bahwa perkawinan merupakansalah satu kebesaran Allah dan sekaligus merupakan karunia Allah yang wajibdi syukuri dengan cara memelihara dan menjaga kelestarian, ketenangan dankeharmonisan serta berupaya memupuk dan menumbuh kembangkan cinta dan kasih sayang dalam keluarga, sebagaimana firman Allah dalam suratAr-Rum ayat 21, yang artinya “Dan diantara tanda-tanda kebesaran-Nya ialah Dia menciptakan pasang-pasangan (jodoh-jodoh) untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cendrung dan merasa tentram kepadanya, dan Diamenjadikan diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir” (QS:30:21).
Di dalam Undang-Undang Nomor I Tahun 1974 Pasal 1, dinyatakanbahwa “Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan m embentuk keluarga (Rumah Tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Undang-Undang Perkawinan ini memberikan pengertian kepada kita bahwa sebuah keluarga (Rumah Tangga) haruslah terbentuk dari niat yang ikhlas yang diikat dengan perjanjian suci (Miitsaaqan Ghalidzan) sehingga cita-citauntuk terwujudnya keluarga sejahtera dan bahagia itu akan tercapai.
Inilah tujuan yang ensensial dan mulia dari sebuah perkawinan dan sebuah keluarga, sebagaimana yang tercantum dalam Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, dimana memberikan ketegasan bahwa “Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tanggga yang Sakinah, Mawaddah dan Rahmah”. Keluarga Sakinah akan melahirkan generasi yang berkualitas, beriman, bertaqwa dan berakhlak mulia sekaligus sebagai upaya untuk meningkatkan ketahanan keluarga.
Inilah yang diingatkan Allah kepada kita dalam Al-Qur’an surat An Nisak ayat 9, yang artinya “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah (tidak berkualitas), yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar. (Q.S:4:9).

B.      PEMBAHASAN
1.   Anjuran untuk menikah dalam al-qur’an
Isalm sangat menganjurkan perkawinan, banyak sekali ayat-ayat al-qur’an dan hadis nabi yang membahas tentang anjuran untuk menikah di antaranya:
a.      Ayat-ayat al-qur’an tentang anjuran menikah
ô`ÏBur ÿ¾ÏmÏG»tƒ#uä ÷br& t,n=y{ /ä3s9 ô`ÏiB öNä3Å¡àÿRr& %[`ºurør& (#þqãZä3ó¡tFÏj9 $ygøŠs9Î) Ÿ@yèy_ur Nà6uZ÷t/ Zo¨Šuq¨B ºpyJômuur 4 ¨bÎ) Îû y7Ï9ºsŒ ;M»tƒUy 5Qöqs)Ïj9 tbr㍩3xÿtGtƒ ÇËÊÈ  
21. dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (QS.30ar-rum:21)
ª!$#ur Ÿ@yèy_ Nä3s9 ô`ÏiB ö/ä3Å¡àÿRr& %[`ºurør& Ÿ@yèy_ur Nä3s9 ô`ÏiB Nà6Å_ºurør& tûüÏZt/ Zoyxÿymur Nä3s%yuur z`ÏiB ÏM»t6Íh©Ü9$# 4 È@ÏÜ»t6ø9$$Î6sùr& tbqãZÏB÷sムÏMyJ÷èÏZÎ/ur «!$# öNèd tbrãàÿõ3tƒ ÇÐËÈ  
72. Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezki dari yang baik-baik. Maka Mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah ?". (QS. an-nahl:72)
ôs)s9ur $uZù=yör& Wxßâ `ÏiB y7Î=ö6s% $uZù=yèy_ur öNçlm; %[`ºurør& Zp­ƒÍhèŒur 4  
38. dan Sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan Kami memberikan kepada mereka isteri-isteri dan keturunan.(QS.ar-rad:38)
(#qßsÅ3Rr&ur 4yJ»tƒF{$# óOä3ZÏB tûüÅsÎ=»¢Á9$#ur ô`ÏB ö/ä.ÏŠ$t6Ïã öNà6ͬ!$tBÎ)ur 4 bÎ) (#qçRqä3tƒ uä!#ts)èù ãNÎgÏYøóムª!$# `ÏB ¾Ï&Î#ôÒsù 3 ª!$#ur ììźur ÒOŠÎ=tæ ÇÌËÈ  
32. dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian[1035] diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui. (QS.an-nur:32)

[1035] Maksudnya: hendaklah laki-laki yang belum kawin atau wanita- wanita yang tidak bersuami, dibantu agar mereka dapat kawin.

2.     Hadis-hadis rasulullah s.a.w”:
Imam bukhori dan muslim meriwayatkan hadis dari anas r.a. ada tiga orang berkunjung ke rumah-rumah isteri Rasulullah s.a.w. menyatakan tentang ibadah nabi s.a.w. menyatakan tentang ibadah nabi setelah mendapat jawaban mereka menganggap sedikit ibadah  nabi s.a.w. mereka berkata bagaimana kita ini, padahal beliau telah diampuni dosanya, baik yang lampau maupun yang akan datang, salah seorang diantara mereka berkata: “saya akan solat tahajjud setiap malam, tidak akan berhenti”, yang lain lagi berkata, “saya akan menjauhi perempuan, saya tidak akan menikah selamanya”.
Kemudian rasulullah s.a.w.  bersabda:
انتم اللذ ين قلتم كذ و كذ؟ ا ما ولله ا ني لا خسا كم لله و انقا كم له لكني اصو م وا فطر وا صلي وا ر قد وانزوج النساء فمن ر غب عن سنتي
فليس مني

Kalian berkata begitu, ketahuilah,demi allah saya adalah oarang yang paling takut kepada  allah di antara kalian ada yang paling taqwa kepada-nya tetapi saya berpuasa  dan kadang-kadang tidak berpuasa, saya salat dan saya tidur, saya juga nikah dengan perempuan. Orang yang tidak suka dengan sunnah sya dia bukan pengikut saya[1].

يا معشرالشبا ت من استطا ع منكم البا ءة فليتز و فا نه اغض با لبص واحصن للفر ج ومن لم يستع فعليه با لصوم فانه له وجاء (متفق عليه)         
hai para pemuda dan pemudi! Siapa di antara kamu yang mempunyai kemampuan, maka nikahlah, sebab nikah itu dapat memejamkan mata dan memelihara kemaluan, sedang bagi yang belum mempunyai kemampuan menikah agar menunaikan ibadah puasa, sebab puasa dapat menahan/penawar nafsu sahwat.[2]
                                                            (Riwayat bukhori dan muslim)          
اربع من سنن المر سلين الحناء والتعطر والسوا ك والنكاح (رواه ا لترمذ وابوايوب)
                                                                         
Empat perkara yang termasuk sunnah para rasul yaitu: berpacar, memakai wangi-wangian, bersiwak dan nikah.           
                                                                        (Riwayat tarmidzi dan abu Daud)

ثلاثةحق علاعونهم المجاهد في سبيل الله والمكاتب اللذي يريد الاداءوالنا كح اللذي يريد
 العفاف     (رواه الترمذي عن ابي هريرة)                                                           ada tiga orang yang berhak mendapatkan pertolongan allah.  Orang    yang berjuang di jalan allah, hamba sahaya yang berniat akan menebus dirinya dari  dan orang yang nikah untuk melindungi kehormatannya. (Riwayat tirmidzi dan Abu hurairah).[3]

3.     Langkah-Langkah Membentuk Keluarga Sakinah
Keluarga Sakinah adalah sebuah keluarga yang didamba dan  diimpikan oleh semua orang, karena melalui Keluarga Sakinah ini akan terlahir generasi penerus yang berkualitas, beriman dan bertaqwa serta berakhlak mulia. Keluarga yang dilandasi dengan ajaran agama tentunya akan meningkatkan ketahanan keluarga ditengah-tengah kehidupan masyarakat. [4]
Namun untuk mewujudkan dambaan dan impian itu bukanlah hal yang mudah dan ringan, melainkan harus melalui tekad dan perjuangan yang besar dan sunguh-sunguh serta pengorbanan yang tinggi agar mampu menahan ombak dan badai yang akan menerpa biduk rumah tangga. Oleh karena itu untuk membentuk Keluarga Sakinah sebagai upaya mewujudkan ketahanan keluarga, perlu ditempuh langkah-angkah sebagai berikut :[5]
a.      Memilih jodoh yang ideal.
Mengingat perkawinan adalah salah satu bagian terpenting dalam menciptakan keluarga dan masyarakat, maka dalam memilih jodoh (pasangan hidup) haruslah berlandaskan atas norma agama sehingga pendamping hidupnya nanti mempunyai akhlak/moral yang terpuji. Hal ini dilakukan agar kedua calon tersebut dalam mengarungi kehiduapan rumah tangga nantinya dapat hidup secara damai dan kekal, bahu membahu, tolong-menolong sehingga keharmonisan dan keutuhan rumah tangga dapat selalu terpelihara.[6]
Ajaran Islam memberikan tuntunan dalam memilih jodoh (pasangan hidup) bagi seorang laki-laki sebagaimana sabda Rasulullah saw, yang artinya “Nikahilah seorang perempuan karena 4 (empat) hal, yaitu kekayaannya, keturunannya, kecantikannya dan karena agamanya, maka pilihlah yang beragama agar hidupmu beruntung (bahagia)” (Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim).
Disamping faktor dalam Hadits diatas dalam memilih jodoh (pasangan hidup), yang juga cukup penting diperhatikan adalah faktor “kafa’ah atau kufu” yakni sepadan atau serasi antara calon suami dan calon isteri. Kafa’ah atau kufu dalam memilih jodoh meliputi kafa’ah dalam beragama, kafa’ah dalam akhlak, kafa’ah dalam pendidikan, kafa’ah dalam keturunan dan kafa’ah dalam umur.

b.     Membina dan menanamkan nilai-nilai agama dalam keluarga
Dalam upaya membentuk Keluarga Sakinah, peran agama menjadi sangat penting. Ajaran agama tidak cukup hanya diketahui dan difahami akan tetapi harus dapat dihayati dan diamalkan oleh setiap anggota keluarga sehingga kehidupan dalam keluarga tersebut dapat[7] mencerminkan suatu kehidupan yang penuh dengan ketentraman, keamanan dan kedamaian yang dijiwai oleh ajaran dan tuntunan agama.
Setiap anggota keluarga harus senantiasa berusaha dekat kepada Allah dengan cara melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, sebab dengan kedekatan kepada Allah akan terwujud nila-inilai keimanan  ketaqwaan yang dapat mempermudah penyelesaian urusan/permasalahan dalam rumah tangga serta mndatangkan rahmat dan berkah dari Allah swt, sebagaimana firman Allah dalam surat At-thalaq ayat 2 dan 3, yang artinya “Barang siapa yang bertaqwa kepada Allah, maka Allah akan memberikan jalan keluar (mempermudah) dalam urusannya dan Allah akan memberikan rizki kepadanya dari arah yang tidak disangkasangka, dan barang siapa yang bertawakkal kepada Allah maka Allah akan mencukupkan segala keperluannya” (QS:65:2-3).
Rumah tangga yang beriman dan bertaqwa kepada Allah akan terlihat dalam pengamalan ibadah sehari-hari, disamping itu juga akan terlihat semakin membaiknya hubungan dengan kerabat, tetangga dan masyarakat lingkungannya.
c.      Membina hubungan antara keluarga dan lingkungan
Keluarga dalam lingkungan yang lebih besar tidak hanya terdiri dari ayah, ibu dan anak (nuclear family) akan tetapi menyangkut hubungan persaudaraan yang lebih besar lagi (extended family), baik hubungan antara anggota keluarga maupun hubungan dengan lingkungan masyarakat.
Hubungan yang harmonis antara suami isteri dan anggota keluarga tidak akan terjadi dengan sendirinya, tetapi keharmonisan membutuhkan usaha yang sungguh-sungguh, ibarat sebatang tanaman yang perlu disiram, dipupuk dan dirawat serta dibersihkan dari hama agar dapat tumbuh dengan akar dan batang yang kuat.[8] Oleh karena itu cinta, kasih dan sayang perlu dijaga dan dipelihara dengann jalan membangun komunikasi yang kondusip dan edukatif, meluangkan waktu untuk keluarga, saling pengertian, saling hormat dan menghormati antara satu dengan yang lainnya.
d.     Menanamkan sifat qana’ah dalam keluarga
Sifat qana’ah perlu ditumbuh-kembangkan dalam keluarga, sebab dengan sifat qana’ah suami atau isteri merasa rela dan cukup atas apa yang dimiliki. Apalagi dalam era globalisasi yang ditandai dengan tingginya tuntutan kebebasan individu dan hak azasi, menonjolkan sifat materialistis ditengah masyarakat akan dapat mengancam ketentraman rumah tangga. Oleh karena itu sifat qana’ah harus menjadi benteng dalam rumah tangga agar keharmonisan kehidupan rumah tangga dapat terpelihara serta keretakan dan kehancuran rumah tangga dapat dihindari.
e.      Melaksanakan pembinaan kesejahteraan keluarga
Dalam membina kebahagiaan dan kesejahteraan keluarga ada beberapa upaya yang dapat ditempuh, antara lain dengan cara melaksanakan Keluarga Berencana, Usaha Perbaikan Gizi Keluarga,melakukukan imunisasi Ibu dan Anak. Keluarga Berencana merupakan salah satu upaya mewujudkan kebahagiaan dan kesejahteraan keluarga. Tujuan utama dari program Keluarga Berencana adalah untuk lebih meningkatkan kesejhteraan ibu dan anak.
Dengan mengatur kelahiran, isteri banyak mendapat kesempatan untuk memperhatikan dan mendidik anak disamping memiliki waktu untuk melakukan tugas-tugas sebagai ibu rumah tangga. Disisi lain suami tidak terlalu direpotkan oleh tuntutan-tuntutan biaya hidup serta biaya pendidikan anak-anak.[9]
Salah satu bentuk mu`amalah adalah mencipkan keharmnisan dalam keluarga melalui ibadah nikah.“Nikah itu bukan main, dan bukan pula main-main”. Demikian ungkap seorang filosof Muslim Indonesia, MI. Soelaiman Allahumma Yarham. Hidup berkeluarga bukan main indahnya, tetapi pula bukan main repotnya. Setelah aqad nikah suami-istri mempunyai hak dan kewajiban masing-masing.
Bagi seorang suami bertanggung jawab atas kelangsungan mati dan hidup keluarganya. Mulai dari mendidik istri dan anak-anaknya sampai mencari nafkah. Sedangkan kewajiabn bagi seorang istri adalah menjaga kehormatan diri dan keluarga ketika sang suami tidak ada di rumah.
Pernikahan merupakan salah satu bentuk ibadah yang sangat penting dan mulia untuk mengatur tatanan kehidupan berkeluarga. Tanpa pernikahan tidak mungkin seorang laki-laki dan perempuan dapat membentuk dan mengatur tatanan kehidupan keluarga yang dalam bahasa keseharian :”mawaddah, sakinah, warahmah”.Aman,    tentram saling mencintai dan saling mengasihi, saling menyayangi.[10]
Pernikahan merupakan azas utama dalam memelihara kemaslahatan ummat. Apabila tidak ada aturan Allah Swt. dan rasulnya tentang pernikahan, tentu saja manusia akan hidup sesuai dengan nafsu syahwatnya, yakni hidup bagikan binatang. [11]Islam menganjurkan ummatnya agar melakukan nikah.
4.     Hukum Pernikahan
a.      Sunnat, bagi orang yang berkeinginan serta sanggup memberi nafkah.
b.     Wajib, bagi orang yang mampu menikah dan merasa khawatir akan jatuh dalam maksyiat apabila tidak nikah.[12]
a.      Makruh, bila itu menghalangi seseorang dari memenuhi tugas atau kewajiban lain,seperti kewajiban menuntut ilmu.
b.     Haram, bagi orang yang tidak mampu memenuhi tugas sebagai suami, atau orang yang bermaksud jahat terhadap wanita yang akan dikawininya.

C.    KESIMPULAN
Dari hasil pembahasan tentang implementasi hadis-hadis dalam konsep keluarga sakinah, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Para pakar hadis telah menunjukkan berbagai pandangan mengenai proses pembentukan keluarga sakinah.
Umumnya sepakat bahwa langkah pertama dalam proses pembentukan keluarga sakinah adalah perkawinan yang sah dan seagama, dilanjutkan dengan adanya pembagian kerja dalam rumah tangga, melaksanakan hak dan kewajiban masing-masing secara proporsional, misalnya kewajiban suami terhadap isteri, kewajiban istri terhadap suami, dan kewajiban suami isteri terhadap anak-anaknya. Untuk melestarikan keluarga sakinah harus diikuti langkah-langkah pembinaan, salah satudi antaranya adalah pembinaan aspek agama yang meliputi pembinaan agama pada orang tua (suami-isteri), pembinaan jiwa agama pada anak-anak, pembinaan suasana rumah tangga Islami dengan upaya membudayakan ucapan kalimat thayyibah dalam rumah tangga. [13]
Menciptakan suasana sakinah dalam keluarga bukanlah semata-mata Membentuk Keluarga Sakinah Menurut Hadis Nabi SAW (Tasbih) tugas seorang ibu/istri, sebagaimana yang tertera dalam teks-teks hadis, tetapi harus dipahami secara kontekstual bahwa terciptanya iklim tersebut harus didukung oleh kedua belah pihak (suami isteri).

DAFTAR PUSTAKA

Alquran al-Karim
Darajat, Zakiah. Dkk. 1984. Dasar-Dasar Agama Islam. Jakarta: Bulan     Bintang
Prayitno, Irwan. 2003. Kepribadian Muslim. Bekasi: Pustaka Tarbiyatuna.
Anwar, Mohammad (TT), Fiqh Islam; Mu`amalat, Munakahat, Faraa`idl,             dan Jinayat, Bandung, Al-Ma`arif
Rasyid, Sulaiman 1987, Fiqh Islam, Jakarta, Ath-Thahiriyah.
Rahman, Fathur 1981, Ilmu Warits, Bandung, Al-Ma`arif.
Sabiq, Sayyid  1986  Fiqhus Sunnah; tarjamah oleh Mahyuddin Syaf,        Bandung, Al-Ma`arif.
Al-hamdani, 1989. risalah nikah hukum perkawinan islam. Jakarta: pustaka             amini.
Quraish shihab, 1996. wawasan al-qur’an: tafsir maudhu’i atas pelbagai persoalan ummat. Bandung: Mizan.
Khoiruddin, 2004. Islam tentang relasi suami dan isteri. Yogyakarta:             ACEdeMIA.



[1]  Kitab al-nikah, hadis no. 1897: ahmad, musnad ahmad.
[2]  Perkawinan menurut hukum islam adalah pernikahan, untuk mentaati perintah allah dan melaksanakannya adalah ibadah.
[3] Ibid., hlm. 5.

[5] Darajat, Zakiah. Dkk, Dasar-Dasar Agama Islam. (Jakarta: Bulan Bintang 1984), hlm. 71-74.
[6]  ibid
[7] Prayitno, Irwan. Kepribadian Muslim. Bekasi: Pustaka Tarbiyatuna, 2003.
[8] Anwar, Mohammad (TT), Fiqh Islam; Mu`amalat, Munakahat, Faraa`idl, dan Jinayat, (Bandung: Al-Ma`arif), hlm. 23.

[9] Rasyid, Sulaiman, Fiqh Islam, (Jakarta: Ath-Thahiriyah, 1987), hlm.102.
[10]Rahman, Fathur , Ilmu Warits, (Bandung: Al-Ma`arif, 1987), 11.
[11] Sabiq, Sayyid, Fiqhus Sunnah; tarjamah oleh Mahyuddin Syaf, (Bandung, Al-Ma`arif, 1986), hlm. 75.
[12] Al-hamdani,. risalah nikah hukum perkawinan islam. (Jakarta: pustaka amini, 1989), hlm. 22.
[13] Quraish shihab, wawasan al-qur’an: tafsir maudhu’i atas pelbagai persoalan ummat. (Bandung: Mizan,1996), hlm. 217.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH MODEL PEMBELAJARAN

MAKALAH LANDASAN PENDIDIKAN

MAKALAH STRATEGI KEWIRAUSAHAAN