MAKALAH RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM

RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM By. Retno, dkk. A.       PENDAHULUA N   a.         Latar Belakang Bimbingan dan konseling merupakan kegiatan yang bersumber pada kehidupanmanusia. Kenyataan menunjukkan bahwa manusia di dalam kehidupannya selalu menghadapi persoalan-persoalan yang silih berganti. Persoalan yang satu dapat diatasi, persoalan yanglain muncul, demikian seterusnya. Manusia tidak sama satu dengan yang lain, baik dalamsifat maupun kemampuannya. Ada manusia yang danggup mampu mengatasi persoalan tanpa bantuan dari pihak lain, tetapi tidak sedikit manusia yang tidak mampu mengatasi persoalan bila tidak dibanntu orang lain, maka dari inilah bimbingan konseling dibutuhkan. Bimbingan dan konseling merupakan salah satu komponen dari pendidikan.Mengingat bahwa bimbingan dan konseling adalah suatu kegiatan bantuan dan tuntunan yangdiberikan kepada individu pada umumnya, dan siswa pada khususnya di sekol...

MAKALAH ZIHAR


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Salah satu permasalahan yang terjadi di kalangan umat islam adalah ketika seorang suami menzhihar istrinya dengan mengatakan anti ‘alayya ka zhahri ummi. Yang apabila dilakukan oleh seorang suami maka suami itu haram menggauli istrinya sebelum ia membayar kafarat. Dan tata cara pembayaran ini yang di jelaskan dalam surat al-mujadalah ayat 2-4. Dan mengenai zhihar ini pemakalah akan berupaya untuk menjelaskannya.
Dalam makalah ini akan menjelaskan mengenai zhihar. Dan berupaya menjawab mengenai masalah-masalah yang berhubungan dengan zhihar yang terdapat di tengah-tengah masyarakat.
B.    Rumusan Masalah
1.     Apa yang dimaksud dengan zihar?
2.     Jelaskan dasar hukum zihar?
3.     Apa akibat dari zihar?



  


BAB II
PEMBAHASAN
ZIHAR (MENYAMAKAN ISTRI DENGAN IBU)
A.    AYAT DAN TERJEMAHAN
1.     Ayat Tentang Sebab Turunya Ayat Zihar

قَدۡ سَمِعَ ٱللَّهُ قَوۡلَ ٱلَّتِي تُجَٰدِلُكَ فِي زَوۡجِهَا وَتَشۡتَكِيٓ إِلَى ٱللَّهِ وَٱللَّهُ يَسۡمَعُ تَحَاوُرَكُمَآۚ إِنَّ ٱللَّهَ سَمِيعُۢ بَصِيرٌ

Artinya : Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah. Dan Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.(Q.S Al-Mujadilah :1)

2.     Ayat Tentang Hukum Zihar
ٱلَّذِينَ يُظَٰهِرُونَ مِنكُم مِّن نِّسَآئِهِم مَّا هُنَّ أُمَّهَٰتِهِمۡۖ إِنۡ أُمَّهَٰتُهُمۡ إِلَّا ٱلَّٰٓـِٔي وَلَدۡنَهُمۡۚ وَإِنَّهُمۡ لَيَقُولُونَ مُنكَرٗا مِّنَ ٱلۡقَوۡلِ وَزُورٗاۚ وَإِنَّ ٱللَّهَ لَعَفُوٌّ غَفُورٞ
Artinya : Orang-orang yang menzhihar isterinya di antara kamu, (menganggap isterinya sebagai ibunya, padahal) tiadalah isteri mereka itu ibu mereka. Ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita yang melahirkan mereka. Dan sesungguhnya mereka sungguh-sungguh mengucapkan suatu perkataan mungkar dan dusta. Dan sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun. (Q.S Al-Mujadilah: 2)

مَّا جَعَلَ ٱللَّهُ لِرَجُلٖ مِّن قَلۡبَيۡنِ فِي جَوۡفِهِۦۚ وَمَا جَعَلَ أَزۡوَٰجَكُمُ ٱلَّٰٓـِٔي تُظَٰهِرُونَ مِنۡهُنَّ أُمَّهَٰتِكُمۡۚ وَمَا جَعَلَ أَدۡعِيَآءَكُمۡ أَبۡنَآءَكُمۡۚ ذَٰلِكُمۡ قَوۡلُكُم بِأَفۡوَٰهِكُمۡۖ وَٱللَّهُ يَقُولُ ٱلۡحَقَّ وَهُوَ يَهۡدِي ٱلسَّبِيلَ
Artinya : Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya; dan Dia tidak menjadikan istri-istrimu yang kamu zhihar itu sebagai ibumu, dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataanmu di mulutmu saja. Dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar). (Q.S Al-Azhab :4)
3.     Ayat Tentang Kafarat Zihar
                     
وَٱلَّذِينَ يُظَٰهِرُونَ مِن نِّسَآئِهِمۡ ثُمَّ يَعُودُونَ لِمَا قَالُواْ فَتَحۡرِيرُ رَقَبَةٖ مِّن قَبۡلِ أَن يَتَمَآسَّاۚ ذَٰلِكُمۡ تُوعَظُونَ بِهِۦۚ وَٱللَّهُ بِمَا تَعۡمَلُونَ خَبِيرٞ فَمَن لَّمۡ يَجِدۡ فَصِيَامُ شَهۡرَيۡنِ مُتَتَابِعَيۡنِ مِن قَبۡلِ أَن يَتَمَآسَّاۖ فَمَن لَّمۡ يَسۡتَطِعۡ فَإِطۡعَامُ سِتِّينَ مِسۡكِينٗاۚ ذَٰلِكَ لِتُؤۡمِنُواْ بِٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦۚ وَتِلۡكَ حُدُودُ ٱللَّهِۗ وَلِلۡكَٰفِرِينَ عَذَابٌ أَلِيمٌ

Artinya : Orang-orang yang menzhihar isteri mereka, kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan, maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami isteri itu bercampur. Demikianlah yang diajarkan kepada kamu, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.Barangsiapa yang tidak mendapatkan (budak), maka (wajib atasnya) berpuasa dua bulan berturut-turut sebelum keduanya bercampur. Maka siapa yang tidak kuasa (wajiblah atasnya) memberi makan enam puluh orang miskin. Demikianlah supaya kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan itulah hukum-hukum Allah, dan bagi orang kafir ada siksaan yang sangat pedih. (Q.S Al-Mujadilah :3-4)



B.    PENJELASAN KATA KUNCI
1.     Sebab Turunya Ayat Zihar

قَدۡ سَمِعَ ٱللَّهُ قَوۡلَ ٱلَّتِي تُجَٰدِلُكَ فِي زَوۡجِهَا وَتَشۡتَكِيٓ إِلَى ٱللَّهِ

ialah berhubungan dengan persoalan seorang wanita sebagaimana ia tidak boleh menggauli ibunya. menurut adat Jahiliyah kalimat zhihar seperti itu sudah sama dengan menthalak isteri.
zdhihar adalah menyamakan istri yang halal itu jasadnya terhadap jasad ibunya, dzhihar bukan hanya kepada ibunya saja akan tetapi juga terhadap saudara yang haram di nikahinya: seperti kakanya, adexnya dan saudaranya yang haram dinikahinya.
Nah, dzhihar itu hanya di tujukan hanya pada jasadnya saja, jikalau kepada sifatnya, itu tidak termaksud dzhihar, sebagai contohnya: hadist nabi, laaha anti alaiyya kazhohri ummii, artinya punggungmu seperti punggung ibuku, jadi dari hadist tersebut sudah merupakan contoh dari perbuatan dzhihar, intinya jika ditujukan kepada jasad itu sudah merupakan dzhihar, akan tetapi jika di tujukan kepada sifat itu tidak dinamakan dzhihar contohnya: sifatmu seperti sifat ibuku.

2.     Hukum Zhihar

ٱلَّذِينَ يُظَٰهِرُونَ مِنكُم مِّن نِّسَآئِهِم مَّا هُنَّ أُمَّهَٰتِهِمۡۖ إِنۡ أُمَّهَٰتُهُمۡ إِلَّا ٱلَّٰٓـِٔي وَلَدۡنَهُمۡۚ

                        Dari ayat tersebut sudah jelas kita tidak boleh menzhihar istri kita terhadap ibu kita, karena istrimu bukanlah ibumu, karena ibumu hanyalah perempuan yang melahirkanmu, karena mengibaratkan istri terhadap ibu tidak boleh.



3.     Kafarat Zihar

فَتَحۡرِيرُ رَقَبَةٖ مِّن قَبۡلِ أَن يَتَمَآسَّاۚ ذَٰلِكُمۡ تُوعَظُونَ بِهِۦۚ


فَمَن لَّمۡ يَجِدۡ فَصِيَامُ شَهۡرَيۡنِ مُتَتَابِعَيۡنِ مِن قَبۡلِ أَن يَتَمَآسَّاۖ فَمَن لَّمۡ يَسۡتَطِعۡ فَإِطۡعَامُ سِتِّينَ مِسۡكِينٗاۚ
Artinya : Barangsiapa yang tidak mendapatkan (budak), maka (wajib atasnya) berpuasa dua bulan berturut-turut sebelum keduanya bercampur. Maka siapa yang tidak kuasa (wajiblah atasnya) memberi makan enam puluh orang miskin.
      Dari ayat di atas sudah jelas kaffarat bagi suami yang menzhihar seorang istri yaitu memmerdekakan hamba sahaya, dan puasa 2 bulan berturut-turut, dan memberikan makan anak yatim sebanyak 60 orang atau orang miskin.inilah hukuman bagi orang yang menzhihar istri, jadi barang siapa yang ingkar terhadap hukuman tersebut, maka tunggulah azab allah yang sangat pedih.

C.    ASBABUN NUZUL AYAT DAN MUHASABAH
Ayat satu bercerita mengenai perkataan seorang wanita (Khaulah Binti Tsa’labah) yang didengar oleh Allah yang mana dia mengadukan suaminya yangtelah menziharnya kepada Rasulullah. Karena tidak ada jawaban yang memuaskan hatinyadari  Rasululullah. Maka ia langsung berdo’a kepada Allah dan sampai datang ayat 1-4.
1.     Q. S Al-Mujadilah ayat 1
sebab Turunnya ayat Ini ialah berhubungan dengan persoalan seorang wanita bernama Khaulah binti Tsa´labah yang Telah dizhihar oleh suaminya Aus ibn Shamit, yaitu dengan mengatakan kepada isterinya: Kamu bagiku seperti punggung ibuku dengan maksud dia tidak boleh lagi menggauli isterinya, sebagaimana ia tidak boleh menggauli ibunya. menurut adat Jahiliyah kalimat zhihar seperti itu sudah sama dengan menthalak isteri.[1] Maka Khaulah mengadukan hal itu kepada Rasulullah s.a.w. Rasulullah menjawab, bahwa dalam hal Ini belum ada Keputusan dari Allah. dan pada riwayat yang lain Rasulullah mengatakan: Engkau Telah diharamkan bersetubuh dengan dia. lalu Khaulah berkata: Suamiku belum menyebutkan kata-kata thalak Kemudian Khaulah berulang kali mendesak Rasulullah supaya menetapkan suatu Keputusan dalam hal ini, sehingga Kemudian turunlah ayat Ini dan ayat-ayat berikutnya.
2.     Q. S Al-Azhab ayat 4
Pada suatu hari Sa’ida, ibunya Zaid meminta ijin kepada suaminya untuk berkunjung ke keluarganya di luar kota sambil membawa Zaid yang kala itu berusia 6 tahun. Sesampainya di sana, keduanya disambut dengan suka cita mengingat sudah lama sekali tidak bertemu. Namun malang, pada suatu malam sekelompok orang menyerang kampung itu dan membunuhi penduduk laki-lakinya sementara para wanitanya ditawan sebagai budak belian. Sa’da, ibunya Zaid dapat lolos tidak tertawan dan kabur melapor pada suaminya, namun nasib Zaid ditawan sebagai budak.[2]
Zaid ibn Haritsah dijual belikan dari pasar ke pasar dan berpindah-pindah majikan dari yang satu ke yang lainnya, hingga terakhir dia dibeli oleh Hakim ibn Hizam yang merupakan saudara Sayyidah Hadijah, isteri Rasulullah. Karena Hadijah menyukainya, maka Zaid dibelinya dan dihadiahkan kepada Rasulullah. Zaid hidup ditengah keluarga Rasulullah dan Siti Hadijah yang sangat berbahagia dan dia pun senang sekali memiliki majikan yang sangat baik serta menyayanginya. Untuk itu dia tidak ragu-ragu lagi masuk Islam mengikuti ajaran Rasulullah. Dengan demikian Zaid ibn Haritsah tercatat sebagai budak pertama yang masuk Islam dan mengimani ajaran Rasulullah.
Haritsah yang tidak henti-henti mencari Zaid, akhirnya mendengar dari orang-orang yang sehabis Umrah, bahwa Zaid sebagai budak seorang utusan Allah, Muhammad. Dia berangkat ke Mekkah dan mendatangi Rasulullah serta meminta untuk mengembalikan Zaid kepadanya. Rasulullah memaklumi keinginan ayah Zaid yang telah berpisah dengan buah hatinya, namun beliau menyerahkan sepenuhnya kepada Zaid mau ikut siapa.
Alangkah terkejutnya ayah Zaid mendengar jawaban Zaid yang dengan tegas lebih memilih ikut Rasulullah meskipun dirinya hanya sebagai budak: “Aku telah melihat keistimewaan pada orang ini, sehingga aku terdorong untuk memilihnya. Selamanya aku tidak akan memilih orang lain selain Tuanku Muhammad”.
3.     Q.S Al-Mujadilah ayat 3-4
          Aku pergi menemui Rasulullah, lalu duduk di hadapannya. Aku ceritakan apa yang aku hadapai dengan suamiku, mengeluh kepada beliau tentang perilaku kasar suamiku. Rasulullah berkata,”Wahai Khuwailah, anak pamanmu itu adalah seorang laki-laki yang telah tua, maka bertaqwalah engkau kepada Allah terhadap suamimu.” Aku berkata,”Demi Allah, aku tidak beranjak dari sisi beliau sampai turun al Qur`an. Ketika itu Rasulullah diliputi sesuatu dan diwahyukan kepada beliau. Lalu beliau berkata kepadaku,”Wahai, Khuwailah. Allah telah menurunkan firmanNya tentang permasalahanmu dan suamimu.” Beliau membaca ayat … -yaitu surat al Mujadalah / 58 ayat 1-4,.
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadaku,”Perintahkan kepadanya, agar ia membebaskan seorang budak”. Aku berkata,”Demi Allah, wahai Rasulullah. Dia tidak memilki seorang budak”. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,”Kalau begitu, hendaklah ia berpuasa selama dua bulan berturut-turut.” Aku berkata,”Demi Allah, wahai Rasulullah. Dia adalah seorang lelaki tua yang tidak sanggup lagi berpuasa.” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam kembali berkata,”Jika demikian, hendaklah ia memberi makan enam puluh orang miskin dengan satu wasaq kurma.” Aku berkata,”Demi Allah, wahai Rasulullah. Dia tidak memiliki kurma sebanyak itu.”[3]
Akhirnya beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,”Maka kami akan membantunya dengan sekeranjang kurma.” Aku berkata,”Aku juga, wahai Rasulullah. Aku akan membantunya dengan sekeranjang lagi.” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,”Perbuatanmu benar dan bagus. Pergilah dan bersedekahlah untuk suamimu. Dan berwasiatlah dengan anak pamanmu dengan baik,” maka aku pun melakukan perintah Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
D.    TAFSIR TEMATIK
1.     Q. S Al-Mujadalah ayat 1
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Tamim ibnu Salamah, dari Urwah, dari Aisyah yang mengatakan, "Segala puji bagi Allah yang pendengaran-Nya mencakup semua suara, sesungguhnya telah datang kepada Nabi Saw. seorang wanita yang mengajukan gugatan, lalu wanita itu berbicara kepada Nabi Saw., sedangkan aku berada di salah satu ruangan di dalam rumah, aku tidak dapat mendengar apa yang dikatakan oleh wanita itu." Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Sungguh, Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepadamu (Muhammad) tentang suaminya. (Al-Mujadilah: 1).[4]
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Bukhari di dalam Kitabut Tauhid-nya secara ta'liq, dia mengatakan bahwa Al-A'masy telah meriwayatkan dari Tamim ibnu Salamah, dari Urwah, dari Aisyah, lalu disebutkan hal yang sama. Imam Nasai, Ibnu Majah, Ibnu Abu Hatim, dan Ibnu Jarir telah mengetengahkan hadis ini melalui berbagai jalur dari Al-A'masy dengan sanad yang sama.
Menurut riwayat Ibnu Abu Hatim dari Al-A'masy, dari Tamim ibnu Salamah, dari Urwah, dari Aisyah, disebutkan bahwa ia pernah berkata, "Mahasuci Tuhan Yang pendengaran-Nya meliputi segala sesuatu, sesungguhnya aku benar-benar mendengar suara pembicaraan Khaulah binti Sa'labah, tetapi sebagiannya tidak dapat kudengar, yaitu saat dia mengadukan perihal suaminya kepada Rasulullah Saw. Dia mengatakan, 'Wahai Rasulullah, suamiku telah makan hartaku dan mengisap masa mudaku, serta kubentangkan perutku untuknya, hingga manakala usiaku telah menua dan aku tidak dapat beranak lagi, tiba-tiba dia melakukan zihar terhadapku. Ya Allah, aku mengadu kepada Engkau masalah yang menimpaku ini'." Siti Aisyah r.a. melanjutkan kisahnya, bahwa sebelum Khaulah bangkit pulang, Jibril turun dengan membawa ayat ini, yaitu: Sungguh, Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepadamu (Muhammad) tentang suaminya. (Al-Mujadilah: 1)
Sedangkan cerai bid’ah adalah jika seorang suami menceraikan istrinya dalam keadaan haidh atau dalam keadaan bersih dan telah dicampuri, dan dia tidak mengetahui apakah istrinya itu hamil atau tidak.[5] Sedangkan cara ketiga adalah bukan cerai sunnah dan bukan cerai bid’ah, yaitu menceraikan wanita yang masih kecil (belum pernah menjalani haidh), wanita tua yang sudah mengalami menopouse, dan wanita yang tidak pernah dicampuri. Dan pembahasan masalah tersebut dan hal-hal yang berkenaan dengannya terdapat.
2.     Q. S Al Azhab ayat 4
(Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya) firman ini sebagai sanggahan terhadap sebagian orang-orang kafir yang mengatakan, bahwa dia memiliki dua hati; yang masing-masingnya mempunyai kesadaran yang lebih utama daripada kesadaran yang dimiliki oleh Muhammad (dan Dia tidak menjadikan istri-istri kalian yang) lafal allaa-iy dapat pula dibaca allaa-i (kalian zihari) dapat dibaca tuzhhiruuna dan tuzhaahiruuna (mereka itu) misalnya seseorang berkata kepada istrinya, "Menurutku kamu bagaikan punggung ibuku," (sebagai ibu kalian) yakni mereka diharamkan oleh kalian seperti terhadap ibu kalian sendiri, hal ini di zaman jahiliah dianggap sebagai talak. Zihar hanya mewajibkan membayar kifarat dengan persyaratannya yang akan disebutkan di dalam surah Al-Mujadilah (dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkat kalian) lafal ad'iyaa adalah bentuk jamak dari lafal da'iyyun, artinya adalah anak angkat (sebagai anak kandung kalian sendiri) yakni anak yang sesungguhnya bagi kalian. (Yang demikian itu hanyalah perkataan kalian di mulut kalian saja.) Sewaktu Nabi saw. menikahi Zainab binti Jahsy yang dahulunya adalah bekas istri Zaid bin Haritsah, anak angkat Nabi saw., orang-orang Yahudi dan munafik mengatakan, "Muhammad telah mengawini bekas istri anaknya sendiri." Maka Allah swt. mendustakan mereka. (Dan Allah mengatakan yang sebenarnya) (dan Dia menunjukkan jalan) yang benar.
3.     Q.S Al azhab ayat 3-4
Adapun mereka yang pada mulanya menjatuhkan sumpah zihar tetapi kemudian menengok kembali ucapannya itu, menyadari kesalahannya dan menginginkan agar hubungan suami istri tetap berlanjut, mereka harus memerdekakan seorang hamba sahaya sebelum kembali berhubungan dengan istri. Memerdekakan hamba sahaya yang telah diwajibkan Allah itu merupakan pelajaran bagi kalian agar tidak kembali kepada perbuatan semula. Allah mengetahui semua yang kalian perbuat.[6]
Sedangkan bagi orang yang tidak menemukan seorang hamba sahaya, maka ia harus melakukan puasa dua bulan berturut-turut sebelum melakukan hubungan suami istri. Jika tidak mampu juga, maka ia harus memberi makan enam puluh orang miskin. Hal itu Kami syariatkan agar kalian beriman kepada Allah dan rasul-Nya, kemudian berbuat atas dasar keimanan itu. Itu semua adalah aturan Allah, maka jangan kalian langgar! Orang-orang kafir akan mendapatkan siksa yang sangat menyakitkan.
E.     PENULISAN IKHTIBAR
Islam mensyari’atkan perkawinan sebagai ikatan untuk selama-lamanya yang tidak dibatasi oleh waktu dan tidak diputuskan oleh orang yang mencari kelezatan, atau oleh perbuatan halal yang teramat dibenci Allah. Dengan perkawinan semua yang dimiliki dibenci oleh Allah. Dengan perkawinan pula semua yang dimiliki oleh perempuan menjadi halal bagi laki-laki , dalam batasan-batasan yang telah ditentukan oleh Allah. Maka jika ada seorang datang hendak merubah apa yang telah dihalalkan oleh Allah sehingga yang halal menjadi haram baginya, berarti dia telah berbuat dosa besar dan melanggar ketentuan-ketentuan oleh Allah. Orang yang melakukan pelanggaran akan dihukum berat. Misalnya karena zihar, maka dia akan dikenakan hukum kaffarat yang didalamnya terkandung berat sekali bagi masyarakat, yaitu berupa pembatasan budak, dan ini merupakan salah satu dari sekian banyak cara untuk pembebasan budak.
Dan jika dia tidak sanggup untuk membeli budak maka dia harus berpuasa dua bulan berturut-turut, sedangkan puasa itu adalah merupakan latihan moral yang paling baik. Dan andai kata berpuasa tidak sanggup maka dia boleh berpindah denda dengan memberi makan 60 orang miskin. Hal ini dalam rangka menanamkan sangat solidaritas dan empati dengan orang lain.








BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari keterangan dapat kita simpulkan bahwa dzhihar tidak secara langsung berakibat cerai, melainkan dhihar merupakan prolog dari perceraian. Dzhihar  merupakan suatu perkataan dari seorang suami kepada istrinya dengan mengatakan bahwa istrinya tersebut sama dengan punggung ibunya, dengan maksud suami untuk mengharamkan istrinya yang sama halnya haram  ibunya atas dirinya untuk digauli. Hal ini disebabkan oleh karena suami tidak berani untuk mengatakan ucapan talak kepada istrinya,
Dalam permasalah dzhihar ini, ada beberapa syarat atau kaffarat yang yang harus dipenuhi oleh seorang suami jika ingin menarik ucapan dan hendak menggauli istrinya kembali, dengan kaffarat seperti yang telah dijelaskan diatas.






                                      DAFTAR PUSTAKA


         Abu Bakar, Bahrun. Terjemahan Tafsir Al Maraghy. Semarang: Toha Putra, 1986
Ali, Muhammad. Terjemahan Tafsir Ayat Ahkam. Surabaya: PT Bina Ilmu, 2008
Ar- rifa’I. Terjemahan Tafsir Ibnu Katsir. Jakarta: Gema Insani, 2000
Arsal. Tafsir Ayat Hukum Tentang Hukum Perdata Bukittinggi: STAIN Press, 2007
Katsir, Ibnu. Terj Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir. Jakarta: Gema Insani, 1999
Sabiq, Sayyid.  Fiqh Sunnah. Bandung: PT Al-Ma’arif, 1981





[1] Sayyid, Sabiq, Fiqh Sunnah, (Bandung: PT Al-Ma’arif, 1981), hlm.303
[2] Bahrun Abu Bakar, Terjemahan Tafsir Al Maraghy, (Semarang: Toha Putra, 1986), hlm.188
[3] Ibnu Katsir, Terj Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, (Jakarta: Gema Insani, 1999), hlm. 198
[4] Muhammad, Ali, Terjemahan Tafsir Ayat Ahkam, (Surabaya: PT Bima Ilmu, 2008), hlm.55
[5] Arsal, Tafsir Ayat Hukum Tentang Hukum Perdata, (Bukittinggi: STAIN Press, 2007), hlm.65
[6] Ar- rifa’I, Terjemahan Tafsir Ibnu Katsir, (Jakarta: Gema Insani, 2000), hlm.207

<script data-ad-client="ca-pub-3224888017981904" async src="https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js"></script>

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH MODEL PEMBELAJARAN

MAKALAH ILMU SOSIAL DASAR

MAKALAH ILMU AL-JARH WA AT-TA’DIL