MAKALAH RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM

RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM By. Retno, dkk. A.       PENDAHULUA N   a.         Latar Belakang Bimbingan dan konseling merupakan kegiatan yang bersumber pada kehidupanmanusia. Kenyataan menunjukkan bahwa manusia di dalam kehidupannya selalu menghadapi persoalan-persoalan yang silih berganti. Persoalan yang satu dapat diatasi, persoalan yanglain muncul, demikian seterusnya. Manusia tidak sama satu dengan yang lain, baik dalamsifat maupun kemampuannya. Ada manusia yang danggup mampu mengatasi persoalan tanpa bantuan dari pihak lain, tetapi tidak sedikit manusia yang tidak mampu mengatasi persoalan bila tidak dibanntu orang lain, maka dari inilah bimbingan konseling dibutuhkan. Bimbingan dan konseling merupakan salah satu komponen dari pendidikan.Mengingat bahwa bimbingan dan konseling adalah suatu kegiatan bantuan dan tuntunan yangdiberikan kepada individu pada umumnya, dan siswa pada khususnya di sekolah. Hal inisangat relevan jika dilihat dari perumusan bahwa pend

MAKALAH SEJARAH BERDIRINYA TIGA KERAJAAN BESAR (TURKI USMANI, SYAFAWI DAN MUGHAL)


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Sejarah merupakan realitas masa lalu, keseluruhan fakta, dan peristiwa yang unik dan barlaku. Hanya sekali dan tidak terulang untuk yang kedua kalinya oleh karena itu ada pandangan bahwa masa silam tidak perlu dihiraukan lagi, angap saja masa silam itu “kuburan”.
Kemunculan tiga kerajaan Islam yaitu kerajaan Turki Usmani kerajaan Syafawi di Persia dan kerajaan Mughal di India telah banyak memberikan kontribusi bagi perkembangan peradaban Islam.


B.    Rumusan Masalah
1.     Bagaimana sejarah berdirinya kerajaan Turki Usmani?
2.     Bagaimana sejarah berdirinya kerajaan Syafawi?
3.     Bagaimana sejarah berdirinya kerajaan Mughal?


C.    Tujuan Masalah
1.     Mengetahui seluk-beluk berdirinya kerajaan Turki Usmani.
2.     Mengetahui sejarah berdirinya kerajaan Syafawi di Persia.
3.     Mengetahui sejarah berdirinya kerajaan Mughal di India.






BAB II
PEMBAHASAN
A.    Kerajaan Turki Usmani di Turki 1288-1924 M
1.     Pendahuluan Tentang Timbulnya Daulat Usmaniyah
Sesudah runtuh kerajaan Bani Abbas di Bagdad dengan naiknya kerajaan Mongol dan Tartar, boleh dikatakan tidak ada lagi sebuah kerajaan yang besar dan dapat menjadi tumpuan harapan dunia Islam. Negeri-negeri islam berpecah belah, apalagi wilayah Islam itu memang telah luas sekali. Tetapi dengan munculnya kerajaan Usman atau daulah Usmaniyah, dapatlah islam menunjukkan kembali kegagahperkasaannya yang luar biasa, dan dapat menyambung usaha dan kemegahan yang lama. Daulah Usmaniyah, sampai permulaan abad kedua puluh telah dapat mempertahankan kemegahan dunia islam, baik secara menyerang dijaman jayanya maupun secara bertahan dijaman menurun.
Seratus tahun yang lalu, negeri-negeri Eropa Timur adalah kerajaan-kerajaan yang bernaung dibawah pemerintahan Turki Usmani. Kekuasaannya meluas kemenara-menara menjulang langit di bekas kekuasaan kerajaan Byzantium (constantinopel).
Negeri-negeri islam, Mesir, Hijaj (Mekkah-Madinah), Yaman, Irak, Palestina, tunisia, Maroko, Al-Jazair dan Tripoli, semuanya itu dahulunya adalah wilayah dari kerajaan Turki Usmani. Bangsa turki memang bangsa gagah perkasa, keturunan darah Tauran. Yang tahan panas dingin, dan sabar dalam berperang.
Bahkan Raja-raja Islam di Indonesia yang bersemarak pada abad-abad ketujuh belas, sebagai Raja-raja Aceh dan Banten pernah meminta pengakuan memakai gelar “Sultan” dari Istanbul. Dalam beberapa Istana Raja-raja Indonesia itupun dapat dilihat sisa-sisa hadiah yang dijadikan lambang kebesaran, karena hadiah itu diterima dari Istmbul. Ulama-ulama penyiar islam yang besar-besar di Indonesia ini, sebagai syekh Nawawi di Banten, Syekh Daud Fatani (Siam) dan Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabaui bersemarak nama mereka di tanah air kita, adalah mereka yang belaja islam mendalam di tanah Makkah, tatkala negeri makkah dibawah pemerintahan kerajaan Turki usmani. Maka kesan-kesan kebudayaan  islam Turki itu, banyak atau sedikit, langsung atau tidak langsung, masuk juga ke tanah air kita Indonesia ini.[1]
Demikianlah besar pengaruh Turki dalam hati umat Islam, sehingga diantara Turki dengan Islam tidaklah dapat dipisahkan lagi. Dan memang begitu dahulu keadaannya. Sebab 600 tahun lamanya kerajaan Turki-Usmani berkuasa, yaitu sejak lahir abad ketiga belas, sampai permulaan abad keduapuluh. Jasa-jasanya, pengruh bahasanya, riwayat keberaniaannya, bekas kebudayaanya dari pustaka zaman tengah sampai sekarang masih dapat dilihat.
Oleh sebab itu, bagaimanapun keadaan kerajaan Turki yang sekarang, yang telah berobah dari pada satu negeri memakai Sultan Khalifah, menjadii sebuah republik “secular” yang tidak berdasar agama, namun bangsa Turki sendiri tetaplah bangsa pemeluk Islam yang teguh beragama dan mempunyai sejarah gilang gemilang. Walaupun pakaiannya telah berobah, namun jiwa Islam masihlah teguh di Turki. Maka di dalam kita mempelajari sejarah umat Islam, tidaklah dapat kita mengabaikan sejarah kerajaan Turki Usmani itu.[2]
2.     Sejarah Berdirinya Kerajaan Usmani
Nama kerajaan Usmaniyah itu diambil dari dan dibangsakan kepada nenek moyang mereka yang pertama, Sultan Usmani ibn Sauji ibn Arthogol ibn Sulaiman Syah ibn Kia Alp, kepada kabilah Kab di Asia Tengah.
Tatkala bangsa Tartar menyeru ke Dunia Islam, menakluk, membakar, membunuh dan merampas, maka Sulaiman Syah, Datuk dari Sultan Usman, melihat bahaya itu bagi negerinya di Mahan. Bermupakatlah ia dengan anggota persukuannya yang besar itu, supaya lekas pindah ke negeri lain yang lebih aman, yaitu tanah Anatolia di Asia kecil. Kehendaknya itu dituruti oleh anak buahnya. Merekapudn berangkatlah menuju Anatolia di Asia kecil. Meninggalkan kampung halamannya yang kelak akan menjadi padang terkukur saja, bila tantara Tartar masuk dan tidak akan dapat mereka pertahankan. Adapun banyak anak buahnya yang mengikuti dia itu adalah 1000 orang berkuda. Kejadian ini adalah dijaman abad ketujuh hijrah, abad ketiga belas Masehi.
Beberapa lamanya mereka berhenti di negeri Akhlat. Tetapi tidak lama kemudian, tantara Tartarpun telah dekat pula sampai ke negeri itu, sehingga dengan segera mereka pindah pula ke negeri Azerbijan. Kemudian terdengarlah berita, bahwa gelombang bangsa Tartar itu telah jauh dari negeri meraka Mahan, dan negeri yang telah kosong itu tidak jadi mereka masuki. Maka terniatlah di hati Sulaiman Syah hendak pulang dan membangunkannya kembali. Dalam perjalanan itu seketika lamanya mereka berhenti di benteng Ja’bar dalam wilayah Orga. Setelah itu mereka seberangilah sungai Ephart. Tiba-tiba sedang menyeberang itu, air menjadi besar, sehingga Sulaiman Syah, kepala kabilah itu tenggelam dalam sungai yang besar itu dan tidak dapat ditolong. Jenajahnya dikebumikan di dekat benteng Ja’bar itu.
Beliau meninggalkan empat orang putra; Sankurtakin, kuntogdai, Arthogrol dan Dandan. Dan anak yang pertama melanjutkan maksud ayahnya, pulaang kembali ke kampung, dan anak yang berdua lagi, yaitu Arthogrol dan Dandan meneruskan niat ayahnya yang kedua, yaitu melanjutkan perjalanan ke daerah Anatolia, mencari daerah yang subur. Mereka memiliki tanah Erzerum. Arthogrol diangkatlah oleh pasukannya menjadi kepala kabilah.
Adapun yang pulang ke negerinya itu tidaklah terdengar kabar beritanya lagi dalam sejarah. Setelah kedua saudara yang kecil sampai ke daerah Anatolia, maka Arthogrol mengutus putranya Sauji menghadap Sultan ‘Alaed-Din Kaikubaz, Sultan Saljuk Rumi, memohon supaya sudi memberikan izin berdiam di dalam wilayah kekuasaannya, dan mohon untuk diberi tanah untuk bercocok tanam dab mengembalakan binatang ternak mereka. Permohonan itu diperkenankan oleh Sultan ‘Ala ed-Din. Dan dalam perjalanan pulang hendak menyampaikan berita ini kepada ayahnya, meninggallah Sauji. Setelah selesai mereka menguburkan jenajah Sauji dalam keadaan girang mendapat tanah dan sedih karena kematian., merekapun meneruskan perjalanan menuju tanah yang telah dihadiahkan itu. Tiba-tiba di tengah perjalanan mereka melihat dua angkatan tantara tengah bertempur hebat. Yang satu pihak besar jumlahnya sedang pihak lawannya bilangannya kecil.
Maka timbullah semangat keadilan pada pihak arthogrol, sehingga dengan segera ia menyerukan anak buahnya suapaya segera menyerbu ke medan perang itu dan berdiri di pihak yang lemah. Dan semangat mereka bertambah bergelora, demi mereka ketahui, bahwa pihak yang lemah itu adalah tantara Mongol, musuh besar mereka, dan pihak yang lemah itu adalah tantara Sultan ‘Ala ed-Din Saljuk yang mempertahankan negerinya dari serangan bangsa Mongol. Dan yang telah memberikan hadiah tanah terhadap mereka. Maka oleh karena bantuan yang tiba-tiba itu, keadaanpun berbaikalah. Serangan Mongol dapat ditangkis, dan akhirnya kedudukan tantara Saljuk bertukar dari bertahan kepada menyerang. Dengan segera tantara Mongol mengundurkan diri.
Sangat gembira Sultan Alaed- Din mendengar berita kemenangan itu. Diundangnyalah Arthogrol dan diterimanya dengan serba kehormatan, diberinya pakaian persalinan dan diberinya pula tanah dan wilayah kekusaan, lebih luas daripada apa yang telah dijanjikan kepada putranya Sauji. Dan apabila terjadi peperangan dengan pihak musuh, senantiasalah Arthogrol membawa anak buahnya memberikan bantuan kepada Sultan Alaed-Din dengan penuh kesetiaan. Dan setiap mencapai kemenangan,Sultan memberinya hadiah juga wilayah tanah yang baru, di tambah dengan harta benda yang banyak. Kemudian itu tantara Artthogrol diberi gelar oleh sultan “Muqaddamah Sultan”, (tantara pelopor baginda), karena bila berperang, tantara Arthogrol juga yang dibarisan muka.[3]
Pada tahun 687 H, 1288 M, mangkatlah Arthogrol. Untuk gantinya Sultan Alaed-Din menunjuk cucunya yang sulung, Usman, putera Sauji.
Usman terus setia berkhidmat, sebagai kepala perang tantara Sultan Alaed-Din Kaikubaz, dan tetaplah tantara asuhannya menjadi tantara “pelopor sultan”.
Pada tahun 699 H, 1300 M, tiba-tiba dating sekali lagi serangan hebat bangsa Tartar ke Asia kecil. Dengan gagah perkasa usman mempertahankan wilayahnya dan wilayah Sultan Alaed-Din yang telah berjasa menaikkan bintangnya, sehingga serangan bangsa Tartar dapat digagalkan. Tetapi belum selang beberapa lama sehabis perang, tiba-tiba mangkatlah Sultan Alaed-Din, dan keturunannya sendiri tidaklah ada yang pantas menjadi menjadi raja (700 H). Sehingga putuslah kerajaan Saljuk Rumi dengan sebab kematian itu. Maka terbukalah jalan bagi Usman untuk naik lebih tinggi. Diperteguhnya kedudukannya dan diperkuatnya pertahanan tanah-tanah wilayah yang sah itu, ditambah lagi dengan pusaka Sultan Alaed-Din, dan dimulainyalah memakai gelar “ padisyah Aal Usman” (Raja Besar Keluarga Usman). Dipilihnya negeri iskisyihar menjadi pusat kerajaan. Tentara diperkuat, negeri dimajukan dan pertahanan dikokohkan.
Setelah menduduki kerajaan besar, kemudian ia mengirimi surat kepada raja-raja kecil yang belum islam, yang memerintah di negeri-negeri Asia kecil, memberitahu bahwa dialah raja yang terbesar sekarang. Raja-raja itu memilih satu diantara tiga perkara: pertama Islam, kedua mebayar jaziyah, ketiga perang!
Setelah menerima surat itu, setengah langsung masuk islam dan menggabungkan diri dengan baginda, dan sebagiannya lagi sudi membayar jaziyah. Akan tetapi ada pula yang bertahan pada agamanya yang lama, dengan jalan meminta bantuan kepada bangsa Tartar. Tetapi Sultan Usman tidak merasa gentar perbantuan tantara Tartar itu, sebaliknya tantara untuk menghadapi serangan itu dibawah pimpinan putranya Ourkhan. Ourkhan berperang melawan bangsa Tartar dengan gagah berani, sehingga bangsa Tartar kocar-kacir. Setelah itu ia kembali mengepung kota Bursa pada 717 H, 1317 M, dan dapat dimasukinya kota itu setelah menaklukkan satu demi satu benteng yang ada di sekelilingnya.
Dari Usman inilah sebagaimana yang kita terangkan terdahulu diambil dari nama keturunan kerajaan Bani Usman itu.[4]

B.    Kerajaan Syafawi di Persia (1501-1736 M).
1.     Pandangan Umum Daulat Syafawiyah
Oleh bangsa Iran (persia) dipandanglah bahwasanya kerajaan Syafawiyah ini sebagai peletak batu pertama sejarah kebangsaan Iran. Tetapi kalau kita periksa dengan teliti, kata-kata kebangsaan dengan arti yang umum dizaman sekarang belum juga dapat di letakkan kepada bangunnya bangsa iran sebagai suatu bangsa. Sebelum daulat syafawiyah memeng tetap ada perasaan memisahkan diri dari pada bangsa pemeluk Islam yang lain. Tetapi untuk mengisi lantaran darah dan keturunan adalah suatu hal yang sulit. Sebab sesudah jatuh kerajaan Iran keturunan sasan ke tangan kaum muslimin, boleh dikatakan telah bercampur aduklah darah bangsa itu. Ada darah turki, ada darah Kurdistan dan darah Mongol, dan ada lagi darah Arab. Pendiri kerajaan syafawi sendiri adalah keturunan bani Hasyim (Arab) dating dari tanah Arab selatan. Kalua hendak mencari darah Iran sejati, atau Aria sejati, payahlah akan berjumpa lagi, kecuali barang kali pada bangsa Iran yang terkenal dengan nama bangsa Persia dan telah lari keBenua India, menjadi suatu penyembah api suci dan berpusat di Bombay. Oleh sebab itu maka keistimewaan bangsa Iran hanya dapayt diambil dari jalan yang lain, yaitu jalan paham agama. Seluruh negeri-negeri Islam pada umumnya memiliki paham ahli sunah. Meskipun ada paham Khawarij, namun itu hanya sedikit saja., terdapat di Muscat, Bahrein, dan Zanjibar. Mereka itu pun adalah keturunan Arab belaka, yang teguh memegang sejarah nasabnya.[5]
2.     Sejarah Berdirinya kerajaan safawiyah
Diwaktu kerajaan Timurlak masih berkuasa, di negeri Ardabil telah timbul sebuah gerakan tasawuf, yang sangat teguh pemegang ajaran agama. Biasanya suatau pelajaran agama yang dipegang dengan fanatik, kerap kali menimbulkan keinginan akan berkuasa. Karena dengan merebut kekuasaan, dapatlah cita ajaran agama yang diyakininya itu dijalankan.
Mula tujuannya ialah memerangi orang ingkar, dan akhirnya memerangi golongan yang mereka namai “ahli-ahli bid’ah”. Di awal abad keempat belas telah sangat kuat gerakan tasawuf ini di Ardabil. Gurunyaialah syekh Ishak Syafiuddin, seorang guru sufiyah, berpindah dari tanah Arab sebelah selatan ke negeri Ardabil di Azerbiyan sebelah Timur. Beliau adalah keturunan dari Imam Syiah yang keenem, Musa Al-Kazim. Karena alimnya dan zahidnya, sangatlah beliau dihormati orang, sehingga diterima mennantu oleh seorang syekh yang terpandang pula di negeri itu. Yaitu Syekh Zahid Al-Jailani. Dan beliaupun diterima dan dihormati dalam majelis wajir  besar Rosyiduddin, wajir kerajaan Mongol. Kian lama muridnya kian banyak, dan tuan syekhpun puaslah dengan kehormatan ruhaniat yang diterimanya, dan tidaklah beliau mengharapkan kebesaran dunia, sampai kepada keturunannya yang ketiga. Tetapi cucunya Khoza Ali  mencapai kemasyhuranyang tinggi sekali, karena kebesaran pengaruhnya dalam pimpinan tasawuf mengakibatkan Timurlak mengakui kekuasaannya diatas tanah luas tempat muridnya berkumpul dari mana-mana yang dipusakainya dari nenek moyangngnya. Tetapi satu peraturan yang berlaku dalam susunan tarikat yang mereka anut memebuat keturunan tuan syekh lama-kelamaan dapat mencapai kekuasaan duniawi. Yaitu kalau seorang ayah mati, tidaklah tarikat diserahkan kepada barang siapa diantara muridnya yang paling cerdik, tetapi terserah kepada putranya yang ditentukannya.
Di negeri-negeri lain di luar Ardalbil, tuan Syeh itu menanam wakil yang kan memeimpin murid-muridnya. Wakil beliau bergelar “khalifah”.
Lama-kelamaan murid-murid tarikat itu telah berubah menjadi tentara yang teratur, fanantik terhadap kepercayaannya dan menentang setiap orang yang tidak mengikut pahamnya. Sama bencinya terhadap orang yang tidak bermazhab Syiah. Meskipun Islam juga dengan kebenciannya seperti kepada orang-orang nasrani sendidri. Kian lama mereka kian mengatur kekuasaan dandisiplin, hingga menimbulkan curiga pada pihak kerajaan yang berkuasa.
Melihat bahaya ini, maka pada tahun 1360 M pemimpinnya Syeh Shadruddin ibn Syekh Shafiuddin ditangkap dan dipenjarakan, dengan perintah dari wali-wali negeri Azerbiyan. Setelah yang berhak menggantikannya ialah putranya Syeh Junaid, tetapi berebut kuasa pula dengan pamannya jafar, sehingga terpaksalah syekh Junaid menyembunyikan diri ke Diarbekir. Tetapi sampai disana dia dapat mengumpulkan pengikutnya yang kian lama kian banyak. Apalagi dia mendapat bantuan pula dari Amir di Negeri itu dan dikawinkan dengan putrinya. Disana bertambah kembanglah tarikat yang dipimpinyya itu. Di tahun 1459 M. Dia pulang kembali kenegerinya, tetapi diusir oleh kerajaan Kara-Kiyunli. Di tahun 1460 M. Mangkatlah Syekh Junaid dalam satu peperangan di Furat Barat.[6]
Setelah dia mangkat, isterinya melahirkan seorang putra diberi nama Haidar. Ouzon Hasan. Ayah dari ibunya telah mendidik dan mengasuhnya sampai dewasa dan sampai mampu memegang kendali pemerintahan pusaka ayahnya dan nenek moyangnya itu. di tahun 1470 M. Dalam usianya baru 10 tahun, Amir Ouzon Hasan telah mengantarnya kembali ke Ardadil. Setelah itu dikawinkan pula dengan cucunya. Maka pada tanggal 17 juli 1487 M lahirah putranya yang kedua, dinamai Ismail.
Ismail inilah yang dipandang sebagai pendiri yamg pertama dari kerajaan syafawiyah.
Syekh Haidar membuat perlambang baru dari pengikut tarikatnya, yaitu serban merah mempunyai 12 jambul, sebagai lambang dari pada 12 Imam yang diagungkan di dalam Mazhab Syiah Istana Asyriyah.
Dia wafat meninggalkan tiga orang putera. Pertama Sultan Ali, yang tewas pada satu peperangan, kedua Ismail dan ketiga Ibrahim. Oleh karena takut dianiya oleh musuh-musuh ayahnya, beberapa lamanya Ismail dan Ibrahim disembunyikan oleh pengikutnya
Ismail dihitung sebagai raja pertama dan pendiri kerajaan Iran (Persia) yang besar. Di waktu naik tahta kerajaan, usianya baru 13 tahun. Dan pengikutnya yang setia permulaannya adalah hanya 7 orang saja. Tetapi kekerasan hatinya telah dapat mengatasi kesulitan. Melihat bahaya yang akan menimpa, maka Sultan Ali Bey Caqarli, Sultan Turkman mengusirnya keluar dari Ardabil.
Maka pergilah ia ke Kizwin dabn disana berkumpullah pengikutnya yang kian lama kian banyak terutama dari bangsa Turki, sehingga di tahun 1500 M. Dia telah sanggup memaklumkan jihad terhadap orang Nasrani Gergia. Setelah itu diperanginyalah musuh nenek moyangnya hakim negeri Syirwan, sehingga negeri itu dapat dikalahkan. Melihat kemenangan ini, beberapa orang amir yang lain menjadi cemas, sehingga diperangilah ia.
Tetapi semuanya dapat diatasainya dan dikalahkannya, dan dimaklumkannya dirinya sebagai Raja besar dari negeri Iran (persia) dan pembela dari mazhab Syiah sedang uianya ketika itu baru 15 tahun.
Setlah itu diserangnya dan didudukinya bangku, dari sana dilancarkannya serangan ke Azerbiyan, untuk memerangi Khan Aga-Kiyunli. Di Tibriz dia mendapat sambutan yang baik dari ulama-ualama yang kebanyakan bermazhab Syiah. Sejak waktu itu mazhab Syiah dijadikan mazhab resmi bagi negeri Iran (persia).[7]

C.     Sejarah kerajaan Mughal di India (1626-1857 M)
Sebelum Islam berdirinya masuk di India, sekitar 6000-5000 SM bangsa Dravida datang dari Asia Barat ke India dengan kepercayaan terhadap adanya Tuhan secara abstrak. Pada tahun 557 SM lahir Gautama Budha di Kapilabastu di kaki gunung Himalaya dan menjadi pelopor lahirnya agama Budha.
Menjelang masuknya Islam, agama Jaina tidak populer dan Agama Budha sedang menurun. Pada saat itulah Islam mulai masuk di India. Karena kelompok Budha lebih banyak terkalahkan dalam persaingan, akhirnya mereka lebih terbuka untuk menerima Islam. Sejarah awal masuknya Islam di India dapat  dibagi dalam empat periode yaitu : Zaman Nabi Muhammad SAW, Dinasti Umayyah, Ghaznawi, dan Ghuri.
Pada zaman Nabi Muhammad SAW (mulai tahun 610 M), pedagang-pedagang Arab yang telah menganut Islam sudah berhubungan  erat dengan dunia Timur melalui pelabuhan-pelabuhan India, sehingga mereka berdagang sambil berda’wah. Pada masa ini, Cheraman Perumal, raja Kadangalur dari pantai Malabar telah memeluk Islam dan menemui nabi. Inilah sejarah awal masuknya Islam di Anak Benua India.
Pada masa Mu’awiyah I, terjadi perampokan terhadap orang-orang Islam di India. Atas izin Khalifah Al-Walid, ia mengirim Muhammad Ibn Qasim (usianya 17 tahun), untuk memimpin pasukan. Dalam waktu 4 tahun lebih, Sind dan Punjab dapat ditaklukkan dan dikuasai. Bin Qasim menjadi gubernur yang menjalankan pemerintahan dengan rasa kemanusiaan yang tinggi. Riwayatnya berakhir tragis akibat pertikaian politik, setelah itu ada 9 orang gubernur tetap berkuasa di wilayah itu sampai datangnya dinasti Ghazni.
Pada akhir abad ke-10, Alptgin menaklukkan Ghazni dan memperkuat kota dengan parit dan benteng. Pada tahun 997 M Sabktegin digantikan oleh putranya Mahmud, yang kemudian terkenal dengan gelar Mahmud Ghaznawi. 1024-1025 M menyerang dan menaklukkan Gujarat dan menghancurkan berhala Samonath yang terkenal besar dan megah di India. Mahmud digantikan oleh putranya Muhammad, tetapi Muhammad tidak lama memerintah, lalu digantikan oleh saudaranya Mas’ud Ibn Mahmud. Mas’ud memperluas kekuasa  annya dengan menaklukkan negeri Oudh (Ayyuda) dan Benaras. Sepinggal Mas’ud tidak ada lagi pengganti yang kuat.[8]
Pada tahun 1186 M, Alauddin Husain Ibn Husain merebut negeri Ghaznah yang sudah lemah, setelah itu ia digantikan oleh Ghias al-Din Abul Muzaffar Muhammad Ibn Sam. Kemudian ia digantikan oleh saudaranya Syihab al-Din. Kemudian naiklah Alauddin Muhammad Ibn Sam. Tokoh yang terkenal dalam sejarah adalah Sultan Muhammad Abdul Muzaffar Ibn al-Husain al-Ghori (Muhammad Ghuri). Ia menguasai seluruh wilayah yang dahulunya dikuasai Dinasti Ghazni. Sepeninggal Muhammad Ghuri, naiklah Quthubuddin Aibek yang merupakan bekas budak dan panglima perang Ghuri, yang memberi letter of manumission (merdeka dari perbudakan). Aibek mendapat gelar sultan pada tahun 1206 M. Sejak saat itu berdirilah kesultanan Delhi yang meliputi : Dinasti Mamluk (1206-1290 M), Khalji (1290-1320 M), Tughlug (1320-1414 M), Sayyed (1414-1451 M), dan Lodi (1451-1526 M).
Dinasti Mamluk didirikan oleh seorang budak yang bernama Altamasy yang di merdekakan oleh Aibek dan di angkat menjadi pembesar istana karena pada saat itu menganti Aibek, anaknya Aram Shah tidak bisa memimpin dengan baik. Altamasy berhasil memperluas kekuasaan Islam ke sebelah utara (Malawa) dan menyelamatkan negerinya dari serangan Mongol. Setelah itu ia menunjuk anak perempuannya, Raziya, sebagai pengganti dengan alasan semua anak laki-lakinya tidak ada yang mampu. Dalam sejarah Islam Sultan Raziya adalah perempuan pertama yang berkuasa. Pada tahun 1240 M terjadi pemberontakan untuk menolak sultan perempuan yang menjatuhkan Raziya oleh Bahram Shah, putra dari Iltutmish, namun Bahram Shah tidak mampu memimpin, akhirnya pada tahun 1246 M pamannya, Nasiruddin Mahmud naik tahta, kemudian ia di gantikan oleh Balban.
Setelah Balban wafat, penggantinya Kaikobad, tidak cakap sebagai pemimpin. Dengan dukungan para pembesar istana, Alaluddin Khalji (75 tahun) naik tahta pada tahun 1290M. Setelah itu Alauddin Khalji yang merupakan keponakan sekaligus menantu Jalaluddin Kahlji naik tahta berkat dukungan para bangsawan. Alauddin Khalji memperluas kekuasaannya sampai ke Gujarat, Rajasthan, Deccan, dan sebagian wilayah India Selatan. Pengganti Alauddin Khalji adalah Quthubuddin Mubarak Khalji, namun ia dan keluarganya dibunuh oleh Khusru, gubernur Deccan yang ingin merebut tahta. Lima bulan kemudian Ghazi Malik Tughlaq, gubernur Depalpur, dapat menguasai Delhi dengan membunuh Khusru. Ghazi Malik menduduki tahta dengan gelar Ghiyasuddin Tughlug. Beberapa wilayah dikuasainya antara lain Bidar, Warrangal dan Bangla.[9]
Namun dalam perjalanan kembali dari Bengla, Ghiyasuddin Tughlug meninggal dunia pada tahun 1325 M. Juna Khan terpilih sebagai pengganti Sultan ia naik tahta dengan gelar Muhammad Ibn Tughlug. Ia merupakan sultan pertama yang mengangkat warga non-Muslim dalam tugas kemiliteran dan tugas-tugas administratif pemerintahan, terlibat di dalam perayaan lokal, dan mengizinkan pembangunan kuil-kuil Hindu. Ia wafat pada tahun 1351 M ketika negara dilanda pemberontakan. Fihruz Shah, sepupunya, naik tahta setelah meredam pemberontakan di Sind dan penyerangan Mongol. Setelah kematian Fihruz pada tahun Shah pada tahun 1388 M penggantinya tidak ada yang mampu. Nashiruddin Muhammad Tughluq adalah orang terakhir dalam Dinasti Tughlug.
Pada tahun 1414 M, Khizir Khan, utusan Timur di Debalpur dan Multan dapat menguasai politik di Delhi. Khizr Khan merupakan pendiri dari Dinasti Sayyid yang alim, pemberani dan sangat mampu memimpin. Ia meninggal dunia pada tahun 1421 M. Kemudian Mubarak Shah naik tahta, namun ia terbunuh pada tahun 1434 M oleh seorang bangsawan bernama Sardarul Mulk. Keponakan Mubarak, Muhammad Shah, naik tahta. Ia membalas kematian pamanya dengan menangkap dan membunuh Sardarul Mulk. Muhammad Shah memimpin selama 12 tahun, ia di gantikan oleh anaknya, Alauddin Alam Shah, yang merupakan raja terakhir dan terlemah dalam Dinasti Sayyid. Ia secara sukarela menyerahkan tahtanya kepada Bahlul Lodi. Bahlul Lodi naik tahta pada tahun 1451 M. Pada 21 April 1526 M terjadi pertempuran yang dahsyat di panipat antara Babur dan Ibrahim Lodi.Pasukan Lodi berjumlah 100.000 kekuatan tentara dengan 1000 pasukan gajah, sedangkan tentara Babur hanya berjumlah 25.000. Babur berhasil tampil sebagai panglima yang memenangkan pertempuran. Setelah Babur memperoleh kemenangan ia beserta pasukannya memasuki kota Delhi untuk menegakkan pemerintahan. Dengan ditegakkannya pemerintahan Babur di kota Delhi, maka berdirilah kerajaan Mughal di India pada tahun 1526 M. Adapun periodesasi Kerajaan Mughal di India sebagai berikut:

1.     Babur (1526-1530 M)
Babur bernama lengkap Zahiruddin Muhammad Babur. Secara geneologis Babur merupakan cucu Timur Lenk dari pihak ayah dan keturunan Jenghiz Khan dari pihak ibu. Ayahnya Umar Mirza, merupakan seorang penguasa Ferghana. Masa pemerintahan Babur ditandai oleh dua persoalan besar yakni bangkitnya kerajaan-kerajaan Hindu yang mencoba melepaskan diri dari kekuasaan Islam, mereka memberontak antara tahun 1526 dan 1527 M dan munculnya penguasa muslim yang mengakui pemerintahannya di Afghanistan yang masih setia kepada keluarga Lodi. Namum Babur dapat menyelesaikan semua persoalan tersebut.[10]

2.     Hamayun (1530-1540 M dan 1556 M)
Babur digantikan oleh putra sulungnya, Humayun yang bernama lengkap Naseeruddin Humayun. Namanya berarti "yang disukai oleh keberuntungan". Humayun adalah orang yang cinta damai, ia adalah orang yang berkualitas, tapi ia tidak bisa menyesuaikan diri dengan hal-hal yang ada di sekelilingnya. Selain itu adalah seorang raja yang dermawan, ramah dan suka memaafkan. Pada awal pemerintahannya, Humayun mengalami kesulitan karena perilaku dari saudara-saudaranya yang menuntut hak untuk memerintah. Dalam wasiatnya, Babur telah menginstruksikan Humayun untuk bersikap baik kepada saudara-saudaranya. Humayun memperlakukan saudara-saudaranya dengan ramah.
Pada tahun 1555 M ia menyerbu Delhi yang saat itu diperintah Sikandar Sur (dari Dinasti Sur 1540-1555). Akhirnya ia bisa memasuki kota ini dan ia bisa memerintah kembali sampai tahun 1556 M. Pada tahun 1556 M, ia meninggal dunia dan digantikan oleh anaknya Jalaludin Muhammad Akbar.

3.     Akbar (1556-1605 M)
Sepeninggal Humayun, tahta kerajaan Mughal dijabat oleh putranya Akbar. Ia bergelar Sultan Abdul Fath Jalaluddin Akbar Khan. Masa pemerintahannya dikenal sebagai masa kebangkitan dan kejayaan Mughal sebagai sebuah dinasti Islam yang besar di India.



4.     Jehangger (1605-1627 M)
 Penerus Akbar, yaitu anaknya Jehangir.72 Masa pemerintahan Jehangir kurang lebih selama 23 tahun. Ia adalah penganut ahl al-sunnah wa al jama’ah, sehingga Din-i-Ilahi yang dibentuk ayahnya menjadi hilang pengaruhnya.

5.     Syah Jehan (1627-1658 M)
Syah Jehan tampil menggantikan pemerintahan Jehangir. Syah Jehan adalah seorang yang terpelajar, ia memiliki bakat kepemimpinan dan memiliki jiwa intelektual dan seni. Secara umum, pada periode Syah Jehan, terutama di akhir-akhir kekuasaannya, ada dua kebijakan secara keseluruhan yang dimainkan oleh kedua putranya, Darsyikuh dan Aurangzeb. Darsyikuh lebih berpikiran universal, yakni lebih banyak menggunakan hukum-hukum Hindu bila dalam Al-Qur’an tidak ditemukan, dibandingkan hasil-hasil ijtihad para ulama saat itu. Sedangkan Aurangzeb lebih menekankan tradisi keislaman (nilai-nilai syari’ah, tradisional). Dan pada akhirnya Darsyikuh dibunuh oleh Aurangzeb. Syah Jehan meninggal dunia pada 1657 M, setelah menderita sakit keras.

6.     Aurangzeb / Alamghiri (1658-1707 M)
Aurangzeb adalah penguasa Mughal pertama yang membalik kebijakan konsiliasi dengan hindu. Di antara kebijakannya adalah pada tahun 1659 M, melarang minuman keras, perjudian, prostitusi, dan pengguanaan narkotika.

7.     Pemerintah Pasca Aurangzeb
Sepeninggal Aurangzeb pada tahun 1707 M, kesultanan Mughal di perintah oleh generasi-generasi yang lemah. Sampai tahun 1858 M sultan Mughal tidak mampu lagi mengendalikan wilayah yang cukup luas dan kekuatan lokal Hindu yang cukup dinamis, di samping karena konflik di antara mereka sendiri yang berebut kekuasaan. Sultan-sultan penerus Aurangzeb yaitu : Bahadur Syah (1707-1712 M), Azimusyah (1712-1713 M), Farukh Siyar (1713-1719 M), Muhammad Syah (1719-1748 M), Ahmad Syah (1748-1754 M), Alamghir II (1754-1759 M), Syah Alam (1761-1806 M), Akbar II (1806-1837 M), dan Bahadur Syah II (1837-1858 M.
Sampai tahun 1858 M, sultan-sultan Mughal tidak mampu lagi mengendalikan wilayah yang cukup luas dan kekuatan lokal Hindu yang cukup dinamis, di samping juga karena konflik di antara mereka sendiri yang berebut kekuasaan. Di tahun ini pula Inggris dengan bantuan raja-raja Hindu dapat mematahkan perlawanan yang mereka lakukan terhadap Inggris.[11]








BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Ada tiga kerajaan besar yang berpengaruh pada Islam, yaitu: kerajaan Usmani didirikan oleh Usman putra Ertoghol, kerajaan Syafawi di Persia di dirikan oleh Syafi Al-Din, dan kerajaan Mughal di India yang didirikan oleh Jahiruddin Babur.

                                     
B.    Saran
Dengan adanya makalh ini dapat membantu untuk mengetahui tiga kerajaan besar, dan u nutk mengetahui lebih jauh lagi disarankan untuk membaca lebih lanjut dibku atau di artikel.





DAFTAR PUSTAKA
                                 
Hamka, 1981, Sejarah Umat Islam, Jakarta: Bulan Bintang.
Dian Akbas, 2014, Best Of Turki, Jakarta: Kompas Gramedia.
Ira. M. Lapidus, 1999, Sejarah Sosial Ummat Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Syalabi, 2000, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jakarta: PT Al Husna Zikra.
Karen Armstrong, 2002, Islam Sejarah Singkat, Yogyakarta: Jendela.
M. Abdul Karim, 2004, Peradaban Islam di Anak Benua India, Yogyakarta: LESFI.
Sandi Nur Rohman , 2007, Dinasti Mughal, Jakarta: Diandra Kreatif.








[4] Ira. M. Lapidus, Sejarah Sosial…, hlm. 88.
[5] Karen Armstrong, Islam Sejarah Singkat, (Yogyakarta: Jendela, 2002), hlm. 136.
[6]Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Jakarta: PT Al Husna Zikra, 2000), hlm. 159.
[7] Syalabi, Sejarah dan…, hlm. 160.
[8]M. Abdul Karim, peradaban Islam di Anak Benua India, (Yogyakarta: LESFI, 2004), hlm. 165.
[9]M. Abdul Karim, Peradaban Islam…, hlm. 166.
[10] Sandi Nur Rohman, dinasti Mughal, (Jakarta: Diandra Kreatif, 2007), hlm. 128.
[11] Sandi Nur Rohman, Dinasti Mughal,  hlm. 129.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH MODEL PEMBELAJARAN

MAKALAH LANDASAN PENDIDIKAN

MAKALAH STRATEGI KEWIRAUSAHAAN