MAKALAH RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM

RUANG LINGKUP BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM By. Retno, dkk. A.       PENDAHULUA N   a.         Latar Belakang Bimbingan dan konseling merupakan kegiatan yang bersumber pada kehidupanmanusia. Kenyataan menunjukkan bahwa manusia di dalam kehidupannya selalu menghadapi persoalan-persoalan yang silih berganti. Persoalan yang satu dapat diatasi, persoalan yanglain muncul, demikian seterusnya. Manusia tidak sama satu dengan yang lain, baik dalamsifat maupun kemampuannya. Ada manusia yang danggup mampu mengatasi persoalan tanpa bantuan dari pihak lain, tetapi tidak sedikit manusia yang tidak mampu mengatasi persoalan bila tidak dibanntu orang lain, maka dari inilah bimbingan konseling dibutuhkan. Bimbingan dan konseling merupakan salah satu komponen dari pendidikan.Mengingat bahwa bimbingan dan konseling adalah suatu kegiatan bantuan dan tuntunan yangdiberikan kepada individu pada umumnya, dan siswa pada khususnya di sekolah. Hal inisangat relevan jika dilihat dari perumusan bahwa pend

MAKALAH BIMBINGAN DAN KONSELING PADA USIA LANJUT


 BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Mencoba memberikan pelayanan yang tepat untuk lansia adalah salah satu cara untuk membantu lansia agar dapat menerima keadaanya yang sesungguhnya ia jalani, dengan begitu jika lansia dapat memahami dirinya maka ia akan berusaha untuk dapat menyesuaikan diri dengan kondisi fisik, sosial, dan psikologis dengan tepat. Dengan memperlakukan lansia sesuai keinginannya hal ini tidak menutup kemungkinan bahwa lansia perlahan-lahan akan lebih dapat menerima diri.
Keadaan yang ada pada lansia cenderung berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan secara khusus, baik kesehatan fisik maupun kesehatan jiwa. Oleh karena itu diperlukan penyuluhan kepada lansia agar dapat menerima keadaan dengan mencari sisi positif dari kemampuan dan pengalaman yang ada pada lansia, agar ia berfikir bahwa ia masih berguna dan dibutuhkan orang lain.
Namun pada kenyataanya, dengan kulit keriput, fisik renta, sakit-sakitan, langkah gontai, pakaian kusut, bahkan kadang cacat fisik, orang lanjut usia itu mengharap belas kasih orang lain bahkan kadang dieksploitasi oleh pihak tertentu. Sementara dirmah mewah dijumpai lansia yang merasa sudah tidak berguna, diacuhkan oleh keluarganya, kehilangan kekuasaan, dan sakit-sakitan.
Oleh karena itu pelayanan BK pada lansia tidak dapat dilakukan sendiri oleh konselor. Konselor perlu bekerja sama dengan berbagai pihak dan adanya asas keterpaduan, terutama peran yang sangat besar dari anggota keluarga.




BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Bimbingan dan Konseling
Secara etimologis, bimbingan dan konseling terdiri atas dua kata yaitu “bimbingan” (terjemahan dari kata “guidance”) dan “konseling” (diambil dari kata “counseling”). Dalam praktik, bimbingan dan konseling merupakan satu kesatuan kegiatan yang tidak terpisahkan. Keduanya merupakan bagian yang integral. Secara etimologi menurut Winkel dalam Tohirin istilah “bimbingan” merupakan terjemahan dari kata “guidance”. Kata “guidance”yang kata dasarnya “guide”memiliki beberapa arti :
1.      Menunjukkan jalan (showing the way),
2.      Memimpin (leading),
3.      Memberikan petunjuk (giving instruction),
4.      Mengatur (regulating),
5.      Mengarahkan (governing), dan
6.      memberi nasihat (giving advice).[1]
Secara terminology bimbingan di kemukakan oleh beberapa para ahli diantaranya yaitu:
a.       Miller dalam Surya, menyatakan bahwa bimbingan merupakan proses bantuan terhadap individu untuk mencapai pemahaman diri dan pengarahan diri yang dibutuhkan untuk melakukan penyesuaian diri secara maksimum kepada sekolah (dalam hal ini termasuk madrasah), keluarga, dan masyarakat.
b.      Selanjutnya Surya mengutip pendapat Crow & Crow menyatakan bahwa bimbingan adalah bantuan yang diberikan oleh seseorang baik laki-laki maupun perempuan yang memiliki pribadi baik dan pendidikan yang memadai, kepada seseorang (individu) dari setiap usia untuk menolongnya mengembangkan arah pandangannya sendiri, membuat pilihan sendiri, dan memikul bebannya sendiri.
c.       Menurut Stoops mengemukakan bimbingan adalah suatu proses terus – menerus dalam hal membantu individu dalam perkembangannya untuk mencapai kemampuansecara maksimal dalam mengarahkan manfaat yang sebesar – besarnya bagi dirinya maupun masyarakatnya’.     
d.      Djumhur dan M. Surya  memberikan batasan tentang bimbingan, yaitu suatu proses pemberian bantuan terus menerus dan sistematis kepada individu dalam memecahkan masalah yang di hadapinya, agar tercapai kemampuan untuk memahami dirinya sendiri (self understanding), kemampuan untuk menerima dirinya sendiri (self accaptance), kemampuan untuk mengarahkan diri sendiri (self direction) dan kemampuan untuk merealisir diri sendiri (realization), sesuai dengan potensi dan kemampuan dalam mencapai penyesuaian diri dengan lingkungan.[2]
Jadi, dapat diambil kesimpulan bahwa Bimbingan berarti :  bantuan yang diberikan oleh pembimbing kepada individu agar individu yang dibimbing mencapai kemandirian dengan mempergunakan berbagai bahan, melalui interaksi, dan pemberian nasihat serta gagasan dalam suasana asuhan dan berdasarkan norma-norma yang berlaku.
Secara etimologi istilah konseling diadopsi dari bahasa Inggris “counseling” di dalam kamus artinya dikaitkan dengan kata “counsel” memiliki beberapa arti, yaitu nasihat (to obtain counsel), anjuran (to give counsel), dan pembicaraan (to take counsel). Berdasarkan arti di atas, konseling secara etimologis berarti pemberian nasihat, anjuran, dan pembicaraan dengan bertukar pikiran.[3]
Secara Terminologi konseling menurut ahli yaitu:
1.      Mortensen menyatakan bahwa konseling merupakan proses hubungan antarpribadi d mana orang yang satu membantu yang lainnya untuk meningkatkan pemahaman dan kecakapan menemukan masalahnya.
2.      James Adam mengemukakan bahwa konseling adalah suatu pertalian timbal balik antara dua orang individu di mana seorang Counselor membantu Counsele supaya ia lebih baik memahami dirinya dalam hubungan dengan masalah hidup yang dihadapinya pada waktu itu dan waktu yang akan datang.
3.      Rogers (1982) mengemukakan bahwa konseling adalah serangkaian kegiatan hubungan langsung antar individu, dengan tujuan memberika bantuan kepadanya dalam merubah sikap dan tingkah lakunya.
4.      Mortensen dan Schmuller dalam bukunya berjudul Guidance in today’s school (1964) mengemukakan konseling adalah suatu proses hubungan seseorang dengan seseorang di mana yang seseorang di bantu oleh yang lainnya untuk meningkatan pengertian dan kemampuan dalam menghadapi masalahnya.
5.      Wren dalam bukunya yang berjudul student person al work in college, berpendapat bahwa konseling adalah pertalian pribadi yang dinamis antara dua orang yang berusaha memecahkan masalah dengan mempertimbangkan bersama sama, sehingga akhirnya orang yang lebih muda atau orang yang mempunyai kesulitan yang lebih banyak di antara keduanya di bantu oleh orang lain untuk memecahkan masalahnya berdasarkan penentuan diri sendiri.
6.      Williamson dan Foley dalam bukunya Counseling and Dicipline mengemukakan bahwa konseling adalah suatu situasi pertemuan langsung di mana yang seorang terlibat dalam situasi itu karena latihan dan keterampilan yang dimilikinya atau karena mendapat kepercayaan dari yang lain, berusaha menolong yang kedua dalam menghadapi, menjelaskan, memecahkan, dan menanggulangi masalah penyesuaian diri.
7.      Sedangkan menurut American Personnel and Guidance Association (APGA) mendefinisikan konseling sebagai suatu hubungan antara seorang yang terlatih secara profesional dan individu yang memerlukan bantuan yang berkaitan dengan kecemasan biasa atau konflik atau pengambilan keputusan.[4]
Kesimpulan yang dapat diambil mengenai pengertian Konseling adalah  kontak atau hubungan timbal balik antara dua orang (konselor dan klien) untuk menangani masalah klien, yang didukung oleh keahlian dan dalam suasana yang laras dan integrasi, berdasarkan norma-norma yang berlaku untuk tujuan yang berguna bagi klien (siswa).
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian Bimbingan dan Konseling (BK) adalah proses bantuan atau pertolongan yang diberikan oleh pembimbing (konselor) kepada individu (konseli) melalui pertemuan tatap muka atau hubungan timbal balik antara keduanya, agar konseli memiliki kemampuan atau kecakapan melihat dan menemukan masalahnya serta mampu memecahkan masalahnya sendiri.
B.     Masa Lanjut usia
a.      Pengertian lanjut Usia
Lanjut usia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan. Dalam mendefinisikan batasan penduduk lanjut usia menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) ada tiga aspek yang perlu dipertimbangkan yaitu aspek biologi, aspek ekonomi dan aspek sosial. Secara biologis penduduk lanjut usia adalah penduduk yang mengalami proses penuaan secara terus menerus, yang ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta system organ. Secara ekonomi, penduduk lanjut usia dipandang sebagai beban dari pada sebagai sumber daya. Banyak orang  beranggapan bahwa kehidupan masa tua tidak lagi memberikan banyak manfaat, bahkan ada yang sampai beranggapan kehidupan masa tua seringkali dipersepsikan secara negatif sebagai beban keluarga dan masyarakat. Memasuki usia tua berarti mengalami kemunduran, misalnya kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit yang mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong, pendengaran kurang jelas, penglihatan semakin memburuk, gerakan lambat dan figure tubuh yang tidak proporsional.
Berikut beberapa pendapat mengenai pengertian masa tua:
1.      Menurut Hurlock (2002), tahap terakhir dalam perkembangan ini dibagi menjadi usia lanjut dini yang berkisar antara usia enam puluh sampai tujuh puluh tahun dan usia lanjut yang dimulai pada usia tujuh puluh tahun hingga akhir kehidupan seseorang. Orangtua muda atau usia tua (usia 65 hingga 74 tahun) dan orangtua yang tua atau usia tua akhir (75 tahun atau lebih) dan orang tua lanjut (85 tahun atau lebih) dari orang-orang dewasa lanjut yang lebih muda.
2.      Menurut J.W. Santrock (J.W.Santrock, 2002, h.190), ada dua pandangan tentang definisi orang lanjut usia atau lansia, yaitu menurut pandangan orang barat dan orang Indonesia. Pandangan orang barat yang tergolong orang lanjut usia atau lansia adalah orang yang sudah berumur 65 tahun keatas, dimana usia ini akan membedakan seseorang masih dewasa atau sudah lanjut. Sedangkan pandangan orang Indonesia, lansia adalah orang yang berumur lebih dari 60 tahun. Lebih dari 60 tahun karena pada umunya di Indonesia dipakai sebagai usia maksimal kerja dan mulai tampaknya ciri-ciri ketuaan.
3.      Menurut Bernice Neugarten(1968)James C. Chalhoun(1995) masa tua adalah suatu masa dimana orang dapat merasa puas dengan keberhasilannya.
4.      Badan kesehatan dunia (WHO)menetapkan 65 tahun sebagai usia yang menunjukkan proses penuaan yang berlangsung secara nyata dan seseorang telah disebut lanjut usia. Lansia banyak menghadapi berbagai masalah kesehatan yang perlu penanganan segera dan terintegrasi. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lanjut usia menjadi 4 yaitu :  Usia pertengahan (middle age) 45 -59 tahun, Lanjut usia (elderly) 60 -74 tahun, Lanjut usia tua (old) 75 - 90 tahun dan Usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.
b.      Ciri-ciri masa lanjut usia
a.       Adanya periode penurunan atau kemunduran. Yang disebabkan oleh faktor fisik dan psikologis.
b.      Perbedaan individu dalam efek penuaan. Ada yang menganggap periode ini sebagai waktunya untuk bersantai dan ada pula yang menganggapnya sebagai hukuman.
c.       Ada stereotip-stereotip mengenai usia lanjut. Yang menggambarkan masa tua tidaklah menyenangkan.
d.      Sikap sosial terhadap usia lanjut. Kebanyakan masyarakat menganggap orang berusia lanjut tidak begit dibutuhkan katena energinya sudah melemah. Tetapi, ada juga masyarakat yang masih menghormati orang yang berusia lanjut terutama yang dianggap berjasa bagi masyarakat sekitar.
e.       Mempunyai status kelompok minoritas. Adanya sikap sosial yang negatif tentang usia lanjut.
f.       Adanya perubahan peran. Karena tidak dapat bersaing lagi dengan kelompok yang lebih muda.
g.      Penyesuaian diri yang buruk. Timbul karena adanya konsep diri yang negatif yang disebabkan oleh sikap sosial yang negatif.
h.      Ada keinginan untuk menjadi muda kembali. Mencari segala cara untuk memperlambat penuaan.[5]
C.    Layanan Bimbingan Konseling Bagi Lanjut Usia
Pelayanan BK secara professional pada usia lanjut belum banyak dilakukan. Berbagai pelayanan terhadap lansia, baik oleh anak-anaknya, lembaga keagamaan. LSM, umumnya dilakukan tidak secara utuh, yang kadangkala kurang memahami permasalahan lansia secara menyeluruh. Di lembaga keagamaan misalnya lebih menekankan aspek spiritual, di pusat-pusat rehabilitasi sosial khususnya di panti wreda sudah diupayakan  pelayanan secara optimal, namun penekanannya masih dalam aspek fisik kesehatan. Kesulitan dalam pelayanan BK bagi lansia juga diakui oleh George dan Cristiani (1981), dan menuntut program pelatihan khusus bagi konselor yang melayani usia lanjut.
1.      Tujuan pelayanan bimbingan dan konseling
Sebaik-baik manusia adalah mereka yang dipanjangkun umurnya dan semakin bagus amal perbuatannya (Al Hadist). Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan penuh ridlo dan diridloi, maka masuklah dalam golongan hamba-hamba-Ku, dan masuklah dalam surga-Ku (Al Fajr: 27-30).
Betapa bahagianya menjadi lansia yang amalnya bagus, bermanfaat bagi diri dan masyarakat, memiliki jiwa yang tenang, kembali kepada Tuhan dengan penuh keridloan, kedamaian, keikhlasan, dan diridloi Tuhan, memasuki kelompok hamba yang dikasihi, memasuki syurga ... Kondisi seperti itu yang menjadi tugas konselor lansia dalam mendampingi, membantu para lansia.
Secara umum tujuan layanan bimbingan dan konseling pada lansia adalah membantu lansia untuk dapat mengatasi masalah-masalahnya, dapat menerima diri, mengembangkan diri, mengaktualisasikan diri sehingga dapat merasakan kebahagiaan hidup di usia senja. Secara khusus tujuan layanan BK pada lansia sejalan dengan masalah-masalah atau kebutuhan-kebutuhan yang dihadapi oleh lansia.
Lansia akan merasa bahagia apabila kebutuhan-kebutuhannya terpenuhi, atau mereka dapat melaksanakan tugas perkembangan secara baik. Dalam kajian psikologi, yang diwarnai budaya Amerika, Havinghurst mengemukakan tugas-tugas perkembangan usia lanjut, yaitu :
a.       Menyesuaikan diri dengan menurunnya kekuatan fisik dan kesehatan.
b.      Menyesuaikan diri dengan masa pensiun dan berkurangnya income (penghasilan) keluarga.
c.    Menyesuaikan diri dengan kematian pasangan hidup.
d.   Membentuk hubungan dengan orang-orang yang seusia.
e.    Membentuk pengaturan kehidupan fisik yang memuaskan.
f.     Menyesuaikan diri dengan peran sosial secara luwes.[6]
Dalam budaya tertentu tugas perkembangan usia lanjut lebih luas lagi, misalnya dalam masyarakat muslim para usia lanjut harus lebih intensif mempersiapkan diri menghadapi kematian, dan kehidupan sesudah mati. Bagi lansia yang mampu menjalankan tugas-tugas perkembangan dengan baik seperti di atas, maka dapat dipastikan lansia akan merasakan kebahagiaan.
Hurlock mengetengahkan tanda umum penyesuaian yang baik pada lansia yaitu: (1) minat yang kuat dan beragama, (2) kemandirian dalam hal ekonomi, yaug memungkinkan untuk dapat hidup mandiri, (3) melakukan banyak hubungan sosial dengan segala umur, (4) kenikmatan kerja yang menyenangkan dan bermanfaat tetapi tidak memerlukan banyak biaya, (5) berpartisipasi dalam organisasi kemasyarakatan, (6) kemampuan untuk memelihara rumah yang menyenangkan, (7) kemampuan untuk menikmati kegiatan masa kini tanpa menyesali masa lalu, (8) mengurangi kecemasan terhadap diri sendiri maupun orang lain, (9) menikmati aktivitas dari hari ke hari, (10) menghindari kritik dari orang lain, (1l) menghindari kesalahan-kesalahan, khususnya tentang kondisi tempat tinggal dan perlakuan dari orang lain.
Keberhasilan penyesuaian diri lansia tersebut dipengaruhi beberapa faktor, yaitu : persiapan untuk hari tua, pengalaman masa lampau, kepuasan dan kebutuhan, kenangan akan persahabatan lama, anak-anak yang telah dewasa, sikap sosial, sikap pribadi, metode penyesuaian diri, kondisi fisik, kondisi tempat tinggal, kondisi ekonomi.
Mengenai kebahagiaan yang menjadi tujuan akhir layanan BK bagi lansia, Hurlock mengetengahkan tiga komponen kebahagiaan,  yaitu Acceplance, affection, dan achievement. Acceptance menunjukkan lansia dapat menerima dan memahami diri sendiri dan akhirnya diterima orang lain. Affection menunjukkan lansia memiliki rasa cinta kasih pada lansia. Achievement menunjukkan lansia masih mampu berprestasi, dan merasa bangga dengan prestasi yang dicapai, serta orang lain menghargai prestasinya. Kebahagiaan lansia tersebut sifatnya relatif, temporal, spasial dan setiap budaya memiliki sumber kebahagiaan yang berbeda-beda. Setiap lansia dalam budaya apapun, latar belakang sosial ekonomi yang berbeda memiliki dan dapat merasakan kebahagiaan, dan sumber kebahagiaan setiap lansia dapat berbeda-beda. Ada lansia yang merasa sangat bahagia melihat anak-anak dan cucu-cucunya rukun, ada lansia yang sangat bahagia dapat berkarya yang bermanfaat, ada lansia yang merasa sangat bahagia karena di usia senja mereka dapat beribadah dan mendekat kepada Tuhan dengan sedekat-dekatnya, dan sebagainya.
Dalam melihat kebahagiaan lansia, Monks mengetengahkan dua teori, yaitu :
a.       Teori pelepasan (disengegement)
yaitu kebahagiaan lansia terwujud karena lansia melepaskan berbagai beban dan kewajiban sosial. Pelepasan tersebut dapat berasal dari lansia sendiri, yaitu dengan, sengaja makin melepaskan dirinya dari berbagai ikatan, dan dari luar lansia, yaitu lansia dilepaskan oleh kehidupan bersama karena kondisi yang tidak memungkinkan. Teori tersebut dikritik oleh berbagai fihak, karena dengan pelepasannya itu lansia justru mengalami kesepian dan terisolasi.
b.      Teori aktivitas
yaitu dengan tetap melakukan aktivitas, pala lansia akan memperoleh kepuasan dan kebahagiaan, mereka merasa bermanfaat bagi orang lain, masih punya harga diri. layanan. Dalam hal ini Lombada menekankan dua bentuk pelayanan kepada lansia yaitu remidial dan prevention. Metode pelayanan dapat berbentuk layanan langsung, pelatihan dan melalui media.
Kegiatan pelayanan BK pada lansia dapat berbentuk layanan orientasi, layanan informasi, layanan penempatan/penyaluran, layanan pembelajaran, konseling individual, konseling kelompok, dan bimbingan kelompok. Teknik pelayanan BK dapat menggunakan berbagai model bimbingan dan konseling. Diantara metode bimbingan seperti ceramah, sosiodrama, karyawisata, psikodrama, home room dan sebagainya. Diantara model konseling seperti client centered, konseling eksistensial humanistik (terutama logoterapi), konseling behavioral dan sebagainya. Dari berbagai metode dalam layanan BK pada lansia, ada dua metode  yang populer yaitu BK kelompok sebaya lansia, dan konseling keluarga.
Dilihat dari bidang pelayanan, maka pelayanan BK pada lansia dapat memacu pada pelayanan BK pada umumnya, yaitu bidang pribadi, bidang sosial, bidang karir, dan bidang belajar. Keempat bidang tersebut saling terkait.[7]
a.       Pelayanan bidang pribadi
Pelayanan bidang pribadi membantu lansia agar memiliki keimanan dan ketaqwaan, kesehatan mental psikologis, dan kesehatan fisik.
1.       Bimbingan konseling kehidupan keagamaan/spiritual
Kehampaan, kehilangan makna hidup, penyesalan, ketakutan akan kematian dan sebagainya sering dirasakan lansia. Kondisi tersebut berkaitan dengan kehidupan spiritual keagamaan.  Layanan bidang ini bukan untuk mengubah keimanan lansia terhadap agama, tetapi lebih pada membangkitkan kekuatan spiritualnya dalam menghadapi kehidupan, sehingga para lansia, memiliki kecerdasan spiritual (spiritual intelligent).
Para lansia dibimbing dikembangkan komitmen,  penghayatan dan pengamalan keagamaan, melalui berbagai kegiatan, misalnya melalui perkumpulan (jamaah) sesama lansia yang diisi ceramah misalnya tentang perjalanan kehidupan, praktek keagamaan (dalam lslam misalnya melakukan dzikir) dan sebagainya. Bimbingan agama hendaklah lebih menekankan pada sentuhan emosional/ perasaan bukan aspek rasional, menekankan aspek hakekat/makrifat bukan syariat. Dengan demikian diharapkan para lansia dapat mengisi usia senjanya dengan kehidupan yang lebih bermakna, sehingga rasa kehampaan, kesepian, ketidakbermaknaan, penyesalan semakin berkurang, dan diganti dengan kehidupan yang penuh pengharapan, optimisme, sabar dan kepasrahan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Lansia dapat merasakan makna dalam derita (meaning in suffering), dan hikmah dalam musibah (blessing in disquise).
Dalarn hal penghayatan keagamaan pada lansia ini, Dadang Hawari (1996) mencatat betapa besarnya pengaruh komitmen agama pada lansia terhadap kesehatan fisik dan mental, yaitu :
a)      Lanjut usia yang non religius angka kematiannya dua kali lebih besar daripada yang religius.
b)      Lansia yang religius penyembuhan penyakitnya lebih cepat daripada yang non religius.
c)      Lanjut usia yang religius lebih kebal dan lebih tenang menghadapi operasi.
d)     Lansia yang religius lebih kuat dan tabah menghadapi stres daripada yang kurang religius, sehingga gangguan mental emosionalnya lebih kecil.
e)      Lanjut usia yang religius tabah dan tenang menghadapi saat-saat terakhir (kematian) daripada yang kurang religius.[8]
2.         Bimbingan konseling kesehatan mental dan psikologis
Diantara problem psikologis lansia yang pokok adalah rasa inferiority (rendah diri), atau rasa harga diri yang kurang, sehubungan dengan proses penuaan dan keuzuran. Problem tersebut akan berkembang menjadi problem yang lain. Oleh  karena itu konselor lansia harus berusaha untuk membantu lansia mengatasi problem tersebut.
Dadang Hawari mengutip teori Heinz Kohut akan pentingnya aspek “narcissisme” (kecintaan pada diri sendiri) pada lansia. Para lansia hendaknya tetap memiliki harga diri, mampu mengatasi cidera narcistiknya akibat proses penuaan, terlebih manakala kehilangan dukungan dari orang-orang sekitarnya.  Untuk tetap memelihara rasa harga diri pada lansia, beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah :
a.       Adanya jaminan sosial-ekonomi yang cukup memadai untuk hidup di usia lanjut.
b.      Adanya dukungan dari orang-orang yang melindungi dirinya dari isolasi sosial dan memperoleh kepuasan dari kebutuhan ketergantungannya pada pihak lain.
c.       Kesehatan jiwa agar mampu beradaptasi dengan perubahan  perkembangan pada tahap lanjut usia.
d.      Kesehatan fisik agar mampu menjalankan berbagai aktivitas secara produktif dan menyenangkan.
e.       Kebutuhan spiritual agar diperoleh ketenangan batiniah.
Rasa inferioritas dan harga diri yang rendah tersebut karena para lansia umumnya kehilangan otoritas dalam segala hal, demikian pula ketergantungannya kepada pihak lain. Oleh karena itu tugas konselor adalah mengusahakan agar para lansia tetap memiliki otoritas, otonomi diri, dan punya kemandirian dalam hal- hal tertentu. Kondisi tersebut akan terwujud jika lingkungan mendukungnya, terutama peran anggota keluarga lansia.
Dalam menghadapi permasalahan psikologis, Kartini  Kartono dan Jenny Andari (1989) memberi saran kepada lansia, yaitu “pada usia maghribi para mantan harus lebih sabar, sareh, sumarah, sumeleh hati, dan tidak lagi bermimpi dan berfantasi ngayawara, yang bukan-bukan”.
3.         Layanan BK kesehatan fisik
Kesehatan fisik merupakan masalah umum para lansia. Upaya mengatasi masalah tersebut menjadi kewenangan dokter atau ahli kesehatan. Yang terpenting bagi konselor, terutama bagi anggota keluarga lansia adalah memberikan dukungan, support, dan lingkungan yang menunjang agar para lansia dapat menerima  dan dapat menyesuaikan dengan kondisi kemunduran fisik secara positif dan konstruktif.
4.         Bimbingan bidang sosial
Mengacu pada teori pelepasan (disengagement), maka para lansia perlu dikurangi tanggung jawab dan beban sosialnya, lansia tinggal menikmati masa tuanya di rumah. Namun banyak lansia yang mengalami kesepian, kesendirian, terisolasi dengan adanya pelepasan tanggung jawab tersebut. Jika demikian maka lansia perlu dilibatkan dalam aktivitas sosial yang cocok dengan kondisinya, misalnya lansia dijadikan sesepuh dalam suatu kegiatan, menyampaikan doa, nasehat dan sebagainya. Dengan aktivitas tersebut lansia merasa masih bermanfaat, punya kebanggaan.
Bimbingan dan Konseling lansia sebaya perlu diselenggarakan melalui perkumpulan lansia, sebagai wahana bertukar wawasan, berbagi rasa, supaya merasa tidak sendirian. Bagi anggota keluarga lansia (anak dan cucu), perlu memberikan dukungan kepada lansia, menciptakan suasana kehangatan dan atensi yang cukup. Jika keluarga lansia tidak ada waktu memberikan kehangatan, atensi dan dukungan mungkin panti wreda akan memberikan suasana persahabatan dan kehangatan. Budaya timur umumnya kurang menerima kalau lansia ditempatkan di panti wreda.
5.         Bimbingan karir
Kemiskinan, pengangguran, atau kerja berat umumnya menjadi masalah para lansia. Para lansia jelas memerlukan aktivitas dalam bentuk berkarya. Dengan bekerja, di samping memiliki nilai ekonomi, juga memberikan nilai tambah bidang sosial dan psikologis, sehingga mereka akan memiliki harga diri, kemandirian. Mengingat berbagai kondisi fisik, psikologis dan budaya, tentu lansia meniti karir yang sesuai dengan kondisinya, misalnya bekerja yang tidak menuntut kekuatan dan kecepatan, otot. Beberapa bentuk karir lansia seperti beternak, bertanam, menulis, berdakwah, meneruskan usaha sebelumnya dengan mengurangi perannya.[9]
6.         Bimbingan bidang belajar
Para lansia perlu terus diberikan pelayanan yang sifatnya pembelajaran, agar mereka lebih mampu menjalankan tugas perkembangannya. Para lansia diberi kesempatan untuk mengikuti perkembangan informasi melalui media massa, buku-buku, pelatihan, ceramah dan sebagainya.






BAB II
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Individu usia lanjut umumnya memiliki sikap yang lemah, baik lemah terhdapa kondisi fisik maupun lemah menyesuaikan dengan lingkungannya. Yang perlu digaris bawahi adalah meraih usia panjang tidak hanya persoalan untuk menjaga fisik pada lansia, tetapi yang lebih penting adalah mental seseorang dalam menyikapi rentang hidupnya. Seperti halnya usia lanjut disini mereka harus mampu menyikapi rentang hidupnya dengan berusaha memahami keadaan yang ada pada dirinya.
Pelayanan BK secara professional pada usia lanjut belum banyak dilakukan. Berbagai pelayanan terhadap lansia, baik oleh anak-anaknya, lembaga keagamaan. LSM, umumnya dilakukan tidak secara utuh, yang kadangkala kurang memahami permasalahan lansia secara menyeluruh. Di lembaga keagamaan misalnya lebih menekankan aspek spiritual, di pusat-pusat rehabilitasi sosial khususnya di panti wreda sudah diupayakan  pelayanan secara optimal, namun penekanannya masih dalam aspek fisik kesehatan.








DAFTAR PUSTAKA
Tohirin, Bimbingan dan Konseling Di Sekolah Dan Madrasah (Berbasis Integrasi) Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008.
Tohirin, Bimbingan dan Konseling Di Sekolah Dan Madrasah (Berbasis Integrasi) Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2014.
Hurlock, Elizabeth B, Psikologi Perkembangan, Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan (edisi kelima) di terjemahkan oleh Istiwidayanti Jakarta: Erlangga, 1996.
Monks F.J, Konoers A.M.P, dan Siti Rahayu Haditono, Psikologi Perkembangan. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada, 1994.
Jalaluddin, Pslkologi Agama Memahami Perilaku Dengan Mengaplikasikan Prinsip-Prinsip Psikologi Jakarta: Rajawali Pers, 2002









[1]  Tohirin, Bimbingan dan Konseling Di Sekolah Dan Madrasah (Berbasis Integrasi) (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), hlm. 15-16.
[2] Ibid., hlm. 16-17.
[3]  Tohirin, Bimbingan dan Konseling Di Sekolah Dan Madrasah (Berbasis Integrasi) (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2014), hlm. 21.
[4] Ibid., hlm 23.
[5] Hurlock, Elizabeth B, Psikologi Perkembangan, Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan (edisi kelima) di terjemahkan oleh Istiwidayanti. (Jakarta : Erlangga, 1996), hlm. 380.
[6] Monks F.J, Konoers A.M.P, dan Siti Rahayu Haditono, Psikologi Perkembangan. (Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada, 1994), hlm. 76.
[7] Ibid., hlm. 78.
[8]  Jalaluddin, Pslkologi Agama Memahami Perilaku Dengan Mengaplikasikan Prinsip-Prinsip Psikologi ( Jakarta: Rajawali Pers, 2002),  hlm. 109.
[9]  Monks F.J, Konoers A.M.P, dan Siti Rahayu Haditono,  Op.Cit., hlm. 80.

<script data-ad-client="ca-pub-3224888017981904" async src="https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js"></script>

Komentar

  1. Makasih loh udah membantu kami lewat adanya makalah ini dalam menyelesaikan tugas mata kuliah paatoral konseling 😊

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH MODEL PEMBELAJARAN

MAKALAH LANDASAN PENDIDIKAN

MAKALAH ILMU AL-JARH WA AT-TA’DIL