BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Ulos atau
sering juga disebut kain ulos adalah salah satu busana khas Indonesia. Ulos
secara turun temurun dikembangkan oleh masyarakat Batak, Sumatra utara.Tenunan kain
menjadi lambang budaya bagi masyarakat di beberapa daerah, termasuk Tapanuli
Selatan. Setidaknya ada dua kain adat yang sangat terkenal di wilayah ini,
selain Ulos ada juga Parompa Sadun. Kedua kain ini berbeda namun memiliki nilai
yang sama tinggi. Parompa Sadun biasanya diberikan kepada orang tua yang baru
melahirkan anak pertama. Fungsinya adalah sebagai kain gendongan anak yang baru
lahir tersebut. Pemberian kain Parompa Sadun sudah menjadi kegiatan adat turun
temurun, terutama bagi kelahiran anak pertama, baik berkelamin laki-laki maupun
perempuan.
Namun walaupun
sebagai kain penggendong anak, tidak serta-merta kain tersebut selalu digunakan
oleh orang tua untuk menggendong bayi. Kain yang hanya berukuran 100×200
centimeter ini dianggap terlalu pendek untuk bisa menggendong anak. Tidak heran
jika kemudian Parompa Sadun.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Ulos dan Paroppa Sadun
1. Pengertian Ulos
Ulos adalah
kain buatan tangan penenun perempuan-perempuan suku Batak yang berasal dari
Tapanuli-Sumatera Utara. Sebagai hasil kerja keras, ketekunan, ketelitian dan
keterpaduan instrumen dari perempuan-perempuan yang duduk di belakang instrumen
pembuat ulos, dengan harapan hasilnya bagus dan cantik untuk mendatangkan
kebaikan. Di masa lampau bagi masyarakat Batak, ulos dibuat untuk pakaian
(baju) sehari-hari dan untuk maksud lain. Juga dibuat kain adat untuk tujuan
kegiatan resmi masyarakat Batak dan adat Batak.Namun demikian dengan
berkembangnya zaman dan kemajuan teknologi sandang, penggunaan ulos sebagai
baju sehari-hari tidak lazim lagi, tetapi sebagai kain adat tidak berubah. Ulos
adat khusus digunakan untuk tujuan kegiatan resmi masyarakat Batak dan adat
Batak. Oleh karena itu hal tersebut menjadi sesuatu yang unik yang tidak
berubah Sampai sekarang
Pada Ulos dari daerah Tapanuli Selatan dapat
terlihat benang warna putih berarti kesucian, ketulusan dan kejujuran. Benang
warna berarti kesatriaan seperti 5 keberanian, menegakkan kebenaran dan hak.
Benang warna kuning berarti kaya, subur, banyak harta, makmur dan bermartabat. Benang
warna hItam berarti gelap, sifat mati; untuk mengingatkan orang kepada maha
kuasa bahwa hidup akan diakhiri kematian. Fungsi dan peranan ulos adalah
menyatakan penghargaan atau penghormatan;sebagai pakaian resmi dan sebagai
pemberian untuk upacara adat pada peristiwa kelahiran, perkawinandan kematian.
Dakung mengatakan bahwa mengenai tata cara ulos pada upacara adat perkawinan
Batak baik di daerah Tapanuli Selatan maupun di Tapanuli Utara adalah sama.
2. Pengertian Paroppa Sadun
Parompa Sadun adalah kain tenun tradisional sub suku Batak Angkola.
Biasanya dihiasi dengan manik-manik dan rumbai di ujung kain, dan tenunan motif
khas. Parompa dalam bahasa batak berarti kain panjang atau gendongan.
Parompa Sadun
(biasanya diucapkan paroppa) adalah kain tenun tradisonal suku
Batak Angkola. Kain ini berukuran kurang lebih 100 x 200 cm, dihiasi dengan
manik-manik dan rumbai di ujung kain, dan tenunan motif khas. Kain adat ini
diberikan oleh orang tua seorang wanita yang baru di anugrahi anak pertama.
Parompa dimaksudkan sebagai kain gendong, meskipun tidak dipakai sehari-hari,
karena yang dipakai tiap hari untuk menggendong tetap kain batik panjang.
Upacara pemberian kain adat ini disebut Mangalehen Parompa.
Kain adat ini diselempangkan di bahu kedua orang tua bayi,
seolah-olah dipakai untuk menggendong. Pada waktu upacara seperti acara adat
Batak lainnya hadir pihak-pihak yang disebut Dalihan na Tolu, yaitu pihak dari
keluarga suami (kahanggi), keluarga dari pihak istri (Mora) dan keluarga dari
pihak saudara wanita suami (Anak Boru). Permberian kain ini disertai nasihat
dan doa dari semua yang hadir secara bergantian agar kelak anak yang baru
dilahirkan akan menjadi anak yang berguna, yang merupakan perwujudan rasa
syukur keluarga besar akan kehadiran anggota keluarga baru. Di sinipun
diberikan juga nasi pangupa.
a.
Sejarah Paroppa Sadun
Pada masa nenek moyang,
kehidupan masih sangat sederhana atau primitif, mereka telah memikirkan apa
saja yang ada di alam ini.terutama perhatian mereka kepada yang menyangkut kehidupan.baik kehidupan manusia itu sendiri
maupun kehidupan hewan dan makhluk-makhluk lainnya yang ada di alam ini.
Perhatian mereka, dipandang dari
berbagai macam segi.yang utama adalah soal keajaiban yang sangat berpengaruh,
seperti daun-daunan atau tumbuh-tumbuhan yang dapat menjadi obat untuk
menyembuhkan penyakit. Pohon-pohon sebagai tempat pelindung. Demikian
pula dari berbagai jenis hewan yang tenaganya luar biasa, yang sangat sayang
kepada anaknya,yang selalu membela dan tidak segan-segan mengadakan perlawanan.
Maka dari sinilah diperlambangkan jiwa atau watak seorang manusia, atau
kehidupan duniawi, yang di anggap luar biasa atau keistimewaan tersenidiri. Dan
lambang tersebut digunakan untuk pakaian, untuk menunjukkan kesaktian atau
keagungan seseorang. Terkadang kita juga masih menemukan saudara-saudara kita
yang masih terbelakang atau primitive pada
masa sekarang,
seperti menggunakan bulu burung dikepalanya, ada yang membuat taring binatang
buas sebagai kalung nya, yang menunjukkan mereka adalah orang orang yang
pemberani berburu dan berperang. Pandangan dan penghayatan semasa nenek moyang
dalam upacara, bagi orang yang dipandang sakti disegani, dianugerahilah
penghargaan dan sanjungan,dengan menghadiahkan benda-benda untuk dipakai
sebagai pertanda kesaktian bagi seseorang. Seni sederhana sudah berkembang
semasa nenek moyang sebagai pengertiannya, seni ialah rasa indah, menyenangkan
,dan memenuhi kehidupan manusia.
Untuk menggambarkan kebesaran dan kesatian ini
nenek moyang di daerah tapanuli selatan , mulailah menggambar atau
mengukir lambang yang bernilai ini pada
kulit-kulit kayu. Semakin maju pemikiran nenek moyang kita itu, mereka mulai
pandai menenun kain dari bahan kapas, kemajuan ini semakin meningkat dan
terarah , maka perlambag-lambangan yang dianggap baik dan terhormat digambarkanlah corak atau motif pada kain yang ditenun. Sehingga kain
mempunyai corak ornamen atau motif yang mempunyai
derajat atau nilai penghormatan yang tinggi.
Dan penggunaannya diberikan kepada seseorang
yang merupakan penghargaan dan penghormatan dengan upacara adat tradisional.
Kain inilah yang yang mempunyai nilai budaya yang tinggi dipandang masyarakat
secara adat. Yang kemudian terkenal dengan kain adat, yang dinamakan abit
Batak, atau abit Godang atau Ulos ni Tondi. Dan kain ini digunakan menurut
adat.
b.
Fungsi Paroppa
Sadun
Parompa sadun ialah tenunan masyarakat yang mempunyai fungsi adat di daerah
Tapanuli Selatan yang terkenal dengan julukan “TONUNAN NI BORU REGAR SIPIROK”,
yang terkenal sejak dahulu sampai sekarang, kain adat ini dihormati dan
dihargai penggunaannya, mempunyai nilai kebesaran dan kemuliaan dalam upacara
adat baik siluluton (duka cita) maupun siriaon (suka cita). Kain ini
diberikan oleh pihak mora kepada anak yang baru lahir dan digunakan untuk
menggendong anak. Selain itu juga dipercayai sebagai obat atau penyembuh bagi anak-anak
yang sakit. Dan parompa sadun ini diperuntukkan untuk anak yang pertama lahir
baik laki-laki maupun perempuan. Dewasa ini Parompa Sadun
ini juga diberikan kepada seseorang yang naik pangkat sebagai penghargaan.
B.
Ucapan Pemberian Ulos Dan Paroppa Sadun
Upacara pemberian kain adat ini
disebut Mangalehen Parompa. Kain adat ini diselempangkan di bahu kedua
orang tua bayi, seolah-olah dipakai untuk menggendong. Pada waktu upacara
seperti acara adat Batak lainnya hadir pihak-pihak yang disebut Dalihan na
Tolu, yaitu pihak dari keluarga suami (kahanggi), keluarga dari pihak istri
(Mora) dan keluarga dari pihak saudara wanita suami (anak boru). Permberian
kain ini disertai nasihat dan doa dari semua yang hadir secara bergantian agar
kelak anak yang baru dilahirkan akan menjadi anak yang berguna, yang merupakan
perwujudan rasa syukur keluarga besar akan kehadiran anggota keluarga
baru. Di sinipun diberikan juga
nasi pangupaan.
C.
Beberapa Pendapat Terhadap Kedudukan Ulos Dan Paroppa Sadun
Kain adat ini biasanya diberikan oleh orangtua kepada seorang
wanita yang baru saja dianugrahi anak pertama. Sedangkan upacara pemberian kain
adat ini, disebut Mangalehen Parompa (menyerahkan kain panjang-red), "Parompa
itu di pakai atau digunakan hanya di acara adat istiadat angkola, seperti acara
bersanji untuk bayi yang baru lahir atau acara pernikahan, bukan kain gendong
sehari-hari" kata Arin Batubara (50), warga Sayaur Matinggi Tapsel kepada Okezone,
belum lama ini.
Kain adat ini diselempangkan di bahu kedua
orangtua bayi, seolah-olah dipakai untuk menggendong. Pada waktu upacara
seperti acara adat Batak lainnya, hadir pihak-pihak yang disebut Dalihan na Tolu,
yaitu pihak dari keluarga suami (kahanggi), keluarga dari pihak istri (Mora)
dan keluarga dari pihak saudara wanita atau suami dari saudara wanita (anak
boru).
Pemberian kain ini disertai nasihat dan
doa dari semua yang hadir secara bergantian. Hal ini bertujuan agar kelak anak
yang baru dilahirkan, akan menjadi anak yang berguna, yang merupakan perwujudan
rasa syukur keluarga besar akan kehadiran anggota keluarga baru.
D.
Pandangan Islam Terhadap Kedudukan Ulos Dan Paroppa Sadun
Sejak awal perkembangan,
islam di Indonesia telah menerima akumodasi budaya. Karena islam sebagai agama
memang banyak memberikan norma-norma aturan tentang kehidupan dibandingkan
agama-agama lain. Islam dan kebudayaan memiliki keterkaitan antara yang satu
dengan yang lain. Ajaran islam memberikan aturan-aturan yang sesuai dengan
kehendak Allah SWT. Adat istiadat dan tradisi yang dapat memberikan kebaikan
terhadap umat manusia, jadi budaya itu boleh-boleh saja asalkan tidak melanggar
aturan-aturan yang telah ditetapkan Allah SWT.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Ulos Batak adalah kain tenun khas Batak
berbentuk selendang, yang melambangkan ikatan kasih sayang antara anak dan
orang tua dan anak-anaknya atau antara seseorang dan orang lain. Parompa Sadun
biasanya diucapkan paroppa adalah kain tenun tradisional. Kain adat ini
diberikan oleh orang tua seorang wanita yang baru di anugerahi anak pertama,
baik bayi lelaki atau perempuan,
Makna Dari Pemberian Ulos Batak Dan Parompa
Sadun, terkandung makna yang sangat berarti dalam kehidupan berbudaya. Yaitu
mempunyai makna agar dalam pemberian Ulos Batak dan parompa Sadun ini, agar
sehat jiwa dan raga. Dan juga memberikan kehangatan dan juga berkat. Dalam ulos
ini juga berfungsi memberi panas yang memyehatkan badan dan menyenangkan
pikiran sehingga kita gembira di buatnya.
DAFTAR PUSTAKA
Daniel T. A. Harahap, “Ulos -diskusi Iman
dan Budaya” (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), hlm 6.
Sugiarto Dakung,
Ulos (Jakarta: Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Proyek Media Kebudayaan Jakarta, 1981/1982).
Daniel T. A.
Harahap, “Ulos -diskusi Iman dan Budaya” (Jakarta: Rineka Cipta, 2003),
hlm 6.
Sugiarto
Dakung, Ulos (Jakarta: Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Media Kebudayaan Jakarta, 1981/1982).
<script data-ad-client="ca-pub-3224888017981904" async src="https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js"></script>
Komentar
Posting Komentar